BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun sudah banyak indikator yang menjelaskan bahwa hasil pertumbuhan tersebut mempunyai dampak penurunan pengangguran dan kemiskinan, namun hasilnya masih jauh dari kata memuaskan. Bappenas (2014) menjelaskan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) , tersurat pemerintah akan terus melanjutkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Termasuk di dalamnya mewujudkan pertumbuhan disertai pemerataan (growth with equity). Ketiga strategi itu diharapkan sebagai pendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan lebih banyak kesempatan kerja. Dengan demikian, makin banyak keluarga Indonesia dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dan dapat keluar dari kemiskinan. Prioritas pembangunan nasional yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan rakyat menuntut tidak hanya pertumbuhan ekonomi tinggi, namun juga pertumbuhan ekonomi berkualitas (inklusif) dan berkeadilan. Tantangan utama pembangunan ke depan tentu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. 1

2 Dollar dan Kraay (2002 dalam Farwaty, 2012) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi memihak kepada masyarakat miskin, apabila peningkatan pendapatan rata-rata penduduk miskin sama dengan peningkatan pendapatan ratarata keseluruhan masyarakat. Ketika pemerintah menerapkan kebijakan 'propoor', 'pro-growth' dan 'pro-job', pembahasan tidak hanya tentang bagaimana strategi pembangunan untuk penurunan kemiskinan, akan tetapi terkait dengan aspek keruangan, bahwa pertumbuhan ekonomi dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kemiskinan di Indonesia sudah menjadi masalah sejak lebih dari satu dekade. Meskipun trend prosentase penduduk miskin semakin menurun, akan tetapi berbagai macam program pemerintah belum tampak signifikan hasilnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2014, jumlah dan prosentase penduduk miskin di Indonesia semakin lama semakin menurun sejak sepuluh tahun terakhir. Pemerintah telah berhasil menciptakan program untuk mengurangi kemiskinan melalui Jaringan Pengaman Sosial dan Program Pengurangan Kemiskinan (Asian Development Bank, 2012: ). Program jaring pengaman sosial membantu memitigasi efek perubahan kehidupan seperti, kesehatan, krisis ekonomi, strukturisasi industri, bencana alam dan pemenuhan kebutuhan minimal. Ada dua tahap yang dilakukan Pemerintah Indonesiau untuk memitigasi efek perubahan kehidupan sebagai berikut: 1. tahap pertama yaitu program operasi pasar khusus, yang umumnya disebut Program Raskin, yang diperkenalkan oleh AFC untuk menolong rumah tangga 2

3 miskin memenuhi kebutuhan dasarnya. Selain itu juga program subsidi harga komoditas tertentu, subsidi BBM, dan sebagainya; 2. tahap kedua yaitu program kompensasi akibat pengurangan subsidi BBM. Program ini berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Askeskin, Program Jamkesmas, Program Keluarga Harapan dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, pemerintah telah membentuk Tim Nasional Percepatan Pemberantasan Kemiskinan (TNP2K). Lembaga ini dibentuk sebagai wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan. Tugas TNP2K antara lain; (1) menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, (2) melakukan sinergi melalui sinkronisasi, harmonisasi dan integrasi programprogram penanggulangan kemiskinan di kementerian/lembaga, (3) melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Dibandingkan dengan rata-rata nasional (11,66 persen), pada tahun 2012 tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah lebih tinggi 3,32 persen (14,98 persen). Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi tetangga di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah hanya kalah dari Provinsi DIY (15,88 persen). Ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah masih menjadi masalah serius untuk dicari jalan mengatasinya. Gambar 1.1 menggambarkan 3

