BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Ari Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencana kota harus memperhatikan upaya-upaya untuk membentuk citra kota dalam melakukan perencanaan dan penataan kota. Dalam hal ini, Shirvani (1985) mengungkapkan penataan kota harus merespon upaya-upaya untuk membentuk identitas, karakter, dan jiwa dari sebuah tempat melalui perpaduan antara konteks seting sejarah, fisik, dan budaya lokal dengan kebutuhan saat ini. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui identitas dan jati diri kota merupakan bagian penting dalam penataan ruang kota. Salah satu upaya membentuk identitas kota dapat dilakukan dengan memberikan makna bagianbagian wilayah kota secara arsitektural untuk membentuk citra kota. Citra kota tidak hanya membentuk identitas dan jati diri kota, akan tetapi lebih dari itu, citra kota memberikan banyak hal penting bagi kota seperti memberikan kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat bagi masyarakat, memperkuat keselarasan bagian-bagian wilayah kota, serta menjadi salah satu faktor penentu yang mempengaruhi eksistensi suatu kota. Konsep citra kota mengarahkan pandangan perencanaan dan perancangan kota menuju kearah perencanaan kota dari orang-orang yang hidup didalamnya. Lynch (1960) mendefinisikan citra kota sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Oleh karena itu, citra suatu tempat sangat berkaitan dengan hasil pengamatan (persepsi) masyarakat terhadap obyek amatannya (elemen pembentuk citra) di suatu kawasan. Pemerintah atau sektor publik mempunyai peran penting dalam pembentukan citra suatu tempat. Alexander (1977) menegaskan citra merupakan keseluruhan bahasa berpola yang dapat dibentuk atau dirancang sesuai keingininan perencananya. Senada dengan pernyataan tersebut, Pemerintah DKI Jakarta (2013) mengungkapkan tujuan dibuatnya rancangan kota adalah untuk memberikan pedoman guna mewujudkan lingkungan kota yang berkualitas serta 1
2 berorientasi pada manusiadan/atau kepentingan umum dengan penekanan pada aspek kualitas fungsional, kualitas visual, serta kualitas lingkungan. Namun demikian, saat ini upaya-upaya pemerintah untuk membentuk citra sesuai dengan rancangan kota masih terkendala beberapa permasalahan. Tancik (1986) merumuskan sedikitnya terdapat tiga permasalahan dalam pembentukan citra suatu kawasan. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah bangunan bangunan perkotaan diperlakukan sebagai objek yang terpisah bukan sebagai bagian dari pola yang lebih besar, keputusan terhadap perkembangan kawasan sering diambil berdasarkan rencana 2D tanpa memperhatikan hubungan antar bangunan dan ruang yang terbentuk diantaranya, serta kurang memahami perilaku manusia. Permasalahan-permasalahan dalam upaya membentuk citra suatu tempat dapat dijumpai di berbagai kota di Indonesia. Jakarta adalah salah satu kota besar yang masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan pembentukan citra kota tetapi diharapkan memiliki citra kota yang kuat. Selain statusnya sebagai Ibukota Negara Indonesia, Jakarta juga merupakan pusat perdagangan dan bisnis tersibuk di Indonesia. Salah satu koridor jalan yang mencerminkan citra kota Jakarta adalah Koridor Muhammad Husni Thamrin. Secara historis, Koridor M.H.Thamrin mulai dibuka pada tahun 1950, kemudian sejak tahun 1960an koridor jalan ini menggantikan poros lama Jakarta Kota-Monas-Senen-Salemba-Jatinegara dengan poros baru Jakarta Kota-Monas-Thamrin-Sudirman-Kebayoran. Koridor M.H. Thamrin adalah landmark Ibukota Jakarta yang mencerminkan citra kota Jakarta. Asal mula Koridor M.H. Thamrin adalah adanya gagasan Presiden Soekarno yang menganggap penting bahwa Jakarta sebagai sebuah ibukota nasional harus dapat menjadi simbol kesatuan dan modernitas bangsa Indonesia. Oleh karen itu, Presiden Soekarno menjadikan pusat kota (poros Jakarta Kota-Kebayoran) sebagai simbol bangsa yang ditandai dengan pembangunan berbagai karya patung monumental (Patung Selamat Datang, Tugu Jam, Patung Jendral Sudirman, Monas) dan bangunan megah (HI, Sarinah, Gelora Bung Karno) yang seolah-olah menegaskan kepentingan bangsa Indonesia. Pemerintah secara khusus juga menerapkan kebijakan untuk 2
