MENGGALI SUMBERDAYA GENETIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) SEBAGAI KANDIDAT UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Biologi Udang Jerbung

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

penangkapan, maka jumlah ketersediaan udang akan semakin menurun pada musim Pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh dapat berupa udang muda atau

TINJAUAN PUSTAKA. Udang putih berdasarkan klasifikasinya termasuk ke dalam Kingdom

SIKLUS REPRODUKSI TAHUNAN IKAN RINGAN, TIGER FISH (Datnioides quadrifasciatus) DI LINGKUNGAN BUDIDAYA AKUARIUM DAN BAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

ASPEK BIOLOGI UDANG JERBUNG (Penaeus Merguiensis DE HANN) DI PERAIRAN PEMANGKAT, KALIMANTAN BARAT

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

PRODUKTIVITAS TELUR DAN DAYA TETAS INDUK UDANG WINDU (Penaeus monodon) ASAL ACEH DAN TAKALAR

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. banyak dikembangkan untuk membantu produksi udang dalam negeri. Bersama jenis

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

STUDI MORFOMETRIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) DARI BEBERAPA POPULASI DI PERAIRAN INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai anggota dari golongan krustasea, semua badan udang dan kepiting terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK UDANG WINDU (Penaeus monodon) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PESISIR ACEH TIMUR

APLIKASI PERBAIKAN MANAJEMEN DALAM PERBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada Maxima)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

OPTIMALISASI REPRODUKSI INDUK UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN POPULASI UDANG WINDU DI PERAIRAN TARAKAN KALIMANTAN UTARA

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

DIFERENSIASI GENETIK POPULASI UDANG JERBUNG

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

FLUKTUASI SUHU AIR HARIAN DAN PENGELOLAANNYA DI PETAK PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

PEMELIHARAAN INDUK IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

INVENTARISASI JENIS UDANG DI PASAR PARIT 1 KUALA TUNGKAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

BAB 2 LANDASAN TEORI

KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA UDANG DI PERAIRAN PEMANGKAT DAN SEKITARNYA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstract PENDAHULUAN

PEMILIHAN dan PEMELIHARAAN INDUK UDANG

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN CACING LUR Nereis sp. (POLYCHAETA, NEREIDAE) YANG DIPELIHARA PADA SUBSTRAT DAN PADAT PENEBARAN BERBEDA 1

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

MENGGALI SUMBERDAYA GENETIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) SEBAGAI KANDIDAT UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA Eni Kusrini Balai Riset Budidaya Ikan Hias Jl. Perikanan No.13, Pancoran Mas, Depok E-mail: ennyperikanan@yahoo.com ABSTRAK merupakan salah satu jenis udang penaeid yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Habitat asli udang jerbung tersebar di seluruh perairan Indonesia mulai dari Aceh sampai Irian dan merupakan udang yang tertangkap dalam kumpulan yang cukup besar. Udang ini bersifat bentik; hidup pada permukaan dasar laut. Semua perairan Indonesia mempunyai potensi untuk pengembangan budidayanya. Pengembangan budidaya udang jerbung membutuhkan stok induk dan benih yang berkualitas baik. Induk dan benih tersebut dapat diperoleh melalui program pemuliaan selain dari seleksi tangkapan dari alam atau laut. Untuk mendukung program pemuliaan tersebut diperlukan informasi mengenai kondisi populasi udang jerbung di alam. KATA KUNCI: udang jerbung, budidaya, perbenihan PENDAHULUAN sebelumnya memiliki nama ilmiah Penaeus merguiensis de Man (Farfante & Kansley, 1997), merupakan udang komersial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Secara lokal udang tersebut banyak disajikan di restoran sea food dengan harga cukup tinggi. Dalam dunia perdagangan udang jerbung mempunyai banyak nama dagang misalnya di Hongkong dinamakan white prawn, di Australia banana prawn atau white shrimp, di Malaysia udang kaki merah, dan di Indonesia dikenal dengan nama udang putih, menjangan, udang perempuan, udang popet, udang kelong, udang peci, udang pate, udang cucuk, pelak, kebo, angin, haku, wangkang, pesayan, besar, manis, kertas, dan udang tajam (Martosubroto, 1977). Udang jerbung sebenarnya terdiri atas 3 kelompok yang secara visual sulit untuk dibedakan, yaitu: F. indicus, F. chinensis, F. orientalis, dan F. merguiensis. Udang laut ini masih belum dibudidayakan padahal permintaan pasar ekspor cukup menjanjikan. Berdasarkan survai di lapangan udang jerbung ukuran ekspor (size 30) harganya dapat mencapai Rp 80.000,- per kg. Sampai saat ini pemenuhan pasar yang demikian tinggi masih dipenuhi dari tangkapan alam dan dampaknya adalah harga sangat fluktuatif sesuai dari hasil tangkapan. Pada musim-musim tertentu, bulan Februari-Mei udang ini sangat jarang ditemukan. Oleh karena itu, sangat mendesak untuk dilakukan budidayanya di samping udang windu maupun udang vaname. Udang jerbung ini layak menjadi kandidat budidaya tambak. SISTEMATIKA DAN BIOLOGI UDANG JERBUNG merupakan udang penaeid yang mempunyai klasifikasi umum sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub kelas : Malacostraca Seri : Eumalacostraca Super ordo : Eucarida Ordo : Decapopada Sub ordo : Natantia Seksi : Penaeidae Famili : Penaeinae Genus : Penaeus, Fabricius 1878 Spesies : Fenneropenaeus merguiensis de Man (1888) Secara umum morfologi udang jerbung (Gambar 1) tidak berbeda dengan udang yang lain. Tanda-tanda khusus yang membedakannya antara lain warna badan yang putih kekuning-kuningan dengan bintik coklat dan hijau. Ujung ekor dan kakinya berwarna merah, antennula bergarisgaris merah tua, dan antena berwarna merah. Gigi rostrum bagian atas 5-8 dan bagian bawah 2-5, ada juga yang mempunyai gigi rostrum atas 6-7 dan bawah 4-5. 49

