BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Johan Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Kindersley (2010), sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Genus : Bos Spesies : Bos sp. 2.2 Budidaya Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut juga sebagai sapi pedaging. Ciri-ciri sapi pedaging biasanya memiliki tubuh besar, dengan kualitas daging maksimum, laju pertumbuhan cepat, dan efisiensi pakan yang tinggi (Santosa, 1995). Abidin (2006) menambahkan, sapi potong adalah jenis sapi khusus yang dipelihara untuk digemukkan. Teknik budidayaya sapi bertujuan untuk mendapatkan ternak yang bermutu tinggi, mempunyai daya adaptasi yang baik, dan tahan terhadap penyakit tertentu, melalui seleksi, pemilihan bibit dan perkawinan. Manajemen yang dilakukan meliputi cara pemeliharaan ternak, misalnya bagaimana membersihkan kandang, pengaturan perkandangan, melakukan rekording, peremajaan, penjagaan kesehatan, dan pemberian
2 pakan yang berkualitas dengan jumlah pemberian sesuai kebutuhan ternak. Manajemen tersebut merupakan salah satu aspek yang penting dalam menunjang keberhasilan usaha peternakan (Haryanti, 2009). Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif adalah semua aktivitas dilakukan di padang penggembalaan. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah sapisapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Kebutuhan pakan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi ternak, karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Pakan yang baik adalah pakan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai, seperti energi, protein, lemak, mineral dan juga vitamin. Semuanya dibutuhkan dalam jumlah yang tepat serta seimbang, sehingga bisa menghasilkan produk daging berkualitas dan berkuantitas tinggi (Sugeng, 1998). Menurut Munadi (2011), salah satu hambatan dalam pengembangan peternakan adalah persoalan penyakit. Penyakit merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan ternak, serta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. 2.3 Penyakit Pada Sapi Arifin dan Soedarmono (1982) mengatakan, bahwa salah satu penyakit ternak yang cukup merugikan adalah penyakit parasit cacing, penyakit ini berbeda dengan penyakit ternak yang disebabkan oleh virus dan bakteri, karena kerugian ekonomis yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat diketahui dengan mudah melalui kematian ternak. Pada penyakit parasit cacing kerugian utamanya adalah gangguan pertumbuhan, turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit, dan gangguan metabolisme.
3 Pada umumnya masyarakat peternak tidak memperhatikan masalah penyakit cacing, karena penyakit tersebut jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung (Hasan, 1970). Kasus kecacingan pada ternak sapi hampir menyerang seluruh ternak sapi di belahan dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan survei di beberapa pasar hewan di Indonesia menunjukkan bahwa 90% ternak sapi dan kerbau terinfeksi parasit cacing diantaranya cacing hati (Fasciola spp.), cacing gelang (Neoascaris vitulorum), dan cacing lambung (Haemonchus contortus) (Erwin et al, 2010). 2.4 Jenis Cacing Parasit Pada Sapi a). Cacing Hati (Fasciola spp.) Cacing hati (Fasciola spp.) merupakan cacing daun yang besar dan lebar, bertubuh pipih. Penghisapnya berdekatan satu sama lain, telurnya berkulit tipis dan mempunyai operculum (Levine, 1990). Selanjutnya Martindah et al., (2005) dalam Dewi et al., (2011) menjelaskan bahwa, Fasciola yang menyerang ternak pada umumnya adalah Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. F. hepatica biasanya ditemukan di daerah empat musim atau subtropis, seperti Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Australia, dan New Zealand, sedangkan F. gigantica umumnya ditemukan di negara tropis dan subtropis, seperti India, Indonesia, jepang, Filipina, Malaysia, dan Kemboja. Di Indonesia F. gigantica lebih sering ditemukan pada sapi dan kerbau daripada domba atau kambing dengan sebaran yang luas terutama di lahan-lahan basah. Menurut Levin (1990), hospes dari Fasciola spp. adalah siput dari genus Lymnaea dan metaserkaria (larva infektif cacing hati) yang terdapat pada tumbuhtumbuhan. Dewi et al., (2011) menambahkan, ternak terinfeksi cacing Fasciola spp. karena memakan hijaun yang mengandung metaserkaria. Sekitar 16 minggu kemudian cacing tumbuh menjadi dewasa dan tinggal di saluran empedu. Cacing dewasa memproduksi telur yang keluar bersama feses. Pada kondisi yang cocok telur cacing menetas dan mengeluarkan mirasidium.
