BAB III KERANGKA PENELITIAN. pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan

FORMULIR PERMOHONAN PENELITIAN HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI BLUD PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah dekriptif kuantitatif non eksperimental bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan cross-sectional. Pendekatan cross-sectional yaitu jenis penelitian

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

Definisi Operasional

BAB III KERANGKA PENELITIAN. pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Di dalam penelitian ini

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan metode. adanya perlakuan dari peneliti (Nursalam, 2013).

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian non-experiment

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB III KERANGKA PENELITIAN. Dalam penelitian ini mencoba menjelaskan persepsi lansia tentang pelayanan

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN SETELAH MENDAPATKAN PENJELASAN (INFORMED CONCENT)

BAB III METODE PENELITIAN

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

Terima kasih atas pertisipasi Bapk/Ibu dalam penelitian ini. Tanda Tangan : Tanggal :

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka konseptual pada penelitian ini menggambarkan bahwa variabel

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN. : Fak. Keperawatan USU Medan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

METODE PENELITIAN. observasi data variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan tanggal 21 Mei - 4 juni tahun 2013

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN. Peserta JamKesMas di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan

Sikap Sikap adalah perilaku wanita terhadap pemeriksaan mammografi a. Cara Ukur : metode angket

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang

BAB III METODE PENELITIAN. adalah komorbiditas pada pasien hemodialisa. Kualitas hidup diukur setelah 2

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep. Dengan variabel yang diteliti adalah tingkat spiritualitas dengan unsur yang dinilai

BAB III KERANGKA KONSEP. Tahap yang penting dalam satu penelitian adalah menyusun kerangka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelemahan dan kematian sel-sel jantung (Yahya, 2010). Fenomena yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN PENDAPATAN DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA. Skripsi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian pra-eksperiment dengan desain penelitian one group

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

DUKUNGAN DENGAN BEBAN KELUARGA MENGIKUTI REGIMEN TERAPEUTIK ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III KERANGKA KONSEP

BAB III METODE PENELITIAN. melakukan pembelajaran dari beberapa buku-buku literatur yang membahas. merupakan formula baku bersumber dari pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan mendeskripsikan/memaparkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi

BAB III METODE PENELITIAN

Biaya rental dan print proposal Rp Biaya internet Rp Fotocopy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan Tanggal 17 Mei-03 Juni

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif komparatif. Komparatif merupakan penelitian non-eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Ruang Hemodialisa RSUD DR. M.M

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. kesehatan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. obyek dan subyek penelitian. Rancangan penelitian secara survei untuk

BAB III METODE PENELITIAN. adalah penelitian yang mengkaji hubungan antara variable dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN PROGRAM PELAYANAN POSYANDU LANSIA TERHADAP TINGKAT KEPUASAN LANSIA DI DAERAH BINAAN PUSKESMAS DARUSSALAM MEDAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. negara maju dan negara sedang berkembang. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL. Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian, dan definisi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Cross sectional berarti pengambilan data yang dilakukan dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

CURRICULUM VITAE. Tempar / Tanggal Lahir : Bandar Lampung / 1 Maret 1991

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB III KERANGKA PENELITIAN. membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara variabel, baik variabel yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

Lampiran 1 Kode : LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya yang bernama Ardian Hidayah, NIM adalah mahasiswa

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III KERANGKA KONSEP. dan dependen (Nursalam, 2008, hal. 55). Variabel independen dalam penelitian ini

Transkripsi:

BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka Konsep dalam penelitian ini menjelaskan variabel yang akan diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep ini bertujuan untuk mengidentifikasi dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent. Berdasarkan tujuan penelitian dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: DukunganKeluarga: 1. Dukungan Informasional 2. Dukungan Penilaian 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Emosional Dukungan: 1.Baik 2.Sedang 3.Kurang Skema 3.1 Kerangka penelitian dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent. 44

45 3.2 Definisi Operasional Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diterima pasien penyakit jantung koroner terpasang stent dari keluarga dalam pencegahan sekunder. berupa: Dukungan 1. Dukungan informasional adalah bantuan yang diberikan oleh keluarga meliputi komunikasi tentang pemberian informasi, usulan, petunjuk, nasehat, ide, dan saran mengenai pencegahan sekunder. Kuesioner dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan, informasio nal, penilaian instrumental, dan emosional. sebanyak 25 pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban: 1. Selalu 2. Sering 3. Jarang 4. Tidak pernah 1.76-100 = dukungan baik 2. 51-75 = dukungan sedang 3. 25-50 = dukungan kurang Skala Ordinal 2. Dukungan penilaian adalah bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan dorongan (support), penghargaan, ataupun balasan atas apa yang dilakukan pasien penyakit jantung koroner setelah terpasang stent dalam upaya pencegahan sekunder. 3.Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan atau menyediakan bantuan

46 nyata akan kebutuhan individu yaitu bantuan dalam materi, tenaga, dan sarana untuk pencegahan sekunder. 4.Dukungan emosional adalah bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan perhatian, simpati, empati, cinta, dan kepercayaaan dimana pasien penyakit jantung koroner terpasang stent merasa nyaman melakukan pencegahan sekunder.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena pada sekumpulan objek (Notoadmodjo, 2010).Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP H. Adam Malik Medan. 4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poli Jantung RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun peneliti memilih rumah sakit ini sebagai lokasi penelitian karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A rujukan untuk wilayah Sumatera bagian utara dan sekitarnya serta merupakan rumah sakit pendidikan,sehingga memudahkan peneliti untuk menemukan kasus dan jumlah responden yang memenuhi syarat dalam penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2017. 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2010).Populasi dalam penelitian adalah pasien PJK terpasang stentyang melakukan kontrol jantung ke RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan hasil survei awal yang didapat peneliti melalui rekammedik, jumlah 47

