Bab IV Studi Kasus. Metode Pengumpulan Data

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA

V. Bab V Kajian Kinerja Supply Chain Proyek Bangunan Gedung

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. proyek ini adalah metode kontrak umum (generally contract method), dengan

5.1. Analisa Pengukuran Kinerja Supply Chain Pada Proyek Studi Kasus

Bab III Metodologi Penelitian

Bab VI Kesimpulan dan Saran

BAB IV Analisis Data

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu

Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

DATA PROYEK BAB II DATA PROYEK

Materi Kuliah Manajemen Konstruksi Dosen: Emma Akmalah, Ph.D. Pendahuluan

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan

BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK

Bab II Tinjauan Pustaka


BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK


BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

PROYEK : APARTEMEN TREE PARK BSD SERPONG LOKASI : TANGERANG SELATAN BANTEN. Bobot Oct-14 Nov-14 Dec-14 Jan-15 (%)

LAPORAN PRAKTIK PROFESI PENGAWASAN PEMBANGUNAN GEDUNG SMK STRADA PABUARAN - TANGERANG

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK. didasarkan pada karakteristik dan kondisi proyek itu sendiri. Ditinjau dari sudut

HUBUNGAN ANTARA KINERJA, INTENSITAS DAN BENTUK RANTAI PASOK PADA PROYEK BANGUNAN BERTINGKAT DI JAKARTA

BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

DAFTAR PUSTAKA. 5. Indrajit, R.E, Djokopranoto, R (2003), Konsep Manajemen Supply Chain, PT. Gramedia Pustaka Utama

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

Laporan Kerja Praktik Nusa Konstruksi Enjiniring - Proyek Apartemen Ciputra International Tower 4&5 BAB 3 TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II DATA PROYEK. masyarakat megapolitan untuk memiliki hunian yang modern dan ekonomis. Maka

BAB II DATA PROYEK PADINA SOHO & RESIDENCE. penghubung antara dua provinsi, yaitu Tangerang dan Jakarta. Selain itu, jalan ini

[CASA DOMAINE JAKARTA APARTMENTS (SHANGRI-LA RESIDENCE)] BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II DATA PROYEK. yang kita semua ketahui ada titik titik letak dimana mereka bias lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pada pelaksanaan proyek biasanya terjadi berbagai kendala, baik kendala


BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK. salah satu alternative tempat tinggal bagi para penduduk Kota Jakarta khusunya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ANALISIS SUPPLY SYSTEM

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

ANALISA KINERJA BIAYA DAN WAKTU PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA DENGAN KONSEP EARNED VALUE ANALYSIS (EVA)

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK )

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. keterbatasan terhadap waktu, anggaran dan sumberdaya serta memiliki spesifikasi

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN Nomor : 04/MG.BATUR/POKJA-MG/2013

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK


BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB I SYARAT SYARAT PENAWARAN

STUDI PERBANDINGAN KOEFISIEN MATERIAL DAN EVALUASI INDEKS PRODUKTIFITAS PADA PEKERJAAN PASANGAN BATU BATA, PLESTERAN DAN ACIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data ketidaksesuaian atau defect atau punch list yang terjadi pada 8 proyek yang

Novie Susanto, Ratna Purwaningsih, Erwin Ardiansyah. Abstrak

BAB II DATA PROYEK. Proyek INDONESIA 1 adalah proyek dengan pemilik China Sonangol Media

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu

Rencana Anggaran Biaya

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU

Modifikasi Struktur pada Proyek Mall dan Apartemen Seasons City Jakarta Menggunakan Value Engineering

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

BAB VIII RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. sitematis. Dapat diartikan juga sebagai wadah dalam kegiatan sekelompok

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN (AANWIJZING) DAN ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN

I T S INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA. Biodata Penulis TRI WAHYU NUR WIJAYANTO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN

BAB IV PERANCANGAN GAMBAR

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK. tahapan tahapan tertentu dalam pengerjaannya. Berlangsungnya kemajuan

BAB II BAB II INFORMASI PROYEK. Kawasan jakarta khusus nya jakarta barat telah lama menjadi kawasan padat

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pada umumnya sistem kontrak konstruksi yang paling banyak

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. pihak yang terkait satu sama lain yang mempunyai tugas dan wewenang masing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek dengan tujuan mengatur tahap tahap pelaksanaan

BAB III MANAGEMENT DAN ORGANISASI PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. Manajemen Proyek adalah sebagai suatu proses dari perencanaan,

BAB III METODA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money,

REKAPITULASI RENCANA ANGGARAN BIAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain :

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.

