VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

dokumen-dokumen yang mirip
KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PDAM Bekasi Jl. KH Noer Ali

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

I. Latar belakang penyesuaian tarif air minum tahun 2013 meliputi :

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA

1. Pendapatan PDAM harus memenuhi prinsip pemulihan biaya

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

II. BAHAN DAN METODE

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

BAB IV. yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi.

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Studi Kehilangan Air Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini manusia membutuhkan air baik untuk rumah tangga maupun dalam

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Evaluasi Pajak Pengambilan dan Pemanfataan Air Permukaan

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN)

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TARIF AIR MINUM

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tradisi yang melekat dalam dinamika masyarakat. Air merupakan sumber daya yang

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS

KAJIAN KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT KOTA LUBUK BASUNG DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN AIR BERSIH

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH. air tanah dengan sumber air bersih lainnya yakni air PDAM.

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR: 22 TAHUN 2013 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA,

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

FORMULA PERHITUNGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF PADA BUMD AIR MINUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Pelayanan Jasa Pelabuhan Sunda Kelapa

BAB. I PENDAHULUAN. Rasio Profitabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur

Kata kunci: Evaluasi, Sistem Distribusi Air Bersih, Penurunan Tingkat Kehilangan Air

II. BAHAN DAN METODE

Kata kunci: Pengembangan sistem distribusi, prediksi kebutuhan, efisiensi

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK

PERATURAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA SATRIA KABUPATEN BANYUMAS. NOMOR : 3 Tahun 2016 TENTANG

III KERANGKA PEMIKIRAN

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Materi 4 Ekonomi Mikro

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK

BAB I PENDAHULUAN. manusia, hewan, dan tumbuhan. Tanpa adanya air, maka kita sulit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode purposive sampling, dengan adanya beberapa kriteria dalam

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

III. METODE PENELITIAN A.

PERMASALAHAN ALIRAN AIR

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air

IV. METODOLOGI PENELITIAN

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah dan Perkembangan PDAM Kabupaten Sukabumi. Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi PDAM Bekasi merupakan salah satu PDAM yang berada di wilayah Kota Bekasi. Pengelolaan sumberdaya air berdasarkan kapasitas produksi Instalasi Pengolahan Air (IPA) yakni level rendah, sedang dan tinggi memberikan pengaruh terhadap efisiensi kinerja PDAM Bekasi dalam mendistribusikan air ke masyarakat. Sumber air utama yang digunakan oleh PDAM Bekasi berasal dari dua sumber utama yakni Saluran Tarum Barat (Kalimalang) dan Kali Bekasi. Air yang mengalir dari Saluran Tarum Barat bercampur dengan Kali Bekasi yang memiliki tingkat pencemaran tinggi dengan indikator adanya pencemaran air permukaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas industri dan pemukiman di sepanjang Kali Bekasi. Faktor alam yakni musim kemarau dan hujan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kualitas dan kuantitas air baku yang akan diolah PDAM Bekasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan pihak PDAM yang menyatakan bahwa pasokan air bersih PDAM Bekasi tetap stabil walaupun kondisi cuaca yang sering berubah, sehingga perbedaan musim tidak menjadi masalah terhadap pasokan air baku PDAM. Sistem proses pengolahan air baku dilakukan sesuai standar yang telah ditetapkan yakni air baku yang berasal dari sungai kemudian diolah melalui penangkap air dengan pemompaan, kemudian melalui proses kimia dan pengendapan lalu dilakukan pengolahan air baku dalam Instalasi Pengolahan Air. Setelah itu air disimpan di bangunan reservoir sebelum dialirkan ke pelanggan. Jumlah unit atau cabang level rendah dapat dilihat dari cabang Tambun dengan jumlah kapasitas produksi yang terpasang yaitu 115 detik/liter dengan 60

jumlah fasilitas produksi sebanyak 2 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). IPA 1 memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 110 liter/detik dan IPA 2 memiliki kapasitas terpasang sebesar 5 liter/detik. Kapasitas IPA yang sudah termanfaatkan saat ini berfluktuatif jumlahnya tetapi selalu ada peningkatan secara signifikan. Jumlah unit/cabang level sedang dapat dilihat dari Cabang Rawa Tembaga dengan jumlah kapasitas produksi yang terpasang yaitu 200 detik/liter dengan jumlah fasilitas produksi sebanyak 4 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). IPA 1 memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 120 liter/detik, IPA 2 memiliki kapasitas terpasang sebesar 70 liter/detik, IPA 3 dan IPA 4 memiliki kapasitas terpasang masing-masing 5 liter/detik. Kapasitas IPA yang sudah termanfaatkan saat ini berfluktuatif jumlahnya tetapi selalu ada peningkatan secara signifikan. Jumlah unit atau cabang level tinggi dapat dilihat dari Cabang Kota dengan jumlah kapasitas produksi yang terpasang yaitu 480 detik/liter dengan jumlah fasilitas produksi sebanyak 6 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). IPA 1 memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 20 liter/detik dan IPA 2 memiliki kapasitas terpasang sebesar 40 liter/detik, IPA 3 memiliki kapasitas terpasang sebesar 20, IPA 4 memiliki kapasitas terpasang sebesar 200 liter/detik, IPA 5 dan 6 memiliki kapasitas terpasang sebesar 100 liter/detik. Kapasitas IPA yang sudah termanfaatkan saat ini berfluktuatif jumlahnya tetapi selalu ada peningkatan secara signifikan. Perkembangan Kapasitas IPA sesuai level rendah, sedang, tinggi dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 5 61