Media Akuakultur Volume 6 Nomor 1 Tahun 2011 70-80 mm Gambar 1. Karapas halus 3-4 cm Rostrum atas 5-8 gigi, bawah 2-5 Morfologi udang jerbung, Fenneropenaeus merguiensis Pada karapas gastro orbital carinanya tidak ada atau tidak jelas. Periopoda pertama mempunyai duri isshial dan eksopodanya terdapat pada periopoda kelima. Abdomen, somit kelima mempunyai satu cicatrice, dan yang keenam mempunyai tiga cicatrace. Telson pada udang ini tidak berduri. Habitat udang jerbung tersebar di seluruh perairan Indonesia mulai dari Aceh sampai Irian dan umumnya tertangkap dalam kumpulan yang cukup besar. Udang ini bersifat bentik; hidup pada permukaan dasar laut. Udang jerbung mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap semua tipe dasar perairan, namun lebih suka untuk menghuni perairan lempung lumpur dan berpasir. Perairan yang berbentuk teluk dengan aliran sungai besar merupakan daerah yang baik untuk udang jerbung. Udang dewasa banyak ditemukan di perairan selasar (shelf), terutama perairan yang dekat dengan muara sungai, kadang-kadang dapat mencapai 60-80 mil dari pantai pada kedalaman 8-40 m (Naamin, 1975). Dalam daur hidupnya, udang jerbung menempati dua daerah, yaitu laut dan air payau. Pemijahan terjadi di laut sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Maret dan Desember. Induk udang yang matang telur biasanya memijah pada malam hari dan telur diletakkan di dasar laut. Kira-kira 12 jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva pada stadia pertama yang disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius berubah menjadi stadia zoea atau protozoea. Pada stadia ini, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya, dan selanjutnya bentuk zoea berubah menjadi mysis. Dari stadia mysis, larva bermetamorfosis menjadi stadia pasca larva yang bermigrasi ke perairan estuarin. Di perairan ini udang membenamkan diri pada siang hari di dasar yang lembek untuk menghindari gangguan predator sampai menjadi yuwana. Setelah berumur 3-6 bulan di daerah estuarin, yuwana turun kembali ke laut, tumbuh, dan berkembang sampai matang gonad di perairan laut dalam. Di sini udang muda mencapai tingkat kematangan dan bertelur. Beberapa spesies kadang-kadang hanya mencapai umur 12-14 bulan, udang dewasa akan mati setelah kembali ke perairan dalam dan bertelur (Gulland, 1971 dalam Koswara, 1985). Menurut Naamin (1975), udang jerbung yang normal dapat hidup selama 12 bulan dan kadang-kadang dapat mencapai 2 tahun. Alat reproduksi udang jerbung bersifat heteroseksual. Jenis kelamin baru dapat dibedakan setelah tingkat post larva terakhir selesai. Petasma sebagai alat kelamin jantan terletak antara pasangan pertama kaki renang kelima, sedangkan telikum sebagai alat kelamin betina terletak antara pasangan kaki jalan keempat dan kelima. Udang dewasa memperlihatkan perbedaan ukuran yang jelas, karena udang betina lebih besar dari udang jantan pada umur yang sama (Kirkegaard et al., 1970 dalam Koswara, 1985). Menurut Tuma (1967) dalam Naamin (1984), udang jerbung tidak mempunyai pasangan seks tertentu (promiscuous). Perkembangan telur dibagi menjadi lima tingkatan yaitu: dara (quiscent/undeveloped), berkembang (developing), hampir matang (early maturity/nearly ripe), matang (ripe), dan salin (spent). Pada tingkat dara dan berkembang ovari bening (translucent). Warna berubah menjadi kuning pada tingkat hampir matang, berwarna hijau gelap selama tingkat matang, dan hijau keabu-abuan selama tingkat salin. Sedangkan udang yang matang kelamin berada pada tingkat antara nearly ripe dan ripe. Pada tahap ini udang siap untuk bertelur. Pertumbuhan udang jerbung secara umum sama dengan krustase yang lain, yaitu mulai dengan cara ganti kulit. Prosesnya meliputi melepaskan dirinya dari kulit luar (eksoskeleton), air diserap, ukuran udang menjadi bertambah besar, kulit luar yang baru terbentuk, dan air dalam jaringan secara bertahap diganti oleh jaringan yang baru. Nauplius mempunyai panjang sekitar 1 mm, terdapat di atas dasar laut terbuka dengan salinitas 35 ppt selama 36-48 jam, kemudian berubah menjadi protozoea dengan panjang total sekitar 3 mm. Stadium protozoea selama 7 hari bersifat planktonik bergerak menuju permukaan laut dan terbawa arus ke arah pantai. Protozoea berubah menjadi mysis berukuran panjang 4-10 mm dan bersifat planktonik selama 7 hari. Pasca larva adalah perubahan dari mysis dengan panjang 1-2 cm, setelah berumur 1 bulan berubah menjadi yuwana dengan panjang 2-10 cm dan merupakan fase muara sungai selama 3-4 bulan. Udang dewasa merupakan fase lautan dengan panjang 10-24 cm sampai umur 8 bulan (Munro, 1968; Walker, 1974 dalam Naamin, 1984). 50