Kajian Potensi Terjadinya Tuntutan Penyedia Jasa Pada Proyek Konstruksi BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Proyek merupakan pelaksanaan sesuatu bangunan mulai dari perencanaan sampai

STUDI HARGA SATUAN UPAH UNTUK PROYEK BANGUNAN TINGGI Michael Purnomo 1, Elvin Laynardo 2, Indriani Santoso 3, Budiman Proboyo 4

REKAPITULASI HASIL PENELITIAN ADMINISTRASI, TEKNIK, BIAYA DAN KUALIFIKASI

PERNYATAAN ANTI PLAGIAT..

Penjelasan Pokja ULP: 1. sudah 2. sudah 3. ya

MATA PELAJARAN. Dasar-dasar Konstruksi Bangunan dan Teknik Pengukuran Tanah

BAB I PENDAHULUAN. struktur, arsitektur, dan MEP yang telah dimulai pada tahun 2016.

BAB I PENDAHULUAN. menambah kegunaan (utility) suatu barang dan jasa. (Assauri, 1993). kesalahan kesalahan dalam proses produksi.

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Optimasi (Unequal) Site Layout Menggunakan Multi-Objectives Function Pada Proyek Pembangunan Apartemen Puncak Kertajaya Surabaya

BAB II GAMBARAN UMUM PT. SALSABILA MULTI KARYA. PT. Salsabila Multi Karya (SMK) yang berkedudukan dikota Pekanbaru dan

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK. Kota Tangerang merupakan salah satu kota dengan pusat manufaktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. panjang dan di dalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan.

Transkripsi:

IV. Bab IV Studi Kasus Pada bab ini akan dipaparkan hasil pengumpulan data yang dilakukan terhadap beberapa proyek studi kasus. Materi yang akan disampaikan meliputi metode pengumpulan data, keterbatasan dalam pemilihan bangunan gedung sebagai studi kasus, kendala-kendala dalam pengumpulan data, hasil pengumpulan data gambaran umum proyek-proyek studi kasus. IV.1 Metode Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dimulai dengan melakukan inventarisasi ketersediaan proyek yang sesuai dengan karakteristik pola supply chain yang telah teridentifikasi pada penelitian terdahulu (Susilawati, 2005). Proses inventarisasi dilakukan melalui pihak perusahaan, hal dimaksudkan untuk mempermudah akses dalam mendapatkan data di proyek, karena berdasarkan pengalaman penelitianpenelitian lainnya, sangat sulit melakukan pengambilan data jika langsung berhubungan dengan proyek selain itu untuk mempermudahkan proses identifikasi karakteristik proyek yang diharapkan. Di samping itu langkah ini ditempuh sebagai antisipasi untuk mempersingkat jalur birokrasi yang ada, karena biasanya proyek akan menyampaikan permohonan yang diajukan ke pihak manajemen di perusahaan baru memberikan keputusan diterima tidaknya permohonan penelitian ini, hal ini akan memerlukan waktu yang lebih lama. Metode pengumpulan data dilakukan melalui cross-sectional survey yaitu pengumpulan data berupa informasi yang dikumpulkan hanya pada suatu saat tertentu. Informasi akan dikumpulkan dengan wawancara ke responden dari proyek yang dijadikan sebagai responden. Wawancara yang mendalam dilakukan secara semi struktur atau semi-structured depth interviewing. Wawancara semi struktur adalah model sejumlah pertanyaan yang dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara namun pertanyaan yang disiapkan adalah model terbuka artinya untuk pertanyaan berikutnya tidak dapat direncanakan sebelumnya oleh 62

