1 BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia meskipun vaksin dan pengobatan dengan antivirus telah tersedia (Seeger et al., 2000). Saat ini kurang lebih 2 miliar individu telah terinfeksi VHB, 360 juta diantaranya terinfeksi secara kronis. Sebanyak 600.000 orang meninggal karena dampak lanjutan/sequelae dari infeksi kronis oleh virus ini, seperti sirosis hati dan karsinoma hepatoselular (KHS). Negara-negara di Asia Timur, Asia Tenggara, dan daerah sub-sahara di Afrika menduduki posisi tertinggi dalam hal prevalensi infeksi VHB, sebanyak 5-10% populasi dewasa terinfeksi secara kronis di daerahdaerah tersebut. Indonesia digolongkan ke dalam negara endemik tingkat sedang sampai tinggi dalam hal infeksi VHB dengan carrier rate sebesar 5-20% dari populasi umum. Sebagian besar dari penderita yang terinfeksi kronis telah berkembang menjadi penyakit hati tahap lanjut, seperti sirosis hati dan KHS (WHO, 2009). Hal ini antara lain disebabkan oleh infeksi yang masih
2 tetap berlangsung dalam tubuh meskipun tanpa menunjukkan gejala yang khas pada individu yang terinfeksi VHB, dan pengobatan ataupun pengelolaan yang kurang adekuat terhadap infeksi tersebut (Franco et al., 2012). Pasien dengan infeksi kronis maupun penyakit hati tahap lanjut akan menjalani pengobatan dan pemantauan secara teratur. Pada beberapa pasien, ditemukan bahwa perburukan penyakit tetap dijumpai meskipun status serologi pasien sudah membaik. Pada umumnya, perbaikan status serologis akan disertai dengan perbaikan penyakit secara klinis. Mengacu pada fakta yang ditemukan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa terjadi anomali pada sekitar 10% pasien yang mungkin berkaitan dengan mutasi pada agen infeksi (Peng et al., 2005). Secara teori, mutasi pada gena dapat menyebabkan perubahan ekspresi antigen dan DNA virus. Perubahan yang terjadi dapat berupa amplifikasi ekspresi DNA, penurunan kadar antigen-antigen virus, perubahan sifat patogen dari virus, perubahan kemampuan replikasi, dan lain-lain. Merujuk pada kemungkinan tersebut, sangat mungkin ditemukan profil serologis pasien yang mengalami perbaikan (serokonversi), tetapi tidak
3 disertai dengan perbaikan klinis, dan pasien justru menunjukkan perburukan penyakit (Kitab et al., 2012). Penelitian terdahulu menjelaskan beberapa kemungkinan terkait mutasi yang terjadi dan implikasinya terhadap kemampuan replikasi virus serta konsentrasi DNA virus dalam serum pasien yang abnormal. Sebagian besar mutasi yang terjadi ditemukan di regio precore dan core promoter. Mutasi baik pada regio precore maupun basal core promoter (BCP) berpengaruh pada sintesis HbeAg (Kao et al., 2003). Mutasi pada gena VHB mengakibatkan virus dapat terus bereplikasi di dalam hepatosit meskipun pasien tersebut telah mengalami serokonversi HbeAg (Lin et al., 2005). Salah satu mutasi yang sering terjadi adalah mutasi ganda A1762T/G1764A di regio BCP (Malik et al., 2012). Pada penelitian yang dilakukan di Taiwan, frekuensi dan kemungkinan ditemukannya mutasi ganda A1762T/G1764A meningkat seiring perburukan penyakit hati yang dialami pasien (Kao et al., 2003). I. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah prevalensi mutasi pada regio basal core promoter (BCP) dan konsentrasi DNA virus pada pasien
4 hepatitis B kronis dan penyakit hati tahap lanjut di RSUP Dr. Sardjito? 2. Adakah hubungan antara mutasi pada regio BCP dengan konsentrasi DNA virus ditinjau dari perburukan penyakit yang dialami oleh pasien? I. C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui prevalensi mutasi regio BCP pada pasien hepatitis B kronis dan penyakit hati tahap lanjut. 2. Mengetahui ada-tidaknya hubungan yang bermakna antara konsentrasi DNA virus dan mutasi regio BCP pada pasien hepatitis B kronis dan penyakit hati tahap lanjut. I. D. KEASLIAN PENELITIAN Topik penelitian sejenis sudah pernah dilakukan di beberapa negara lain, seperti Maroko dan Taiwan. Studi yang dilakukan di Maroko memfokuskan pada mutasi pada regio precore dan core promoter dengan subgenotipe D dan A2 (Kitab et al., 2012), sementara subgenotipe yang sering dijumpai di Indonesia adalah subgenotipe B (Utama et al., 2009 dan Mulyanto et al., 2009). Penelitian yang dilakukan di Taiwan melibatkan virus dengan subgenotipe yang umum dijumpai di Asia, yaitu
5 subgenotipe B dan C, dan menyimpulkan bahwa subgenotipe B dan C keduanya memiliki pengaruh yang sama besar dalam perburukan penyakit hati. Namun, studi tersebut juga menyatakan bahwa perbedaan kondisi geografis suatu daerah dapat memberikan dampak yang bervariasi terkait manifestasi klinis infeksi VHB (Kao et al., 2003). Penelitian ini dapat dibuktikan keasliannya karena belum pernah ada penelitian dengan subjek, metode, waktu, dan tempat yang sama. Namun, induk dari penelitian ini dengan topik mutasi VHB secara umum dan hubungannya dengan progresi penyakit hati tahap lanjut sudah dipublikasikan. Pengambilan data dilakukan secara bersamaan, namun studi-studi lain yang dilakukan bersama-sama dengan penelitian ini mempelajari mutasi VHB dalam berbagai variabel lainnya. I. E. MANFAAT PENELITIAN Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi praktisi kesehatan tentang perbedaan konsentrasi DNA virus dan mutasi basal core promoter pada pasien dengan hepatitis B kronis dan penyakit hati tahap lanjut. Profil mutasi yang diperoleh juga dapat membantu dalam memprediksi perjalanan penyakit hati dan menentukan pilihan terapi
6 yang lebih efisien. Selain itu, dengan mengetahui dampak klinis dari virus mutan, diharapkan praktisi medis masa mendatang dapat mengembangkan vaksin maupun terapi antiviral yang secara spesifik menyerang virusvirus yang bermutasi.