3 memoderenisasikan Thamrin sebagai sumbu tengah yang berfungsi sebagai pita tempat gedung-gedung pencakar langit berkelokan di dalam kota (Nas, 2007). Seiring berjalannya waktu, Koridor M.H. Thamrin yang memiliki peran penting bagi pembentukan citra kota Jakarta mengalami perkembangan pesat baik dari segi penggunaan lahan, aktivitas, maupun desain visual koridor. Namun demikian perubahan ini justru tidak diimbangi dengan adanya kebijakan rancang kota ( urban design guideliness) untuk menjaga dan memperkuat citra kota yang terbentuk. Maka, pemerintah utamanya perencana mempunyai peran paling besar dalam pembentukan citra Koridor M.H Thamrin, karena citra kota terbentuk berdasarkan kesatuan elemen ruang koridor bukan berdasarkan arsitektural bangunan. Pemerintah DKI Jakarta melalui RTRW DKI Jakarta 2030 menetapkan Koridor M.H.Thamrin sebagai salah satu pangkal/pusat kawasan segitiga emas Jakarta, yang berarti memerlukan penanganan khuus dalam penataan ruang karena berpengaruh terhadap kepentingan masyarkat luas. Selain itu, Koridor M.H. Thamrin juga ditetapkan sebagai koridor wisata jalur timur dengan konsep koridor wisata terintegrasi dengan berbagai fasilitas pendukung bertaraf internasional. Lebih rincinya, Pemerintah DKI Jakarta dalam Rencana Detail Tata Ruang menetapkan M.H Thamrin sebagai jalur evakuasi bencana dengan didukung oleh angkutan massal Bus Transjakarta, KRL, dan MRT. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan di Koridor M.H. Thamrin serta perkembangan aktivitas dan guna lahan menyebabkan terjadinya perubahan desain visual koridor jalan yang mengindikasikan perubahan citra Koridor M.H. Thamrin. Koridor M.H Thamrin dengan fungsi utamanya sebagai pusat bisnis diarahkan pemerintah untuk mempunyai citra sebagai koridor wisata. Permasalahan yang kemudian muncul adalah ketidakjelasan citra Koridor M.H. Thamrin yang seharusnya menjadi simbol modernitas citra kota Jakarta. Permasalahan ini sekaligus mengindikasikan ketidaksesuaian citra kota yang terbentuk berdasarkan kebijakan pemerintah dengan citra yang seharusnya terbentuk di M.H. Thamrin sebagai landmark kota Jakarta berdasarkan persepsi masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian citra Koridor 3
4 M.H.Thamrin untuk mengidentifikasi citra saat ini sesuai dengan persepsi masyarakat dan menganalisis kesesuaian citra Koridor M.H. Thamrin berdasarkan elemen-elemen penbentuknya di lapangan dengan citra yang direncanakan dalam kebijakan penataan ruang. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan perencana kota terhadap pentingnya pembentukan citra kota melalui pemaknaan bagian wilayah kota, menjadi salah satu contoh best practice/bad practice keberhasilan pembentukan citra kota oleh pemerintah, serta mengungkapkan prioritas elemen-elemen yang harus diperhatikan dalam pembentukan citra suatu koridor. 