63 pewawancara tetapi diajukan seadanya dengan cara yang hati-hati dan berteori (Wengraf, 2001:5). IV.2 Keterbatasan dalam Pemilihan Studi Kasus Pemilihan studi kasus yang menjadi obyek dalam penelitian ini, tidak terlepas dari ketersediaan proyek konstruksi bangunan yang sedang dilaksanakan pada saat dilakukannya penelitian ini. Adapun karakteristik proyek konstruksi bangunan yang menjadi obyek penelitian ini dilakukan pada proyek yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Berdasarkan pendapat Maylor (2003), tingkat kompleksitas suatu proyek dapat dilihat dari tiga hal, yaitu kompleksitas organisasi, kompleksitas sumber daya, dan kompleksitas keteknikan. Proyek konstruksi bangunan yang merupakan salah satu jenis proyek konstruksi yang memiliki variasi di dalam pengunaan material dan komponen bangunan, serta penggunaan tingkat spesialisasi yang tinggi, menunjukkan bahwa jenis konstruksi bangunanini dapat digolongkan sebagai proyek dengan kompleksitas yang tinggi. Selain itu proyek yang akan dijadikan sebagai studi kasus harus mempunyai karakteristik supply chain sebagaimana yang telah teridentifikasi. Pemilihan studi kasus penelitian tidak terlepas dari batas waktu penelitian yang sudah memasuki akhir tahun dan ketersediaan proyek yang sedang dilaksanakan dalam rentang waktu tahun 2007 dan wilayah studi kasus dipersempit hanya di Jakarta. Dari hasil identifikasi di tingkat perusahaan, empat proyek yang dipilih untuk dijadikan penelitian merupakan proyek yang memiliki banyak keterlibatan pelaku supply chain dengan keahliannya yang berbeda-beda. Artinya pelaku tidak hanya terdiri dari pemilik proyek dan kontraktor namun juga terdiri dari subkontraktor/spesialis, dan supplier.

64 IV.3 Pelaksanaan Survey Pengumpulan Data Pelaksanaan survei mulai dilakukan pada awal bulan Mei 2007 dengan menyampaikan surat permohonan kepada beberapa perusahaan kontraktor BUMN dan swasta nasional. Dari beberapa surat permohonan yang diajukan, terdapat lima perusahaan yang merespon dan diterima jawaban kesediaan menjadi responden penelitian kurang lebih 4 minggu kemudian. Hal ini dilanjutkan dengan kunjungan ke perusahaan untuk memaparkan tujuan, maksud dan proses penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi karakteristik proyek yang sedang dilaksanakan oleh kontraktor berdasarkan karakteristik proyek yang akan dijadikan responden penelitian yang telah ditetapkan. Dari kelima perusahaan yang bersedia diperoleh tiga perusahaan yang mempunyai proyek dengan karakteristik yang diharapkan dan pelaksanaannya sedang berjalan, yaitu sebanyak 5 proyek dengan karakteristik proyek yang mengacu pada pola-1 jaringan SC sesuai dengan Gambar II.6 sebanyak 1 proyek, pola-2 jaringan SC sesuai dengan Gambar II.7 sebanyak 1 proyek dan pola-4 jaringan SC sesuai dengan Gambar II.9 sebanyak 3 proyek, ke semua proyek berlokasi di Jakarta. Setelah diperoleh rekomendasi proyek responden, kemudian dilanjutkan dengan survei ke lokasi proyek. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan penjadwalan pengambilan data primer serta wawancara yang akan dilakukan dengan pihak project manager, site manager, bagian logistik proyek dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Tahapan pekerjaan pengumpulan data terbagi menjadi : Data primer Pengumpulan data-data primer yang dibutuhkan sebagai bagian dari langkah pengukuran kinerja supply chain dengan mengacu pada indikator pengukuran yang merupakan pengukuran secara kuantitatif. Pengambilan data primer

