1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring (KNF) merupakan tumor daerah leher dan kepala dengan penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat diperkirakan 1 pasien per 100.000 penduduk. Angka kejadian di daerah Cina Selatan, Guangdong, mencapai puncak 50 pasien per 100,000 penduduk. Di Cina dan Taiwan, kasus kanker nasofaring mencapai 20% dari semua keganasan. Pada 30-60% pasien KNF ditemukan penyebaran jauh dan ini merupakan penyebab angka kematian kasus KNF menjadi tinggi (Petgel et al, 2005; Chan, 2002; Cho, 2007; Korcum, 2006). Angka kejadian KNF di Indonesia tercatat dalam GLOBOCAN 2012 pada laki-laki 8/100.000 penduduk per tahun dan pada perempuan 3/100.000 penduduk per tahun. Survai di Rumah Sakit Kanker Dharmais menyatakan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 terdapat 235 penderita KNF yang terdiri dari 169 orang laki-laki dan 66 orang perempuan. Pada sebagian besar pasien terjadi metastasis jauh terutama pada stadium IV sebanyak 56%, sedangkan pada stadium III dan stadium II masing-masing 19%, residif bukan di nasofaring yaitu di intra kranial, retrobulber atau kelenjar getah bening daerah leher atau supraclaviculae sebanyak 6%. (Marzaini S et al, 2009). Berdasarkan data ini terungkap bahwa sebagian besar pasien KNF datang pada stadium yang lanjut. Diagnosis KNF hingga saat ini dipastikan dengan pemeriksaan histopatologis
2 jaringan biopsi, sedangkan pemantauan perjalanan penyakit dilakukan secara serologis dengan pemeriksaan antibodi EBV-VCA-IgA dan EBV-EBNA- IgA (Fachiroch et al, 2008, Adham et al, 2013). Cai et al, 2014, telah membandingkan sensitivitas dan spesifisitas EBV-VCA-IgA dengan EBV-EBNA-IgA untuk deteksi dan pemantauan KNF dan terungkap bahwa untuk deteksi KNF, EBV-VCA-IgA lebih sensitif dibanding EBV-EBNA-IgA (98.1% vs 87.2% ), sedangkan untuk pemantauan, EBV- EBNA-IgA lebih sensitif (88.5%) dibanding EBV-VCA-IgA (79.8%) (Fachiroh et al, 2004; Steven, 2005; Chai, 2001). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kedua parameter itu masih kurang sensitif dan spesifik sehingga diperlukan parameter lain untuk deteksi KNF yang dapat membedakan stadium dini dengan stadium lanjut. Berbagai ekspresi protein laten EBV dapat ditemukan pada sel yang terinfeksi EBV. Pada KNF terdapat ekspresi protein laten tipe II yaitu EBERs (the EBV-encoded RNAs), EBNA1 (EBV nuclear antigen 1), BARTs (BamHI rightward transcripts), LMP (Latent Membrane Protein )1, -2A, -2B dan BARF1 (BamHI rightward transcripts) (Murray, 2001; Middledorp et al, 2003). LMP2 dapat dideteksi pada level protein dan RNA secara konsisten dalam jaringan KNF ( Busson et al, 1992; Heussinger et al, 2004) dan terbukti memiliki kontribusi pada perkembangan KNF melalui berbagai proses pertumbuhan sel epitel seperti transformasi, migrasi dan hambatan diferensiasi. Pada penelitian dilaporkan LMP2A dan LMP2B mempengaruhi sifat sel epitelial skuamosa seperti adhesi sel, motilitas dan invasi yang menyebabkan meningkatnya kemampuan sel epitelial menyebar dan migrasi pada matrik
3 ekstraseluler (ECM) walaupun tidak berefek terhadap morfologi sel epitelial (Allen et al, 2005; Pegtel et al, 2005). Dibuktikan bahwa mekanisme migrasi dan metastasis ini melalui upregulasi protein seluler ITGα6 (Pegtel et al, 2005). Di negara Asia Tenggara misalnya HongKong telah dapat dilakukan pemeriksaan beberapa fragmen DNA EBV dalam sirkulasi yaitu EBNA1 dan BamH- W. EBNA1 dan BamH-W bermanfaat untuk pemantauan pasien KNF yang mendapatkan penyinaran (Lo et al. 1999; Stevens et al, 2005; Chan et al, 2006; Cho, 2007) Telah dibuktikan bahwa pada KNF stadium lanjut ditemukan kadar DNA EBV ini lebih tinggi dibandingkan dengan KNF stadium dini. Setelah radiasi atau kombinasi kemoradiasi ditemukan penurunan DNA EBV dalam sirkulasi yang bermakna (Lo et al, 1999), sehingga dapat dinyatakan bahwa karsinoma nasofaring merupakan tumor yang radiosensitif, akan tetapi sering ditemukan kegagalan dari terapi karena didapatkan metastasis jauh (Chan et al. 2006) Saat ini untuk pemantauan penyakit dapat dilakukan deteksi keberadaan DNA- EBV di dalam sirkulasi dengan Real Time PCR (polimerase chain reaction). Pengukuran DNA-EBV ini dapat digunakan sebagai uji saring, memantau perjalanan penyakit dan memprediksi prognosis (Lo et al, 1999; Chan et al, 2002; Dawson et al, 2012). Dalam upaya mencari parameter yang lebih baik untuk deteksi dan pemantauan KNF, di Rumah Sakit Kanker Dharmais telah dilakukan pemeriksaan DNA EBV pada pasien KNF yaitu pemeriksaan fragmen DNA EBV yang mengkode protein laten
