BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang pada masa mulai lahir sampai masa anak- anak tertentu pasti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), sekolah

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak selanjutnya (Nursalam dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan

Bab 1 PENDAHULUAN. pada kehidupan selanjutnya. Perhatian yang diberikan pada masa balita akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang. sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB II Enuresis Stres Susah buang air besar Alergi TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. air besar dan bladder control atau kontrol buang air kecil. Saat. yang tepat melakukan toilet training setelah anak mulai bisa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Stres dengan Enuresis pada Anak Usia Prasekolah di RA Al Iman Desa Banaran Gunung Pati Semarang

BAB I PENDAHULUAN. anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita

SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga

BAB I. dan perkembangan anak selanjutnya. Salah satu tugas anak toddler ini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangannya mengatakan bahwa anak usia toddler (1-3) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati

BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak (Wong, 2009). Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), jumlah anak usia toddler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola

Ima Syamrotul M Dosen Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian (Wong, 2004). Dalam

JURNAL ABDIMAS BSI Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1 No. 1 Februari 2018, Hal. 7-13

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK NGESTIRINI TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008 ) Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, parkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan mempelajari anatomi. tubuhnya sendiri serta fungsinya.(hidayat Alimul,2005)

PENGARUH ANTICIPATORY GUIDANCE TERHADAP PRAKTIK TOILET TRAINING PADA ORANG TUA DENGAN ANAK USIA BULAN DI DESA PANDOWOHARJO SLEMAN YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MODUL BERGAMBAR TERHADAP PENINGKATAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING ANAK TODDLER DI PUSKESMAS SIBELA SURAKARTA

TOILET TRAINING PADA ENURESIS ANAK PRASEKOLAH di RW II KELURAHAN BANGSAL KOTA KEDIRI

Ihwanudin Wahid Rohadi 2, Lutfi Nurdian Asnindari 3. Abstract

HUBUNGAN TOILET LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN ANAK USIA BULAN DALAM MENGONTROL ELIMINASI DI POSYANDU MELATI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI PAUD PERMATA BUNDA RW 01 DESA JATI SELATAN 1 SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata. yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010).

HUBUNGAN KEMANDIRIAN ANAK DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER

Analysis of Factors Related to Toilet Training in Preschool Age Children

THE APPLICATION OF TOILET TRAINING PARENTS WITH CHILDREN AGED 2-3 YEARS IN EDUCATION 21 KULIM PEKANBARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang

KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 3-4 TAHUN BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN DISPOSIBLE DIAPER. Dadang Kusbiantoro

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai

EFFEKTIVITAS TEKNIK ORAL DAN MODELLING TERHADAP KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA TODDLER

65 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. ISSN (elektronik) PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditempat tidur (biasanya dimalam hari) atau pada pakaian disiang hari dan

TOILET TRAINING. 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG TOILET TRAINING ANAK USIA 1-3 TAHUN TERHADAP PENGETAHUAN IBU DI DESA SAMBON BANYUDONO BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Toddler atau yang dikenal sebagai anak usia batita (bawah 3 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat

PERAN IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. bulan. Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif. bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku tempertantrum,

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP ORANG TUA TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI PAUD TUNAS CERIA

Psikologi Terapan UI ini.

BAB I PENDAHULUAN. Usia toddler merupakan usia anak dimana dalam perjalanannya terjadi

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

Youstiana Dwi Rusita*, Ikha Ardianti Ilmu Keperawatan STIKES Insan Cendekia Husada Bojonegoro ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. konsep diri, pola koping dan perilaku sosial (Hidayat, 2008).

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING DENGAN KEJADIAN ENURESIS ANAK USIA PRESCHOOL (4-5 TAHUN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Pada periode ini anak akan mulai berjalan dan mengekplorasi rumah dan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DENGAN PERILAKU IBU DALAM TOILET LEARNING PADA ANAK USIA TODDLER DI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan (maturation) yang

HUBUNGAN TOILET TRAINING DENGAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MELAKUKAN ELIMINASI DI KELURAHAN DWIKORA KECAMATAN MEDAN HELVETIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

PERBEDAAN KEBERHASILAN TOILET LEARNING PADA ANAK USIA BULAN PADA TIPE NUCLEAR FAMILY DENGAN EXTENDED FAMILY DI KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sendirinya. Mereka membutuhkan orang tua dan lingkungan yang kondusif

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, beraktivitas, istirahat, pemberian imunisasi dasar lengkap,

