Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

Bab IV Hasil dan Pembahasan

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

WULAN NOVIANA ( )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

Hubungan kristalinitas sampel CaO sintesis, CaO pada CaOZnO 0,08 dan CaO pada CaOZnO 0,25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

4 Hasil dan pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB IV DATA DAN ANALISIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

Oleh : Yanis Febri Lufiana NRP :

BAB III PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi Penelitian

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh waktu annealing terhadap diameter dan jarak antar butir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

Bab III Metoda Penelitian

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

4 Hasil dan Pembahasan

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

4 Hasil dan pembahasan

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

Metodologi Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

IDENTIFIKASI KEMURNIAN BATU KAPUR TUBAN DENGAN ANALISIS RIETVELD DATA DIFRAKSI SINAR-X

Transkripsi:

dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar sampai 1000x dan 4000x. Adapun sampel yang akan dikarakterisasi menggunakan SEM- EDXA adalah sampel A3 dengan perbesaran 2500x. Uji Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan berdasarkan standar ISO/R866. Sampel yang diuji, yaitu 6 sampel scaffold, masing-masing diletakkan di atas permukaan yang rata. Di bagian atas sampel diletakkan alat uji kekerasan Shore A. Kemudian di atas alat tersebut diletakkan baja bermassa 1 kg selama 15 detik dan dibaca nilai kekerasan yang ditunjukkan pada alat. Nilai kekerasan ini berkisar antara 0 100. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing sampel, kemudian dihitung nilai rata-ratanya. HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar Pola difraksi serbuk cangkang kerang hijau yang dikarakterisasi menggunakan XRD diperlihatkan pada Gambar 5(a). Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa fasa kristalin utama cangkang kerang hijau berupa CaCO 3. Fasa ini hadir dalam dua bentuk mineral, yaitu kalsit (2θ = 28,06 o ) dan aragonit (2θ = 33,21 o ). Namun, mineral yang lebih mendominasi adalah aragonit. Fasa lain juga muncul dalam jumlah kecil, yaitu SiO 2 (silika, 2θ = 42,59 o ). 14 Kalsinasi pada cangkang kerang hijau menghilangkan sekitar 50,29% massa mula-mula, sehingga massa hasil kalsinasi yang terbentuk sebesar 35,22 gr (perhitungan terdapat pada Lampiran 3). Kalsinasi mengakibatkan warna pada cangkang kerang hijau berubah menjadi putih. Hasil kalsinasi yang dikarakterisasi menggunakan XRD ditunjukkan oleh Gambar 5(b). Pada gambar tersebut, tampak bahwa hasil kalsinasi membentuk fasa tunggal CaO, yang ditandai dengan puncak tertinggi pada 2θ = 37,22 o. Terjadi peningkatan bobot massa setelah CaO dibiarkan selama seminggu di ruangan yang lembab, yaitu sebesar 42,32 gr (Lampiran 3). Dari Gambar 5(c) terlihat bahwa peningkatan massa ini disebabkan adanya pengikatan H 2 O oleh CaO, sehingga terbentuk Ca(OH) 2 yang dicirikan oleh 2θ = 34,04 o dan memiliki puncak yang lebar. Namun, CaO belum mengikat H 2 O sampai batas jenuhnya karena pola difraksi yang terbentuk masih mengindikasikan adanya CaO. Sintesis Sintesis BCP Dari total 25,00 gr massa campuran CaO, Ca(OH) 2, dan P 2 O 5 yang melewati tahap milling dan sintering, BCP yang dihasilkan sebanyak 24,50 gr. Pola difraksi sampel BCP I dan BCP II ditunjukkan oleh Gambar 6(a) dan (b). Berdasarkan gambar tersebut, BCP yang terbentuk terdiri dari fasa HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2. Posisi 2θ dilihat dari puncak tertinggi masing-masing fasa diperlihatkan oleh Tabel 5. HAp memiliki struktur kristal heksagonal. β-tcp dan Ca(OH) 2 keduanya berstruktur trigonal, namun parameter kisinya heksagonal. Penentuan indeks Miller terdapat pada Lampiran 6.2 dan perhitungan parameter kisi pada Lampiran 6.3. Parameter kisi database ditunjukkan oleh Tabel 6, sedangkan parameter kisi BCP I dan BCP II tunjukkan oleh Tabel 7. Tabel 5 Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP BCP Fasa Posisi 2θ I HAp 31,68 o β-tcp 30,98 o Ca(OH) 2 54,26 o II HAp 31,87 o β-tcp 31,13 o Ca(OH) 2 18,07 o