4 EBNA1 dan LMP2. Di pusat-pusat kanker di dunia, uji coba fragmen ini paling banyak dilakukan dan fragmen ini telah digunakan untuk konfirmasi diagnosis KNF setelah biopsi untuk menyatakan bahwa KNF berkaitan dengan EBV. Kit LMP2 telah tersedia di pasaran dan deteksi fragmen ini secara kualitatif atau kuantitatif digunakan untuk mengetahui progresivitas KNF (Allen et al, 2005; Pegtel et al, 2005). Penelitian terdahulu dilakukan oleh tim kerja kanker nasofaring terhadap 50 pasien KNF yang terdiri dari: 21 (42%) pasien dengan metastasis dan 29 (58%) pasien tanpa metastasis dan dilakukan pemeriksaan LMP 2 dan EBNA1. Semua pasien telah ditetapkan metastasis berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada penelitian tersebut pemeriksaan DNA LMP 2 dan EBNA1 dilakukan secara kuantitatif menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (Light Cycler PCR = LC PCR). Dari hasil penelitian tersebut berdasarkan gabungan kedua petanda fragmen DNA EBV (LMP 2 dan EBNA1) tampak bahwa pasien KNF dengan metastasis yang jumlahnya 21 orang, menunjukkan DNA LMP2 positif pada 20 orang (95%) dan EBNA1 positif pada 17 orang (81%). Di antara 50 pasien ini 20 pasien (M+ = 18 dan M- = 2) menunjukkan DNA LMP 2 dan EBNA1 positif. Delapan belas (18) dari 20 pasien ini (M+) menunjukkan progresivitas keganasan dan semua pasien telah meninggal dunia antara 3-6 bulan kemudian. Bagian dari Latent Membrane Protein 2 (LMP 2) yaitu LMP2A diekspresikan pada > 95% pasien KNF. Peran LMP2A ini belum seluruhnya
5 diketahui. Pegtel DM et al, 2005, secara in vitro menggunakan bahan pemeriksaan dari biopsi KNF, menemukan bahwa ekspresi LMP2A mempunyai korelasi dengan intergrin-alpha-6 (ITG 6) seperti yang telah disebutkan diatas (Pegtel et al, 2005) ITG 6 adalah suatu protein seluler yang berperan pada migrasi seluler dan metastasis. Dari penelitian Pegtel et al, 2005, dilaporkan hasil pemeriksaan sel epitelial tonsil yang terinfeksi EBV menunjukkan ekspresi LMP2A. Peneliti lain menyatakan bahwa ekspresi LMP2A pada sel epitelial tonsil meningkatkan kemampuan sel epitel tonsil untuk bermigrasi ke sekitarnya dan di samping itu terjadi peningkatan ekspresi ITG 6 pada tingkat RNA(Allen et al, 2005; Farwell et al, 2005). Integrin adalah salah satu reseptor permukaan sel yang berfungsi sebagai molekul adhesi yang melekatkan satu sel dengan yang lain dan sebagai salah satu molekul yang mempunyai peran penting dalam proses pensinyalan intraseluler. Sinyal yang diterima sel melalui integrin mempunyai kaitan dengan pertumbuhan, pembelahan, diferensiasi dan ketahanan hidup. (Miyamoto et al 1995; Rabinovitz et al, 1997; Chung et al, 2002). Integrin juga dapat mengatur bentuk sel, dan mobilitas sel selain mengatur siklus sel. (Humphries, 2000, Chung et al, 2002). Integrin pada KNF adalah integrin ITGa6 yang terdapat pada sel epitel dengan ligannya adalah laminin. Pemeriksaan petanda molekuler pada KNF di Indonesia belum dilakukan sebagai pemeriksaan dalam pelayanan pasien KNF tetapi sudah banyak dilakukan pada penelitian. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, tampaknya