4 perbandingan antara tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia serta rata-rata tingkat kemiskinan nasional. No Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan per Provinsi di Indonesia Tahun 2012 Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Tingkat Kemiskinan (%) No Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Tingkat Kemiskinan (%) 1 Aceh 876,56 18,58 18 NTB 828,33 18,02 2 Sumatera Utara 1.378,45 10,41 19 NTT 1.000,29 20,41 3 Sumatera Barat 397,86 8,00 20 Kalimantan Barat 355,70 7,96 4 Riau 481,31 8,05 21 Kalimantan Tengah 141,90 6,19 5 Jambi 270,08 8,28 22 Kalimantan Selatan 189,21 5,01 6 Sumatera Selatan 1.042,04 13,48 23 Kalimantan Timur 246,11 6,38 7 Bengkulu 310,47 17,51 24 Sulawesi Utara 177,54 7,64 8 Lampung ,65 25 Sulawesi Tengah 409,60 14,94 9 Kep. Bangka Belitung 70,21 5,37 26 Sulawesi Selatan 805,92 9,82 10 Kepulauan Riau 131,22 6,83 27 Sulawesi Tengg. 304,25 13,06 11 DKI Jakarta 366,77 3,70 28 Gorontalo 187,73 17,22 12 Jawa Barat 4.421,48 9,89 29 Sulawesi Barat 160,55 13,01 13 Jawa Tengah 4.863,41 14,98 30 Maluku 338,89 20,76 14 DI Yogyakarta 562,11 15,88 31 Maluku Utara 88,30 8,06 15 Jawa Timur 4.960,54 13,08 32 Papua Barat 223,24 27,04 16 Banten 648,25 5,71 33 Papua 976,37 30,66 17 Bali 160,95 3,95 Rata-rata 11,66 Sumber: BPS (2013) Tingkat Kemiskijnan (%) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Provinsi Gambar 1.1 Perbandingan Tingkat Kemiskinan per Provinsi di Indonesia Tahun 2012 Sumber: BPS (2013), diolah 4

5 Dinamika tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dan Nasional selama tahun pengamatan (tahun ) juga bisa dilihat untuk kemudian dianalisis trend atau pola perkembangannya. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2012, baik di tingkat nasional maupun Provinsi Jawa Tengah, trend tingkat kemiskinan cenderung menurun, artinya bahwa program pengurangan kemiskinan melalui pembangunan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tahun Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun Jumlah Penduduk Miskin Prov. Jateng (juta jiwa) Tingkat Kemiskinan Prov. Jateng (%) Jumlah Penduduk MiskinNasional (juta jiwa) Tingkat Kemiskinan Nasional (%) ,59 23,19 37,34 17, , ,15 16, , ,10 15, , ,30 17, , ,17 16, , ,96 15, , ,53 14, , ,02 13, , ,89 12, , ,59 11,66 Sumber: BPS (2013) Sejak tahun 2003 sampai 2012, tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah hanya meningkat sekali, yaitu pada tahun 2006, begitu juga di tingkat nasional. Ini menunjukkan bahwa krisis ekonomi pada waktu itu mempengaruhi pendapatan per kapita masyarakat secara luas, baik di Provinsi Jawa Tengah maupun nasional. 5

6 Tingkat Kemiskijnan (%) Prov. Jawa Tengah Nasional Tahun Gambar 1.2 Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun Sumber: BPS (2013), diolah Pola penurunan kemiskinan di Jawa Tengah hampir serupa dengan pola penurunan kemiskinan di Indonesia. Tahun 2003, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah lebih tinggi 5,77 persen dari kemiskinan nasional. Pada tahun 2012, tingkat kemiskinan turun menjadi 14,98 persen sedangkan secara nasional turun juga menjadi 11,66 persen. Meskipun polanya hampir seragam, akan tetapi penurunanya lebih cepat di Provinsi Jawa Tengah dari pada nasional, yaitu terlihat dari selisih tingkat kemiskinan di antara keduanya yang semakin kecil. Provinsi Jawa Tengah mempunyai letak geografis yang pada dasarnya relatif strategis, yaitu diapit di antara 2 Provinsi besar Jawa Barat - DKI dan Jawa Timur, sementara mempunyai tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi melalui industrialisasi yang berpusat di Jabodetabek dan Surabaya. Secara umum, Jawa Tengah mempunyai keuntungan strategis-geografis, yaitu adanya pelimpahan kemakmuran (trickle down) dari kemajuan provinsi-provinsi tetangganya ini, tetapi pada saat yang sama juga menerima dampak negatif karena menjadi pemasok tenaga kerja murah yang hanya dinikmati mereka yang meninggalkan 6