Perkembangan Kapasitas Cabang Tambun, Rawa Tembaga dan Kota Ket: : Tambun : Rawa Tembaga : Kota Sumber : PDAM Bekasi (2011) Gambar 5. Perkembangan Kapasitas IPA Sesuai Level Rendah, Sedang, Tinggi dari Tahun 2006-2010 Gambar 5 memperlihatkan peningkatan kapasitas produksi Instalasi Pengolahan Air baik pada level kecil yakni Tambun, level sedang yakni Rawa Tembaga dan level tinggi yakni Kota. Peningkatan yang signifikan terjadi pada cabang Tambun yakni pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 70 liter/detik naik menjadi 115 liter/detik pada tahun 2010. Cabang Rawa Tembaga mengalami penurunan kapasitas produksi yakni dari 200 liter/detik turun 5% sehingga menjadi 190 liter/detik. Perkembangan kapasitas IPA Cabang Kota menunjukkan kestabilan dari tahun 2006 sampai tahun 2010 yakni 480 liter/detik. PDAM Bekasi melakukan pelayanan air bersih untuk wilayah Bekasi yakni Kota Bekasi sebanyak 66492 sambungan dan Kabupaten Bekasi sebanyak 81269 sambungan. Potensi untuk meningkatkan pelayanan sumber air masih tinggi karena sumber air baku masih tersedia. Sumber air penduduk selain air PDAM masih terbatas karena kondisi air tanah dan air permukaan kurang baik 62

serta adanya dukungan dari Pemerintah Kota Bekasi dalam operasionalnya. Perkembangan jumlah pelanggan air bersih PDAM Bekasi meningkat sepanjang tahun sejak tahun 2006. Gambar 6 memperlihatkan perkembangan jumlah pelanggan PDAM Bekasi dari tahun 2006 hingga 2010. Jumlah sambungan langganan (saluran) 150.000 100.000 121.806 128.430 134.275 140.495 147.761 50.000 0 perkembangan jumlah pelanggan 2006 2010 Sumber : PDAM Bekasi (2011) Gambar 6. Jumlah Sambungan Langganan PDAM Bekasi Tahun 2006-2010 Diagram batang di atas menunjukkan terjadi peningkatan jumlah saluran pelanggan pengguna PDAM Bekasi per tahunnya dari tahun 2006 berjumlah 121.806 sambungan, kemudian tahun 2007 berjumlah 128.430 sambungan, tahun 2008 kembali berkembang menjadi berjumlah 134.275, tahun 2009 sebesar 140.495 dan terus meningkat pada tahun 2010 sebesar 147.761 sambungan. Adanya peningkatan jumlah pelanggan dan prospek peningkatan permintaan air, maka jumlah produksi dan distribusi air juga meningkat setiap bulannya walaupun peningkatannya bersifat fluktuatif. Jumlah pelanggan air bersih yang terlayani pada tahun 2010 adalah 147.761 sambungan dengan rincian pada Tabel 8 dan wilayah pelayanan masing-masing cabang dapat dilihat pada Tabel 9. 63

Tabel 8. Jenis Kelompok Sambungan Langganan Tahun 2010 NO Jenis Pelanggan Sambungan Langganan 1 Kelompok I (Sosial) 945 2 Kelompok II (Non Niaga) 112 3 Kelompok III (Niaga) 3687 4 Kelompok IV (Industri) 33 5 Kelompok V (Rumah Tangga) 142984 Jumlah 147761 Sumber : PDAM (2011) Tabel 9. Wilayah Pelayanan per Golongan pada Cabang Tambun, Cabang Rawa Tembaga dan Cabang Kota dari Tahun 2006-2010 Cabang/ Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1. Tambun Rumah Tangga 6728 6918 7193 7307 7314 Industri 2 1 1 1 1 Niaga 41 38 37 38 38 Non Niaga 3 4 3 3 4 Sosial 49 49 51 50 49 2. Rawa Tembaga Rumah Tangga 16644 17143 17743 17743 13519 Industri 1 1 2 2 2 Niaga 695 679 685 677 650 Non Niaga 17 17 17 17 18 Sosial 52 58 58 60 61 3.Kota Rumah Tangga 28061 31387 32223 32820 33536 Industri 2 8 8 7 8 Niaga 327 331 426 427 451 Non Niaga 29 31 29 30 31 Sosial 115 132 128 143 159 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat masing-masing cabang baik level rendah (Cabang Tambun), level sedang (Cabang Rawa Tembaga) dan level Rendah (Cabang Kota) pada Instalasi Pengolahan air di PDAM Bekasi menunjukan peningkatan secara fluktuatif. Secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 7. 64

Perbandingan Jumlah Langganan Instalasi per cabang Pelanggan 35000 30000 28061 31387 32223 32820 33536 25000 20000 16644 17143 17443 17443 15000 13519 10000 6728 6918 7193 7307 7314 5000 0 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Ket: : Tambun : Rawa Tembaga : Kota Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Gambar 7. Perbandingan Jumlah Langganan Instalasi Pengolahan Air Masing-masing Cabang Gambar 7 menunjukkan perbandingan jumlah sambungan langganan Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Bekasi Cabang Tambun, Rawa Tembaga, dan Cabang Kota. Peningkatan secara signifikan ditunjukan oleh Cabang Kota dan Cabang Tambun, sedangkan penurunan dialami oleh Cabang Rawa Tembaga pada tahun 2010. Hal ini diakibatkan adanya penurunan kapasitas produksi dari 200 liter/detik menjadi 190 liter/detik dan kebocoran pipa pada instalasi Rawa Tembaga sehingga mengakibatkan kehilangan air, dan menyebabkan penurunan jumlah langganan sebesar 3926 SL yakni sebesar 22,5%. Perbandingan wilayah pelayanan masing-masing Cabang yakni pada tahun 2006 dari jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi yang sebesar 121.806 SL adalah Cabang Tambun 5,52%, Rawa Tembaga 13,67% dan Kota 23,03%. Pada tahun 2007 65

jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi sebesar 128.430 SL, sehingga Cabang Tambun mewakili 5,3%; Rawa Tembaga 13,34%; dan Kota 24,44%, tahun 2008 jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi sebesar 134.275 SL, sehingga Cabang Tambun mewakili 5,35%; Cabang Rawa Tembaga sebesar 12,99%; Cabang Kota sebesar 23,99%, tahun 2009 jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi sebesar 140.495 SL, Cabang Tambun mewakili 5,2% Cabang rawa tembaga sebesar 12,41% Cabang Kota sebesar 23,36%, tahun 2010 jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi 147761 SL, sehingga Cabang Tambun mewakili 4,9% dan Cabang Rawa Tembaga sebesar 8,9% serta Cabang Kota sebesar 22,69%. 6.2 Analisis Fungsi Produksi Air PDAM Bekasi Adanya peningkatan jumlah penduduk menyebabkan tingginya jumlah kebutuhan air bersih. Proses produksi air baku menjadi air bersih merupakan suatu proses menghasilkan sumberdaya air bersih dengan meliputi sistem pengolahan, sistem distribusi, sistem jaringan pipa sesuai dengan sumber air baku dan kapasitas debit yang tersedia. Model produksi air PDAM Bekasi terhadap instalasi pengolahan air dibangun oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5%. Produksi air PDAM Bekasi yang meliputi level kapasitas rendah (Cabang Tambun), level kapasitas sedang (Cabang Rawa Tembaga) dan tertinggi (Cabang Kota) terdapat pada Lampiran 1. Persamaan 1 yang terdapat pada metode pengolahan data tidak dapat dilanjutkan sebagai model produksi air PDAM Bekasi karena terdapat pelanggaran multikolinearitas yang tinggi, sehingga untuk menyederhanakannya menggunakan analisis regresi komponen utama yang terlampir pada Lampiran 2 66

dan model persamaan regresi produksi air PDAM berdasarkan koefisien, simpangan baku dan t hitung dijelaskan pada Tabel 10, maka persamaan 2 yang ditransformasi ke persamaan double Ln menjadi LnAT = β0 + β1 LnAB + β2 LnAP + β3 LnPBK + β4 LnPL + β5 D1+ β6 D2.(3) Keterangan: Ln AT = ln Air Terjual (m 3 ) Ln AB = ln Air Baku (m 3 ) Ln AP = ln Air Produksi (m 3 ) LnPBK = ln Pemakaian Bahan Kimia (kg) Ln PL = ln Pemakaian Listrik (Kwh) D1 = Dummy skala usaha level sedang (Rawa Tembaga) D2 = Dummy skala usaha level tinggi (Kota) Tabel 10. Model Persamaan Regresi Produksi Air PDAM Bekasi Berdasarkan Koefisien, Simpangan Baku dan t hitung Ket Simpangan baku Koefisien t-hitung p-value Ket LnAB 0,0023 0,225 97,14 0,000 signifikan LnAP 0,0024 0,226 97,21 0,000 signifikan LnPBK 0,0017 0,195 116,84 0,000 signifikan LnPL 0,0022 0,255 112,78 0,000 signifikan D1 0,0005-0,067-135,99 0,000 signifikan D2 0,0022 0,300 135,99 0,000 signifikan R-sq: 98,3% DurbinWatson:1,1 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 10 dapat dilihat p-value < α maka seluruh variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi air, sehingga model layak secara keseluruhan pada taraf nyata 5% atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas secara bersama-sama, R-square yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model adalah sebesar 98,3% artinya keragaman produksi air PDAM Bekasi dapat dijelaskan secara linier sebesar 98,3% oleh variabel-variabel penjelasnya, sisanya sebesar 1,7% digambarkan oleh variabel lain diluar model. 67

Uji normalitas, uji homoskedastisitas dan uji autokorelasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Model persamaan regresi produksi air PDAM menunjukan air baku memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata air baku naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata air terjual sebesar 0,225% sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 dibutuhkan volume air baku sebesar 4,5 m 3. Hubungan ini menunjukkan ketidakefisien PDAM dalam memproduksi airnya diakibatkan adanya kesalahan teknis atau non teknis dalam memproduksi air diantaranya adanya kapasitas produksi terpasang yang belum dimanfaatkan. Penyebab kapasitas produksi menganggur karena kurangnya kapasitas produksi di instalasi tertentu sedangkan di instalasi lain konsumsi air pelanggan jauh lebih kecil daripada produksi yang ada, jadi apabila air baku yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan air PDAM memiliki debit air yang tinggi, maka akan meningkatkan produksi air PDAM Bekasi lebih besar sehingga memberikan keuntungan yang optimal terhadap perusahaan tersebut. Hal ini menunjukan kapasitas produksi yang digunakan dalam memproduksi air belum optimal, jadi apabila perusahaan dapat meningkatkan kapasitas air dari instalasi pengolahan air PDAM Bekasi maka akan meningkatkan produksi air PDAM Bekasi tersebut. Berdasarkan wawancara dengan bagian produksi PDAM Bekasi (Ibu Santi), PDAM belum dapat menambah kapasitas produksi IPA-nya dikarenakan masalah dana yang minim dan kendala investasi. Air produksi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata volume air produksi naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,226%, 68

sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 maka dibutuhkan volume air produksi sebesar 4,4 m 3. Penggunaan bahan kimia memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata penggunaan bahan kimia naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,195% sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 dibutuhkan bahan kimia sebesar 5 kg. Semakin besar penggunaan kimia yang digunakan dalam memproduksi air PDAM mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang dihasilkan, dari pengamatan lapang sampai saat ini PDAM Bekasi belum dapat mengetahui jenis dan kadar bahan kimia yang dapat digunakan secara efektif dan efisien pada produksi air. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai penggunaan bahan kimia yang berbeda setiap bulan. Penggunaan listrik memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata penggunaan listrik naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,255% sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 dibutuhkan listrik sebesar 4 Kwh. Dummy 1 yang merupakan skala usaha level sedang yakni Rawa Tembaga dibandingkan dengan Cabang Tambun memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada produksi air PDAM Bekasi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila rata-rata produksi pada level sedang naik sebesar 1% maka akan menurunkan rata-rata air terjual sebesar 0,067% sehingga jika dibandingkan pada Cabang Tambun untuk meningkatkan volume air terjual pada Cabang Rawa Tembaga sebesar 1 m 3 dibutuhkan 15 m 3 volume air terjual pada Cabang Tambun. Hal ini disebabkan kapasitas produksi Rawa Tembaga yang lebih besar dibandingkan Cabang 69

Tambun sehingga menyebabkan jumlah air yang diproduksi juga semakin besar sehingga air yang diproduksi oleh Rawa Tembaga sudah cukup efisien. Pengaruh negatif yang dihasilkan PDAM Bekasi diakibatkan adanya inefisiensi air yakni adanya kesalahan teknis dan non teknis diantaranya kebocoran pipa yang menyebabkan jumlah produksi air menurun, water meter pelanggan rusak, adanya pencurian air, dan kesalahan pembacaan skala meter oleh karyawan PDAM Bekasi Cabang Rawa Tembaga, sehingga memanfaatkan kapasitas produksi yang menganggur pada instalasi tertentu. Dummy 2 yang merupakan skala usaha level tinggi yakni Cabang Kota yang dibandingkan dengan Cabang Rawa Tembaga memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air PDAM Bekasi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila rata-rata produksi air pada level tinggi naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,30% sehingga jika dibandingkan pada Cabang Rawa Tembaga untuk meningkatkan volume air terjual pada Cabang Kota sebesar 1 m 3 dibutuhkan 3,3 m 3 volume air terjual Rawa Tembaga. Hal ini menunjukkan kurang efisien kapasitas produksi pada Cabang Kota dalam memproduksi air yang dapat disebabkan banyaknya kapasitas produksi terpasang yang belum dimanfaatkan, dapat disimpulkan bahwa semakin besarnya kapasitas air yang digunakan PDAM Bekasi maka volume air terjual semakin besar. 6.3. Analisis Fungsi Biaya Produksi sesuai jenis Instalasi Pengolahan Air Struktur biaya yang membentuk harga pokok dalam proses pengolahan air pada pengelolaan PDAM Bekasi digolongkan menjadi dua yakni biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya yang berpengaruh secara langsung terhadap produksi air PDAM antara lain biaya instalasi sumber 70

air dan pengolahan air, biaya transmisi dan distribusi. Persentase dari komponen biaya langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase dari Komponen Biaya Langsung dan Tidak Langsung Masing-masing Cabang dari Tahun 2007-2009 Komponen biaya Cabang Tambun Cabang Rawa Tembaga Cabang Kota Biaya Langsung - Biaya Instalasi Sumber dan Pengolahan Air 62,68 65,79 84,5 - Biaya Transmisi dan Distribusi 10,15 12,77 6,62 Biaya Tidak Langsung - Biaya Umum dan Administrasi 27,17 21,44 8,88 (pegawai,kantor) Total Biaya 100 100 100 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Tabel 11 menunjukkan bahwa komponen biaya langsung yang memiliki proporsi tertinggi adalah biaya instalasi sumber dan pengolahan air yaitu mencapai 63-85% dari total biaya. Biaya instalasi pengolahan air ini meliputi biaya instalasi sumber air, pemakaian bahan, biaya pemeliharaan bangunan pengolahan air, biaya penyusutan bangunan pengolahan air serta rupa-rupa biaya pengolahan air. Komponen biaya terkecil dari biaya langsung adalah biaya transmisi dan distribusi hanya 6-12% dari total biaya. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap produksi air, komponen biaya tidak langsung dalam proses pengolahan air PDAM Bekasi meliputi biaya umum dan biaya administrasi yang terdiri dari biaya gaji pegawai Persentase dari masing-masing komponen biaya tidak langsung ketiga jenis instalasi pengolahan air Cabang Tambun, Rawa Tembaga dan Cabang Kota yaitu proporsi biaya umum dan administrasi yang sangat besar mencapai 8,8-27% dari total biaya. Biaya umum dan administrasi ini meliputi biaya gaji pegawai, 71