10 Gambar 5 Pola difraksi (a) serbuk cangkang kerang hijau, (b) serbuk hasil kalsinasi cangkang kerang hijau, (c) hasil kalsinasi setelah dibiarkan selama seminggu Gambar 6 Pola difraksi (a) BCP I, (b) BCP II

11 Tabel 6 Parameter kisi JCPDS Fasa No. a (Å) c (Å) Database (= b) HAp 09-0432 9,418 6,884 β-tcp 09-0169 10,42 37,38 Ca(OH) 2 04-0733 3,593 4,909 Tabel 7 Parameter kisi fasa pada BCP BCP Fasa a (Å) Ketepatan (= b) (%) I HAp 9,577 98,31 β-tcp 10,38 99,62 Ca(OH) 2 3,893 91,64 Fasa c (Å) Ketepatan (%) HAp 7,016 98,08 β-tcp 37,19 99,50 BCP Ca(OH) 2 5,507 87,81 a (Å) Ketepatan Fasa (= b) (%) II HAp 9,436 99,81 β-tcp 10,44 99,77 Ca(OH) 2 3,590 99,92 Fasa c (Å) Ketepatan (%) HAp 6,906 99,68 β-tcp 37,45 99,81 Ca(OH) 2 4,911 99,95 Nilai ketepatan parameter kisi fasa HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP II lebih tinggi dibandingkan dengan BCP I. Ini berarti bahwa BCP II memiliki struktur kristal yang lebih mendekati struktur kristal database. Perhitungan fraksi berat HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 dalam BCP I dan BCP II dengan menggunakan metode perbandingan langsung disajikan dalam Lampiran 7. Komposisi BCP I dan BCP II terdapat pada Tabel 8. Dari data pada tabel tersebut, terlihat adanya perbedaan komposisi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada kedua BCP. Semakin banyak β-tcp yang terbentuk, komposisi HAp akan menurun dan komposisi Ca(OH) 2 akan meningkat. BCP I mengandung komposisi HAp yang lebih sedikit, β-tcp, dan Ca(OH) 2 yang lebih banyak dibandingkan dengan BCP II. Tabel 8 Fraksi berat HAp, β-tcp dan Ca(OH) 2 pada BCP I dan BCP II BCP Fasa % Fraksi Berat I HAp 44,56 β-tcp 43,48 Ca(OH) 2 11,96 II HAp 47,80 β-tcp 44,60 Ca(OH) 2 7,600 BCP yang dipilih untuk proses selanjutnya adalah BCP II karena parameter kisi pada fasa BCP II lebih mendekati nilai parameter kisi database. Selain itu juga karena BCP II mengandung Ca(OH) 2 yang lebih sedikit daripada BCP I. Ca(OH) 2 dapat dianggap sebagai impuritas karena kehadirannya diketahui dapat menimbulkan tekanan internal yang mengakibatkan terjadinya cracking ketika sampel digunakan. 6 Sampel BCP II menjadi lebih halus setelah disonikasi. Namun secara kasat mata, perubahan ini tidak dapat diamati meskipun diberi variasi waktu sonikasi. Ukuran BCP II akan diukur dari pengamatan mikrograf SEM. Sintesis BCP-HDPE Scaffold Scaffold yang disintesis melalui tahap milling dan kompaksi menghasilkan dua replikat berbentuk pellet masing-masing bermassa 2,500 gr dengan diameter 2,500 cm dan tebal sekitar 0,300 cm untuk masing-masing sampel. Scaffold yang terbentuk diperlihatkan oleh Gambar 7. Gambar 7 BCP-HDPE Scaffold