48 tindakan IKP pada bulan Januari sampai dengan bulan Oktober 2016 diperoleh jumlah 189 pasien. Pasien tersebut akan melakukan kunjungan kontrol jantung minimal sekali dalam satu bulan. 4.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian unsur populasi untuk dijadikan objek penelitian (Arikunto, 2010). Pengukuran sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus Slovin. Maka sampel pada penelitian ini adalah: nn = N 1 + N(dd 2 ) Keterangan: n : besar sampel N : besar populasi d : tingkat kepercayaan/ketepatan yang digunakan 15% (0,15) nn = nn = nn = N 1 + N(dd 2 ) 189 1 + 186(0,15 2 ) 189 1 + 189(0,0225) nn = 189 5,2525 nn = 35,9 nn = 36 Responden

49 Teknik sampel pada penelitian ini menggunakan accidental sampling yang dilakukan dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010). 4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan dan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik medan.dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu: memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian, tetapi menggunakan inisial. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. 4.5 Instrumen Penelitian Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2010).

50 Kuesioner dibagi menjadi 2 bagian yaitu, kuesioner demografi dan kuesioner dukungan keluarga. Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi responden yang meliputi nama (inisial), umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, riwayat penyakit, jaminan kesehatan, dan lama terpasang stent. Kuesioner dukungan keluarga terdiri dari 25 buah pertanyaan meliputi 4 komponen dukungan yaitu: 6 pernyataan dukungan informasional, 6 pernyataan dukungan penilaian, 7 pernyataan dukungan instrumental, dan 6 pernyataan dukungan emosional. Keseluruhan pernyataan merupakan pernyataan positif dan tertutup. Jenis skala pengukuran yang digunakan yaitu skala likert. Setiap pernyataan memiliki nilai yang berbeda, yaitu 4= selalu, 3= sering, 2= jarang, 1= tidak pernah. Untuk penentuan kategori digunakan rumus: p = rentang banyak kelas dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai yang terendah). Untuk kuesioner dukungan keluarga nilai tertinggi yang diperoleh adalah 100 dan nilai terendah adalah 25 maka rentang yang diperoleh adalah 75 dan banyak kelas ada 3 (baik, sedang, dan kurang) maka didapat panjang kelas sebesar 25. Menggunakan panjang kelas sebesar 25 dan nilai terendah 25 maka dukungan keluarga dapat dikategorikan sebagai berikut: 1.Dukungan Keluarga Skor 76-100: dikategorikan sebagai dukungan baik Skor 51 75: dikategorikan sebagai dukungan sedang Skor 25 50: dikategorikan sebagai dukungan kurang

51 2.Komponen Dukungan Keluarga a.dukungan Informasional Skor 19-24 : Baik Skor 13-18 : Sedang Skor 6-12 : Kurang b.dukungan Penilaian Skor 19-24 : Baik Skor 13-18 : Sedang Skor 6-12 : Kurang c.dukungan Instrumental Skor 22-28 : Baik Skor 15-21 : Sedang Skor 7-14 : Kurang d.dukungan Emosional Skor 19-24 : Baik Skor 13-18 : Sedang Skor 6-12 : Kurang 4.6Validitas dan Reabilitas Instrumen 4.6.1 Validitas Instrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan suatu instrumen benarbenar dapat dijadikan alat untuk mengukur apa yang akan diukur dan instrumen dianggap valid (Setiadi, 2007). Uji validitas pada penelitian ini dilakukan oleh

52 peneliti menggunakan metode validitas isi yaitu dengan menguji instrumen yang mengacu pada isi dan meminta dua orang yang ahli, dalam hal ini peneliti mengkonsultasikannya dengan dosen keperawatan keluarga di Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan dan perawat ahli bidang jantung di RSUP H. Adam Malik Medan. 4.6.2 Reliabilitas Instrumen Kuesioner dukungan keluarga dibuat sendiri oleh peneliti dan disesuaikan dengan tinjauan pustaka. Menurut Azwar (2003), uji reliabilitas dilakukan terhadap 10 orang yang memiliki karakteristik dan kriteria yang sama dengan responden penelitian. Uji reabilitas dilakukan di Poli Jantung RSUP H. Adam Malik. Pada instrumen penelitian ini, uji reabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha, denganhasil uji memiliki nilai reabilitas 0,933, sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. 4. 7 Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian. Pada saat pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada

53 calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden/informed consent. Responden diminta mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Selama pengisian kuesioner responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk dianalisa. 4. 8 Analisa Data Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama editing, yaitu mengecek nomor responden, kelengkapan (semua pertanyaan sudah terisi) sesuai petunjuk. Tahap kedua coding, yaitu melakukan peng kodean yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah peneliti saat memasukkan data (data entry).tahap yang ketiga processing, yaitu memasukkan jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang sudah diberi kode ke dalam program atau software komputer. Tahap keempat adalah cleaning, yaitu mengecek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2010). Analisis data yang digunakan untuk instrumen penelitian adalah analisis univariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Hasil analisa data penelitian yang dilakukan oleh peneliti disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan pada 28 April - 18 Mei, dengan jumlah responden sebanyak 36 responden. 5.1.1. Karakteristik Responden Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik responden yang meliputi, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat penyakit, jaminan kesehatan dan lama terpasang stent. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas ada pada kelompok umur 56-65 tahun yaitu 22 orang (61,1%). Jenis kelamin responden mayoritas laki-laki yaitu 34 orang (94,4%). Suku responden mayoritas pada suku batak yaitu 31 orang (86,1%). Pendidikan responden mayoritas adalah Perguruan Tinggi yaitu 17 orang (47,2 %). Pekerjaan responden mayoritas adalah tidak bekerja sebanyak 19 orang (52.8 %). Mayoritas responden tidak memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 17 orang ( 47.2%). Semua responden menggunakan jaminan kesehatan baik BPJS atau ASKES dari pemasangan stent sampai rawat jalan. Mayoritas responden 54

55 sudah terpasang stent lebih dari satu tahun yaitu 32 orang (88.9%). Distribusi frekuensi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 5.1.1 berikut ini. Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik demografi responden (n=36) No Karakteristik Responden n % 1. Umur 46-55 tahun 7 19.4 56-65 tahun 22 61.1 66 tahun 7 19.4 2. Jenis Kelamin a. Laki-laki 34 94.4 b. Perempuan 2 5.6 3. Suku Jawa 1 2.8 Minang 1 2.8 Batak 31 86.1 dan lain-lain (Nias, Sunda, India) 3 8.3 4. Pendidikan SD 3 8.3 SMP 7 19.4 SMA 9 25 Perguruan Tinggi 17 47.2 5. Pekerjaan PNS 7 19.4 Pegawai Swasta 2 5.6 Wiraswasta 4 11.1 Petani 3 8.3 Tidak bekerja 19 52.8 Lainnya (tukang las pandai besi) 1 2.8 6. Riwayat Penyakit Hipertensi 10 27.8 Diabetes Melitus 7 19.4 Tidak ada 17 47.2 Hipertensi dan Diabetes Melitus 2 5.6 7. Jaminan Kesehatan Ya 36 100 8. Lama Terpasang stent 1 tahun 4 11.1 1 tahun 32 88.9

56 5.1.2 Gambaran Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Distribusi frekuensi dukungan keluarga di RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.1.2Distribusi Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan No Dukungan Keluarga Frekuensi % 1 Baik 0 0 2 Sedang 29 80.6 3 Kurang 7 19.4 Total 36 100 Hasil penelitian dari 36 responden yang diteliti menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga dalampencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent dikategorikan sedang, yaitu sebanyak 29 responden (80.6%). Gambaran umum dari komponen dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stentdijelaskan pada tabel 5.1.2.1 di bawah ini Tabel 5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Komponen Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Kategori Frekuensi Persentase (%) Dukungan Informasional Baik 1 2.8 Sedang 20 55.6 Kurang 15 41.7 Dukungan Penilaian Baik 1 2.8 Sedang 29 80.6 Kurang 6 16.7

57 Dukungan Instrumental Baik 0 0 Sedang 16 44.4 Kurang 20 55.6 Dukungan Emosional Baik 3 8.3 Sedang 30 83.3 Kurang 3 8.3 5.1.3 Gambaran Dukungan Informasional Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian pada36 responden,dukungan informasional dalam pencegahan sekunder yang diberikan oleh keluarga kepada pasien penyakit jantung koroner terpasang stent, menunjukkan bahwa 24 responden (66,7%) menjawab keluarga tidak pernah mencari informasi tentang penyakit jantung koroner dan kondisi tubuh setelah terpasang stent dan sebanyak 21 responden (58.3%) menjawab keluarga sering menganjurkan mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran dalam melakukan pencegahan sekunder penyakit jantung koroner setelah terpasang stent. Untuk lebih lengkap, hasil dari jawaban responden pada setiap pernyataan untuk dukungan informasional keluarga disajikan dalam tabel dibawah ini. 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Dukungan Informasional Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent No Pertanyaan Selalu Sering Jarang Tidak Pernah 1. Keluarga mencari informasi tentang penyakit jantung koroner dan kondisi tubuh setelah terpasang stent/ring. 1 (2.8%) 0 (0%) 11 (30.6%) 24 (66.7%) 2. Keluarga menjelaskan kepada saya tentang bahaya 0 (0%) 15 (41.7%) 11 (30.6%) 10 (27.8%)

58 makanan berlemak bagi kesehatan jantung. 3. Keluarga menganjurkan saya mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. 4. Keluarga menganjurkan saya berolahraga ringan dan teratur. 5. Keluarga mengingatkan saya untuk tidur tepat waktu / tidak tidur larut malam. 6. Keluarga menjelaskan kepada saya bahaya merokok dan bahaya terpapar asap rokok bagi kesehatan jantung. 3 (8.3%) 2 (5.6%) 0 (0%) 0 (0%) 21 (58.3%) 18 (50.0%) 19 (52.8%) 9 (25.0%) 9 (25.0%) 12 (33.3%) 11 (30.6%) 15 (41.7%) 3 (8.3%) 4 (11.1%) 6 (16.7%) 12 (33.3%) 5.1.4 Gambaran Dukungan Penilaian Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian pada36 responden,dukungan penilaiandalam pencegahan sekunder yang diberikan oleh keluarga kepada pasien penyakit jantung koroner terpasang stent, menunjukkan bahwa 24 responden (66,7%) menjawab keluarga selalu membantu untuk tetap berpikir positif terhadap diri sendiri dan sebanyak 23 responden (63.9%)menjawab keluarga sering mengingatkan untuk mematuhi anjuran petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan sekunder penyakit jantung koroner setelah terpasang stent. Untuk lebih lengkap, hasil dari jawaban responden pada setiap pernyataan untuk dukungan penilaian keluarga disajikan dalam tabel dibawah ini.