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk

JKA.2016;3(1): ARTIKEL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. Pengolahan data berdasarkan kumpulan data yang diperoleh diupayakan dapat

BAB I PENDAHULUAN. ini merupakan pertumbuhan dasar anak, selain itu juga terjadi perkembangan

Wiwik Agustina 1 dan Rendi Feri Sapta

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari hal hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsur

HUBUNGAN RIWAYAT BBLR DENGAN RETARDASI MENTAL DI SLB YPPLB NGAWI Erwin Kurniasih Akademi Keperawatan Pemkab Ngawi

PENGARUH ANTICIPATORY GUIDANCE TERHADAP PRAKTIK ORANG TUA DALAM TOILET TRAINING PADA TODDLER DI DUSUN NGABEAN KULON SINDUHARJO NGAGLIK SLEMAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEBERHASILAN TOILET LEARNING PADA ANAK USIA TODDLER ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

TOILET TRAINING PADA ANAK DOWN SYNDROME

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan kembang anak. (Lubis, 2004). tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi. 1

Volume 08 No. 02. November 2015 ISSN :

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang pada masa mulai lahir sampai masa anak- anak tertentu pasti pernah mengalami ngompol yang dalam bahasa medisnya disebut enuresis. Secara sederhana definisi enuresis adalah mengompol yang berlangsung dengan proses berkemih yang normal tetapi terjadi pada tempat dan saat yang tidak tepat (yaitu berkemih di tempat tidur dan menyebabkan pakaian basah) dapat terjadi saat tidur malam hari atau siang hari. Umumnya anak mulai berhenti mengompol pada usia 2,5 tahun, dimulai dengan berhenti ngompol siang hari, berangsur-angsur berhenti mengompol malam hari. Sebagian besar anak mencapai kontrol siang hari sempurna sampai usia 2,5-3,0 tahun. Waktu malam, latihan buang air kecil lengkap sampai usia 4-5 tahun (Rudolph,2006). Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak. Upaya kesehatan yang dilakukan pada lima tahun pertama (balita) kehidupan, ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), 2012). Nocturnal enuresis tanpa pengosongan urin yang jelas pada siang hari mengenai 20% sampai usia 5 tahun, kemudian berhenti secara spontan pada kira-kira 15 % anak tersebut setiap tahun (Gonzales, 2000). Adapun usia 1

2 puncak anak-anak mengalami enuresis adalah usia 4-5 tahun dengan komposisi 18% laki-laki dan 15% perempuan, pada usia 12 tahun menurun menjadi 6% laki-laki dan 4% perempuan (Gray dan Moore, 2009). Ariesta (2010) menyatakan bahwa kebiasaan mengompol dapat disebabkan oleh gangguan psikologis, gangguan organis, terlambatnya kematangan bagian otak yang mengontrol kencing, gangguan tidur, gangguan kekurangan produksi hormon anti diuretik (hormon anti kencing), gangguan genetik pada kromoson 12 dan 13 yang merupakan gen pengatur kencing dan pada kelainan ini ada riwayat keluarga dengan ngompol, mengorok waktu tidur, akibat adanya pembesaran kelenjar tonsil dan adenoid. Faktor emosional dapat juga menyebabkan kebiasaan mengompol pada anak, berupa ekspresi daripada perubahan si anak akibat terlalu cepat dilatih dalam toilet training yang terlalu keras dan dini (waktu anak masih kecil), latihan yang kurang adekuat yaitu tidak secara rutin dilatih, overproteksi ibu karena anggapan masih terlalu kecil atau terlalu lemah untuk dilatih, paling penting adalah si anak sedang berusaha mencari perhatian orang tua (terutama ibunya) karena ibu lebih memberi perhatian pada adiknya atau anak baru memperoleh adik lagi. Dampak yang paling umum terjadi dalam kegagalan toilet training diantaranya adalah adanya perlakuan atau aturan yang ketat dari orangtua kepada anaknya dapat mengganggu kepribadian anak dan cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir, seperti orangtua sering memarahi anak pada saat BAB atau BAK atau bahkan melarang BAB atau BAK saat