6 perlu menelaah hubungan kadar DNA LMP2 dan ekspresi RNA LMP2A hubungannya dengan ekspresi protein ITG 6 dan kemungkinan pemeriksaan ketiga petanda tersebut dapat digunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit kasus KNF. Dengan demikian juga penelitian ini akan menambah pengetahuan tentang petanda molekuler untuk KNF yang baik untuk diaplikasikan dalam penatalaksanan KNF sehingga penanganan pasien KNF semangkin baik di Indonesia. B. Rumusan Masalah Pada sebanyak 30-60% pasien KNF ditemukan penyebaran jauh dan ini merupakan penyebab angka kematian kasus KNF menjadi tinggi (Pegtel et al, 2005) Dari hasil penelitian pendahuluan yang penulis lakukan dapat dibuktikan bahwa peningkatan kadar DNA LMP2 di sirkulasi menunjukkan adanya metastasis. LMP2 dapat dideteksi pada level protein dan RNA secara konsisten dalam jaringan KNF (Busson et al, 1992; Heussinger et al, 2004) dan terbukti memiliki kontribusi pada perkembangan KNF melalui berbagai proses pertumbuhan sel epitel. Ekspresi RNA LMP2A yang positif dalam jaringan menujukkan adanya metastasis (Alen et al, 2005; Pegtel et al, 2005; Rovedo MA, 2008). Namun belum ada bukti bahwa ada hubungan antara ekspresi LMP2 dalam sirkulasi dengan progresivitas kanker. Ekspresi LMP2A pada sel epitelial meningkatkan kemampuan sel epitel untuk bermigrasi ke sekitarnya dan di samping itu terjadi peningkatan ekspresi ITG 6 pada tingkat RNA (Allen et al, 2005; Farwell et al, 2005), sehingga ekspresi RNA LMP2A
7 ada hubungan dengan ekspresi integrin-alpha-6 (ITG 6) (Portis et al, 2004; Rabinovitz et al, 1997; Shaw, 1997). Gen yang mengkode LMP2 menghasilkan 2 jenis protein yaitu LMP 2A dan LMP 2B dimana LMP2A berperan dalam pertumbuhan berlebihan sel epithelial (Moody et al, 2003) dan berhubungan dengan ekspresi ITG 6, namun belum ada laporan apakah peningkatan kadar DNA LMP2, RNA LMP2A dan protein ITGa6 secara bersama dapat menjadi kelompok petanda yang diperlukan untuk membuktikan adanya progresivitas pada pasien KNF. Karena itu ingin diketahui apakah kadar DNA LMP2, RNA LMP2A dan protein ITGa6 dalam sirkulasi secara tunggal atau secara bersama dapat digunakan sebagai kelompok petanda yang diperlukan untuk menyatakan adanya progresivitas pada pasien KNF lebih awal. C. Pertanyaan penelitian 1. Apakah peningkatan kadar DNA LMP 2 dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai petanda progresivitas KNF? 2. Apakah kadar RNA LMP2A dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai petanda progresivitas KNF? 3. Apakah ekspresi ITGa6 di sel epitelial dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai petanda progresivitas KNF?
8 4. Apakah gabungan pemeriksaan kadar DNA LMP2, RNA LMP2A dan protein ITG 6 dalam sirkulasi merupakan petanda yang lebih sensitif untuk menentukan progresivitas pada pasien KNF dibandingkan petanda tunggal? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui DNA LMP2, RNA LMP2A dan protein ITG 6 dalam sirkulasi sebagai petanda progresivitas pasien KNF. 2. Tujuan khusus a. Mengkaji perbedaan kadar DNA LMP 2 dalam sirkulasi pada pasien KNF stadium awal dengan stadium lanjut. b. Mengkaji perbedaan ekspresi RNA LMP2A dalam sirkulasi pasien KNF stadium awal dan stadium lanjut. c. Mengkaji perbedaan ekspresi protein ITG 6 sel epitelial dalam sirkulasi pada pasien KNF stadium awal dengan stadium lanjut. d. Mengkaji kadar DNA LMP2, RNA LMP2A dan protein ITGa6 sel epithelial atau gabungan ketiga biomarker dalam sirkulasi yang paling sensitif untuk menentukan progresivitas KNF
9 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis Secara akademis hasil penelitian ini dapat memperjelas hubungan EBV dengan KNF dan memperjelas hubungan ITGα6 dengan proses terjadinya progresivitas dan metastasis. 2. Manfaat praktis (klinik) Dengan mengetahui terjadinya peningkatan DNA LMP2, ekspresi LMP2A dan ekspresi ITG 6 pada pasien KNF maka diharapkan LMP2, LMP2A dan ITG 6 dapat digunakan sebagai biomarker untuk bukti awal terjadinya progresivitas sehingga pasien KNF dapat ditangani lebih agresif. F. Keaslian Pada umumnya, penelitian yang dilakukan terdahulu menelaah makna petanda biomolekuler DNA EBV untuk mendeteksi atau diagnosis KNF dengan menggunakan fragmen DNA BamHI W dalam sirkulasi (Lo et al, 1999) atau menggunakan jaringan (Gulley et al, 2002), sedangkan penelitian ITGa6 yang berkaitan dengan migrasi dan invasi baru dilakukan pada kultur sel jaringan KNF. (Pegtel et al 2005 ; Shaw et al, 1997)
10 Setahu penulis, saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang LMP2, LMP2A dan ITGa6 dalam sirkulasi darah, baik sebagai petanda tunggal maupun secara bersama-sama sebagai petanda progresivitas kanker pada KNF di Indonesia.