Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat

dokumen-dokumen yang mirip
Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya. Kabupaten Blora sedangkan pemeriksaan laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Januari 2015 di Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian bersifat analitik karena akan membandingkan jumlah

Prevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar

PREVALENSI TELUR CACING Taenia Saginata PADA FESES SAPI DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN. Agus Evendi

PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan sapi perah umumnya tergabung dalam suatu koperasi. Perhatian dan pengetahuan koperasi terhadap penyakit cacing (helminthiasis) saluran cern

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Infestasi Cacing Hati (Fasciola sp.) dan Cacing Lambung (Paramphistomum sp.) pada Sapi Bali Dewasa di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kolokium: Ulil Albab - G

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

PREVALENSI DAN JENIS TELUR CACING GASTROINTESTINAL PADA RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI PENANGKARAN RUSA DESA API-API KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

SKRIPSI MEI SUSANTI SIANIPAR DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas

Prevalensi Infeksi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Sapi Bali di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar

Prevalensi Penyakit Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Sapi Simental di Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

Cacing Parasit Saluran Pencernaan Pada Hewan Primata di Taman Satwa Kandi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

Epidemiologi Helminthiasis pada Ternak Sapi di Provinsi Bali (Epidemiology of Helminthiasis in Cattle in Bali Province )

BAB 2. TARGET LUARAN BAB 3. METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman. Karangawen, Kabupaten Demak. Sampel diperiksa di

TINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG

Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

Evaluasi Uji ELISA dengan Serum Lapangan sebagai Crude Antigen di Bali. Evaluation of ELISA Test using Field Serum as a crude antigen in Bali

Jenis-Jenis Cacing Parasit Saluran Pencernaan pada Hamster Syria Mesocricetus auratus (Waterhause, 1839) di Kota Padang

TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO YOGYAKARTA. The Gastrointestinal Parasites Cows on Progo Watershed in Yogyakarta

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

Buletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :41-46 ISSN : Agustus 2009 PREVALENSI INFEKSI CACING TRICHURIS SUIS PADA BABI MUDA DI KOTA DENPASAR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU

AKURASI METODE RITCHIE DALAM MENDETEKSI INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA BABI

Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan pada Anjing Kintamani Bali di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali

PENGARUH TEKNOLOGI BIOGAS CAMPURAN FESES SAPIPOTONG DAN BATUBARA DALAM DIGESTER TIPE BATCH TERHADAP ENDOPARASIT CACING

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

Table of Contents. Articles. Editors. 1. I G. Made Krisna Erawan, Bagian Klinik Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

PENDAHULUAN. Latar Belakang. merpati umumnya masih tradisional. Burung merpati dipelihara secara ekstensif,

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar

Undang Ruhimat. Herdiyana. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

Investigasi Keberadaan Cacing Paramphistomum sp. Pada lambung sapi yang berasal dari Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

JENIS DAN TINGKAT INFEKSI CACING ENDOPARASIT PADA FESES SAPI DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MEDAN DAN KECAMATAN ANDAM DEWI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

Taenia saginata dan Taenia solium

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

GAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI. CACING Fasciola spp SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum

Kata kunci: Albumin, Cross sectional studies, Fasciolosis, Fasciola gigantica, Sapi Bali.

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Persentase positif

Prevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

Transkripsi:

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Novese Tantri 1, Tri Rima Setyawati 1, Siti Khotimah 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email korespondensi: tantrinov@yahoo.co.id Abstrak Penyakit pada ternak akibat cacing parasit dapat merugikan secara ekonomis, karena dapat menurunkan produktifitas dari ternak tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan intensitas infeksi telur cacing parasit pada sapi potong di RPH Kota Pontianak. Metode yang digunakan adalah metode flotasi dan sedimentasi pada 80 sampel feses sapi potong. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Pebruari dan Juli 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel feses sapi yang diambil di RPH Kota Pontianak mengandung parasit Nematoda, Trematoda dan Cestoda. Telur cacing parasit yang ditemukan sebanyak 7 jenis, yaitu: Ascaris sp. (infertil, fertil dan berembrio), Taenia saginata, Trichiuris trichiura, Strongyloid sp., Moniezia sp., Fasciola sp. dan Paramphistomum sp. Prevalensi infeksi tertinggi disebabkan oleh Ascaris sp. (100%) dan terendah Taenia saginata (3,75%). Intensitas infeksi tertinggi berasal dari jenis Taenia saginata (111 butir/ind) dan intensitas terendah adalah Fasciola hepatica (1,31 butir/ind). Infeksi pada sapi juga dapat terjadi secara tunggal atau campuran (terdiri atas dua maupun lebih cacing parasit). Prevalensi infeksi tertinggi adalah infeksi tunggal oleh Nematoda sebesar 56,25% dan prevalensi infeksi terendah bersifat campuran Nematoda dan Cestoda sebesar 7,5%. Tingkat prevalensi dan intensitas telur cacing parasit di RPH Kota Pontianak masih tergolong rendah. Kata kunci : prevalensi, intensitas, rumah potong hewan, telur cacing parasit PENDAHULUAN Peternakan yang dipelihara secara modern atau yang dipelihara secara tradisional tidak lepas dari berbagai hambatan dan kendala termasuk penyakit akibat cacing parasit berupa Nematoda, Trematoda dan Cestoda. Penyakit ternak akibat parasit cacing dapat merugikan secara ekonomis, karena dapat menurunkan hasil dari ternak tersebut. Hasil pengamatan pada 96 sampel feses sapi, didapatkan telur cacing yang berasal dari dua kelompok cacing parasit kelas Nematoda dan kelas Trematoda (Erwin et al., 2010). Dharmawan et al., (2009) juga menemukan telur Taenia saginata pada jenis Sapi Bali di organ hati dan diagfragma. Penelitian Purwanta et al., (2006) yang dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Makassar menunjukkan angka infeksi cacing hati yang cukup tinggi. Infeksi terjadi pada 41 ekor sapi (53,95%) dari 76 ekor sampel feses yang diperiksa. Berdasarkan hasil-hasil kajian yang telah ada, menunjukkan banyak sapi-sapi di RPH telah terinfeksi cacing parasit. Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian tentang cacing parasit pada sapi melalui pemeriksaan feses sapi yang berada di RPH Kota Pontianak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan intensitas infeksi telur cacing parasit di RPH Kota Pontianak Kalimantan Barat. BAHAN DAN METODE Sampel diambil dari RPH Kota Pontianak, bulan Pebruari dan Juli 2012. Sampel feses 80 ekor sapi segar diambil dari 431 ekor sapi yang dipotong di RPH tersebut per bulan. Identifikasi dan perhitungan dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura. Pemeriksaan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kuantitatif dengan dua 102

metode yaitu flotasi dan sedimentasi. Metode flotasi digunakan untuk jenis telur cacing parasit yang dapat mengapung dengan mengunakan larutan gula garam jenuh. Sampel feses sapi ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan dalam tabung. Kemudian tabung tersebut diisi 5 ml larutan gula garam jenuh, dihomogenkan dan diisi kembali dengan larutan gula garam jenuh hingga cembung, didiamkan selama 45 menit. Selanjutnya pada mulut tabung ditutup dengan kaca penutup, kaca penutup diangkat lalu diletakkan di atas objek gelas dan diamati di bawah mikroskop (Shaikenov et, al, 2004). Metode sedimentasi digunakan untuk jenis telur cacing parasit yang mengendap bersama feses. Sampel feses sapi diambil sebanyak 3 gram dimasukkan dalam tabung reaksi diisi akuades 30 ml diaduk sampai homogen. Filtrat disaring sebanyak dua kali menggunakan kain kasa dan kapas ke dalam tabung sentrifus. Filtrat disentrifus selama tiga menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian supernatan yang terbentuk dibuang perlahan sehingga menyisakan endapan. Endapan diberi metilen blue dan diteteskan pada objek gelas dan ditutup dengan cover gelas lalu endapan diamati di bawah mikroskop (Murray, 1996). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil pengamatan terhadap sampel feses sapi di RPH Kota Pontianak menunjukkan bahwa seluruh sampel (n = 80) telah terinfeksi telur cacing parasit. Sampel feses sapi tersebut adalah 7 jenis telur cacing parasit dengan spesies yaitu: Paramphistomum sp. dan Fasciola hepatica dari kelas Trematoda, Strongyloid sp., Trichuris trichiura, dan Ascaris sp. (infertil, fertil dan berembrio) dari kelas Nematoda, Taenia saginata dan Moniezia sp. dari kelas Cestoda (Tabel 1). Tabel 1. Spesies Telur Parasit Jenis-Jenis Telur Cacing Parasit yang Ditemukan pada Feses Sapi dengan Metode Sedimen (Pengendapan) dan Flotasi (Pengapungan) Jumlah Telur (butir) Gambar Telur Spesies Telur Parasit Jumlah Telur (butir) Gambar Telur Paramphistomum sp. 68 Ascaris fertil 84 Fasciola hepatica 25 Ascaris berembrio 7 Taenia saginata 333 Trichuris trichiura 7 Strongyloid sp. 373 Moniezia sp. 30 Ascaris infertil 2569 Keterangan : Perbesaran 40x10 103

