BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi permasalahan utama di sejumlah daerah di Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan kemiskinan nampaknya juga akan menjadi prioritas utama yang dilakukan oleh pemerintah sampai beberapa periode mendatang. Sebagai upaya untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia, pemerintah telah membuat kebijakan melalui berbagai program pengentasan kemiskinan. Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program-program terkait penanggulangan kemiskinan, diantaranya adalah : Bantuan Tunai Langsung (BLT), Beras Untuk Rakyat Miskin (RASKIN), Peningkatan Anggaran Pertanian, Bantuan Untuk Sekolah atau Pendidikan (BOS), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dll. Realitanya program tersebut dianggap kurang efektif, diduga dikarenakan akibat kurang dilibatkannya aspirasi masyarakat dalam penyusunan program, perencanaan program yang tidak berbasis pada kebutuhan masyarakat dan kurang tepatnya penentuan kelompok sasaran. Kurang efektifnya program penanggulangan kemiskinan menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia cenderung melambat laju penurunannya. Pada periode tahun 2009-2014, jumlah maupun persentase penduduk miskin nasional terus menurun tetapi laju penurunan melambat. (Sumber : BPS- 1
2 Susenas). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), prosentase penduduk miskin di Indionesia pada periode 2009-2014 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Statistik menunjukkan sejak tahun 2009 hingga 2014, laju penurunan jumlah penduduk miskin rata-rata hanya sebesar 0,41% pertahun. Padahal pada saat yang sama anggaran untuk berbagai program penanggulangan kemiskinan telah meningkat dari 79,9 triliun pada tahun 2009 hingga menjadi 134,5 triliun pada tahun 2014 (Kemenkeu,2014). Dari data tersebut menunjukkan bahwa tingginya anggaran yang dikeluarkan untuk penanggulangan kemiskinan ternyata tidak diimbangi dengan penurunan angka kemiskinan secara nyata. Tren kenaikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan penurunan angka kemiskinan ditampilkan pada Gambar 1. 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Tren Kenaikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Penurunan Angka Kemiskinan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Total Anggaran (Triliun) Gambar 1.1. Tren kenaikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan penurunan angka kemiskinan di Indonesia. (Sumber : BPS-Depkeu) Kenaikan alokasi anggaran kemiskinan pada tahun 2014 untuk program-program pengentasan kemiskinan adalah sebesar 20,1 Triliun, dari 114,4 Triliun pada tahun 2013 menjadi 134,5 Triliun pada tahun 2014. Kenaikan alokasi anggaran sebesar
3 20,1 Triliun tersebut ternyata kurang memberikan dampak pengurangan kemiskinan, tercatat jumlah penduduk miskin bertambah sebesar 0,74% pada tahun 2014. Tren kenaikan APBN dan penurunan angka kemiskinan tersebut tentunya perlu dipertanyakan. Asumsinya, kenaikan APBN yang sedemikian nyata seharusnya diimbangi juga dengan percepatan penurunan penduduk miskin yang nyata. Penyebab kurang efektifnya program penanggulangan kemiskinan diduga akibat penyeragaman indikator untuk seluruh wilayah di Indonesia, tidak diketahuinya akar masalah penyebab kemiskinan dan program pemerintah yang tidak sesuai dengan kebutuhan potensi lokal. Kemiskinan bukan hanya tentang rendahnya pendapatan dan pengeluaran. Kemiskinan merupakan persoalan yang bersifat multidimensi. Masalah kemiskinan juga menunjuk suatu kondisi yang memiliki karakteristik yang unik dan lokal serta melibatkan isu partisipasi dan akuntabilitas, relasi sosial dan kemampuan lembaga-lembaga merespon tuntutan sehingga dapat memenuhi hak si miskin (Afianto, 2013). Hal ini sejalan dengan konsep Nested Spheres of Poverty (NESP) yang dikembangkan oleh Christian Gonner, dimana kemiskinan berhubungan dengan 9 dimensi yaitu : dimensi materi, dimensi kesehatan, dimensi pengetahuan, dimensi politik, dimensi sosial-budaya, dimensi ekonomi, dimensi sumber daya alam dan dimensi infrastruktur dan pelayanan. Kemiskinan harus diselesaikan secara bersama-sama dan bersifat multipihak. Diagnosis kemiskinan sangat penting dalam proses perumusan strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan agar mampu menjawab siapa si miskin, di mana mereka