59 5.1.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Dukungan Penilaian Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent No Pertanyaan Selalu Sering Jarang Tidak Pernah 1. Keluarga membantu saya untuk tetap berpikir positif terhadap diri sendiri. 2. Keluarga mengingatkan saya untuk mematuhi anjuran petugas kesehatan. 3. Keluarga tanggap terhadap setiap masalah yang saya alami. 4. Keluarga memberi semangat kepada saya melakukan diet makanan teratur untuk mencapai berat badan ideal/seimbang. 5. Keluarga membantu dalam menyeleksi makanan yang tidak sesuai untuk kesehatan saya. 6. Keluarga memberi pujian kepada saya bila menjalani pengobatan dan kontrol jantung dengan teratur. 24 (66.7%) 1 (2.8%) 1 (2.8%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (2.8%) 0 (0%) 23 (63.9%) 21 (58.3%) 21 (58.3%) 21 (58.3%) 15 (41.7%) 8 (22.2%) 9 (25.0%) 12 (33.3%) 12 (33.3%) 8 (22.2%) 10 (27.8%) 4 (11.1%) 3 (8.3%) 2 (5.6%) 3 (8.3%) 7 (19.4%) 10 (27.8%) 5.1.5 Gambaran Dukungan Instrumental Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian pada36 responden, dukungan instrumentaldalam pencegahan sekunder yang diberikan oleh keluarga kepada pasien penyakit jantung koroner terpasang stent, menunjukkan bahwa 25 responden (69,4%) menjawab keluarga tidak pernah memfasilitasi saya untuk berolahraga dan sebanyak 19 responden (52.8%)menjawab keluarga sering menyediakan sayur dan buah-buahan yang tidak bertentangan dengan penyakit saya dalam melakukan pencegahan sekunder penyakit jantung koroner setelah terpasang stent.

60 Untuk lebih lengkap, hasil dari jawaban responden pada setiap pernyataan untuk dukungan instrumental keluarga disajikan dalam tabel dibawah ini. 5.1.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Dukungan Instrumental Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent No Pertanyaan Selalu Sering Jarang Tidak Pernah 1. Keluarga menemani saya melakukan kontrol jantung ke rumah sakit. 2. Keluarga menyediakan obatobatan yang saya perlukan, terutama saat akan melakukan perjalanan. 3. Keluarga menyediakan makanan yang tidak digoreng. 4. Keluarga menyediakan makanan rendah garam. 5. Keluarga menyediakan sayur dan buah-buahan yang tidak bertentangan dengan penyakit saya. 6. Keluarga memberi empati kepada saya dengan menyediakan dana khusus untuk biaya berobat. 7. Keluarga memfasilitasi saya untuk berolahraga. 8 (22.2%) 2 (5.6%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (2.8%) 0 (0%) 0 (0%) 9 (25.0%) 8 (22.2%) 14 (38.9%) 11 (30.6%) 19 (52.8%) 13 (36.1%) 3 (8.3%) 11 (30.6%) 15 (41.7%) 15 (41.7%) 8 (22.2%) 10 (27.8%) 11 (30.6%) 8 (22.2%) 8 (22.2%) 11 (30.6%) 7 (19.4%) 17 (47.2%) 6 (16.7%) 12 (33.3%) 25 (69.4%) 5.1.6 Gambaran Dukungan Emosional Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian pada36 responden,dukungan emosionaldalam pencegahan sekunder yang diberikan oleh keluarga kepada pasien penyakit jantung koroner terpasang stent, menunjukkan bahwa 25 responden (69,4%) menjawab keluarga sering mendengarkan keluhan-keluhan yang dirasakan dan sebanyak 24

61 responden (66.7%)menjawab keluarga sering menunjukkan wajah yang menyenangkan saat membantu atau melayani saya. dalam melakukan pencegahan sekunder penyakit jantung koroner setelah terpasang stent. Untuk lebih lengkap, hasil dari jawaban responden pada setiap pernyataan untuk dukungan emosional keluarga disajikan dalam tabel dibawah ini. 5.1.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Dukungan Emosional Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent No Pertanyaan Selalu Sering Jarang Tidak Pernah 1. Keluarga menunjukkan wajah yang menyenangkan saat membantu atau melayani saya. 2. Keluarga memahami perasaan saya dan saya merasa berharga karena keluarga mencintai saya. 3. Keluarga mendengarkan keluhan-keluhan yang saya rasakan. 4. Keluarga mengingatkan untuk kontrol jantung karena keluarga mengetahui jadwal kontrol jantung saya ke rumah sakit. 5. Keluarga membantu saya dalam mengatasi stres yang saya alami. 6. Keluarga menciptakan suasana tenang dan nyaman kepada saya di rumah. 0 (0%) 3 (8.3%) 1 (2.8%) 9 (25.0%) 1 (2.8%) 1 (2.8%) 24 (66.7%) 3 (8.3%) 25 (69.4%) 20 (55.6%) 18 (50.0%) 24 (66.7%) 10 (27.8%) 28 (77.8%) 9 (25.0%) 2 (5.6%) 11 (30.6%) 9 (25.0%) 2 (5.6%) 2 (5.6%) 1 (2.8%) 5 (13.9%) 6 (16.7%) 2 (5.6%)