Prevalensi dan intensitas telur cacing parasit yang ditemukan pada 80 sampel feses berbeda. Prevalensi tertinggi ditemukan pada Ascaris infertil (100%) dan terendah pada Taenia saginata (3,37%). Intensitas serangan tertinggi pada T. saginata (111 butir/ ind) dan terendah pada F. hepatica (1,31 butir/ ind) (Tabel 2). Prevalensi tertinggi infeksi telur cacing parasit berasal dari kelas Nematoda dengan persentase 100%, diikuti cacing parasit Trematoda 36,5% dan cacing parasit Cestoda 15% (Gambar 1). Ternak sapi dapat terinfeksi cacing secara tunggal (terdiri dari satu jenis cacing) maupun campuran (terdiri atas dua atau lebih cacing). Pemeriksaan sampel feses sapi di RPH Kota Pontianak terdapat infeksi tunggal dan campuran (Tabel 2). Tingkat infeksi ditemukan dibedakan menurut infeksi tunggal dan campuran. Infeksi cacing parasit tertinggi adalah infeksi tunggal Nematoda diikuti infeksi campuran Trematoda dan Cestoda (Tabel 3). Prevalensi (%) 120 100 80 60 40 20 0 Trematoda Nematoda Cestoda Jenis Cacing Parasit Gambar 1. Prevalensi Telur Cacing Parasit pada Tiga Kelas Cacing Paras ( Trematoda Nematoda Cestoda ) Tabel 2. Prevalensi (%) dan Intensitas Telur Cacing Parasit yang Ditemukan Pada Sampel Feses Sapi Jenis Telur Paramphistomum sp. Ʃ Sampel Sapi (n) Ʃ Sapi terinfeksi Prevalensi (%) N Intensitas (butir/ind) 15 18.75 68 4.53 Fasciola hepatica 19 23.75 25 1.31 Taenia saginata 3 3.75 333 111 Strongyloid sp. 31 38.75 373 12.03 Ascaris Infertil n = 80 80 100** 2569 32.11 Ascaris Fertil 13 16.25 84 6.46 Ascaris Berembrio 5 6.25 7 1.4 Trichuris trichiura 5 6.25 7 1.4 Moniezia sp. 9 11.25 30 3.33 Keterangan: ** = prevalensi infeksi tertinggi, = intensitas infeksi tertinggi, n = jumlah telur cacing parasit Tabel 3. Prevalensi Infeksi Telur Cacing Parasit Tunggal dan Campuran Jenis Parasit Ʃ Sampel sapi (n) Ʃ Sampel Terinfeksi Prevalensi (%) Trematoda + Cestoda 0 0 Trematoda+ Nematoda 23 28.75 Cestoda+ Nematoda 6 7.5 Trematoda + Cestoda + Nematoda n = 80 6 7.5 Nematoda 45 56.25** Trematoda 0 0 Cestoda 0 0 Ascaris infertil 19 23.75 Keterangan: ** = Prevalensi infeksi tertinggi 104