7 desanya. Hal ini menyebabkan tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan yang rendah dan tidak merata serta minimnya sumber daya manusia handal. Tabel 1.3 Tingkat Kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun No Kabupaten Tingkat Kemiskinan (%) Kab. Cilacap 20, ,40 19,88 18, ,92 2 Kab. Banyumas 21, ,93 21,52 20, ,44 3 Kab. Purbalingga 31, ,12 24,97 24, ,19 4 Kab. Banjarnegara 26, ,34 21,36 19, ,87 5 Kab. Kebumen 31, ,87 25,73 22, ,40 6 Kab. Purworejo 24, ,22 17,02 16, ,32 7 Kab. Wonosobo 32, ,72 25,91 23, ,50 8 Kab. Magelang 17, ,49 15,19 14, ,97 9 Kab. Boyolali 18, ,08 15,96 13, ,88 10 Kab. Klaten 23, ,72 19,68 17, ,71 11 Kab. Sukoharjo 15, ,13 11,51 10, ,16 12 Kab. Wonogiri 24, ,71 19,08 15, ,67 13 Kab. Karanganyar 17, ,68 14,73 13, ,07 14 Kab. Sragen 27, ,83 19,70 17, ,72 15 Kab. Grobogan 29, ,84 18,68 17, ,13 16 Kab. Blora 23, ,79 17,70 16, ,10 17 Kab. Rembang 32, ,21 25,86 23, ,88 18 Kab. Pati 20, ,90 15,92 14, ,61 19 Kab. Kudus 12, ,58 10,80 9, ,63 20 Kab. Jepara 10, ,05 9,60 10, ,38 21 Kab. Demak 24, ,24 19,70 18, ,73 22 Kab. Semarang 14, ,37 10,66 10, ,40 23 Kab. Temanggung 15, ,39 15,05 13, ,32 24 Kab. Kendal 22, ,87 16,02 14, ,17 25 Kab. Batang 20, ,08 16,61 14, ,40 26 Kab. Pekalongan 23, ,52 17,93 16, ,86 27 Kab. Pemalang 24, ,92 22,17 19, ,27 28 Kab. Tegal 21, ,78 13,98 13, ,75 29 Kab. Brebes 31, ,98 24,39 23, ,12 30 Kota Magelang 14, ,16 10,11 10, ,31 31 Kota Surakarta 15, ,13 14,99 13, ,01 32 Kota Salatiga 11, ,47 7,82 8, ,11 33 Kota Semarang 6, ,00 4,84 5, ,13 34 Kota Pekalongan 7, ,29 8,56 9, ,47 35 Kota Tegal 9, ,28 9,88 10, ,04 Rata-rata 20, Sumber: BPS (berbagai tahun terbitan) Sebaran tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa hampir semua kabupaten/kota mengalami penurunan tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun. Penurunan yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Wonosobo dan 7

8 Rembang. Pada tahun 2003, tingkat kemiskinan Kabupaten Wonosobo dan Rembang berturut-turut 32,96 persen dan 32,06 persen. Pada tahun 2012, turun menjadi 22,50 persen dan 21,88 persen. Artinya bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di ke dua kabupaten tersebut mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar lebih dari 10 persen. Tingkat Kemiskijnan (%) Tahun 2003 Tahun 2012 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Kabupaten Gambar 1.3 Tingkat Kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003 & 2012 Sumber: BPS (berbagai tahun terbitan), diolah Ada hal yang menarik selama tahun pengamatan 2003 hingga tahun 2012, bahwa rata-rata tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan yang kurang memperlihatkan sesuatu yang berarti. Pada tahun 2003, tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah 20,68 persen, sedangkan di tahun 2012 tingkat kemiskinan turun menjadi 14,98 persen. Artinya bahwa selama 10 tahun, tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah turun hanya 6,26 persen. 8

9 Pertanyaannya, apakah yang salah dalam kebijakan pengentasan kemiskinan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah? Satu hal yang mungkin menjadi argumen awal dari penelitian ini adalah bahwa kebijakan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah belum berpola pro poor growth. Artinya bahwa pembangunan hanya difokuskan kepada peningkatan pendapatan per kapita penduduk, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum memperhatikan keterkaitan antar wilayah dan antar sektor sebagai faktor penentu tingkat kemiskinan. Kuncoro (2014) dalam artikel tentang kemiskinan di Provinsi DIY, menjelaskan alasan mengapa kemiskinan di Provinsi DIY masih sangat tinggi dan penurunannya sangat lambat. Sektor pertanian paling sedikit menyumbang pertumbuhan ekonomi di DIY, sehingga kantong-kantong kemiskinan masih terkonsentrasi di wilayah-wilayah dengan sektor pertanian yang tinggi. Hal yang sama sangat mungkin terjadi di Provinsi Jawa Tengah, sektor pertanian hanya menyumbang 17,4 persen dari total PDRB Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 (BPS, 2013). Dengan masih banyaknya kabupaten/kota yang wilayahnya berupa lahan pertanian, maka apabila kebijakan pemerintah masih belum mempertimbangkan faktor kewilayahan, usaha menurunkan tingkat kemiskinan akan banyak mengalami kendala. Selain aspek kewilayahan, beberapa faktor termasuk faktor moneter dan non moneter yang mempengaruhi kemiskinan, antara lain pertumbuhan PDRB, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, Belanja Pendidikan dan Kesehatan serta anggaran pengentasan kemiskinan. Setiap kabupaten/kota 9