62 5.2 Pembahasan 5.2.1 Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian pada36 responden menunjukkan bahwa dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder yang diberikan oleh keluarga kepada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent dikategorikan sedang, yaitu sebanyak 29 orang (80.6%) seperti yang tertera pada tabel 5.1.2. Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan keluarga kurang memberikan dukungan seperti dukungan instrumental yang rendah, maupun dukungan informasional, penilaian, dan emosional keluarga yang hanya memberikan kontribusi nilai di level sedang. Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga (suami, istri, anak, saudara kandung dan orang tua) sehingga individu yang diberikan dukungan merasakan bahwa dirinya diperhatikan, dihargai, mendapatkan bantuan dari orang-orang yang berarti serta memiliki ikatan keluarga yang kuat dengan anggota keluarga yang lain (Friedman, 1998). Hasil penelitian Pratiwi (2009) mengatakan berbagai dampak fisik dan masalah psikologis dialami oleh mereka yang menderita penyakit jantung koroner. Hal ini membuat dukungan keluarga sangat dibutuhkan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 34 orang (94.4%) dan usia mayoritas responden berada pada usia 55-65 tahun sebanyak 22 orang (61.1%) seperti tertera pada tabel 5.1.1. Penyakit Jantung Koroner di Amerika Serikat didapat 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 wanita

63 sebelum usia 60 tahun. Estimasi jumlah penderita PJK negara Indonesia, laki-laki sebanyak 1.416.557 (0,5 %) dibanding jenis kelamin perempuan yaitu 1.146.009 (4%) (Infodatin, 2003). Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh American Hearth Assosiation(2014), faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu: usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga (genetik). Insidensi terkena PJK meningkat tajam seiring penambahan usia dimulai pada usia 40 tahun. Usia membawa perubahan yang tidak bisa dihindari termasuk pada sistem kardivaskuler.morbiditas PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada perempuan, hal ini dikarenakan estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopouse insiden PJK meningkat dengan pesat, tetapi tidak sebesar insiden PJK pada laki-laki. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah suku Batak yaitu sebanyak 31 orang (86.1%)seperti tertera pada tabel 5.1.1. Hal ini kemungkinan karena yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan lebih banyak adalah suku Batak. Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa jumlah suku terbesar di kota Medan adalah suku Batak. Namun menurut asumsi peneliti, budaya makan tinggi lemak yang terdapat dalam suatu kelompok masyarakat salah satunya ada pada suku Batak. Hasil jawaban yang didapat kebanyakan dari responden suku Batak rajin mengikuti kegiatan adat budaya, sehingga mengkonsumsi makanan tinggi lemak sulit untuk dihindari. Ini dapat menjadi penghalang dalam pembentukan tindakan yang baik mengenai diet PJK.

64 Mayoritas reponden sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 17 orang (47.2%) seperti tertera pada tabel 5.1.1. Riwayat penyakit seperti hipertensi dan diabetes melitus, merupakan faktor resiko penyebab terjadinya penyakit jantung koroner. Hipertensi dan DM dapat meningkatkan resiko gangguan peredaran darah yang menyebabkan kerusakan pada sistem pembuluh darah dengan perlahan-lahan. Namun menurut Chung (2010) penyakit jantung koroner tidak selalu didahului oleh suatu penyakit, seperti Hipertensi, DM atau penyakit kronis lainnya. Pengaruh negatif gaya hidup modern yang identik dengan kurang konsumsi serat dalam makanan setiap harinya, pola makan sarat lemak, merokok, dan stres menjadi faktor resiko terjadinya PJK. Sejalan dengan hasil penelitian Hermansyah, dkk (2012) mengatakan tingginya prevalensi penyakit PJK diakibatkan oleh sejumlah faktor yang berhubungan dengan pola hidup dan perilaku masyarakat yang cenderung mengalami pergeseran misalnya merokok, minum alkohol, makan makanan berlemak, stres, dan kurangnya aktivitas fisik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Katri (2013) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga yang diberikan keluarga dengan penyakit kronis,salah satunya adalah penyakit jantung dikategorikan sedang (73,8%). Kesibukan anggota keluarga membuat anggota keluarga kurang memberikan dukungan kepada pasien seperti pemberian informasi terkait masalah kesehatannya. Friedman (2010) menyatakan keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi keluarganya, anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

65 diperlukan, selain itu keluarga juga memiliki peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan anggota keluarga serta membantu keberhasilan suatu tindakan pengobatan dan meningkatkan rasa nyaman dan sikap positif dari keluarga. Seseorang dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding dengan yang kurang diberikan dukungan. 5.2.2. Dukungan Informasional Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian berkaitan dengan dukungan informasinal keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas pada kategori sedang, yaitu sebanyak 20 responden (55.6%)seperti yang tertera pada tabel 5.1.2.1. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga tidak pernah memberikan informasi tentang penyakit jantung koroner dan kondisi tubuh setelah terpasang stent/ring. Penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar lulus dari Perguruan Tinggi sebanyak 17responden (47,2%) seperti tertera pada tabel 5.1.1. Responden masih dapat mencari informasi sendiri tentang penyakit jantung koroner dan informasi setelah terpasang stent. Rahayu (2008) yang menjelaskan bahwa kemampuan kognitif membentuk cara berfikir seseorang bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan meningkatkan pula ilmu pengetahuan, informasi yang didapat. Namun berdasarkan beberapa jawaban dari responden lainnya, informasi yang didapat dari petugas kesehatan saat melakukan kunjungan rawat jalan dianggap sudah cukup, sehingga informasi tambahan tidak dicari kembali oleh