3 bepergian. Selain itu, apabila orangtua juga santai dalam memberikan aturan dalam toilet training, maka anak dapat mengalami kepribadian ekspresif, seperti anak menjadi lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2005). Berbagai penyebab enuresis pada anak antara lain faktor genetik, hormonal, anatomi, kondisi medis seperti konstipasi, infeksi saluran kencing, problem psikologis, kapasitas kandung kemih yang kecil, gangguan tidur, keterlambatan perkembangan, dan imaturitas fungsi sistem saraf pusat.enuresis dapat memberikan dampak terhadap perkembangan anak. Anak akan mengalami gangguan perilaku internal ataupun eksternal. Anak akan merasa rendah diri, tidak percaya diri, atau lebih agresif. Walaupun sekitar 15% anak yang mengalami enuresis dapatmengatasi sendiri atau remisi secara spontan tiap tahunnya, namun jika enuresis tidak mendapatkan penanganan dini dan tepat akan berdampak terhadapperkembangan anak. Masa usia toddler yaitu masa dimana perkembangan otak anak berkembang secara luar biasa. Inilah waktu yang sangat tepat bagi orang tua untuk mengoptimalkan perkembangan otak si kecil dengan memberikan stimulasi maksimal. Lingkungan yang nyaman dan penuh kasih sayang akan mengenalkan anak pada rasa cinta kasih, pertumbuhan otaknya pun akan berkembang dengan baik (Musbikin, 2012).

4 Latihan BAB atau BAK pada anak sangat membutuhkan persiapan bagi ibu, yaitu baik secara fsik, psikologis, maupun intelektual. Melalui persiapan-persiapan tersebut, anak diharapkan dapat mengontrol kemampuan BAB atau BAK secara mandiri. Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga terutama ibu, seperti kesiapan fsik yaitu kemampuan anak sudah kuat dan mampu. Demikian juga dengan kesiapan psikologis yaitu setiap anak membutuhkan suasana yang nyaman dan aman agar anak mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk BAB atau BAK. Persiapan intelektual juga dapat membantu anak dalam proses BAB atau BAK. Kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya dalam hal BAB atau BAK (Hidayat, 2005).Apabila dilakukan toilet training pada anak dengan usia yang tidak tepat dapat menimbulkan beberapa masalah yang dialami anak yaitu seperti sembelit, menolak toileting, disfungsi berkemih, infeksi saluran kemih, dan enuresis (Hooman, Safaii, Valavi, & Amini-Alavijeh, 2013). Toilet training merupakan salah satu tugas dari perkembangan anak pada usia toddler (Hockenbery, Wilson, & Wong, 2012). Pada tahapan usia 1 3 tahun atau yang disebut dengan usia toddler, kemampuan uretra yang berfungsi untuk mengontrol rasa ingin defekasi dan rasa ingin berkemih mulai berkembang, dengan bertambahnya usia, kedua sfngter tersebut semakin mampu mengontrol rasa ingin berkemih dan rasa ingin

5 defekasi. Walaupun demikian, satu anak ke anak yang lainnya mempunyai kemampuan yang berbeda dalam pencapaian kemampuan tersebut. Hal tersebut bergantung kepada beberapa faktor yaitu baik faktor fsik maupun faktor psikologis. Kemampuan anak untuk buang air besar (BAB) biasanya lebih awal sebelum kemampuan buang air kecil (BAK) karena keteraturan yang lebih besar, sensasi yang lebih kuat untuk BAB daripada BAK, dan sensasi BAB lebih mudah dirasakan anak (Hockenbery, Wilson, & Wong, 2012). Berdasarkan hasil penelitian dari M. Ikhwan Kosasih (2014), yang berjudul Hubungan Pengetahuaan Ibu Tentang Toilet Training Dengan Kejadian Eneresis Pada AnakUsia 4 5 Tahun didapatkan hasil dari tabulasi silang antara hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kejadian enuresis pada anak usia 4 5 tahun dijelaskan sebagai berikut : dari 8 responden (26,6%) yang berpengetahuan baik semua anak anaknya sudah tidak mengalami enuresis. Responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 7 responden (23,3%) yang terdiri dari 4 anak (13,3%) masih mengalami enuresis dan 3 anak (10%) sudah tidak mengalami enuresis. Dari 4 anak tersebut mengalamienuresis skunder. Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 15 responden (50%) yang semua anak-anaknya masih mengalami enuresis, dimana terdiri dari 12 anak (40%) mengalami enuresis primer dan 3 anak (10%) mengalami enuresis skunder. Berdasarkan hasil tersebut dapat