biaya kantor, biaya pemeliharaan, biaya gaji direksi, biaya penyusutan dan amortisasi instalasi non pabrik, biaya penyisihan utang, biaya keuangan dan ruparupa biaya umum dan administrasi. Biaya langsung dan tidak langsung PDAM Bekasi yang telah diolah dan terlampir selama periode tiga tahun dari 2007 sampai dengan 2009 pada Lampiran 3. Hubungan antara total biaya produksi air dengan faktor-faktor yang membentuk biaya produksi tersebut dengan mentransformasikan fungsi ke dalam bentuk logaritma linier menggunakan regresi komponen utama. Model biaya produksi air PDAM Bekasi terhadap instalasi pengolahan air dibangun oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 12. Model persamaan total biaya produksi air adalah sebagai berikut: LnTC = β0 + β1 LnBI + β2 LnBP + β3 LnQ+ β4 D1+ β5 D2 Keterangan: Ln TC : Total biaya produksi air Ln BI : Biaya instalasi sumber dan pengolahan air Ln BP : Biaya pegawai Ln Q : Produksi air D1 : Skala usaha Cabang Rawa Tembaga (level sedang) D2 : Skala usaha Cabang Kota (level tinggi) Tabel 12. Persamaan Biaya Produksi PDAM Dilihat dari Koefisien, T-hitung Ket Koef t-hitung p-value VIF Ket LnBI 0,865 14,29 0,000 8,507 Signifikan LnBP -0,1-0.84 0,405 1,555 tak Signifikan LnQ -0,46-5.08 0,000 9,612 Signifikan D1 0,309 4.88 0,000 3,759 Signifikan D2 0,629 5.40 0,000 9,535 Signifikan R-sq : 94,40% R-Adj sq: 94,2% ; Durbin watson: 1,69 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Melalui Tabel 12 dapat dilihat p value < α (5%) maka seluruh variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap biaya total produksi air kecuali biaya pegawai. Model layak secara keseluruhan pada taraf nyata 5% atau variabel bebas 72

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas secara bersama-sama, R-square yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model adalah 94,4% artinya keragaman produksi air PDAM Bekasi dapat dijelaskan secara linier sebesar 94,4% oleh variabel-variabel penjelasnya sisanya sebesar 5,6% digambarkan oleh variabel lain diluar model. Biaya Instalasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata biaya instalasi naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,865%. Oleh karena itu biaya yang terkait langsung dengan produksi air yakni biaya sumber air dan biaya pengolahan air PDAM Bekasi menyebabkan peningkatan terhadap total biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi air PDAM Bekasi. Biaya pegawai memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata biaya pegawai naik sebesar 1% maka akan menurunkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,1%. Biaya pegawai tidak mempengaruhi secara langsung dalam memproduksi air. Produksi air memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata produksi air naik sebesar 1% maka akan menurunkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,46% jadi apabila semakin banyak jumlah produksi air PDAM Bekasi yang dihasilkan maka dapat memberikan efisiensi terhadap total biaya produksi air, dalam aktivitas produksinya biaya pengelolaan air PDAM mengalami perubahan setiap waktu. 73

Hal tersebut bergantung ada berbagai macam faktor dan salah satunya adalah jumlah air yang diproduksi. Dummy 1 memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata skala usaha Rawa Tembaga naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,309%. Dummy 2 memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata skala usaha Cabang Kota naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,629%. Jika perusahaan berencana meningkatkan produksinya, maka biaya pengelolaan juga akan mengalami peningkatan. Namun terkadang jika perusahaan berupaya untuk menurunkan produksi airnya, biaya pengelolaan air tidak tentu mengalami penurunan, bahkan yang terjadi adalah biaya pengelolaan air cenderung akan tetap atau justru mengalami peningkatan. Biaya pengelolaan air PDAM Bekasi tersebut bersifat kaku sehingga apabila telah mengalami peningkatan maka akan sulit untuk diturunkan kembali walaupun faktor pemicu kenaikannya telah diturunkan sehingga untuk dapat meminimalisasi biaya produksi, PDAM Bekasi harus mampu memproduksi air secara efisien. Scatter plot untuk uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dapat dilihat pada Lampiran 4. 6.4 Penentuan Harga Pokok Air Bersih dengan Marginal Cost Pricing Penentuan Harga Pokok Air Bersih dengan marginal cost pricing yakni dimana air bersih diproduksi dan dialokasikan pada suatu titik dimana keuntungan marjinal (marginal benefit) sama dengan biaya marjinalnya (marginal cost), 74

sehingga efisiensi ekonomi terjadi pada saat harga air ditetapkan sama dengan biaya marjinal yang bertujuan memaksimumkan keuntungan bersih sosial (Net Social Benefits). Kenyataannya PDAM Bekasi telah memberlakukan tarif yang sesuai kemampuan pelanggan, yakni sesuai dengan kelompok golongan pelanggan air. Harga pokok air PDAM diperoleh dari perhitungan penjumlahan biaya seluruhnya meliputi total biaya yakni biaya langsung maupun biaya tidak langsung usaha dibagi dengan jumlah air yang didistribusi. Data harga pokok air yang berhasil diolah menunjukkan jumlah yang berfluktuasi disebabkan karena biaya langsung usaha, biaya tidak langsung usaha dan distribusi air yang turut mengalami fluktuasi, pada dasarnya walaupun harga pokok air menunjukkan jumlah yang berfluktuasi harga pokok air cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata harga pokok air bersih PDAM Bekasi dari tahun 2007-2009 masing-masing Cabang terdapat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-rata Harga Pokok Air Bersih PDAM Bekasi dari Tahun 2007-2009 Masing-masing Cabang Tahun Cabang Tambun (Rp/m 3 ) Cabang Rawa Tembaga (Rp/m 3 ) Cabang Kota (Rp/m 3 ) 2007 981 1.041 914 2008 1.308 1.136 1.260 2009 1.231 1.765 1.555 Rata-rata 1.174 1.337 1.244 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Tabel 13 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 dan 2009 Cabang Rawa Tembaga memperoleh harga pokok air yang lebih besar yakni Rp 1.041 /m 3 dan Rp 1.765 /m 3, pada tahun 2008 Cabang Tambun memperoleh harga pokok air 75