66 keluarga. Mungkin saja karena keluarga sendiri kurang memahami manfaat dalam mencari informasi untuk pencegahan sekunder pada anggota keluarga setelah terpasang stent. Dukungan informasi lainnya yang diberikan keluarga kepada pasien seperti sering menjelaskan bahaya makanan berlemak bagi kesehatan jantung. Keluarga sudah menganjurkan untuk mengkonsumsi buah-buahan dan sayursayuran. Keluarga juga menganjurkan berolahraga ringan dan teratur, dan mengingatkan untuk tidur tepat waktu atau tidak tidur larut malam. Tetapi Keluarga kurang menjelaskan akan bahaya merokok dan bahaya terpapar asap rokok bagi kesehatan jantung, sehingga beberapa responden masih merokok dan kurang dalam penjagaan diri terhadap asap rokok seperti tertera pada tabel 5.1.3. Didukung oleh penelitian Handayani dkk (2013) mengatakan usaha penghentian merokok baik aktif dan pasif tidak saja dibutuhkan keinginan dan motivasi dari individu yang bersangkutan, namun faktor dukungan keluarga juga berperan sangat penting. Friedman (2002) menyebutkan bahwa keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator atau penyebar informasi tentang dunia yang mencakup dengan memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, sarana-sarana atau umpan balik. Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan. Disinilah peran keluarga untuk memberikan dukungan dalam hal informasi yang lebih terhadap anggota keluarga yang sakit. Karena dukungan informasi memungkinkan si penderita mendapatkan informasi, saran atau nasehat

67 yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi (Kuntjoro, 2002). 5.2.3. Dukungan Penilaian Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian berkaitan dengan dukungan penilaian dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas pada kategori sedang, sebanyak 29 responden (80.6%) seperti yang tertera pada tabel 5.1.2.1. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa dalam memberi dukungan keluarga sudah membantu pasien untuk tetap berpikir positif terhadap diri sendiri. keluargajuga sering mengingatkan untuk mematuhi anjuran petugas kesehatan dan tanggap terhadap setiap masalah yang dialami pasien. keluarga sering memberi semangatmelakukan diet makanan teratur untuk mencapai berat badan ideal/seimbang. Keluarga juga sering membantu dalam menyeleksi makanan yang tidak sesuai untuk kesehatan dan keluarga sering memberi pujian bila menjalani pengobatan dan kontrol jantung dengan teratur seperti tertera pada tabel 5.1.4. Dukungan penilaian dalam penelitian ini adalah upaya dari keluarga untuk memberikan umpan balik berupa pujian, bimbingan dan perhatian kepada pasien dalam melakukan pencegahan sekunder penyakit jantung koroner terpasang stent. Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008), menyatakan bahwa dukungan keluarga dengan cara memberi penghargaan pada anggota keluarga yang sedang menjalani masa sulit seperti

68 adanya penyakit dan menjalani terapi dalam waktu yang panjang akan menjadi suatu fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan. Hasil penelitiana ini juga didukung oleh penelitian Karlina (2012) yang mengatakan dukungan penilaian cenderung lebih mengarah perhatian orang terdekat terhadap segala upaya yang harus dilakukan pasien untuk melakukan pencegahan sekunder. Bentuk bimbingan tersebut biasanya lebih dominan dilakukan oleh anggota keluarga seperti suami/istri. Tentunya membimbing atau mengarahkan pasien dalam segala tindakannya dalam pencegahan sekunder dibutuhkan pengetahuan yang baik, dan biasanya dapat dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya yang strategis untuk meningkatkan upaya pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent. 5.2.4. Dukungan Instrumental Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian berkaitan dengan dukungan Instrumental keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas pada kategori kurang, sebanyak 20 responden (55.6%) seperti yang tertera pada tabel 5.1.2.1. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa dalam memberi dukungan instrumental keluarga kurang dalam memenuhi kebutuhan yang secara nyata dapat diterima oleh pasien seperti penyediaan makanan, obat-obatan, fasilitas saat akan melakukan olahraga, menemani saat kunjungan rawat jalan, dan penyediaan dana.