4 b). Cacing Pita (Taenia saginata ) Ciri dari cacing pita (T. saginata) memiliki ukuran sangat besar, panjang, terdiri dari kepala (skoleks), leher, dan stobila yang tersusun dari proglotid. Telur berbentuk bulat, berukuran x mikron, memiliki dinding tebal bergaris radier, dan berisi embrio heksakan, sedangkan skoleks berukuran 1-2 milimeter dan memiliki empat batil isap. Pada cacing dewasa panjang badan dapat mencapai 4-12 cm, jumlah proglotid antara buah, terdiri atas proglotid immature-mature dan gravid (Ongowaluyo, 2001). Menurut Kusumamiharja (1995), cacing pita ini melekat pada rumput bersama dengan feses, kemudian ternak sapi memakan rumput yang telah terkontaminasi oleh cacing pita tersebut, telur yang tertelan, dicerna dan embrio heksakan menetas. Embrio heksakan di saluran pencernaan ternak menembus dinding usus, masuk kesaluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah, serta masuk ke jaringan ikat sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing pita, peristiwa ini terjadi setelah minggu. c). Cacing Lambung (Haemonchus contortus) Cacing ini merupakan genus nematoda yang paling penting pada domba dan sapi. cacing jantan mempunyai panjang mm dan berdiameter 400 mikron, sedangkan betina memiliki panjang mm dengan diameter 500 mikron dengan telur berukuran x mikron. Haemonchus contortus merupakan cacing lambung yang besar yang biasanya disebut cacing barberpole, cacing lambung berpilin, atau cacing kawat pada ruminansia. Cacing ini terdapat pada abomasum domba, kambing, sapi, dan ruminansia lain (Levine, 1990). Menurut Reinecke (1983) Selain ketiga jenis parasit diatas jenis parasit lain yang sering menginfeksi sapi adalah Paramphistomum spp. pada rumen, reticulum, abomasum, Trichostrongylus axei, di abomasums, Bunostomum phlebotomum, Cooperia spp, Strongyloides papillol, Toxocara vitolorum, Trichostrongylus
5 colubriformis, di usus kecil, Trichuris spp. pada Caecum, Oesophagostomum radiatum di colon, Setaria labiato papillosa di ruang Abdomen. 2.5 Penularan atau Penyebaran Penyakit Pengetahuan penularan atau penyebaran penyakit akan membantu mengatasi kejadian penyakit secara menyeluruh. Tidak hanya mengobati penyakit secara individual pada ternak, namun juga dapat memutus siklus agen penyakit atau memutus jalur penularan serta melakukan pencegahan-pencegahan agar penyakit tidak semakin meluas (Hayes, 1987). Menurut Raphaela (2006), penyakit pada ternak secara umum terdiri dari penyakit infeksius dan penyakit non infeksius. Penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh agen-agen infeksi. Agen-agen infeksi penyebab penyakit antara lain virus, bakteri, mikal, parasit, sedangkan penyakit non infeksius adalah penyakit yang disebabkan selain agen infeksi misalnya akibat defisiensi nutrisi, defisiensi vitamin, defisiensi mineral, keracunan, pakan. Lokasi lesi akibat penyakit non infeksius ini bisa bersifat lokal ataupun sistemik. Penyebab terjadinya penularan infeksi parasit cacing pada sapi sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kebersihan kandang, areal pengembalaan, tempat mencari makan, dan pemahaman peternak dalam pemeliharaan kesehatan ternaknya (Onggowaluyo, 2001). Suweta (1985) menambahkan, perkembangan telur endoparasit diluar tubuh ternak sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan seperti adanya genangan air, kehadiran siput sebagai inang, perantara di sekitar kandang, dan juga faktor lainnya seperti cuaca. Harmida (2011) menambahkan, pemeliharaan sapi dengan sistem gembala juga merupakan peluang besar bagi cacing untuk berkembang biak. Menurut Sudardjat (1991), pengaruh lingkungan di daerah tropis memungkinkan perkembangan parasit cacing, karena berbagai faktor yang mendukungnya kehidupan parasit diantaranya adalah kehangatan dan kelembaban tubuh hospes, serta nutrisi
6 makanan di dalam tubuh hospes yang mempengaruhi pertumbuhan parasit. Menurut Santosa (2003), faktor lingkungan yang kotor menjadi sumber berbagai penyakit sehingga kondisi hewan menurun. Pada keadaan ini parasit yang semula tidak berbahaya pada hewan menjadi berbahaya karena faktor kondisi tersebut. 2.6 Pengendalian atau Pencegahan Efektifitas pengendalian suatu penyakit sangat tergantung pada ketepatan dan kesempurnaan pelaksanaan tindakannya, dalam hal ini yang meliputi kesempurnaan tindakan adalah pemberantasan parasit di dalam tubuh hospes melalui pengobatan, pemberantasan siput hospes secara fisik, kimia, dan biologi, dan kesempurnaan tindakan penyelamatan ternak dari kemungkinan adanya infeksi cacing parasit (Suweta, 1985). Apabila tindakan pengobatan akan dilaksanakan, sebaiknya dikaitkan dengan saat terdapatnya penyebaran telur, metasekaria, dan siput secara meluas. Dalam hal ini perlu dilaksanakan pengobatan sebanyak tiga kali setahun yaitu: a. Pada permulaan musim hujan untuk membasmi cacing yang diperoleh ternak selama musim kemarau. b. Pada pertengahan musim hujan untuk membasmi cacing yang diperoleh selama musim hujan, dan untuk mengurangi infeksi siput oleh mirasidia. c. Pada akhir musim hujan untuk membasmi cacing yang diperoleh selama musim hujan, dan mengurangi pencemaran lapangan oleh telur cacing dimusim kemarau (Boray, 1966). Pemberantasan siput hospes intermedier dapat dilaksanakan dengan cara: a. Fisik, dengan mengeringkan lahan berair, yang pengairannya tidak diperlukan lagi. b. Kimia dengan mollusida. Penggunaan mollusida harus berhati-hati karena dapat merusak lingkungan hidup lainnya. Dalam hal ini dianjurkan penggunaan dalam pengenceran 1 : atau sebanyak-banyaknya kg/ha c. Biologis, dengan melepaskan itik untuk memakan siput hospes intermadier (Kendall, 1960).
