BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Karakter Kawasan Perkotaan Kota merupakan ruang bagi berlangsungnya segala bentuk interaksi sosial yang dinamis dan variatif. Sebagai sebuah ruang, kota terbentuk dari berbagai elemen fisik yang menunjukan rupa kota itu sendiri. Aspek fisik dan sosial ini selalu saling memperngaruhi dalam proses pembentukan dan perkembangan sebuah kota. Perkembangan kawasan perkotaan merupakan proses yang dimulai ketika sebuah kota berdiri dan berlangsung terus menerus selama kota tersebut masih berdiri. Secara fisik, wujud spasial kawasan kota-kota yang ada sekarang ini adalah hasil dari suatu proses dan produk sejarahnya masing-masing, dan merupakan superimposisi lapisan zaman sebagai cerminan berbagai kekuatan modernisasi sepanjang proses pembentukannya (Siregar, 2004; 30). Perkembangan sebuah kawasan perkotaan menghadirkan perubahan wujud fisik kota dari waktu ke waktu. Wujud fisik kota menyesuaikan dengan kebutuhan akan ruang untuk mewadahi aktivitas masyarakat perkotaan yang terus berkembang. Bersama aktivitas sosial, wujud fisik memberikan pengaruh yang kuat bagi terbentuknya karakteristik sebuah kawasan dalam wilayah perkotaan. Karakteristik kawasan perkotaan yang tercipta merupakan faktor penting dalam mendefinisikan citra (image) sebuah kawasan atau kota. Citra (image) membantu sebuah tempat, kawasan perkotaaan atau kota untuk membedakan diri dari tempat, kawasan perkotaan atau kota lain. 1
Memahami citra sebuah kawasan atau kota dapat selalu diawali dari pengenalan akan karakteristik ruang publik karena dari ruang-ruang publik tercermin identitas kota. Jalan merupakan salah satu ruang publik perkotaan yang paling mudah diamati untuk memahami karakteristik sebuah kawasan. Jalan bisa ditemukan di mana saja di dalam lingkungan perkotaan karena secara morfologi, jalan merupakan salah satu elemen dasar pembentuk kawasan. Oleh karena itulah jalan merupakan pembentuk citra kota yang paling utama (Lynch, 1960 ; ). Karakteristik jalan membantu mendefinisikan citra kota secara keseluruhan. Setiap jalan membentuk seting (Jacobs, 1993), yang terbentuk dari berbagai elemen fisik dan elemen sosial, sehingga ruang jalan dapat memberikan berbagai macam makna. 1.1.2 Koridor JL. Jogonegaran dalam Lingkup Kota Yogyakarta Yogyakarta merupakan kota tujuan wisata di Indonesia memiliki citra yang kuat sebagai kota budaya. Karakteristik fisik kawasan dan jalan di kota Yogyakarta terbentuk oleh aspek-aspek sosial yang juga secara visual memberikan kesan yang kuat akan citra kota. Sebagai contoh kawasan Malioboro yang merupakan salah satu daya tarik utama pariwisata kota Yogyakarta merupakan kawasan di mana peleburan sosial terjadi. Secara fisik arsitektural, di kawasan Malioboro dan sekitarnya dapat ditemukan kampung-kampung berbasis etnis yang saling melengkapi membentuk citra kawasan Malioboro. Malioboro sebagai kawasan inti memiliki kawasan-kawasan pelingkup yang mempunyai karakter tertentu yang melengkapi kawasan Malioboro untuk menciptakan citra kota Yogyakarta secara makro. Berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Malioboro, pelingkup Malioboro 2
meliputi koridor - koridor jalan yang tersebar mengelilingi kawasan Malioboro. Koridor-koridor jalan tersebut adalah Jl. Pasar Kembang dan Jl. Abubakar Ali di sebelah utara, Jl. P. Senopati dan Jl. di sebelah selatan, Jl. Mataram dan Jl. Suryotomo di sebelah timur, serta Jl. Bhayangkara, Jl, Jogonegaran dan Jl. Gandekan Lor di sebelah barat. Gambar 1.1 Peta Rencana Sirkulasi di Kawasan Malioboro berdasarkan Draft RTBL Malioboro (Koridor pelingkup berwarna merah) (sumber : Laporan Akhir RTBL Kawasan Malioboro, 2013) 3