1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Rumusan masalah Jakarta adalah Ibukota Negara Indonesiayang masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan pembentukan citra tetapi diharapkan memiliki citra kota yang kuat.koridor Muhammad Husni Thamrin merupakan bagian dari poros utama DKI Jakarta dan mencerminkan citra kota Jakarta. Namun demikian, M.H. Thamrin mengalami beberapa permasalahan terkait pembentukan citra diantaranya adalah adanya perubahan citra, identitas kurang terbentuk sehingga tidak adanya brand kawasan, dan potensi kurang dimaksimalkan mengingat peran penting koridor. Perubahan citra koridor ditunjukkan dengan perubahan guna lahan, perkembangan aktivitas, perkembangan kebijakan pemerintah, serta perubahan karakter visual setiap penggal jalannya. Adanya perubahan citra menyebabkan Koridor M.H tidak mempunyai spesialisasi khusus dalam kompleksitas DKI Jakarta sehingga identitas dan brand kawasan tidak terbentuk. Selain itu, Koridor M.H.Thamrin yang terletak diantara Kawasan Medan Merdeka sebagai pusat pemerintahan dan Kawasan Sudirman sebagai pusat bisnis belum mempunyai jati diri yang kuat dengan spesialisasi fungsi tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian Citra Koridor M.H. Thamrin untuk memperkuat citra, mengoptimalkan potensi, serta memunculkan identitas koridor. 4
5 1.2.2 Pertanyaan penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Seperti apakah citra koridor M.H Thamrin berdasarkan persepsi masyarakat? 2. Apakah citra koridor M.H Thamrin sesuai faktor pembentuk citra di lapangan telah sesuai dengan citra yang direncanakan dalam kebijakan penataan ruang? 3. Bagaimana keberhasilan pembentukan citra Koridor M.H Thamrin berdasarkan temuan citra menurut persepsi masyarakat dan temuan kesesuaian citra dengan kebijakan penataan ruang? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi citra koridor M.H Thamrin berdasarkan faktor pembentuk citra kota 2. Mengevaluasi kesesuaian citra koridor M.H Thamrin berdasarkan faktor pembentuk citra di lapangan dengan rencana citra Koridor M.H Thamrin dalam kebijakan penataan ruang 3. Menilai keberhasilan pembentukan citra Koridor M.H Thamrin dengan membandingkan temuan citra menurut persepsi masyarakat dan temuan kesesuaian citra dengan kebijakan penataan ruang 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1. Menyadarkan perencana kota terhadap pentingnya pembentukan citra kota melalui pemaknaan bagian wilayah kota 2. Menjadi salah satu contoh best practice/bad practice keberhasilan pembentukan citra kota oleh pemerintah 5
6 3. Mengungkapkan fase pembentukan peta mental dan prioritas elemen-elemen pembentuk citra kota yang harus diperhatikan dalam pembentukan citra suatu koridor 1.5 Batasan Penelitian 1. Fokus penelitian ini adalah citra koridor M.H.Thamrin berdasarkan persepsi masyarakat, kesesuaian citra koridor M.H.Thamrin yang terbentuk berdasarkan analisis faktor pembentuk citra kota di lapangan dengan citra yang direncanakan dalam kebijakan penataan ruang, serta keberhasilan pembentukan citra yang dinilai berdasarkan kecocokan citra menurut persepsi masyarakat dan citra yang direncanakan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan penataan ruang yang dimaksud adalah Rencana Citra Koridor M.H. Thamrin dalam RTRW DKI Jakarta dan RDTR DKI Jakarta 2. Lokus penelitian ini adalah koridor Muhammad Husni Thamrin Jakarta yang terdiri dari empat penggal jalan. Gambar 1 Batasan Lokasi Penelitian Sumber: Penulis,
7 1.6 Keaslian Penelitian Penulis tidak menemukan penelitian dengan lokus koridor M.H. Thamrin. Namun demikian terdapat beberapa penelitian dan kajian yang telah dilakukan dengan pokok bahasan citra suatu koridor dan karakter visual ruang jalan dengan adanya perbedaan fokus amatan. Beberapa penelitian tersebut cukup menginspirasi penulis dan digunakan sebagai referensi pada penelitian ini, akan tetapi penelitian ini tetap dapat membuktikan keaslian penelitian melalui perbedaan lokus, fokus amatan, teori acuan, maupun metode penelitian. Beberapa penelitian tersebut diantaranya : Tabel 1 Keaslian Penelitian No Nama Judul Perbedaan Lokus Fokus 1 Zeindha Hamidi Citra Mondorakan dan Mondorakan, Kota Yogyakarta 2 Rahadyan Cita Kota Cimahi sebagai Kota Miliiter Berdasarkan Persepsi Masyarakat 3 Hendri Warlika Sedoputra 4 Nathasja Tiffany