65 dilakukan terhadap data-data sebagaimana terangkum dalam Tabel IV.1 berikut. Tabel IV.1 Kebutuhan data primer No. Indikator Jenis data yang diperlukan 1 Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja 2 Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan 3 Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat Data Variation Order (VO) atau Change Order (CO) Catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek Data risalah jenis-jenis rapat yang biasa dilakukan di proyek 4 Intensitas defect pekerjaan Data catatan hasil pengawasan yang dilakukan oleh proyek 5 Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material Purchase Order (PO), Delivery Order (DO) 6 Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman Purchase Order (PO), Delivery Order (DO) (deliver) 7 Intensitas kejadian reject material Data material reject 8 Inventory material Data Inventory 9 Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan 10 Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan pelaksanaan Data complaints Data wawancara Selain melakukan pengumpulan data primer juga dilakukan wawancara dengan project manager, site manager, divisi logistik proyek dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas beberapa pertanyaan menyangkut aktifitas pelaksanaan di lapangan. Materi wawancara yang disampaikan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu materi wawancara yang dilakukan dengan project manager atau site manager dan materi wawancara yang dilakukan dengan divisi logistik proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada responden dibuat berdasarkan indikator-indikator yang telah

66 dikembangkan. Indikator yang menjadi dasar pertanyan dalam wawancara sebagaimana terangkum pada Tabel IV.2 berikut. Tabel IV.2 Jenis indikator dan materi wawancara No. Indikator Materi Wawancara 1 Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja 2 Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan Jenis-jenis VO, penyebab, akibat dan penyelesaian Jenis-jenis kendala, penyebab, akibat dan penyelesaian 3 Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat Jenis-jenis rapat, pihak yang ikut serta 4 Intensitas defect pekerjaan Penyebab, akibat dan penyelesaian 5 Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material Mekanisme pengukuran kinerja supplier 6 Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver) Perencanaan kedatangan material, proses penerimaan material di lapangan 7 Intensitas kejadian reject material Penyebab, akibat dan penyelesaian 8 Inventory material Mekanisme pengelolaan inventori 9 Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan 10 Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier Alasan ada/ tidak, dampak dalam pelaksanaan Jenis-jenis komplain, penyebab, akibat dan penyelesaian Wawancara dilakukan dalam beberapa tahapan, mengingat intensitas kesibukan dari masing-masing pihak responden dan juga sebagai antisipasi dari kecukupan data pada saat pengolahan data dilakukan. Wawancara dilakukan selama ± 1,5 jam (90 menit) dengan bertatap muka secara langsung kepada responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya salah penafsiran terhadap pertanyaan diajukan. Pertanyaan diberikan secara sistematis sesuai dengan outline pertanyaan yang telah dibuat. Pada saat wawancara berlangsung sering terjadi pengembangan pertanyaan-pertanyaan dari yang telah direncanakan. Hal ini dimungkinkan mengingat keterbatasan pemahaman terhadap permasalahan di lapangan yang hanya digali

67 berdasarkan studi literatur sehingga terjadi pengembangan pertanyaan yang telah ada. Responden yang ditunjuk atau diberi wewenang oleh perusahaan untuk menjawab pertanyaan merupakan responden yang berkompeten dengan pengadaan, pembelian, dan proses operasional di lapangan yang dilakukan perusahaan. Wawancara dilakukan secara langsung antara peneliti dengan responden. Draft pertanyaan yang akan diajukan pada saat wawancara telah terlebih dahulu disampaikan pada responden untuk memperlancar proses wawancara yang akan dilakukan. Setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan dicatat langsung dihadapan responden. Responden dapat melihat dan memeriksa langsung jika terjadi kesalahan penulisan atau pemahaman yang berbeda terhadap jawaban antara peneliti dan responden. Ada saatnya responden merasa tidak pasti atau ragu atau membutuhkan second opinion terhadap jawaban pertanyaan yang diberikan, maka responden tersebut langsung bertanya kepada rekan kerjanya. Sehingga semua jawaban dari pertanyaan yang diajukan telah benar-benar sesuai dengan apa yang terjadi dalam perusahaan bukan dari subjektivitas responden. IV.4 Kendala-kendala dalam Pengumpulan Data Secara keseluruhan tidak ditemui kendala yang signifikan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kerjasama yang diberikan responden sangat baik dan sangat membantu dalam proses pengumpulan data maupun pada saat wawancara. Kendala yang ditemui hanya berupa menyamakan persepsi terhadap kebutuhan data yang diajukan berdasarkan indikator yang telah dikembangkan dengan pemahaman responden terhadap data tersebut, sehingga akan mempermudah proses pengumpulan data yang dilakukan. Selain itu intensitas kesibukan responden di lapangan menyebabkan proses wawancara yang dilakukan harus beberapa kali untuk mengantisipasi kekurangan waktu dalam menjawab seluruh pertanyaan penelitian ini.