Pembahasan Prevalensi infeksi Ascaris sp. lebih tinggi dibandingkan infeksi cacing lain. Ascaris merupakan jenis cacing Nematoda parasit yang mempunyai siklus hidup langsung atau tanpa inang perantara. Prevalensi tertinggi dari infeksi telur cacing parasit adalah Ascaris infertil yang terdapat pada semua sampel dengan jumlah pada tiap sampel yang diperiksa hampir merata (Tabel 2). Menurut Wakelin (1996), serangan Ascaris merupakan serangan alami yang apabila ditemukan dalam jumlah kecil merupakan organisme normal yang berada di tubuh inang. Menurut Herdayani (2011), infeksi telur pada sapi potong berkisar antara 0-240 butir per gram feses termasuk dalam derajat infeksi ringan. Kisaran infeksi rendah atau ringan umumnya tidak mengganggu kesehatan dan sudah mempengaruhi produktifitas hewan ternak. Hasil pemeriksaan pada RPH Samarinda juga menunjukkan 44, 44% dari 90 sampel sapi telah terinfeksi Trematoda dengan jenis sapi yang terinfeksi hanya Sapi Madura sebanyak 33, 33% (Jusmaldi et al., 2009). Infeksi cacing yang terjadi juga disebabkan oleh Cestoda selain Nematoda dan Trematoda. Infeksi oleh Cestoda bersifat zoonosis (dapat menyerang manusia). Cestoda memerlukan dua inang perantara. Cacing Cestoda akan berkembang biak sebelum menginfeksi di usus hewan karnivora, kemudian membentuk larva Metacestoda dalam organ internal sapi dan masuk ke tubuh manusia (memakan daging sapi) (Tarmudji, 2006). Prevalensi terendah yang ditemukan berasal dari telur cacing T. saginata. Walaupun prevalensi rendah, jumlah cacing parasit yang menginfeksi cukup banyak yaitu 333 butir/ ekor sapi (Tabel 2). T. saginata merupakan Cestoda yang siklus hidupnya membutuhkan lebih dari satu inang (dua) dan telur diproduksi dalam jumlah banyak. Sapi sebagai inang definitip terinfeksi T. saginata saat memakan makanan yang terkontamiasi larva pada usia 10-12 minggu. Cacing dewasa berbentuk scolex dan menyerang usus, diikuti cacing muda dan proglotid. Intensitas menunjukkan jumlah rata-rata parasit yang ditemukan dari jumlah sapi yang terinfeksi parasit tersebut. Intensitas infeksi tertinggi terjadi pada telur T. saginata yang ditemukan pada tiga sampel yang diperiksa (Tabel 2). T. saginata pada sampel ditemukan dalam bentuk proglotid. Setiap proglotid berisi organ perkembangbiakan jantan dan betina, organ tersebut merupakan satu unit yang akan menjadi individu baru (Levine, 1994). Hasil penelitian Scandrett (2007) menunjukkan bahwa sapi uji yang diinokulasi sebanyak 5000 butir telur Taenia, menunjukkan gejala infeksi pada 31 sekat jaringan selama periode inkubasi 47 hari dari 376 masa pengujian. Intensitas terendah terjadi pada jenis telur F. hepatica (Tabel 2). F. hepatica merupakan cacing Trematoda yang mengalami siklus hidup yang cukup panjang. Fasciola dapat menginfeksi inang melalui makanan, berupa rumput yang mengandung telur parasit yang terbawa Lymnae sp. Infeksi dapat pula terjadi akibat sapi yang meminum air yang bersumber dari aliran air yang mengandung telur yang terbawa oleh siput tersebut. Setelah serkaria menemukan inang, serkaria tersebut bergerak menuju usus halus kemudian menjadi mirasidium yang akan berkembang dan menuju hati inang (Munnig dan Phill, 1950). Hasil penelitian Erwin et al., (2010) pada kerbau dan sapi yang terdapat di RPH Kota Palembang menunjukkan intensitas infeksi yang cukup tinggi berasal dari kelas Trematoda yaitu Paramphistomum sp. 25-450 butir/ind. Sistem pemeliharaan sapi dapat dilakukan secara intensif dan ekstensif. Pemeliharaan secara ekstensif menyebabkan sapi dapat terinfeksi larva cacing hati di padang gembala sehingga menyebabkan tingginya infeksi. Sapi yang masuk ke RPH Kota Pontianak dipelihara secara intensif (pemeliharaan sistem kandang). Pemeliharaan secara intensif dapat mengurangi resiko infeksi karena pakan ternak diberikan di dalam kandang. Tingginya prevalensi infeksi tunggal cacing parasit Nematoda disebabkan serangan Nematoda umum terjadi pada hewan ternak (Tabel 3). Infeksi yang terjadi pada hewan ternak tersebut diakibatkan oleh lemahnya ketahanan tubuh hewan dalam melawan serangan cacing parasit (Soulsby, 1982). Menurut Levine (1994), infeksi campuran atau tunggal sering terjadi pada sapi, sehingga sulit untuk mengetahui pengaruh khusus yang ditimbulkan. Infeksi yang terjadi biasanya dilakukan oleh bermacam-macam jenis cacing yang terjadi baik pada abomasum, usus dan organ lain, sehingga pengaruhnya berupa kombinasi atau campuran dari parasit yang ada. Sapi-sapi yang diamati pada penelitian tidak menunjukan adanya kelainan klinis seperti halnya sapi yang terinfeksi cacing parasit. Kondisi fisik antara sapi terinfeksi dan tidak terinfeksi di RPH Kota Pontianak sukar untuk dibedakan. Sapi yang tidak sehat akan terlihat jelas pada feses sapi yang diperiksa. 105