yang lebih besar yakni Rp 1.308/m 3. Dengan demikian didapatkan rataan harga pokok air bersih masing-masing cabang dari tahun 2007-2009 yaitu Cabang Tambun sebesar Rp 1.174/m 3, Cabang Rawa Tembaga sebesar Rp 1.337/m 3 dan Cabang Kota sebesar Rp 1.244/m 3. Adanya ketidakefisienan karena kebocoran air dan penurunan kapasitas produksi menyebabkan harga pokok sebagai tarif dasar untuk Cabang Rawa Tembaga lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar kapasitas produksi maka akan menekan biaya produksi menjadi lebih murah jika tidak banyak kesalahan teknis maupun non teknis yang dilakukan. Peningkatan harga pokok yang terjadi bisa diakibatkan oleh kenaikan biaya-biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kenaikan jumlah air bersih yang diproduksi serta adanya peningkatan jumlah pelanggan, sehingga membutuhkan biaya sambungan baru yang lebih banyak. Perubahan harga pokok sangat dipengaruhi oleh perubahan besarnya biaya operasional dan jumlah air bersih yang diproduksi maupun yang didistribusi kepada konsumen. Berdasarkan teori-teori ekonomi baku, penetapan harga air PDAM Bekasi berdasarkan marginal cost (MC) akan mendatangkan keuntungan bagi pengelola air apabila nilai MC lebih besar dibandingkan dengan nilai average cost nya (AC). Hal tersebut harus diperhitungkan dikarenakan besarnya jumlah biaya tetap dan variabel yang digunakan oleh PDAM Bekasi. Penetapan harga air harus mampu menutupi seluruh pengeluaran dan biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi dan mendistribusikan air PDAM Bekasi (full cost recovery). Hasil perhitungan harga pokok produksi versi PDAM dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14 menunjukan harga pokok produksi yang cenderung meningkat tiap tahunnya. Secara umum peningkatan harga pokok produksi disebabkan oleh peningkatan 76

biaya-biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kenaikan air yang terjual. Air PDAM yang terjual memiliki kecenderungan yang meningkat akibat dari meningkatnya jumlah pelanggan PDAM tiap tahunnya, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah air yang dikonsumsi. Tabel 14. Harga Pokok Produksi Air PDAM Bekasi berdasarkan jumlah air produksi tahun 2007-2009 Tahun Air Produksi (m 3 ) Total Biaya (Rp) HPP (Rp/m 3 ) 2007 32.002.980 56.005.215.000 2.188 2008 39.090.201 87.210.238.431 2.789 2009 51.799.167 113.479.002.978 2.738 Sumber: PDAM Bekasi (2011), diolah Hal ini dapat dilihat yakni apabila terjadi peningkatan biaya yang sangat tinggi, walaupun jumlah produksi dan distribusi air lebih rendah atau meningkat maka nilai marginal cost pun akan cenderung mengikuti perubahan tersebut. Peningkatan harga pokok produksi setiap tahunnya yakni dari tahun 2007 dihasilkan Rp 2.188/m 3 kemudian tahun 2008 sebesar Rp 2.789/m 3, dan pada tahun 2009 sebesar Rp 2.738/m 3. Pembentukan nilai harga pokok produksi tersebut dapat menutupi seluruh total biaya pengeluaran PDAM (full cost recovery). Tabel 15-17 akan menunjukkan perbandingan marginal cost dan average cost struktur biaya pengelolaan air PDAM Bekasi Cabang Tambun, Rawa Tembaga dan Kota dari tahun 2007 hingga 2009, pembentukan nilai marginal cost dipengaruhi oleh banyaknya jumlah air PDAM yang diproduksi artinya perubahan jumlah produksi air diikuti perubahan marginal cost yang menurun atau meningkat. Besar kecilnya nilai marginal cost itu sendiri juga sangat dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya biaya pengelolaan air. Apabila terjadi peningkatan 77

biaya yang sangat tinggi, walaupun jumlah produksi air lebih sedikit ataupun lebih banyak, maka nilai marginal cost akan ikut meningkat sedangkan untuk biaya rata-rata (average cost) kenaikan produksi air menyebabkan meningkatnya nilai average cost, namun ada kalanya jika komponen biaya mengalami kenaikan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kenaikan produksi air, maka nilai average cost akan tetap meningkat, jadi dapat dikatakan dalam pembentukan marginal cost maupun average cost, komponen biaya lebih berpengaruh dibandingkan jumlah produksi air. Tabel 15. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Tambun Tahun 2007-2009 Tahun Produksi Air PDAM (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Average Cost (Rp/m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) 2007 2.366.757 2.666 981 2.188 2008 2.454.270 3.184 1.309 2.789 2009 2.664.499 4.356 1.231 2.738 Laju Pertumbuhan 2007-2009 37,15% 47,72% 39,58% 39,89% Sumber : PDAM Bekasi, (2011) diolah Tabel 16. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Rawa Tembaga Tahun 2007-2009 Tahun Produksi Air PDAM (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Average Cost (Rp/m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) 2007 4.451.464 2.631 1.041 2.188 2008 4.129.176 1.607 1.137 2.789 2009 3.722.869 5.267 1.765 2.738 Laju Pertumbuhan 2007-2009 27,09% 35,28% 48,01% 39,89% Sumber : PDAM Bekasi, (2011) diolah 78