Karakter koridor pelingkup menjadi faktor penting dalam upaya mendefinisikan citra kawasan inti. Koridor-koridor pelingkup Maliboro diartikan tidak hanya merupakan batas kawasan melainkan juga dapat diartikan menjadi kulit yang dapat memberi gambaran mengenai inti (Malioboro). Jalan Jogonegaran sebagai salah satu koridor pelingkup Malioboro terletak di sebelah barat kawasan inti dan merupakan kulit dari kampung Jogonegaran. Sebagai kulit dari sebuah kampung dalem yang merupakan kampung tradisional (Setiadi, 2006 ; 17 & 88), kondisi Jalan Jogonegaran saat ini relatif tidak terasa tradisional. Perkembangan aktivitas ekonomi pariwisata di kawasan Malioboro membawa pengaruh bagi perkembangan rupa kawasan sekitarnya termasuk koridor pelingkup Jl. Jogonegaran. Peningkatan aktivitas ekonomi kawasan menuntut adanya peningkatan kapasitas kawasan. Dalam kasus Jalan Jogonegaran tuntutan ini dijawab dengan kehadiran bangunan-bangunan baru yang ketinggian dan massanya relatif lebih besar dibandingkan bangunan eksisting lainnya dalam kawasan. Saat ini meski banyak bangunan baru dengan gaya modern yang terbangun, di koridor Jl. Jogonegaran masih menyisakan bangunan-bangunan dengan gaya yang cenderung tradisional. Kedua kelompok bangunan ini memiliki perbedaan yang kontras baik bentuk, ukuran maupun gaya arsitekturnya. Padahal kemiripan dimensi dan bentuk serta keterkaitan pola arsitektural sekelompok bangunan pada sebuah koridor atau kawasan mampu menciptakan kesinambungan visual (Berry, 1980 ; 14). Di sisi lain, kondisi fisik bangunan lama yang tidak terawat juga turut berpengaruh baik pada kualitas maupun karakteristik fisik kawasan. 4
Gambar 1.2 Tampilan fisik bangunan lama dan baru pada koridor Jl. Jogonegaran. Beberapa bangunan baru bergaya modern dengan skala massa yang relatif besar (atas) dan bangunan laman dengan gaya tradisional di koridor Jl. Jogonegaran (bawah) (sumber : dokumentasi penulis, Mei 2015 ) 1.2. Rumusan Permasalahan Perkembangan yang terjadi pada kawasan-kawasan perkotaan yang terjadi secara perlahan menimbulkan tampilan fisik yang berbeda-beda dalam sebuah kawasan. Bangunan-bangunan baru dengan bentuk, ukuran dan pola arsitektural yang berbeda dengan bangunan-bangunan lama tidak menciptakan kesinambungan dan kesatuan secara fisik dalam sebuah kawasan atau koridor. Terkait dengan koridor Jalan Jogonegaran sebagai kulit atau pelingkup Kawasan Malioboro dan Kampung Jogonegaran, kondisi fisik ini juga membuat karakter koridor tidak merepresentasikan kawasan yang dilingkupinya yaitu Kampung Jogonegaran sebagai kampung lama (tradisional). Elemen-elemen fisik pelingkup jalan yang tidak tertata menjadikan karakter kawasan tidak terdefinisi dengan jelas. Untuk itulah diperlukan adanya penataan elemen-elemen tersebut untuk menghadirkan karakter koridor yang kuat serta mampu menggambarkan kawasan yang dilingkupinya. 5
1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik fisik pelingkup jalan pada koridor Jl. Jogonegaran? 2. Bagaimana arahan penataan elemen-elemen pelingkup jalan untuk memperkuat karakter koridor Jl. Jogonegaran? 1.4. Tujuan dan Sasaran Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain untuk : a. Mengetahui karakteristik fisik pelingkup jalan pada koridor Jl. Jogonegaran. b. Mendapatkan rekomendasi berupa arahan penataan bagi pengembangan koridor Jl. Jogonegaran. 1.4.2 Sasaran Penelitian Adapun sasaran dari penelitian ini diantaranya adalah : a. Mengkaji dan mengindentifikasi karakteristik fisik pelingkup jalan pada koridor Jl. Jogonegaran. b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang membentuk karakteristik fisik pelingkup koridor Jl. Jogonegaran. c. Merumuskan arahan penataan elemen-elemen pelingkup jalan pada koridor Jl. Jogonegaran. 6