12 Karakterisasi BCP-HDPE Scaffold Karakterisasi Menggunakan XRD Pola difraksi scaffold A1, A2, dan A3 yang mengandung 70% BCP dan 30% HDPE ditunjukkan oleh Gambar 8, dan scaffold B1, B2, dan B3 dengan komposisi 80% BCP dan 20% HDPE ditunjukkan oleh Gambar 9. Posisi 2θ untuk HDPE tidak diketahui secara pasti karena hanya dibandingkan dengan posisi puncak pada Gambar 2. Namun dua puncak tertinggi HDPE terletak pada 2θ antara 20 o 25 o. Adapun posisi 2θ untuk masing-masing puncak tertinggi HAp, β- TCP, Ca(OH) 2 diperlihatkan oleh Tabel 9. Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9, tampak bahwa variasi waktu sonikasi serta variasi komposisi BCP dan HDPE tidak mengakibatkan terjadinya perubahan fasa pada scaffold. Akan tetapi terdapat perbedaan posisi 2θ pada HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 yang menunjukkan bidang-bidang yang berbeda. Perbedaan ini tidak mempengaruhi kualitas fasa yang terbentuk karena fasa tersebut memang mengandung bidang-bidang ini. Tabel 9 Kode Sampel Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada scaffold Posisi 2θ pada Fasa puncak tertinggi A1 HAp 31,66 o β-tcp 29,50 o Ca(OH) 2 47,52 o A2 HAp 31,94 o β-tcp 29,78 o Ca(OH) 2 59,09 o A3 HAp 31,81 o β-tcp 29,59 o Ca(OH) 2 47,09 o B1 HAp 31,73 o β-tcp 29,56 o Ca(OH) 2 18,02 o B2 HAp 31,90 o β-tcp 29,62 o Ca(OH) 2 18,08 o B3 HAp 31,78 o β-tcp 29,51 o Ca(OH) 2 18,07 o Karakterisasi Menggunakan SEM Sampel yang dikarakterisasi menggunakan SEM adalah A1, A3, B1, dan B3. Permukaan sampel diamati pada perbesaran 1000x dan 4000x. Gambar 10 menunjukkan mikrograf SEM pada perbesaran 1000x. Dari gambar terlihat adanya perbedaan topografi pada permukaan sampel. Bahkan pada beberapa bagian tertentu, permukaan tersebut tampak seperti mengalami penggumpalan. SEM menghasilkan citra gambar dalam skala abu-abu. Oleh karena itu, diperlukan pengelompokan bahan berdasarkan tingkat ketajaman warna. Pengelompokan ini didasarkan pada bobot atomnya. Semakin besar bobot atom, maka warna yang dihasilkan akan semakin tajam. 22 Dengan demikian, BCP yang memiliki bobot atom terbesar ditunjukkan oleh warna terang; HDPE dengan bobot atom lebih kecil dibandingkan dengan BCP ditunjukkan oleh warna abu; dan pori ditunjukkan oleh warna gelap. Dari mikrograf sampel, tampak bahwa variasi waktu sonikasi mempengaruhi homogenitas ukuran BCP. 12 Pada BCP yang disonikasi selama 3 jam (Gambar 10 (b), (d)), ukuran BCP terlihat sedikit lebih homogen dibandingkan dengan BCP yang disonikasi selama 1 jam (Gambar 10 (a), (c)). Dari perbesaran 1000x ini pula terlihat bahwa BCP telah terikat secara homogen pada matriks HDPE. Homogenisasi merupakan konsekuensi dari proses milling. Terdapatnya pori diakibatkan oleh terjerapnya udara di dalam campuran BCP dan HDPE saat kedua bahan ini dikompaksi. 19 Jumlah pori yang terbentuk dipengaruhi oleh banyaknya komposisi HDPE yang ditambahkan. Karena bentuk HDPE yang fleksibel, maka selama proses kompaksi, keberadaan sebagian pori terisi oleh HDPE. Jumlah pori scaffold dengan komposisi 30% HDPE dan 70% BCP (Gambar 10 (a, b)) lebih sedikit dibandingkan dengan komposisi 20% HDPE dan 80% BCP (Gambar 10 (c, d)).

13 Gambar 8 Pola difraksi 70% BCP-30% HDPE scaffold (a) A1, (b) A2, dan (c) A3 Gambar 9 Pola difraksi 80% BCP-20% HDPE scaffold (a) B1, (b) B2, dan (c) B3