Tabel 17. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Kota Tahun 2007-2009 Tahun Produksi Air PDAM (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Average Cost (Rp/m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) 2007 10.614.422 2.166 914 2.188 2008 10.835.585 3.287 1.260 2.789 2009 11.354.668 2.252 1.555 2.738 Laju pertumbuhan 2007-2009 35,54% 29,37% 48,79% 39,89% Sumber : PDAM Bekasi, (2011) diolah Berdasarkan Tabel 15-17 dapat dilihat selama kurun waktu 2007 hingga 2009 laju pertumbuhan marginal cost pada masing-masing cabang dengan level kapasitas produksi air yang berbeda-beda memiliki angka laju pertumbuhan yang positif, yaitu pada level rendah (Cabang Tambun) sebesar 47,72% sedangkan pada level sedang (Cabang Rawa Tembaga) sebesar 35,28% dan pada level tinggi (Cabang Kota) sebesar 29,37%, artinya selama kurun waktu tersebut terdapat peningkatan nilai marginal cost tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan semakin rendah kapasitas produksi mempengaruhi laju pertumbuhan marginal cost yang semakin besar Hal ini dipengaruhi karena perubahan peningkatan total biaya pengelolaan air yang lebih besar yang dialami oleh Cabang Tambun dalam meningkatkan produksi airnya. Kondisi marginal cost tersebut terjadi pula pada average cost. Laju pertumbuhan average cost secara keseluruhan dari tahun 2007 hingga 2009 memiliki angka laju pertumbuhan yang positif, yaitu pada level rendah (Cabang Tambun) sebesar sebesar 39,58% pada level sedang (Rawa Tembaga) sebesar 48,01% dan pada level tinggi (Cabang Kota) sebesar 48,79%, artinya selama kurun waktu tersebut terdapat peningkatan nilai average cost tiap tahunnya. Hal 79

ini menunjukan bahwa semakin besar kapasitas air produksi yang digunakan oleh masing-masing cabang di PDAM Bekasi mempengaruhi laju pertumbuhan average cost-nya. Perubahan serta kondisi nilai marginal cost dan average cost periode 2007-2009 pada masing-masing cabang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8 Rp/m3 Tambun Rawa Tembaga Kota Sumber : PDAM Bekasi (2011) Gambar 8. Perbandingan Nilai Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Tahun 2007-2009 Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada masing-masing cabang dalam periode 2007-2009, pembentukan tarif air berdasarkan marginal cost tidak menyebabkan terjadinya masalah kerugian karena nilai marginal cost lebih besar daripada nilai average cost, meskipun nilai average cost tersebut mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena biaya pengelolaan air cukup stabil dari tahun ke tahun tanpa adanya peningkatan biaya yang melonjak tajam. 80

Peningkatan biaya pengelolaan air yang terjadi pada PDAM Bekasi mampu diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi air sehingga tidak terjadi kerugian usaha, dapat dilihat pula bahwa tidak terjadi masalah kerugian pada keseluruhan jumlah produksi dimana nilai marginal cost lebih besar dibandingkan dengan average cost-nya. Kondisi yang terjadi menunjukan adanya increasing return to scale pada pengelolaan air PDAM Bekasi. Perusahaan dapat mencapai laba maksimum karena PDAM menetapkan harga maksimum yang lebih tinggi dari average cost-nya untuk barang publik tersebut. Nilai marginal cost yang lebih tinggi dibandingkan average cost-nya akan memberikan keuntungan bagi PDAM sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan harga berdasarkan marginal cost pricing akan lebih menguntungkan PDAM dan dapat menutup seluruh biaya pengelolaan air. Analisis finansial dalam menerapkan metode full cost recovery membentuk variasi tarif air PDAM berdasarkan kelompok pelanggan, sehingga minimal PDAM dapat menutupi seluruh biaya pengelolaan air. Analisis finansial penetapan harga air yang diberlakukan oleh PDAM Bekasi pada tahun 2007-2009 bersifat tetap dengan berpedoman kepada perhitungan berdasarkan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum, penetapan tarif didasarkan atas biaya dasar yang diperoleh dari perhitungan harga pokok produksi, hasil perhitungan tarif dapat dilihat pada Tabel 18. 81

Tabel 18. Tarif Air Minum PDAM Bekasi Berdasarkan Konsumsi Pemakaian No Kelompok harga air per harga air per harga air per harga air 0-10 m3 11-20 m3 21-30m3 per > 30m3 1 Sosial Umum 1.190 1.190 1.190 1.190 Khusus 1.190 1.323 1.567 1.750 2 Rumah Tangga 1 1.587 2.248 2.910 3.571 2 1.750 2.645 3.439 4.232 3 2.248 3.174 4.100 5.026 4 2.777 3.835 4.893 6.348 5 3.439 4.629 5.819 7.009 3 Non Niaga 1.587 2.645 3.958 5.553 4 Niaga Kecil 3.439 4.100 5.290 5.819 Sedang 4.100 4.761 5.422 6.048 Besar 4.893 5.555 6.216 6.877 5 Industri 6.216 6.877 7.538 8.200 Sumber : PDAM Bekasi (2011) Berdasarkan Tabel 18, pemberlakuan tarif air minum PDAM Bekasi berdasarkan konsumsi pemakaian yang dibagi menjadi 5 kelompok yakni kelompok sosial, rumah tangga, non niaga, niaga dan industri didasarkan pada penentuan skor hasil kuesioner/blanko yang dilakukan PDAM Bekasi yang kemudian hasil musyawarah bersama anggota rapat bagian penelitian dan pengembangan (LITBANG) dengan indikator standar penetapan golongan langganan, untuk menentukan besarnya rekening air minum yang harus dibayarkan oleh masing-masing golongan pelanggan per bulannya dengan cara menjumlahkan biaya pemakaian air dengan biaya administrasi sebesar Rp 4.000 dan biaya dana meter sebesar Rp 4.000. Biaya pemakaian air merupakan hasil perkalian dari banyaknya air PDAM yang dikonsumsi dalam sebulan dengan besarnya tarif air per meter kubik berdasarkan struktur tarif masing-masing golongan. 82