6 disimpulkan bahwa anak yang diajarkan toilet training maka kebiasaan enuresisakan berkurang. Hasil penelitian Iryanti (2016) yang berjudul Pengaruh Modul Pemberdayaan Keluarga tentang Toilet Training terhadap Kemandirian Eliminasi Anak di PAUD, menunjukkan bahwa pemberian modul pada keluarga dapat meningkatkan pengetahuan keluarga tentang toilet training. Peningkatan pengetahuan disebabkan modul yang diberikan sudah cukup baik, hal ini sesuai dengan ungkapan dari keluarga pada saat posttest, bahwa modul menarik, simpel, dan komunikatif, serta didukung oleh tingkat pendidikan keluarga di mana 71,4 persen keluarga berpedidikan menengah ke atas. Kondisi ini menyebabkan kemampuan keluarga untuk memahami modul tentang toilet training menjadi baik. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu di 5 poyandu desa Jati kecamatan Binangun kabupaten Cilacap, mengatakan bahwa anaknya masih mengalami enuresis dan dua diantaranya ada yang sudah melakukan toilet training. Jumlah anak usia 1-3 tahun di desa Jati, kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap sebanyak 51.Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian dengan judul Hubungan toilet training dengan kejadian enuresis pada anak usia 1-3 tahun di desa jati kecamatan binangun kabupaten cilacap perlu dilakukan.

7 B. Rumusan Masalah Enuresis adalah suatu proses berkemih yang normal namun terjadi pada tempat dan waktu yang salah. Masa usia toddler adalah usia yang paling tepat untuk mengajarkan sebuah pelatihan yang bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan enuresis. Caranya adalah dengan melakukan toilet training yaitu mengajarkan kepada anak tentang tata cara berkemih pada tempat yang benar.berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang ada, maka dapat disusun merumuskan masalah, apakah ada hubungan toilet training dengan kejadian enuresis pada balita umur 1-3 tahun?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan toilet training dengan kejadian enuresis pada balita umur 1-3 tahun di desa Jati, kecamatan Binangun, kabupaten Cilacap. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pelaksanaan toilet training pada balita umur 1-3 tahun. b. Mengidentifikasi kejadian enuresis pada balita umur 1-3 tahun. c. Menganalisis hubungan pelaksanaan toilet training dengan kejadian enuresis pada balita umur 1-3 tahun. d. Mengetahui karakteristik responden (umur, pekerjaan).

8 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Bidang Akademik Hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan perpustakaan dalam bidang ilmu keperawatan terutama masalah toilet training dan enuresis yang dapat dijadikan penyusunan karya tulis ilmiah sebagai tugas akhir perkuliahan. 2. Bagi Profesi Dapat dijadikan masukan bagi teman sejawat untuk mendapatkan pengetahuan tentang toilet training dan enuresis. 3. Bagi Masyarakat a. Orang tua dapat mencegah terjadinya enuresis yang berkepanjangan pada anak. b. Orang tua dapat mengetahui peranan penting toilet training terhadap kebiasaan anak dalam berkemih 4. Bagi Peneliti Menerapkan Ilmu tentang metodologi penelitian yang telah didapatkan pada waktu perkuliahan. Serta mengetahui hubungan toilet training dengan kejadian enuresis. E. Penelitian Terkait 1. Lusi Fatmawati, Mariyam,(2013) melakukan penelitian Hubungan Stres dengan Enuresis pada Anak Usia Prasekolah di RA Al Iman Desa Banaran Gunung Pati Semarang Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif

9 korelasi untuk menggambarkan hubungan antara variabel bebas yakni stress pada anak usia prasekolah dengan kejadian enuresis di RA Al Iman Banaran Gunung Pati Semarang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan belah lintang(cross sectional). Persamaan penelitian terletak pada variable terikat yaitu enuresis. Perbedaan penelitian terletak pada variable bebas yaitu stress, sedangkan penelitian ini menggunakan variable toilet training. 2. Yan Salvianto (2013), melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Bladder-Retention Training Terhadap Kejadian Enuresis pada Anak Usia Prasekolah di Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan 10 anak (35,7%) Terjadi penurunan enuresis, 11 responden (39,3%) Tidak terjadi penurunan, dan 7 anak (25%) Terjadi penurunan tetapi meningkat kembali. Hasil uji statistic Kruskal Wallis diketahui nilai X2= 2.201, dengan p-value = 0.532 (p>0,05) keputusan yang diambil adalah Ho diterima, artinya tidak terdapat pengaruh penyuluhan kesehatan Bladder-Retention Training terhadap kejadian enuresis pada anak usia prasekolah di TK Permata Hati Surakarta. Persamaan penelitian terletak pada variabel terikat yaitu enuresis. Perbedaan penelitian terletak pada variabel bebas yaitu Bladder-Retention sedangkan penelitian ini menggunakan variabel toilet training. 3. Ririn Suwinul Arifin (2011), melakukan penelitian dengan judul Hubungan Toilet Training Terhadap Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa toilet training