14 Gambar 10 (a) (b) (c) (d) Mikrograf SEM perbesaran 1000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B3 Gambar 11 merupakan mikrograf sampel dengan perbesaran 4000x. Dari gambar tersebut, pengukuran diameter BCP dan pori dapat dilakukan. BCP dan pori dipilih secara acak sebanyak 5 buah, kemudian dilingkari dengan warna yang berbeda untuk kemudian dihitung diameter rata-ratanya. BCP diberi warna hijau dan pori diberi warna merah. Pengukuran diameter BCP dan pori disajikan pada Lampiran 8. Sementara itu, data ukuran diameter rata-rata BCP tercantum pada Tabel 10 dan diameter rata-rata pori pada Tabel 11. Menurut data pada Tabel 10, ukuran diameter rata-rata BCP semakin kecil untuk sampel yang disonikasi selama 3 jam. Namun pada sampel B1, diameternya sama dengan diameter ratarata sampel B3. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas frekuensi sonikator berjenis bath masih cukup rendah sehingga belum dapat mereduksi ukuran BCP menjadi lebih homogen untuk waktu sonikasi yang lebih lama. Akibatnya ukuran diameter BCP belum menunjukkan suatu perbedaan yang signifikan. Variasi sonikasi selama 3 jam bahkan belum dapat membuat BCP berskala nano. Pada Tabel 11, diameter pori rata-rata tidak menunjukkan suatu pola ukuran yang signifikan. Akibatnya, pengaruh variasi waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE yang digunakan belum dapat diamati. Tabel 10 Ukuran diameter rata-rata BCP pada scaffold Kode sampel D rata-rata (μm) A1 2,880 A3 2,280 B1 2,610 B3 2,610 Tabel 11 Ukuran diameter rata-rata pori scaffold Kode sampel D rata-rata (μm) A1 2,270 A3 3,400 B1 2,960 B3 2,710

15 (a) (b) (c) Karakterisasi Menggunakan SEM- EDXA Sampel yang dipilih untuk dikarakterisasi menggunakan SEM- EDXA adalah A3. Melalui karakterisasi ini, komposisi unsur pada scaffold dapat diketahui. Karena scaffold harus memiliki karakteristik seperti tulang, maka komposisi unsur yang penting untuk diketahui adalah Ca dan P. Dengan menghitung perbandingan mol Ca/P, dapat dipelajari kualitas scaffold yang telah disintesis. Mikrograf sampel dapat dilihat pada Gambar 12 dengan perbesaran 2500x, perhitungan Ca/P dapat dilihat pada Lampiran 10, dan nilai perbandingan Ca/P sendiri dirangkum pada Tabel 12. Liu, et al 24 menyebutkan bahwa Ca/P untuk fasa tunggal β-tcp antara 1 1,33. Jika sejumlah kecil HAp hadir pada fasa dominan β-tcp, perbandingan Ca/P menjadi sekitar 1,5. Jika Ca/P sebesar 1,67, maka fasa HAp lebih dominan. Untuk Ca/P sebesar 2 2,50, fasa CaO mulai terbentuk pada fasa dominan HAp. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa Ca/P sampel berada pada kisaran 1,244 2,723. Perbandingan ini cukup besar karena dari keterangan Corbridge 25, perbandingan Ca/P untuk tulang bervariasi antara 1 sampai dengan 1,67. Ini artinya, scaffold yang telah disintesis belum tepat digunakan sebagai implan tulang. Hal tersebut merupakan konsekuensi terbentuknya Ca(OH) 2 (sebagai bentuk transformasi CaO) pada reaksi pembentukan BCP. Tabel 12 Perbandingan Ca/P pada sampel A3 Wilayah Ca/P I 2,520 II 2,360 III 1,891 IV 1,244 V 2,723 Gambar 11 (d) Mikrograf SEM perbesaran 4000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B3

16 I II III IV V Gambar 12 Mikrograf SEM-EDX sampel A3 dengan perbesaran 2500x Uji Kekerasan Scaffold Nilai kekerasan scaffold dipengaruhi oleh bahan dan proses sintesisnya. Bahan yang digunakan tetap, yaitu BCP dan HDPE. Proses sintesisnya meliputi proses non-variatif dan variatif. Dilakukannya sintesis non-variatif bertujuan untuk menghasilkan tingkat kekerasan yang tinggi dan serupa akibat diberikannya perlakuan yang sama pada tiap sampel scaffold. Sintesis non-variatif meliputi empat proses. Pertama, melalui milling CaO, Ca(OH) 2, dan P 2 O 5. Proses ini mengakibatkan ukuran partikel tereduksi, sehingga luas permukaan totalnya meningkat. 9 Peningkatan luas permukaan ini sebanding dengan nilai kekerasannya. 19 Kedua, proses sintering setelah milling mengakibatkan terjadinya pemadatan partikel BCP yang terbentuk disertai dengan penyusutan ukuran pori. 26 Hal tersebut mempengaruhi tingkat kekerasan sampel. Semakin padat partikel yang terbentuk, tingkat kekerasannya pun semakin meningkat. 26 Ketiga, melalui milling BCP dan HDPE. Proses ini bertujuan agar BCP terikat secara homogen pada HDPE. Homogenitas BCP pada matriks ini dapat mempengaruhi distribusi tingkat kekerasan scaffold. 19 Terakhir, melalui kompaksi. Kompaksi merupakan proses pemadatan yang dapat meningkatkan nilai kekerasan scaffold. 19 Pada sintesis variatif, terdapat variasi perlakuan pada sampel, sehingga perubahan nilai kekerasan pun dapat diamati. Variasi ini terdiri dari lamanya waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE yang digunakan. Data uji kekerasan terlampir pada Lampiran 11. Data tersebut dihitung nilai rata-ratanya dan kemudian diolah dalam bentuk grafik seperti disajikan pada Gambar 13. Skala Shore A 100 98 96 94 92 90 88 86 Gambar 13 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Nilai kekerasan pada masing-masing sampel scaffold