68 IV.5 Hasil Pengumpulan Data Dari hasil suatu survey pendahuluan yang dilakukan diperoleh beberapa proyek yang saat ini sedang ditangani oleh perusahaan, namun pola supply chain yang terjadi pada proyek-proyek tersebut hanya mewakili 3 (tiga) dari 4 (empat) bentuk supply chain yang ada, yaitu pola-1 supply chain sesuai dengan Gambar II.6, pola-2 supply chain sesuai dengan Gambar II.7 dan pola-4 supply chain sesuai dengan Gambar II.9. Pengumpulan data yang dilakukan dibatasi hanya menelaah dokumentasi kegiatan produksi di lapangan untuk kurun waktu pelaksanaan antara bulan April 2007 sampai dengan Oktober 2007, jadi tidak dilakukan pengamatan untuk keseluruhan waktu pelaksanaan pekerjaan. Dengan aktifitas pekerjaan yang ditinjau meliputi pekerjaan pemasangan dinding bata ringan, pekerjaan plafond, pekerjaan lantai keramik serta pekerjaan mekanikal dan elektrikal. Pengadaan material yang dilakukan pengamatan terutama untuk material bata ringan, keramik, sanitair, plafond dan mekanikalelektrikal. Jenis pekerjaan dan jenis material yang diteliti untuk proyek pada pola hubungan pola-1 supply chain, pola-2 supply chain maupun pola-4 supply chain ditetapkan sama, dengan asumsi agar tidak terdapat faktor lain yang bisa mempengaruhi selama dilakukannya pengukuran, yang mungkin berasal dari adanya perbedaan karakteristik, jika jenis pekerjaan dan jenis material yang ditetapkan berbeda. Selain itu juga mengingat pengkajian ini hanya bersifat deskriptif sehingga diperlukan suatu kesamaaan aspek-aspek yang akan ditinjau, dengan demikian diharapkan akan dapat dilakukan perbandingan yang linear. Pembatasan ini juga dimaksudkan untuk menselaraskan item-item pekerjaan antara proyek yang satu dengan proyek yang lain mengingat tidak semua proyek studi kasus sedang berjalan pada tahapan pekerjaan yang sama. Keempat jenis pekerjaan yang akan ditinjau adalah : a. Pekerjaan dinding yaitu pemasangan material celcon (bata ringan) dan pemasangan dinding batu bata. Pekerjaan ini merupakan salah satu