1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi Pemerintah/pengelolah, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan terkait dengan perencanaan dan pengembangan kawasan Jl. Jogonegaran. b. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik bagi arahan penataan kawasan yang memiliki karakteristik serupa maupun penelitian-penelitian lanjutan terkait dengan koridor Jl. Jogonegaran. c. Bagi peneliti, diharapkan proses dan hasil dari penelitian ini memberikan kesempatan belajar sekaligus memperluas wawasan dan kemampuan peneliti dalam kaitannya dengan penelitian kawasan binaan terutama yang berkaitan dengan karakteristik fisik pelingkup jalan. Dengan teridentifikasinya karakteristik fisik pelingkup jalan pada koridor Jl. Jogonegaran, maka dapat tersusun sebuah arahan penataan bagi pengembangan koridor Jl. Jogonegaran. Arahan penataan yang sesuai dengan karakteristik ruang jalan dapat menciptakan kualitas ruang jalan yang baik sekaligus memperkuat karakter koridor Jl. Jogonegaran. 7
1.6. Keaslian Penelitian Berikut ini adalah perbandingan beberapa penelitian terdahulu dengan tema yang berkaitan karakter kawasan. Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Peneliti Judul Penelitian Fokus Penelitian Lokasi Penelitian Metode Penelitian Temuan Penelitian 1 Januar Arie M. 14047/IPS/DKB/04 Karakter Visual Fasade Bangunan di Jalan Kemasan Kotagede Karakter Visual Fasade Bangunan Jalan Kemasan Kotagede, Yogyakarta Rasionalistik Kualitatif Karakter visual fasade bangunan di Jalan Kemasan dilihat dari elemen elemen fasadenya. 2 Amelia Aurynawati 09/292851/PTK/6227 Kajian Karakter Dinding Ruang Jalan (Street Wall) Sebagai Upaya Peningkatan Visual Kawasan. Studi kasus: Penggal Jalan KHA. Dahlan, Yogyakarta Kualitas Visual pada Dinding Ruang Jalan Jl. KHA. Dahlan, Yogyakarta Rasionalistik Kualitatif 1. Karakter visual dinding ruang jalan di Jl. KHA. Dahlan. 2. Kualitas visual kawasan Jl. KHA. Dahlan berdasarkan elemen dinding ruang jalannya. 3 Poerwadi 9472/PS/DKB/2002 Karakteristik Ruang Sub Kawasan Kotagede Karakteristik Ruang Sub Kawasan Sub Kawasan Kotagede Rasionalistik Kualitatif Mengetahui empat bagian penting sub kawasan Kotagede, baik dari jenis masyarakat di sekitar koridor jalan maupun kawasan di sekitarnya. 4 Lodwik O. Dahoklory 10/305745/PTK/6834 Karakteristik Fisik Pelingkup Jalan. Studi kasus : Koridor Jl. Jogonegaran, Yogyakarta. Karakteristik Fisik Pelingkup Jalan Jl. Jogonegaran, Yogyakarta Rasionalistik Kualitatif Karakteristik fisik elemen-elemen pelingkup ruang jalan dan kecenderungan dominasi elemen pelingkup tertentu pada koridor Jl. Jogonegaran Sumber : diolah dari berbagai sumber. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Januar Arie dan Amelia Aurynawati selain pada lokus, juga pada fokus penelitian. Penelitian keduanya berfokus pada karakter visual bangunan di sepanjang koridor sedangkan pada penelitian ini karakteristik fisik elemen pelingkup jalan dimana bangunan merupakan salah satunya. Perbedaan dengan penelitian Poerwadi adalah fokus penelitiannya mencakup karakter kawasan secara keseluruhan sedangkan pelitian ini hanya berfokus pada karakteristik fisik pelingkup jalan. 8
1.7. Alur Pikir Penelitian 9