PENYEBARAN UDANG JERBUNG Udang jerbung merupakan spesies udang asli perairan Indonesia dan Asia Tenggara. Pada saat ini distribusi udang ini di Indonesia cukup luas mulai dari perairan Pulau Sumatera sampai Papua, dan bahkan hampir semua perairan Indonesia mempunyai potensi untuk pengembangan budidayanya. Berdasarkan data statistik nasional daerah produksi dari penangkapan udang jerbung paling besar untuk Pulau Sumatera adalah Bengkulu, Laut Jawa di Cilacap, dan Cirebon, sedang untuk Indonesia timur adalah Selat Lombok, Sulawesi Selatan, dan Arafura. Untuk gambaran umum distribusi secara lengkap disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Distribusi udang jerbung dari Australia dan Asia Tenggara terutama yang ada di Indonesia KANDIDAT UDANG BUDIDAYA Penangkapan udang jerbung secara terus-menerus dalam jumlah besar akan berakibat stok di alam dapat menurun. Oleh karena itu, usaha budidaya udang jerbung hendaknya segera dikembangkan. Tahap awal pengembangan budidaya membutuhkan stok induk dan benih berkualitas yang dapat diperoleh melalui program pemuliaan. Untuk mendukung program tersebut diperlukan informasi mengenai kondisi populasi udang jerbung di alam. Pada tahun 1970 di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan udang jerbung (F. merguiensis) telah mengawali usaha untuk perbenihannya bersama-sama udang windu yang keduanya ditangkap dari laut, dipelihara dalam bak terkontrol. Perkembangan teknologi terus meningkat setelah kendala penyediaan induk matang telur dapat dipecahkan dengan berhasilnya inovasi teknologi pematangan gonad induk udang dengan rangsangan ablasi mata pada tahun 1978 (Cholik et al., 1988). Tetapi perkembangan teknologi perbenihan tersebut hanya difokuskan kepada udang windu, dari tahun ke tahun akhirnya proses pemijahan udang jerbung yang tertangkap bersama-sama udang windu tersebut tenggelam sampai saat ini dan belum pernah ada ceritanya lagi di sentra udang Indonesia Timur tersebut. Beberapa daerah pesisir (Sulawesi Selatan, Cilacap, Bengkulu) para nelayan melakukan pembesaran udang ini di tambak hanya secara tradisional, merupakan sampingan dari udang windu yang dibesarkan bersama-sama udang windu di tambak yang sama. Benur dari hasil tangkapan, bukan dari budidaya (pembenihan). Pada tahun 1997 uji coba pembenihan di Daerah Situbondo oleh pihak swasta pernah dilakukan sampai ukuran tebar, dan dilakukan pembesaran pula di tambak. Namun, para petambak masih berfokus dengan udang windu yang pada saat itu sangat digalakkan pengembangannya sehingga kelanjutan usaha pembenihan udang jerbung terkalahkan. Informasi terkini yang diperoleh dari praktisi pembudidaya udang, pada saat ini usaha pembenihan di hatcheri sedang dilakukan di Daerah Bengkulu dan Papua, tetapi pertumbuhannya masih lambat sehingga belum kelihatan hasilnya. Gambar 3. Performa udang jerbung (F. merguiensis) dari perairan Cilacap, Jawa Tengah 51