Dari grafik tersebut, perbedaan nilai kekerasan pada tiap sampel tidak menunjukkan angka yang signifikan, baik dengan divariasikannya waktu sonikasi, maupun dengan divariasikannya komposisi BCP dan HDPE. Namun secara umum, nilai kekerasan sampel semakin meningkat dengan semakin ditingkatkannya waktu sonikasi. Ini ditunjukkan oleh sampel A1, A2, B2, dan B3, berturut-turut memberikan nilai kekeras-an 96,50; 97,00; 97,00; dan 97,50. Semakin lama BCP disonikasi, maka ukuran partikelnya semakin kecil dan seragam. Akibatnya, luas permukaan partikel pun semakin meningkat. Karena luas permukaan berbanding lurus dengan nilai kekerasan, maka untuk partikel yang ukurannya lebih kecil, nilai kekerasannya semakin meningkat. 19 Penyimpangan nilai kekerasan terjadi pada sampel A3 dan B1. Sampel A3 memiliki nilai kekerasan terkecil, yaitu 90,00; sedangkan nilai kekerasan untuk sampel B1 sama dengan B2, yaitu 97,00. Penyimpangan ini diduga karena saat dilakukan uji kekerasan, bagian yang diuji adalah bagian yang rapuh, sehingga nilai kekerasannya pun rendah. Nilai kekerasan juga meningkat pada scaffold yang memiliki BCP lebih banyak, yaitu B3 dengan nilai kekerasan 97,50. Karena BCP merupakan bahan kristal, sementara HDPE merupakan bahan semi-kristalin, maka nilai kekerasan untuk komposisi 80% BCP dan 20% HDPE lebih besar dibandingkan dengan komposisi 70% BCP dan 30% HDPE. Dari mikrograf SEM, scaffold dengan komposisi 80% BCP dan 20% HDPE memiliki jumlah pori yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan komposisi 70% BCP dan 30% HDPE. Porositas mempengaruhi tingkat kekerasan. Semakin banyak pori yang terbentuk, maka tingkat kekerasannya semakin menurun. 19 Sampel B3 memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi, padahal pori yang terbentuk lebih banyak. Namun perlu diperhatikan bahwa pori yang terbentuk adalah pori dalam satuan mikro, sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik pori dengan ukuran tersebut tidak terlalu mempengaruhi tingkat kekerasan sampel. Darmanis 23 menyebutkan bahwa nilai kekerasan tulang rawan jika diukur dengan menggunakan Shore A, yaitu sekitar 95. Ini sesuai dengan nilai kekerasan scaffold BCP-HDPE yang telah disintesis. Namun dengan nilai kekerasan tersebut, scaffold belum dapat digunakan sebagai matriks penumbuh tulang keras. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut: - Cangkang kerang hijau dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis BCP melalui proses kalsinasi. - BCP yang dihasilkan melalui metode kering meliputi fasa HAp dan β-tcp serta impuritas Ca(OH) 2. Karena Hap terdekomposisi membentuk β-tcp dan Ca(OH) 2, maka fraksi berat HAp semakin menurun dan fraksi berat β-tcp dan Ca(OH) 2 semakin meningkat. Struktur kristal BCP telah mendekati struktur pada database. Sampel BCP yang disonikasi menyebabkan ukurannya menjadi lebih kecil. Semakin lama waktu sonikasi, maka ukuran BCP semakin homogen. - BCP-HDPE scaffold yang dikarakterisasi memiliki karakter, yakni: (1) variasi waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE pada scaffold tidak mempengaruhi pola difraksi yang terbentuk; (2) diameter BCP semakin menurun saat BCP diberi variasi sonikasi yang lebih lama; (3) melalui proses milling, tampak bahwa BCP telah terikat secara homogen di dalam matriks HDPE; (4) semakin banyak HDPE dan semakin sedikit BCP yang terdapat pada scaffold, maka pori yang terbentuk akan semakin sedikit,