10 memiliki karakteristik dan faktor pengaruh yang berbeda-beda, sehingga diperlukan identifikasi peranan masing-masing komponen tersebut dalam usaha menurunkan tingkat kemiskinan. Tahun Tabel 1.4 PDRB ADHK dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah serta PDB Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional PDRB Prov. Jateng (Milyar) Pertumbuhan Ekonomi Prov. Jateng (%) PDB Nasional (Milyar) Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,26 Sumber: BPS (berbagai tahun terbitan) Pertumbuhan Ekonomi (%) Prov. Jawa Tengah Nasional Tahun Gambar 1.4 Pola Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dan Nasional Tahun Sumber: BPS (2013), diolah Pola pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah tahun relatif stabil apabila dibandingkan dengan pola pertumbuhan ekonomi nasional. Mulai tahun pengamatan trendnya selalu meningkat, kecuali pada tahun 2008, yang diakibatkan adanya krisis global di Eropa, yang juga berdampak pada skala 10

11 nasional. Kementerian Sekretariat Negara RI (2009) menjelaskan bahwa dampak negatif dari krisis global yaitu menurunnya kinerja neraca pembayaran, tekanan pada nilai tukar rupiah dan dorongan pada laju inflasi. Program pembangunan yang berkonsep pro poor growth di suatu wilayah atau negara perlu untuk mempertimbangkan pola interaksi dan pola kemiskinan dari wilayah yang bersangkutan. Batas administrasi dalam skala kabupaten/kota atau yang lebih kecil pada suatu negara dapat menjadi garis batas pembeda yang jelas akan pola penyebaran kemiskinan agar strategi pembangunan yang pro poor growth menciptakan kebijakan tepat. Todaro dan Smith (2011: 266) menjelaskan bahwa pengukuran kemiskinan tidak melulu melalui pendapatan, akan tetapi kemiskinan diukur dengan mempertimbangkan adanya interaksi negatif ketika terdapat kekurangan-kekurangan pada suatu wilayah untuk kemudian menghitungnya dan mengkombinasikannya. Indeks kemiskinan ini yang dinamakan Indeks Kemiskinan Multidimensi (Multidimentional Poverty Index/MPI) Menyikapi hal ini, membandingkan pola tingkat kemiskinan yang terbentuk dari ukuran kemiskinan multidimensional menjadi perlu untuk dilakukan sebagai analisis awal untuk mencari tahu pentingnya memasukkan unsur non moneter sosial lingkungan masyarakat dalam menghitung indeks/tingkat kemiskinan di suatu daerah. Perbandingan pola-pola tingkat kemiskinan ini dilakukan dengan cara membandingkan konfigurasi kemiskinan yang dibangun dari ukuran kemiskinan moneter dengan konfigurasi yang dibangun dari indikator kemiskinan non moneter yang direkomendasikan BPS (Kurnia dan Safitri, 2006). 11

12 1.2 Rumusan Masalah Dengan mengacu pada uraian latar belakang di atas, penulis sangat tertarik untuk melihat strategi mengurangi kemiskinan dengan analisis spasial pertumbuhan ekonomi dan penganggaran untuk program pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan bahwa jika dibandingkan dengan provinsi lain di seluruh Indonesia, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah lebih tinggi dari nasional, namun antar kabupaten/kota terdapat variasi dan dinamika antar waktu. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah pada sub bab sebelumnya, pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Di manakah sebaran lokasi kantong-kantong kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah? 2. Seberapa jauh alokasi anggaran pengentasan kemiskinan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mampu menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah? 3. Seberapa besar peran pertumbuhan PDRB, pendapatan asli daerah, belanja modal untuk infrastruktur dan belanja publik terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. melihat pola sebaran kemiskinan di Jawa Tengah tahun ; 12