Aprimadhany Karakter Visual Koridor Kawasan Lama Sekanak Palembang (Kasus : Jl. Depaten Baru Jl. Ki Gede Ing Suro) Kajian Karakter Visual untuk Memperkuat Penggal Alun-Alun Selatan Panggung Krapyak Mondorak an dan Mondorak an, Kota Cimahi (sesuai batas administr asi) Jl. Depaten Baru Jl. Ki Gede Ing Suro Penggal Alun- Alun Selatan Panggung Krapyak Penelitian ini memiliki fokus perubahan citra yang ditinjau dari aspek sejarah kawasan dan perubahan tata guna lahan Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan Kota Cimahi memiliki citra kota militer dengan fokus amatannya adalah persepsi masyarakat Penelitian ini berfokus pada perumusan komponen pembentuk karakter visual koridor Jl. Depaten Baru Jl. Ki Gede Ing Suro untuk memberikan arahan desain sebagai upaya peningkatan karakter visual Kawasan Lama Sekanak Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memberikan arahan desain karakter visual penggal jalan alun-alun selatan sampai panggung krapyak dengan terlebih dahulu Tahun
8 Lanjutan Tabel 1 Sebagai Bagian dari Sumbu Imajiner 5 Adiyat Acuan rancangan untuk memperkuat karakter koridor pariwisata melalui kualitas visual 6 Rifa Indrayanti 7 Kevin Lynch 8 Peter J.M.Nas Penataan ruang pejalan kaki kawasan pusat kota di M.H. Thamrin The Image of The City Citra Denpasar Parangtritis, Yogyakar ta M.H. Thamrin Boston, Los Angels, New Jersey Kota Denpasar Sumber : Analisis Penulis, 2014 merumuskan elemenelemen pembentuk karakter visualnya Tujuan penelitian ini untuk mengkaji karakter kawasan secara visual dan memberikan arahan yang sesuai untuk mewujudkan satuan visual koridor Parangtritis menjadi cerminan kawasan Pprawirotaman- Tirtodipuran Fokus penelitian ini adalah ruang pejalan kaki, sementara penelitian citra memasukkan pedestrian sebagai salah satu pembentuknya Penelitian ini merupakan cikal bakal penelitian-penelitian lanjutan citra kota dengan temuannya adalah lima elemen pembentuk citra kota Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengungkap ciitra yang terbentuk berdasarkan simbolisme perkotaan antara tradisi dan pariwisata
9 1.7 Kerangka Berpikir Penelitian Gambar 2 Kerangka Penelitian Sumber : Penulis
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6. Kesimpulan Perencana kota harus memperhatikan upaya-upaya untuk membentuk citra kota dalam melakukan perencanaan dan penataan kota. Hal ini dikarenakan citra kota membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan ini merupakan suatu paparan mengenai hal hal yang
BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan ini merupakan suatu paparan mengenai hal hal yang melandasi pentingnya penelitian mengenai upaya memperoleh gambaran karakteristik fasade bangunan disepanjang ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan fungsi baru untuk menunjang ragam aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identitas kota merupakan salah satu unsur penting yang dapat menggambarkan jati diri dari suatu kota. Namun globalisasi turut memberikan dampak pada perkembangan kota
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN JEND. SUDIRMAN, PURWOKERTO BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dilihat dari korelasi kegiatannya, terutama kegiatan transportasi, komunikasi dan perdagangan, kota Purwokerto merupakan kota transit menuju daerah Jawa Barat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pintu gerbang suatu wilayah merupakan bagian yang penting bagi sebuah wilayah. Kawasan pintu gerbang merupakan cerminan yang langsung terlihat oleh pendatang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi di Indonesia dengan ibukota propinsinya adalah Yogyakarta, sebuah kota dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota
Lebih terperinciGambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...
Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis
Lebih terperinciPENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA Diajukan oleh : ARDHANA
Lebih terperinciDr.Ir. Edi Purwanto, MT
i MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Diterbitkan Oleh: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2014 ii MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kondisi perekonomian nasional mendorong orientasi pembangunan Kota DKI Jakarta kearah barang dan jasa. Reorientasi mendorong dikembangkannya paradigma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KAWASAN NIAGA TERPADU SUDIRMAN
r/l/ (jj~~~pljcww/ Q70'ut
Lebih terperinciTUGAS AKHIR SKRIPSI. Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta
TUGAS AKHIR SKRIPSI IDENTIFIKASI FASAD ARSITEKTUR TROPIS PADA GEDUNG-GEDUNG MINIMALIS PERKANTORAN SEPANJANG JALAN JENDERAL SUDIRMAN, JAKARTA Studi kasus pada Koridor Dukuh Atas-Semanggi Diajukan sebagai
Lebih terperinciPENATAAN KORIDOR JALAN GANG PINGGIR SEBAGAI PEDESTRIAN MALL PECINAN SEMARANG
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN GANG PINGGIR SEBAGAI PEDESTRIAN MALL PECINAN SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. elemen fisik yang menunjukan rupa kota itu sendiri. Aspek fisik dan sosial ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Karakter Kawasan Perkotaan Kota merupakan ruang bagi berlangsungnya segala bentuk interaksi sosial yang dinamis dan variatif. Sebagai sebuah ruang, kota terbentuk
Lebih terperinciSTASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : SATYA
Lebih terperinciarea publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai
2. BAB V KESIMPULAN Kesimpulan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan penelitian, sebagai berikut: a) Apakah yang dimaksud dengan makna eksistensi elemen vegetasi simbolik pada penelitian ini? b) Seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang disingkat DIY, memiliki keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih terperinciIdentitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.
PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Dalam memahami citra kota perlu diketahui mengenai pengertian citra kota, elemenelemen pembentuk citra kota, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan citra kota dan metode
Lebih terperinciKONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)
KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) Pembahasan Poin-poin yang akan dibahas pada kuliah ini: 1 KONSEP 2 PRESENTASI GAMBAR 3 CONTOH PROYEK 1. Berisi KONSEP pengertian,
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENDESAIAN MALL PADA SUB KAWASAN CIBADUYUT SEBAGAI SENTRA PERDAGANGAN SEPATU
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENDESAIAN MALL PADA SUB KAWASAN CIBADUYUT SEBAGAI SENTRA PERDAGANGAN SEPATU Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Lebih terperinciPENGEMBANGAN STASIUN KERETA API JAKARTA KOTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API JAKARTA KOTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : SEPTIANA
Lebih terperinci2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan
Lebih terperinciPERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA
PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa Magister Manajemen Pembangunan Kota Semester 2 akan dapat menjelaskan hubungan perancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan
1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504
Lebih terperinciBab 4 ANALISA & PEMBAHASAN
Bab 4 ANALISA & PEMBAHASAN TEKNIK: METODE EVALUASI- KRITERIA SELEKSI TAHAP 1 Menggali atau menemukan identitas kawasan di sepanjang koridor Jalan Mastrip berdasarkan aspek kajian identitas kawasan TAHAP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. identitas. Identitas akan memberikan arti sebagai pembentukan image suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter bentuk fisik suatu tempat perlu dikenali melalui elemen dasar lingkungan, bentuk ruang, dan kualitas nilai suatu tempat. Pemahaman makna tentang nilai, keunikan,
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Terkait dengan pertanyaan penelitian akan kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi walkability menjadi acuan dalam proses menganalisa dan pembahasan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1.1.1. Jalan sebagai Ruang Terbuka Publik yang Berfungsi sebagai Media Reklame Luar Ruangan Ruang terbuka merupakan elemen solid dan void yang membentuk struktur visual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Identitas penting bagi perkembangan kota. Sebagaimana identitas manusia, Heidari dan Mirzaii (2013) mengatakan bahwa identitas kota terkait erat dengan eksistensi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota-kota besar
Lebih terperinciPENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ruang bersama/ ruang komunal/ ruang publik menyediakan fasilitas bagi masyarakat untuk beraktivitas secara personal maupun berkelompok. Ruang publik dapat berupa ruang
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI VI.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis temuan lapangan dan temuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai karakter visual penggal jalan alun-alun Selatan-Panggung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Kota akan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan politik yang melatar belakanginya. Perencanaan dan perancangan kota sebagai pengendali