Media Akuakultur Volume 6 Nomor 1 Tahun 2011 Menurut Hoang (2001), jika dibudidayakan udang jerbung mempunyai keunggulan-keunggulan antara lain adalah bahwa udang tersebut dapat matang gonad dan memijah dari induk hasil budidaya tambak. Pemeliharaan larva relatif mudah dengan laju pertumbuhan yang cepat, toleran pada kisaran salinitas serta temperatur yang lebar, tingkat variabilitas ukuran rendah, dan kebutuhan pasar stabil. Oleh karena itu, kegiatan pembenihan udang jerbung harus digalakkan sehingga kegiatan budidayanya maju. Haryanti et al. (2005) teknik pembenihan udang jerbung perlu segera direalisasikan mengingat udang tersebut mempunyai kesempatan untuk dibenihkan secara independen tanpa bergantung pada induk alam. Udang jerbung dapat menjadi kandidat program domestikasi atau selektif breeding untuk produksi induk yang memiliki pertumbuhan cepat dan tahan penyakit serta peningkatan biodiversitas spesies budidaya sehingga lebih memantapkan produksi udang secara industrial. UPAYA PENYEDIAAN INDUK GUNA MERINTIS USAHA PERBENIHAN Sumber Induk Penyediaan induk merupakan mata rantai utama yang sangat menentukan kelancaran produksi secara keseluruhan. Calon induk dapat diperoleh dari berbagai sumber perairan di laut. Induk matang gonad yang diperoleh dari laut umumnya mempunyai fekunditas yang sangat tinggi dibandingkan dengan induk yang dibesarkan di tambak. Menurut Cholik et al. (1988), induk matang gonad yang ditangkap dari laut mampu memproduksi telur sebanyak 100.000-1.000.000 butir sedangkan induk yang dibesarkan di tambak hanya menghasilkan telur 100.000-400.000 butir. Dengan demikian banyak nelayan maupun pembudidaya yang mempunyai anggapan bahwa induk yang matang gonad dari laut menghasilkan nauplii yang lebih sehat/kuat dibandingkan induk dari tambak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap udang windu oleh panti-panti benih udang, mereka memilih dan menyukai induk yang matang gonad dari laut. Hal tersebut disebabkan induk yang berasal dari tambak matang gonadnya lebih lambat. Oleh karena itu, untuk usaha perbenihan udang jerbung juga disarankan untuk menggunakan induk-induk yang memenuhi syarat seperti halnya yang dilakukan pada udang windu. Perawatan Induk Calon induk yang terpilih selanjutnya dilakukan aklimatisasi dalam bak-bak penampungan atau perawatan. Aklimatisasi perlu dilakukan karena udang merupakan hewan laut yang mudah sekali mengalami gangguan keseimbangan biologis apabila dipindahkan ke dalam lingkungan yang baru. Proses dilakukan mengacu pada udang-udang penaeid yang lain, baik udang windu, vaname, udang putih yang selama ini telah berhasil budidayanya, yaitu dilakukan secara sederhana dengan menampung induk-induk baru ke dalam bak yang bersih dan diisi air yang berkualitas baik. Setelah aklimatisasi induk dipelihara dalam bak perawatan sampai matang gonad. Penanganan induk yang matang gonad juga mengacu pada udang windu dan vaname mengingat belum ada budidaya intensif untuk udang jerbung ini. Induk udang jerbung yang telah mencapai tingkat kematangan gonad III dipisah ke dalam bak penetasan (Primavera, 1985). Proses selanjutnya dalam budidaya udang jerbung yang perlu diperhatikan adalah teknik pemeliharaan larva, persediaan pakan alami untuk larva, perkembangan larva, dan pembesarannya, serta seleksi calon induk yang unggul untuk persediaan budidaya udang jerbung yang berkelanjutan. Pada Gambar 4 disajikan beberapa contoh induk dan larva udang jerbung. Gambar 4. Keragaan induk dan larva udang jerbung (F. merguiensis) 52