Harga pokok dijadikan sebagai dasar untuk perhitungan tarif air minum, namun hal ini tidak dilakukan sepenuhnya melainkan juga didasarkan pada kombinasi antara konsep increasing block tariff yaitu konsep dimana tingkat harga yang dibayarkan akan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah air yang dikonsumsi dengan tujuan meningkatkan subsidi silang dari golongan masyarakat yang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan tarif air oleh PDAM Bekasi didasarkan pada kombinasi antara sistem diskriminasi harga yang didasarkan kemampuan membayar dan struktur tarif increasing block rate structure yang memicu konsumen agar membatasi pemakaian karena semakin tinggi konsumsi air PDAM maka semakin besar tarif air minum per m 3 yang akan dibayar, dapat dilihat pula meskipun harga pokok produksi mengalami peningkatan tetapi PDAM Bekasi tetap memberlakukan tarif air minum ke konsumen sesuai kesepakatan dan pertimbangan tingkat keuntungan yang wajar. Tabel 19. Perbandingan Jumlah Air Distribusi dengan Jumlah Air Terjual serta Persentase Kehilangan Air Tahun Volume Air PDAM Distribusi (m3) Volume Air PDAM yang Terjual (m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) Jumlah Kehilangan Air (m 3 ) Persentase kehilangan air (%) Nilai.Air PDAM yang Hilang (Milyar) Total Pendapatan air PDAM (Milyar) 2007 32.002.980 27.655.438 2.188 4.347.542 13,58 9,51 60,51 2008 39.090.201 28.557.889 2.789 10.532.312 26,94 29,37 79,65 2009 51.799.167 32.442.900 2.738 19.356.267 37,77 53,00 88.83 Ratarata 40.964.116 29.552.076 2.572 11.412.040 26 30,63 76,33 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 tingkat persentase kehilangan air hanya sekitar 13,58% dari total produksi, tingkat 83

kebocoran lebih rendah bila dibandingkan dua tahun setelahnya yakni tahun 2008 dan 2009 yakni 26,94% dan 37,77%. Hal ini menunjukan instalasi pengolahan dan jaringan perpipaan masih dalam kondisi yang cukup baik, pada tahun 2008 PDAM mendistribusi air sebesar 39.090.201 m 3 dengan tingkat kehilangan air sebesar 26,94% dan jumlah air terjual sebesar 28.557.889 m 3. Tahun 2009 PDAM mendistribusi air sebesar 51.799.167 m 3 dengan tingkat kehilangan air sebesar 37,77% dan jumlah air terjual sebesar 32.442.900 m 3. Rata-rata nilai air PDAM yang hilang dari tahun 2007 sampai 2009 adalah 30,63 milyar dengan persentase tingkat kehilangan air sebesar 26%. Berdasarkan data produksi dan kehilangan air diatas, dapat terlihat bahwa semakin banyak jumlah sambungan maka akan semakin tinggi tingkat kehilangan air, semakin banyak air yang diproduksi maka akan semakin banyak pula pembuangan lumpur, pencucian, jaringan pipa yang bocor dan berbagai kesalahan lainnya baik teknis maupun non teknis. Kesalahan teknis antara lain terjadi karena rusaknya meter air, jaringan pipa baik pipa dinas, pipa distribusi maupun pipa tersier PDAM. Kehilangan air non teknis terjadi karena kemampuan manajerial dari PDAM Bekasi yang kurang ahli dalam kesalahan pembacaan meter air, pemasukan data air dan personel yang tidak terampil. Penetapan harga air PDAM berdasarkan marginal cost pricing sudah dapat mencapai kondisi tertutupinya seluruh biaya pengelolaan sehingga hal ini juga akan mempengaruhi jumlah penerimaan PDAM dari hasil penjualan air. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 20 84

Tabel 20. Perkiraan Penerimaan PDAM dan Laba/Rugi PDAM Bekasi Jika diberlakukan Marginal Cost Pricing Tahun Volume Air PDAM yang Terjual (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Penerimaan PDAM berdasarkan Harga MC (Milyar) Biaya Total (Milyar) Perkiraan Laba/Rugi (Milyar) Riil Laba/Rugi (Milyar) 2007 27.655.438 2.488 68,80 56,00 12,79 11,24 2008 28.557.889 2.693 76,90 87,21-10,31 2,23 2009 32.442.900 3.958 128,42 113,48 14,94 9,80 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat penetapan harga air atas marginal cost pricing mempengaruhi besarnya penerimaan PDAM, selain dipengaruhi oleh metode penetapan harga, penerimaan PDAM juga dipengaruhi oleh jumlah air terjual atau jumlah air yang tercatat dalam rekening air pelanggan. Jumlah air terjual ini dipengaruhi oleh jumlah produksi air bersih yang hilang pada saat pendistribusian kepada para pelanggan. Semakin tinggi tingkat kehilangan air, maka penerimaan PDAM akan semakin berkurang. Jika pada tahun 2008 penetapan harga air atas marginal cost pricing akan mengakibatkan kerugian bagi PDAM Bekasi diakibatkan peningkatan total biaya yang tidak sebanding dengan jumlah produksi yang dihasilkan maka penetapan harga air berdasarkan marginal cost pricing tidak cocok ditetapkan pada tahun 2008, sementara pada tahun 2007 dan 2009, peningkatan biaya cenderung stabil sehingga mendapatkan laba sebesar 12,79 milyar dan 14,99 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan pemberlakuan harga air dengan marginal cost pricing dapat diterapkan PDAM Bekasi karena memberikan keuntungan yang cukup besar dibandingkan keuntungan riilnya tetapi hanya dapat dijadikan alternatif dalam metode penentuan harga, dikarenakan pada marginal cost pricing tidak memasukkan biaya tetap yang digunakan dalam pengelolaan air PDAM Bekasi. 85