69 Dukungan instrumental adalah bentuk dukungan nyata yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap pencegahan sekunder penyakit jantung koroner setelah terpasang stent. Pemasangan stent bukan jaminan pembuluh darah tidak tersumbat lagi, karena restenosis masih menjadi kekhawatiranjangka panjang sehingga dapat dilakukan IKP ulang dengan pemasangan stent baru (Chung, 2010). Untuk itu perubahan apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga (Setiadi, 2006). Hasil penelitian didapat keluarga jarang menemani melakukan kontrol jantung ke rumah sakit sebanyak 11 responden(30.6%)seperti tertera pada tabel 5.1.5. Berdasarkan jawaban dari responden, sebahagian besar mengatakan kontrol jantung ke rumah sakit sering datang sendiri untuk pemeriksaan kesehatan tanpa ditemani keluarga. Hasil penelitian Pratiwi (2009) mengatakan dengan menemani responden kontrol jantung, keluarga mengetahui kemajuan dan masa pemulihan dari penyakit jantung koroner yang responden derita. Sehingga untuk meningkatkan dukungan keluarga dapat dilakukan dengan meningkatkan konseling petugas kesehatan kepada keluarga pada saat pasien melakukan pencegahan sekunder melalui pemeriksaan kesehatan. Sehingga informasi penting bagi keluarga dapat didengarkan langsung oleh keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden (41.7%) keluarga jarang menyediakan obat-obatan yang diperlukan, terutama saat akan melakukan perjalananseperti tertera pada tabel 5.1.5. Dukungan instrumental masuk dalam bentuk fungsi perawatan kesehatan dan ekonomi bagi keluarga, dimana dukungan instrumental diberikan dengan menyediakan peralatan lengkap

70 dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan, dan lain-lain (Setiadi, 2008). Menurut Davidson (2003) keluarga berperan penting untuk mengingatkan minum obat rutin secara terus-menerus sebagai penatalaksanaan jangka panjang, dan mengingatkan untuk selalu membawanya ketika anggota keluarga yang menderita PJK akan melakukan perjalanan. Keluarga perlu untuk mendukung responden dalam hal meningatkan minum obat dan penyediaan obat sehingga minum obat dapat dikonsumsi secara rutin dan teratur. Hasil penelitian ini juga menunjukkan keluarga jarang menyediakan makanan yang tidak digoreng sebanyak 15orang (41.7%)dan tidak pernah menyediakan makanan rendah garam sebanyak 11 orang (30.6%)seperti tertera pada tabel 5.1.5. National Clinical Practice Guidelines(2014)menyarankan mengubah konsumsi jenis makanan menjadi bervariasi, asupan energi disesuaikan untuk menghindari kelebihan berat badan, konsumsi buah-buahan, sayuran, ikan, daging tanpa lemak, produk rendah lemak. Arterosklerosis pada awalnya terjadi akibat penimbunan kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin) pada dinding arteri secara bertahap menumpuk pada dinding arteri, dan akan memungkinkan terjadi penyempitan berikutnya (Sumiati dkk., 2010).Konsumsi garam berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Orang yang mengalami hipertensi lebih rentan memiliki penyempitan kembali. Restenosis (penyempitan kembali)dapat terjadi jika pola hidup belum diubah, baik kurang dari satu tahun atau lebih dari satu tahun setelah terpasang stent. Menurut Chung (2010) keluarga mendukung termasuk dalam pemenuhan kebutuhan dalam

71 upaya pencegahan sekunder seperti asupan makanan yang sesuai dengan diet yang sehat. Keluarga berperan dalam menyeleksi makanan yang mengandung lemak kurang jenuh serta pengurangan konsumsi makanan yang kaya kolesterol lebih,serta mengurangi makanan yang mengandung banyak garam. Hasil penelitian didapat mayoritas keluarga tidak pernah memfasilitasi fasilitas yang dibutuhkan untuk berolahraga yaitu sebanyak 25 orang (69.4%) seperti tertera pada tabel 5.1.5. Berdasarkan dari jawaban responden, terlihat bahwa olahraga bukanlah suatu kebutuhan bagi keluarga sehingga tidak ada yang mengingatkan untuk berolahraga. Penelitian yang dilakukan oleh Suryanto dan Suharjana (2004) menunjukkan bahwa perilaku hidup sehat lansia dalam kategori tidak baik. Kemungkinan para lansia dan keluarga belum atau kurang memahami manfaat memiliki kesegaran jasmani yang baik. Padahal berbagai penelitian memperlihatkan bahwa olahraga yang teratur dapat membantu tubuh untuk memproduksi lebih banyak endorphin yang membuat rasa bahagia dalam mengurasi stres, dimana stres menjadi salah satu pemicu untuk terjadinya restenosis. Dukungan instrumental juga meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan dan material (Niven, 2009). Sebahagian besar adalah lansia yang sudah memasuki masa pensiun atau tidak lagi bekerja karena penurunan kemampuan fisik, sehingga sumber penghasilan atau pendapatan menjadi berkurang. Salah satu bentuk dukungan nyata yang diberikan keluarga adalah dalam bentuk finansial. Keluarga meyakini bahwa kebutuhan finansial sangatlah

72 membantu proses pengobatan meskipun mayoritas responden menggunakan asuransi sebagai pembayaran. Namun bukan berarti responden tidak lagi perlu diberikan dukungan nyata tersebut, sebab kebutuhan pribadi pasien seperti kebutuhan biaya perjalanan, biaya makan, dan sebagainya tidaklah menjadi tanggungan dari asuransi tersebut, mengingat banyak responden juga berasal dari luar kota Medan. Sehingga keluarga berupaya memberikan dukungan nyata dalam pencegahan sekunder ini secara maksimal. 5.2.5. Dukungan Emosional Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian berkaitan dengan dukungan emosional keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas pada kategori sedang, sebanyak 30 responden (83.3%) seperti yang tertera pada tabel 5.1.2.1. Hasil ini memberikan gambaran bahwa keluarga sudah memberikan dukungan secara emosional dan telah berusaha membantu anggota keluarga yang menderita penyakit jantung koroner terpasang stent untuk menjalani proses pencegahan sekunder. Bentuk dukungan emosional yang diberikan keluarga seperti menunjukkan wajah yang menyenangkan saat membantu atau melayani, mendengar keluhan-keluhan yang dirasakan, mengingatkan kontrol jantung, membantu dalam mengatasi stres yang dialami dan menciptakan suasana tenang dan nyaman di rumah sehingga membuat pasien merasakan ketenangan dan kenyamanan.