PENYEDIAAN INDUK UDANG JERBUNG Kebutuhan induk yang unggul sangat penting dalam usaha perbenihan. Jumlah kebutuhan induk tentu saja sangat fluktuatif tergantung dari skala produksi. Tidak menutup kemungkinan dari tahun ke tahun semakin meningkat dan semakin kekurangan apabila budidaya udang jerbung ini telah berhasil dan berskala luas. Sebagaimana yang dialami pada budidaya udang windu yang masih sulit mendapatkan induk unggul hasil tambak, dan kadang-kadang masih menjadi masalah kekurangan induk di panti-panti perbenihan, maka sejak dirintis usaha perbenihan udang jerbung sebaiknya mulai memproduksi dan menyeleksi individu yang dapat dijadikan calon induk unggul. Untuk itu, perlu diteliti dan dikembangkan juga teknologi penyediaan induk udang jerbung asal tambak yang kualitasnya setara dengan calon induk yang berasal dari laut. Penelitian yang demikian ini untuk udang jerbung perlu dimulai sejak dini. KESIMPULAN 1. Udang jerbung merupakan salah satu udang penaeid belum dilakukan budidayanya, dan untuk memenuhi permintaan pasar masih mengandalkan tangkapan alam. 2. Usaha perbenihan hendaknya segera dirintis secara serius mengingat udang jerbung tersebut mempunyai habitual dan kondisi biologi yang hampir sama dengan udang windu, sehingga tidak terlalu sulit untuk dilakukan budidayanya di tambak. 3. Udang jerbung di alam masih memungkinkan untuk diperoleh calon-calon induk yang baik dan cukup dalam pemenuhan usaha perbenihan. DAFTAR ACUAN Adi, C.P. 2007. Optimasi Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di Lepas Pantai Cilacap. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB, 47 hlm. Cholik, F., Azwar, Z.I., & Suwirya, K. 1988. Teknologi produksi benih udang windu (Penaeus monodon Fabr.). Prosiding Seminar Nasional Perbenihan Ikan dan Udang. Balitbang Pertanian, hlm. 200-223. Farfante, P.I. & Kensley, B. 1997. Penaeoid and sergestoid shrimps and prawns of the world. Keys and diagnoses for the families and genera. Mémoires du Musée nationale de I Histoiré naturelle, Paris, 175: 1-233. Haryanti, Moria, S.B., Permana, G.N., Wardana, K., & Mozaki, A. 2005. Pembenihan Penaeus semisulcatus/ Penaeus merguiensis serta pemantapan teknik pembenihan Litopenaeus vannamei melalui kontrol biologi. Laporan Proyek Penelitian. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol, 17 hlm. Hoang, T. 2001. The Banana prawn-the right species for shrimp farming. J. World Aquaculture Soc., 32(4): 40-43. Koswara, B. 1985. Stok Udang Jebung (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Cirebon dan Alternatif Pengelolaannya. Tesis. Program Pascasarjana. IPB, 74 pp. Martosubroto, P. 1977. Musim pemijahan dan pertumbuhan udang jerbung, Penaeus merguiensis de Man dan udang dogol, Metapenaeus ensis de Haan di perairan Tanjung Karawang. Prosiding Seminar ke-ii Perikanan Udang, 15-18 Maret 1977, Jakarta, hlm. 7-20. Naamin, N. 1975. Synopsis Biologi Udang Penaeid (Penaeus merguiensis de Man), Penaeus monodon Fabricus. Bahan pendidikan. Jakarta. Departemen Pertanian, Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Naamin, N. 1984. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, 185 hlm. Primavera, J.H. 1975. Sugpo (Penaeus monodon Fabr.). Aquaculture Departement SEAFDEC. Tigbanan Iloilo Philippines, 15 pp. 53