DAFTAR PUSTAKA Center for Food Security and Public Health. OIE. Institutte for International Cooperation in Animals Biologic. 2005. Taenia Infections. Lowa Stat University Collage of Veterinary Medicine. Dharmawan, Nyoman S, Damriyasa I Made, Kapti I Nengah, Sutisna Putu, Okamato Monehiro dan Ito Akira,. 2009. Experimental Infection of Taenia saginata Eggs in Bali Cattle: Ditribution and Density of Cystercercus bovis. Jurnal Veteriner. Vol 10.no 04. Erwin N, Kamal M, dan Rusdiana A., 2010. Identitas Jenis Telur Cacing Parasit Usus Pada Ternak Sapi (Bos sp.) dan Kerbau (Busbalus sp.) di Rumah Potong Hewan Palembang. Jurnal Penelitian. Universitas Sriwijaya. Sumatra Utara. Hal 06-11. Herdayani, F. Ratna. 2011. Prevalensi Helminthiasis Saluran Pencernaan pada Sapi Potong di Dukuh Jengglong Kecamatan Wangir Kabupaten Malang. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jusmaldi dan Saputra, Y. 2009. Prevalensi Infeksi Cacing Hati (Fasciola hepatica) pada Sapi Potong di Rumah Potong Hewan Samarinda. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Mulawarman. Bioprospek. Vol. 6 No. 2. Levine, G. 1994. Veterinary Parasitology. Edisi ke-3. Colege of Veterinery Medicine. University of Illinois, Urbana. Illonois. Munnig, H.O. and Phil. 1950. Veterinary Helminthology and Enthomology. 3th Edition. Battimore The Wiliams and Walkins Company. Britain. Purwanta, Ismaya, N.R.P., dan Burhan,. 2006. Penyakit Cacing hati (Fascioliasis) pada Sapi Bali di Perusahaan Daerah Rumah Potong hewan (RPH) Kota Makassar. ISSN. 1858.4330. Vol.2, No.2. Jurnal Agrisistem. Shaikenov, B. T., 2004. Short Report the Use of Polymerase Chain Reaction to Detect Echinococcus granulosus (G1 strain) Eggs in Soil Samples. AM. J. Tropic. Suolsby, E. J. L. 1982. Helmints Protozoa and Arthopoda of Domesticated Animal. Edisi ke-4. Bailliere Tinolali, London. Tarmudji. 2006. Eknokokosis/ Hidatidosis Suatu Zoonosis Parasit Cestoda Penting terhadap Kesehatan Masyarakat. Balai Besar Veteriner. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Bogor. Wakelin. 1996. How Parasitic Infection are Controlled. 2nd Edition. Cambridge University Press. Syndicate Of The University Of Cambridge. 106