69 pekerjaan yang dilaksanakan sendiri oleh kontraktor (swakelola), sehingga kontraktor memiliki hubungan langsung dengan supplier material dan supplier tenaga kerja (mandor). b. Pekerjaan pemasangan plafond. Pekerjaan ini merupakan salah satu pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor utama. Berdasarkan hasil pengumpulan data awal diperoleh gambaran bahwa pekerjaan ini memiliki peluang menimbulkan berbagai konflik dalam pelaksanaan di lapangan. Hal ini disebabkan pekerjaan ini melibatkan banyak pihak dan sangat terkait dengan pelaksanaan pekerjaan mekanikal dan elektrikal. c. Pekerjaan Mekanikal-Elektrikal (M/E). Pelaksanaan pekerjaan ini juga dilakukan oleh subkontraktor/ spesialis. Pada hubungan SC pola-1, kontraktor utama mensubkontrakkan pekerjaan ini pada subkontraktor dan pada hubungan SC dengan pola-2 dan 4 merupakan pekerjaan yang dikontrakkan oleh owner kepada pihak penyedia jasa lainnya selain kontraktor utama. d. Pekerjaan lantai, yaitu pekerjaan pemasangan keramik. Berdasarkan hasil pengumpulan data awal terlihat terjadi hubungan langsung antara owner dengan supplier material pada aktifitas ini, terutama pada hubungan SC dengan pola-4. Penetapan pekerjaan-pekerjaan di atas sebagai obyek tinjauan berdasarkan asumsi keterlibatan banyak pihak dalam pelaksanaan pekerjaan serta ketergantungan antara pekerjaan dengan pekerjaan lain pada saat pelaksanaan pekerjaan akan menimbulkan banyak terjadi konflik. Untuk meminimalisir terjadinya konflik diperlukan suatu upaya pengelolaan hubungan antar pihak yang terlibat. Selain itu terkait dengan praktek pengadaan material yang dilakukan oleh owner dimana volume dari material tersebut cukup besar. Adapun data-data yang berhasil dikumpulkan untuk kebutuhan penelitian ini sebagaimana disajikan pada Tabel IV. 3 berikut.

70 Tabel IV.3 Hasil pengumpulan data primer No. Indikator Jenis data yang dikumpulkan 1 Intensitas perubahan/ revisi terhadap rencana kerja Catatan terjadinya Variation Order (VO) atau Change Order (CO) 2 Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan Catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek 3 Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat Risalah jenis-jenis rapat yang biasa dilakukan di proyek 4 Intensitas defect pekerjaan Catatan hasil pengawasan yang dilakukan oleh proyek 5 Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material Purchase Order (PO), Delivery Order (DO) 6 Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman Purchase Order (PO), Delivery Order (DO) (deliver) 7 Intensitas kejadian reject material Data material reject 8 Inventory material Data Inventory 9 Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan 10 Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan pelaksanaan Data complaints Dari proses pengumpulan data yang dilakukan terlihat bahwa untuk keperluan penelitian ini data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi di lapangan lebih besar kontribusinya dalam analisa yang dilakukan jika dibandingkan dengan data primer yang dikumpulkan. Hal ini disebabkan karena mekanisme wawancara yang dilakukan untuk memperdalam hasil dari data primer yang telah diperoleh di lapangan. IV.6 Gambaran Umum Proyek Pada bagian ini akan dipaparkan gambaran umum dari setiap proyek studi kasus yaitu empat proyek konstruksi bangunan gedung yang dikelola oleh dua perusahaan kontraktor BUMN Nasional yang berlokasi di Jakarta yaitu Kontraktor X, dan Kontraktor Y, dengan rincian sebagai berikut:

71 1. Kontraktor X Proyek A Proyek Pembangunan Gedung Fasilitas Rumah Sakit, Jakarta Proyek C Proyek Pembangunan Gedung Apartemen, Jakarta 2. Kontraktor Y Proyek B Proyek Gedung Perkantoran, Jakarta Proyek D Proyek Pembangunan Kompleks Apartemen, Jakarta. Pemaparan meliputi data umum proyek sehingga akan tergambar kompleksitas masing-masing proyek dan gambaran kinerja proyek terkait dengan hubungan antar pihak yang terlibat dalam pelaksanaan produksi di lapangan. Deskripsi Proyek A Proyek A merupakan proyek pembangunan gedung fasilitas rumah sakit yang berlokasi di Jakarta dengan pemerintah sebagai pemilik bangunan. Metoda kontrak yang dilakukan dalam proyek ini adalah metoda metoda kontrak umum, di mana kontraktor X merupakan satu-satunya pihak yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Owner tidak melakukan pemecahan kontrak, sehingga seluruh supply chain yang terdapat dalam site konstruksi pada proyek ini merupakan anggota supply chain dari kontraktor X. Data umum proyek disajikan pada Tabel IV.4 Pola supply chain pada proyek A merupakan pola SC-1, di mana pada pola ini terdapat pekerjaan yang dilakukan sendiri oleh kontraktor sehingga kontraktor memiliki hubungan langsung dengan penyedia material, penyedia alat, dan pekerja. Selain itu ada pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor baik kepada subkontraktor untuk beberapa jenis pekerjaan dasar, dan pada kontraktor spesialis untuk jenis pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus seperti pekerjaan mekanikal elektrikal. Dalam hal ini, umumnya subkontraktor dan subkontraktor spesialis tersebut melakukan pengadaan material, alat dan