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,
Lebih terperinciDukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi industri dan perdagangan merupakan unsur utama perkembangan kota. Kota Jakarta merupakan pusat pemerintahan, perekonomian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman Jalan merupakan salah satu ruang publik dalam suatu kawasan yang memiliki peran penting dalam
Lebih terperinciKAWASAN STRATEGISS KOTA BUKITTINGGI
K A W A S A N S T R A T E G I S K O T A B U K I T T I N G G I 5. BAB 5 KAWASAN STRATEGIS Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya. Kawasan
Lebih terperinciHIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA
HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI
Lebih terperinciDUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : TINGGA PRADANA
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Senen termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Pusat memiliki luas wilayah 422 ha. Menurut data statistik 2004, peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pada umumnya, manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka selalu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka selalu membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitar dalam kehidupannya sehari-hari. Biasanya, mereka
Lebih terperinciBab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Daftar Isi... i
DAFTAR ISI Halaman Depan Halaman Pengesahan Kata Pengantar Abstrak Daftar Isi... i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Penelitian... 4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Deskripsi Judul
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Deskripsi Judul Judul dalam laporan Studio Konsep Perancangan Arsitektur yang diangkat adalah Penataan Plaza dan Pusat Kuliner di Kawasan Simpang Lima Semarang (Pendekatan pada Konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penelitian disini ingin mencari suatu masukan bagi perancangan suatu wilayah yang berorientasikan pada pejalan kaki khususnya di daerah sekitar kawasan Prof. Soedharto,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah mendorong setiap daerah untuk menggali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini
BAB VI KESIMPULAN Setelah dilakukannya analisa data statistik dan juga pemaknaan, kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini didapat dari hasil pemaknaan dan diharapkan pemaknaan
Lebih terperinciL E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia sudah sepantasnya sejajar dengan berbagai kota-kota lain di dunia dengan indeks pertumbuhan penduduk dan ekonomi
Lebih terperinciGedung Kantor LKPP BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta mengalami permasalahan rumit sebagaimana halnya dialami kota-kota besar lainnya di dunia. Harus diakui betapa sulit menyediakan kebutuhan akan ruang untuk menunjang
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso
BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Proses Perancangan 3.1.1 Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso Kabupaten Malang ini mempunyai ruang lingkup
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA...
DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pernyataan Orisinalitas... ii Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi... iv Abstrak... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.
Lebih terperinci6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan
6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan Hasil dalam perubahan kawasan dapat dilihat berdasarkan teori-teori yang digunakan pada perencanaan ini. Dalam hal perancangan kawasan ini menggunakan teori yang sangat
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PRIORITAS PENGEMBANGAN TAMAN RONGGOWARSITO SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK DI TEPIAN SUNGAI BENGAWAN SOLO TUGAS AKHIR
IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PRIORITAS PENGEMBANGAN TAMAN RONGGOWARSITO SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK DI TEPIAN SUNGAI BENGAWAN SOLO TUGAS AKHIR Oleh : HALIMAH OKTORINA L2D000429 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciKebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki
Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk
Lebih terperinci1.4. Tujuan dan Sasaran Tujuan Tujuan merancang dan menata penggal Jalan Garuda Mas dengan menerapkan konsep city walk.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian Garuda Mas City Walk Bernuansa Islami, perlu diketahui tentang: Garuda Mas : Merupakan penggal jalan di Desa Pabelan,
Lebih terperinciINSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
Kode : Kementerian Lembaga : Kementrian Pekerjaan Umum Pusat Litbang Permukiman Koridor : Fokus Lokus Peneliti Utama Peneliti Anggota 1 Peneliti Anggota Peneliti Anggota Peneliti Anggota 4 : Model penilaian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian judul
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian judul SUPERBLOCK kranji Bekasi Barat dari judul ini dapat di artikan: SUPERBLOCK : Istilah superblock ini terjadi pada kota-kota di Amerika Serikat yang sebagian besar
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL ABSTRAKSI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL ABSTRAKSI i ii iii iv v ix xiv xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.1.1 Pentingnya
Lebih terperinciTEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan
TEORI PERANCANGAN KOTA Pengantar Perancangan Perkotaan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila Cynthia Puspitasari 9 Mei 2017 Bahasan hari ini: 1. Urban spatial design theory 2. The Image
Lebih terperinciPENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG
P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25TAHUN 1995 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN MEDAN MERDEKA DI WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25TAHUN 1995 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN MEDAN MERDEKA DI WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Tugu Monumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejarah. Salah satunya adalah Makam Bung Karno. Makam Bung Karno
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blitar adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki potensi wisata sejarah. Salah satunya adalah Makam Bung Karno. Makam Bung Karno merupakan makam Proklamator
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pekalongan merupakan kota yang strategis secara geografis. Kota ini juga menjadi pusat jaringan jalan darat yang menghubungkan bagian barat dan timur Pulau Jawa
Lebih terperinciKAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA
MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transit oriented development (TOD) merupakan konsep yang banyak digunakan negara-negara maju dalam kawasan transitnya, seperti stasiun kereta api, halte MRT, halte
Lebih terperinciSTASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN STASIUN MRT BLOK M JAKARTA 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota Jakarta sebagai ibu kota dan pusat perekonomian di Indonesia sudah seharusnya sejajar dengan kota-kota di dunia. Dengan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Terhadap 5 elemen Citra Kota Kevin Linch. a. Path (jalur)
BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan hasil temuan terhadap studi Citra Kota Maumere di Nusa Tenggara Timur, dapat disimpulkan sebagai berikut : V.1. Terhadap 5 elemen Citra Kota Kevin Linch
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kualitas kesehatan akan berdampak pada peningkatan angka harapan hidup suatu negara. Hal tersebut tentunya berpengaruh terhadap jumlah penduduk lanjut
Lebih terperinciTeori lokasi (Place Theory) Mata Kuliah Arsitektur Kota. Teori Urban Desain
Teori Urban Desain Mata Kuliah Arsitektur Kota Teori lokasi (Place Theory) Teori ini berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian terhadap budaya dan karakteristik manusia terhadap ruang
Lebih terperinciPERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR
PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : YUNIKE ELVIRA SARI L2D 002 444 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciPERANCANGAN ARSITEKTUR DAN PERANCANGAN KOTA
PERANCANGAN ARSITEKTUR DAN PERANCANGAN KOTA D://Vero/Juta/Akademik/Bahankulia h/peranc.kota D://Vero/Juta/Akademik/Bahankuliah/Peranc.Kota D://Vero/Juta/Akademik/Bahankuliah/Peranc.Kota KOTA ( Grunfeld
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia adalah pusat bisnis dan pusat pemerintahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 10,08 juta orang dan kepadatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Perancangan Kota (Kawasan) 1. Roger Trancik, 1986 Merancang kota (kawasan) menurut Trancik (1986), adalah tindakan untuk menstrukturkan ruang-ruang di kota tersebut
Lebih terperinciARTIKEL PUBLIKASI PENGEMBANGAN KAWASAN KAMPUS UMS SEBAGAI DESTINASI WISATA KREATIF BERBASIS EDUKASI
ARTIKEL PUBLIKASI PENGEMBANGAN KAWASAN KAMPUS UMS SEBAGAI DESTINASI WISATA KREATIF BERBASIS EDUKASI Diajukan Sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. menjadikan Kota Semarang sebagai pusat segala aktifitas dan interaksi
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Tinjauan Umum Kota Semarang Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, sehingga menjadikan Kota Semarang sebagai pusat segala aktifitas dan interaksi yang
Lebih terperinciPengkaj ian Teori 8
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Lembar Persembahan Kata Pengantar Abstraksi Daftar Isi Daftar Gambar i ii iii v vi x BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.1.1. Kebutuhan akan Fasilitas Pariwisata Kota
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang harmonis dapat diwujudkan tanpa mengurangi nilai estetika dan terutama
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, kota Medan memiliki banyak lokasi pariwisata yang sangat potensial untuk di kembangkan. Untuk menggali potensi tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam beraktivitas di ruang kota pasti akan disajikan pemandangan yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan menjadi bagian
Lebih terperinciBAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI
BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa
Lebih terperinciSTASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata
1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan kawasan pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai kawasan wisata yang diharapkan dapat menjadi salah satu sektor andalan dan mampu untuk memberikan konstribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persoalan utama yang dihadapi kota-kota besar di Pulau Jawa akibat pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah masalah transportasi, masalah transportasi
Lebih terperinci