13 2. menganalisis hubungan antara alokasi anggaran pengentasan kemiskinan pemerintah pusat dan daerah dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah; 3. membuktikan implikasi pro-poor growth di Jawa Tengah dengan menganalisis pengaruh pertumbuhan PDRB, PAD, belanja modal untuk infrastruktur pemerintah, belanja pendidikan dan kesehatan tahun terhadap penurunan tingkat kemiskinan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. memberikan gambaran kepada pemerintah daerah tentang konsentrasi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, sehingga arah kebijakan penanggulangan kemiskinan lebih tepat sasaran; 2. melihat seberapa besar dampak pembangunan di Provinsi Jawa Tengah mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Hal ini penting bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan pembangunan yang lebih pro poor; 3. sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya tentang kemiskinan dan distribusi spasialnya. 1.6 Sistematika Penulisan Secara umum, sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi 5 bab utama. Bab I merupakan Pengantar yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitan serta sistematika penulisan. Bab II merupakan Tinjauan Pustaka, yang menguraikan tentang 13

14 landasarn teori, studi empiris dan keaslian penelitian. Bab III merupakan Metodologi Penelitian, yang menguraikan tentang jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, kerangka tahapan analisis dan alat analisis. Bab IV merupakan Hasil Penelitian dan Pembahasan, menguraikan tentang perkembangan variabel yang diteliti, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V merupakan Simpulan dan Saran, menguraikan tentang kesimpulan hasil analisis dan saran yang bermanfaat dalam pengambilan kebijakan tentang kemiskinan. 14

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro)

EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro) EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan Setjen, Kemdikbud Jakarta, 2013 LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG KONSEP Masyarakat Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB V. PERKEMBANGAN KEMISKINAN. 5.1 Perkembangan Kemiskinan pada Masa Pemerintahan Orde Baru

BAB V. PERKEMBANGAN KEMISKINAN. 5.1 Perkembangan Kemiskinan pada Masa Pemerintahan Orde Baru digilib.uns.ac.id BAB V. PERKEMBANGAN KEMISKINAN 5.1 Perkembangan Kemiskinan pada Masa Pemerintahan Orde Baru Pemerintahan Orde Baru memulai program penanggulangan kemiskinan pada tahun 197-an melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN GEDUNG RADIUS PRAWIRO LANTAI 7, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR 1, JAKARTA - 10710 TELEPON/FAKSIMILE (021) 3506218, SITUS www.djpk.depkeu.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan masing-masing Regional atau Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

PELATIHAN OPERATOR SEKOLAH DAPODIK KABUPATEN GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PELATIHAN OPERATOR SEKOLAH DAPODIK KABUPATEN GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PELATIHAN OPERATOR SEKOLAH DAPODIK KABUPATEN GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH Pusat Data dan Statistik Pendidikan Setjen, Kemdikbud Kab. Grobogan, 2015 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur

Lebih terperinci

BAB IV. PERKEMBANGAN IPM. 4.1 Perkembangan IPM pada Masa Pemerintahan Orde Baru

BAB IV. PERKEMBANGAN IPM. 4.1 Perkembangan IPM pada Masa Pemerintahan Orde Baru digilib.uns.ac.id BAB IV. PERKEMBANGAN IPM 4.1 Perkembangan IPM pada Masa Pemerintahan Orde Baru Pada masa pemerintahan Orde Baru (tahun 1966-1998), Indonesia telah mengambil langkah besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pupuk merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi petani untuk membantu meningkatkan produktivitas mereka dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

PELAYANAN KB DAN PENURUNAN AKI AKB DI JAWA TENGAH

PELAYANAN KB DAN PENURUNAN AKI AKB DI JAWA TENGAH PELAYANAN KB DAN PENURUNAN AKI AKB DI JAWA TENGAH ANUNG SUGIHANTONO DIREKTUR JENDERAL BINA GIZI DAN KIA KEMENTRIAN KESEHATAN DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI KB KES JAWA TENGAH TAHUN 2014 SEMARANG, 18

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PENANAMAN MODAL DAERAH (RKPPMD) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PENANAMAN MODAL DAERAH (RKPPMD) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 Sambutan Pengantar RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PENANAMAN MODAL DAERAH (RKPPMD) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 Oleh DR. Prasetyo Aribowo, SH, Msoc.SC Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan prioritas pembangunan nasional karena kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi, kemiskinan tidak terbatas sekedar pada ketikdakmampuan

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan BAB I BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH, GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDARISASI INDEKS BIAYA KEGIATAN, PEMELIHARAAN, PENGADAAN

Lebih terperinci