4 tinggal, bagaimana mereka mencari penghasilan, apa penyebab mereka miskin,dan bagaimana agar dapat lepas dari masalah kemiskinan. Dibidang kehutanan, kemiskinan masyarakat sekitar hutan bersifat multidimensi dengan faktor penyebab yang kompleks. Kemiskinan yang melanda masyarakat sekitar hutan diduga telah berlangsung lama dan terus berada dalam lingkaran kemiskinan meski otonomi daerah telah diimplementasikan. Rendahnya sumberdaya manusia masyarakat lokal turut mengkondisikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Rendahnya sumberdaya manusia pada masyarakat berpengaruh pula terhadap kecilnya peluang dan daya saing masyarakat sekitar hutan secara ekonomi dan sosial termasuk memanfaatkan kesempatan untuk bekerja di lingkungan pemerintahan, bahkan kemampuan mengakses birokrasi. Ketidaksiapan masyarakat lokal dalam menghadapi modernisasi juga menjadi salah satu faktor yang semakin memarjinalkan posisi mereka secara ekonomi maupun (Cifor,2005). Merujuk pada realita tersebut, dikutip dari Harian Republika (2012) Kementrian Kehutanan mengungkapkan saat ini diperkirakan sekitar 21 persen dari jumlah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan tergolong miskin. Tingginya tingkat kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan dapat menjelaskan bahwa ketepatan program dan kelompok sasaran merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya-upaya pembangunan dan penanggulangan kemiskinan. Ketidakefektifan upaya penanggulangan kemiskinan dikarenakan rendahnya indikator kinerja penanggulangan kemiskinan yang diduga merupakan dampak dari perencanaan program yang tidak berbasis pada kebutuhan (needs)
5 masyarakat, dan penentuan kelompok sasaran yang kurang tepat. Dengan menyadari kenyataan-kenyataan tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui informasi mengenai formulasi strategi penanggulangan kemiskinan masyarakat sekitar hutan secara partisipatif. 1.2 Rumusan Masalah Kemiskinan bukan hanya terkait rendahnya pendapatan dan pengeluaran. Kemiskinan juga mencakup persoalan yang bersifat multidimensi yang berkaitan dengan berbagai indikator kemiskinan partisipatif. Dalam menyelesaikan persoalan tersebut, banyaknya anggaran dana yang dikeluarkan untuk membuat program penanggulangan kemiskinan masyarakat desa di sekitar hutan dirasa tidak efektif jika akar penyebab persoalan kemiskinan tersebut tidak diketahui. Atas dasar situasi yang dikemukakan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab : 1. Apa sajakah indikator kemiskinan partisipatif masyarakat di sekitar hutan? 2. Manakah rumah tangga yang masuk dalam berbagai tingkat klasifikasi kesejahteraan? 3. Apakah akar penyebab permasalahan kemiskinan masyarakat desa di sekitar hutan? 4. Bagaimana strategi penanggulangan kemiskinan secara partisipatif masyarakat desa di sekitar hutan yang efektif?
6 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui indikator kemiskinan partisipatif masyarakat desa di sekitar hutan dalam upaya penanggulangan kemiskinan 2. Mengetahui jumlah dan prosentase rumah tangga dari berbagai tingkat klasifikasi kesejahteraan pada masyarakat sekitar hutan. 3. Mengetahui akar penyebab permasalahan kemiskinan masyarakat desa di sekitar hutan 4. Menyusun strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan secara partisipatif yang lebih berdayaguna untuk masyarakat desa di sekitar hutan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai bahan untuk pengambil keputusan bagi pemerintah dalam usaha penanggulangan kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan dan diharapkan dapat dipakai sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian di daerah lain.