73 Hasil penelitian ini didapat sebanyak 28 responden (77.8%) menjawab keluarga jarang memahami perasaan mereka dan jarang merasa berharga karena dicintai keluarga seperti tertera pada tabel 5.1.6. Berdasarkan jawaban, responden mengatakan keluarga biasa-biasa saja dalam memahami perasaan setelah beberapa waktu terpasang stent. Niven (2009) berpendapat bahwa jika seorang pasien yang menjalani terapi dalam jangka waktu yang lama akan memiliki tingkat stres yang lebih tinggi sehingga ia memiliki perasaan kurang dimiliki dan dicintai oleh keluarganya. Oleh sebab itu, dukungan emosional dapat menggantikannya atau menguatkan perasaan-perasaan yang baik. Dukungan emosional keluarga berperan supaya pasien mempunyai motivasi dalam proses rehabilitasi diri, suasana di dalam keluarga mendukung dan menciptakan perasaan positif dan berarti bagi pasien itu sendiri (Nurdiana dkk, 2007). Dukungan merupakan faktor penting dalam manajemen stres dan diperlukan oleh individu tergantung pada keadaan yang penuh tekanan yang sedang dijalaninya seperti menjalani terapi dalam waktu yang begitu panjang. Dukungan keluarga juga mempengaruhi kesehatan individu dengan melindungi individu terhadap efek negatif dari stres yang berat dan menghindari semakin buruknya kondisi individu tersebut. Hal ini sejalan yang dinyatakan oleh pendapat Barbara (2008) bahwa keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi yang meliputi ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap anggota keluarga penderita. Oleh karena itu selayaknya dukungan keluarga secara tulus dapat dirasakan oleh penderita sehingga dia tetap terus menjalankan pengobatannya

74 dengan penuh semangat. Sehingga keluarga berusaha memberikan kasih sayang yang penuh agar pasien merasa tidak terabaikan dan disisihkan dari anggota keluarga.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan keluarga dalam kategori sedang (80.6%). Dilihat dari komponen dukungan keluarga, 3 komponen dalam kategori sedang yaitu: dukungan infomasiona l keluarga (55.6%), dukungan penilaian keluarga (80.6%), dan dukungan emosional (83.3%), sedangkan dukungan instrumental keluarga masih dalam kategori kurang (44.4%). Kurangnya dukungan nyata yang diberikan keluarga akan meningkatkan resiko faktor prediktor berulangnya kembali pasien terkena angina sampai serangan jantungakibat restenosis setelah terpasang stent. Untuk itu dukungan keluarga pada setiap komponen harus lebih dimaksimalkan, terkhusus pada dukungan instrumental. Seseorang dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding dengan yang kurang diberikan dukungan. 6.2 Saran 6.2.1 Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk memotivasicalon perawat dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan,serta lebih memahamisecara mendalam tentang dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien dalam pencegahan sekunder dengan penyakit jantung koroner setelah terpasang stent. 75

76 6.2.2 BagiTenaga Kesehatan (Perawat) Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan, menjadi sumber informasi yang tepat bagi keluarga tentang pentingnya dukungan keluarga bagi pasien penyakit jantung koroner terpasang stent yang sedang melakukan kunjungan rawat jalan di rumah sakit, seperti memberikan konseling secara khusus kepada keluarga dan pasien mengenai penyakit jantung koroner secara detail, memberi pendidikan kesehatanmengenai hal yang harus dilakukan, memotivasi keluarga untuk tetap memberikan dukungan kepada pasiensaat berada di rumah, dan membagikan leafleat tentang pencegahan sekunder penyakit jantung koroner, sehingga keluarga dan pasien mendapat semangat untuk terus melakukan pencegahan sekunder menghindari penyumbatan berikutnya. 6.2.3 Bagi Rumah Sakit a. Membuat program rehabilitasi kardiovaskular rawat jalan yang komprehensif baik sebelum dikeluarkan dari rumah sakit atau selama kunjungan followup.sehingga pasien juga dapat berkomunikasi dalam suatu group bersama dengan pasien penyakit jantung koroner yang telah terpasang stent lainnya. b. Peningkatan sosialisasi dan upaya promosi kesehatan secara rutin tentangpencegahan sekunder penyakit jantung koroner dengan mengikut sertakan paraanggota keluarga dengan memberikan leaflet, agar anggota keluargamemahami bahwa dukungan keluarga mempunyai andil dalam peningkatanupaya pencegahan sekunder pada pasien penyakit jantung koroner terpasang stent.

77 6.2.4 Bagi Penelitian Keperawatan Penelitian ini hanya melihat dukungan keluarga dari persepsi pasien, perlu penelitian lanjutan tentang partisipasi keluarga sehingga dapat benar-benar diketahui hal yang paling berpengaruh terhadap upaya pencegahan sekunder pada pasien penyakit jantung koroner terpasang stent agar memberikan kontribusi terhadap pengetahuan dan riset ilmiah di masa akan datang. Penelitian ini juga tidak menanyakan aktivitas seksual responden, dan riwayat konsumsi minum alkohol. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih menggali lagi untuk kedua hal tersebut.