7 Dalam usaha pencegahan untuk menyelamatkan ternak dari kemungkinan infeksi endoparasit secara operasional pada tingkat peternak antara lain: a. Perlu dihindari pengembalaan ditempat-tempat yang tergenang air atau pernah tergenang air dalam waktu yang cukup lama. b. Tidak menyabit rumput yang pernah tergenang air. Dalam keadaan terpaksa boleh menyabit rerumputan yang berada jauh diatas permukaan air. c. Mengeringkan tempat-tempat pergenang air yang tidak perlukan (Suweta, 1985).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),
Lebih terperinciGambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah
Lebih terperinciEtiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.
1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing
Lebih terperinciTaenia saginata dan Taenia solium
Taenia saginata dan Taenia solium Mata kuliah Parasitologi Disusun Oleh : Fakhri Muhammad Fathul Fitriyah Ina Isna Saumi Larasati Wijayanti Sri Wahyuni Kelompok 6 DIV KESEHATAN LINGKUNGAN TAKSONOMI Taenia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut.
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut. Rambut pada sapi berbeda-beda, pada sapi yang hidup di daerah panas memiliki rambut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI
Lebih terperinciPENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi
PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU
2 kejadian kecacingan pada kerbau. Namun, yang tidak kalah penting adalah informasi yang didapat dan pencegahan yang dilakukan, akan meningkatkan produktivitas ternak serta kesejahteraan peternak khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum Platyhelminthes. Cacing dewasa menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup dijaringan vertebrata
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia
Lebih terperinciCARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA
CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi
Lebih terperinciPrevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung
Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuda (Equus caballus) Kuda sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber daging, alat transportasi dan kemudian berkembang menjadi hewan yang digunakan sebagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa ( Hystrix javanica
14 TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Klasifikasi Landak Jawa menurut Duff dan Lawson (2004) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan
Lebih terperinciDisebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:
Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam
9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik
Lebih terperinciBAB 2 TI JAUA PUSTAKA
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Saanen Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial dan perlu dikembangkan sebagai penyedia protein hewani yang dapat menghasilkan susu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ternak Kambing Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit
Lebih terperincidan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali 2.1.1 Asal-usul dan Penyebaran Sapi Bali Sapi bali ( Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar ( Bibos banteng) (Batan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia selatan dan paling endemik di India, Indonesia, Malaysia, Thailand, Srilanka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di Indonesia, merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging
Lebih terperinciPada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang
TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai
Lebih terperinciBAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)
BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi Filum Class Ordo Famili Genus Subgenus : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Bos : Bibos sondaicus
Lebih terperinciGambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila dibedakan dengan sapi lainnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang
Lebih terperinciPENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id
PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil
Lebih terperinciBAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN
BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah berhasil dalam swasembada daging ayam dan telur, namun data statistika peternakan mengungkapkan bahwa Indonesia belum dapat memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. pengendalian berbasis pada penggunaan obat antelmintik sering gagal untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan ternak ruminansia kecil membutuhkan pengendalian nematoda gastrointestinal secara efektif. Kegagalan pengendalian akan mengakibatkan penyakit, gangguan pertumbuhan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik fisik wilayah tropis seperti Indonesia merupakan surga bagi kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan masyarakatnya
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking
TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Potong Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari
Lebih terperinciPrevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung
Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung Muhsoni Fadli 1, Ida Bagus Made Oka 2, Nyoman Adi Suratma 2 1 Mahasiswa Pendidikan Profesi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Itik Itik ( Anas sp.) merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara dan merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik. mengambil telur itik liar dan dieramkan dengan ayam sehingga itik yang menetas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Itik Itik lokal (Anas domesticus) yang sering dipelihara oleh masyarakat saat ini awalnya adalah itik liar yang telah mengalami proses domestikasi, dengan menangkap itik liar dan
Lebih terperinciKLASIFIKASI PENGGEMUKAN KOMODITAS TERNAK SAPI Oleh, Suhardi, S.Pt.,MP
KLASIFIKASI PENGGEMUKAN KOMODITAS TERNAK SAPI Oleh, Suhardi, S.Pt.,MP INTENSIF SEMI INENSIF EKSTENSIF SAPI Karbohidrat yg mudah larut Hemiselulosa Selulosa Pati Volatile Vatti Acids Karbohidrat By pass
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum :
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Brahman Cross Menurut Blakely dan Bade (1994), bahwa bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum : Vertebrata; Class :
Lebih terperinciPrevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat
Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Novese Tantri 1, Tri Rima Setyawati 1, Siti Khotimah 1 1 Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kambing Menurut Susanto dan Sitanggang (2015), kambing diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Class Family Upfamili Genus Spesies
Lebih terperinciMAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI
MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...
Lebih terperinciLaporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM
Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA Oleh FIKRI AFRIZAL NIM 1102101010049 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2013 FASCIOLA GIGANTICA a. Morfologi
Lebih terperinciCiri-ciri umum cestoda usus
Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga
Lebih terperinciPENGKAJIAN SISTEM BUDIDAYA SAPI POTONG PADA EKOREGIONAL PADANG PENGEMBALAAN PENDAHULUAN
PENGKAJIAN SISTEM BUDIDAYA SAPI POTONG PADA EKOREGIONAL PADANG PENGEMBALAAN Oleh : N.Yunizar, H.Basri, Y.Zakaria, Syamsurizal, S.Anwar, Mukhlisuddin, Elviwirda, Darmawan, Lukman, T.M.Yunus, A.Hasan PENDAHULUAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing Perah
TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing merupakan hewan yang sangat penting dalam pertanian subsisten karena kemampuanya yang unik untuk mengadaptasikan dan mempertahankan dirinya dalam lingkungan-lingkungan
Lebih terperinciTANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA
TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA TANAMAN Leguminosa Styloshanthes guianensis (Stylo) merupakan salahsatu tanaman pakan yang telah beradaptasi baik dan tersebar di
Lebih terperinciTERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU
TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU TIK : Setelah mengikuti kuliah II ini mahasiswa dapat menjelaskan peranan ternak perah dalam kehidupan manusia Sub pokok bahasan : 1. Peranan susu dan produk susu dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Padang Penggembalaan
TINJAUAN PUSTAKA Padang Penggembalaan Masalah utama pengelolaan dan pemanfaatan padang penggembalaan adalah produktifitas yang rendah, berkembangnya gulma, kesuburan tanah rendah, kandungan pospor, kalium,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam kehidupan masyarakat, sebab dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Pembangunan peternakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai
Lebih terperincipengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur
pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Zoologi Sapi Penggolongan sapi kedalam suatu bangsa (Breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air
II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m
Lebih terperinci1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :
BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,
Lebih terperinciKERAGAAN INFEKSI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI BALI MODEL KANDANG SIMANTRI
KERAGAAN INFEKSI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI BALI MODEL KANDANG SIMANTRI I Nyoman Sugama dan I Nyoman Suyasa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Dari aspek manajemen, salah satu faktor
Lebih terperinciBeberapa penyakit yang sering menyerang ternak kambing dan dapat diobati secara tradisional diantaranya adalah sebagai berikut:
PENDAHULUAN Alternatif pengobatan tradisional pada ternak merupakan suatu solusi yang tentunya sangat bermanfaat bagi peternak kecil.disamping mudah didapatkan disekitar kita serta biayanya relatif murah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba lebih menyukai rumput dibandingkan
Lebih terperinciGambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)
16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciPENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI
2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan
Lebih terperinciJENIS CACING PADA FESES SAPI DI TPA JATIBARANG DAN KTT SIDOMULYO DESA NONGKOSAWIT SEMARANG
JENIS CACING PADA FESES SAPI DI TPA JATIBARANG DAN KTT SIDOMULYO DESA NONGKOSAWIT SEMARANG skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi oleh Muhammad Rofiq Nezar
Lebih terperinciPada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak
Lebih terperinci