10 yang dilakukan pada anak sebagian besar masih dalam kategori kurang yaitu 15 orang (40,5%), sebagian besar anak yang mampu melakukan eliminasi sebanyak 22 orang (59,5%). Hasil uji Chi-square diperoleh nilai X2 hitung 7,200 (p = 0,027). Hal ini bermakna ada hubungan yang signifikan antara toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi. Untuk itu di sarankan bagi para orangtua yang mempunyai anak batita agar lebih mempersiapkan fisik anak dan memiliki kesabaran dalam memberikan contoh dan dukungan agar anak dapat melakukan toilet training secara mandiri. Persamaan penelitian terletak pada variabel bebas yaitu Toilet training. Perbedaan penelitian terletak pada variabel terikat yaitu eliminasi, sedangkan penelitian ini menggunakan variabel terikat enuresis. 4. Dian rahmawati (201), melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Pemberian Informasi Tentang Toilet Training Terhadap Pengetahuan Ibu yang Memiliki Anak Usia (1-3 Tahun) di Desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas. Hasil penelitiam menunjukan nilai rata-rata pengetahuan ibu sebelum mendapatkan informasi tentang toilet training sebesar 11,04. Nilai rata-rata pengetahuan ibu setelah mendapatkan informasi tentang toilet training sebesar 18,18. Kesimpulanya adalah ada peningkatan pengetahuan tentang toilet training pada ibu yang memiliki anak usia toddler.persamaan penelitian terletak pada variable bebas yaitu Toilet Training. Perbedaan penelitian terletak

11 pada variable terikat yaitu pengetahuan ibu, sedangkan penelitian ini menggunakan variabel terikat enuresis. 5. Evi nurdianingsih (2013), melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training dengan Keberhasilan Toileting pada Anak Pra Sekolah hasil penelitian pengetahuan toilet training ibu anak pra sekolahdi kelompok bermain Pelangi sebagian besar baik (54,2%) dan di kelompok bermain Mulia tidak baik (58,3%).keberhasilan toileting anak pra sekolah di kelompok bermain Pelangi sebagian besar berhasil (62,5%) demikian juga di kelompok bermain Mulia (54,2%). Persamaan penelitian terletak pada variable bebas toilet training. Perbedaan penelitian terletak pada variable terikat yaitu toileting sedangkan penelitian ini yaitu enuresis. 6. Solanki AN et al (2013), melakukan penelitian dengan judul Prevalensi dan faktor risiko enuresis nokturnal antara usia sekolah di daerah pedesaan hasil penelitian ada 869 laki-laki dan 389 perempuan. Prevalensi enuresis nokturnal 11.13% dari total subyek. enuresis nokturnal lebih umum pada laki-laki daripada perempuan, 91/140 pada laki-laki dan 49/140 pada wanita anak-anak. Persamaan penelitian terletak pada variabel yaitu enuresis. Perbedaan penelitian terletak pada metode penlitian yaitu menggunakan kohort sedangkan penelitian ini menggunakan crossectional. 7. Kelly Russell, B.Sc. et al (2006), melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Perbedaan Metode Toilet Training untuk Bowel dan Bladder Control. Kesimpulan penelitian Kedua metode Azrin dan Foxx dan

12 pendekatan anak-berorientasi mengakibatkan cepat, toilet training sukses, tapi ada informasi yang terbatas tentang keberlanjutan latihan. Kedua metode tidak langsung dibandingkan; dengan demikian, sulit untuk menarik definitive kesimpulan tentang keunggulan satu metode di atas yang lain. Secara umum, kedua program dapat digunakan untuk mengajarkan toilet training untuk anak-anak yang sehat. The Azrin dan Foxx metode dan operant metode pendingin secara konsisten efektif untuk pelatihan toilet cacat mental anak-anak. Program yang disesuaikan dengan anak-anak cacat fisik juga mengakibatkan toilet training sukses. Kurangnya data menghalangi kesimpulan tentang pengembangan hasil yang merugikan. Persamaan penelitian terletak pada variabel bebas yaitu toilet training. Perbedaan penelitian terletak pada variabel terikat yaitu bowel dan bladder control sedangkan penelitian ini adalah enuresis.