72 pekerjanya sendiri. Dengan demikian maka dalam pekerjaan yang disubkontrakkan, pola pasokannya terjadi secara hirarkis (berantai). Tabel IV.4 Data umum proyek A Nama proyek Proyek Pembangunan Gedung Fasilitas Rumah Sakit Pola jaringan SC Pola-1 Fungsi bangunan Gedung Perawatan Pemilik bangunan Pemerintah Nilai Kontrak Awal Rp. 84,061,000,000 Nilai Kontrak Addendum Rp. 94,061,000,000 Ketinggian bangunan 8 lantai + 1 basement Waktu pelaksanaan 345 hari kalender Subkontraktor pekerjaan struktur 6 perusahaan Subkontraktor pekerjaan arsitektur 15 perusahaan Subkontraktor pekerjaan M/E 6 perusahaan Supplier 32 perusahaan Nominated subcontractor Tidak ada Material Supplied By Owner Tidak ada Metoda Kontrak Kontrak Umum Pola supply chain pada proyek A sebagaimana terlihat Gambar IV.1. Gambar IV.1 Pola supply chain pada proyek A

73 Dalam konteks pola-1 ini, tidak teridentifikasi adanya nominated sub contractor atau nominated supplier sebagai intervensi owner terhadap pengadaan yang dilakukan oleh kontraktor. Sifat kontrak yang digunakan adalah lumpsum fixed price dan dana pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta sistem pengadaan kontraktor dilakukan dengan pelelangan umum. Secara keseluruhan proyek ini merupakan tanggung jawab kontraktor utama karena owner tidak melakukan pemecahan kontrak. Kontraktor pada pelaksanaan pekerjaan bertindak selaku koordinator dan pimpinan dari supply chain proyek. Seluruh aktivitas pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan koordinasi oleh kontraktor utama dan melibatkan konsultan manajemen konstruksi sebagai perpanjangan tangan owner terhadap permasalahan teknis di lapangan. Deskripsi Proyek B Proyek B merupakan proyek pembangunan gedung perkantoran yang berlokasi di Jakarta dengan pemerintah sebagai pemilik bangunan. Metoda kontrak yang dilakukan dalam proyek ini adalah metoda metoda kontrak umum, dimana kontraktor Y merupakan satu-satunya pihak yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Owner tidak melakukan pemecahan kontrak, sehingga seluruh supply chain yang terdapat dalam site konstruksi pada proyek ini merupakan anggota supply chain dari kontraktor Y. Data umum proyek disajikan pada Tabel IV.5. Namun berbeda dengan pola SC-1, pada pelaksanaan proyek ini teridentifikasi adanya nominated subcontractor (NSC). Adapun alasan utama owner melakukan praktek NSC terkait dengan ketersediaan dana, di mana nilai kontrak yang akan diberikan kepada NSC lebih rendah daripada jika diberikan kepada kontraktor utama. Mengingat pekerjaan yang disubkontrakkan ini juga merupakan pekerjaan spesialis yang pasti jika diserahkan kepada kontraktor utama juga akan disubkontrakkan ke pihak ketiga.

74 Tabel IV.5 Data umum proyek B Nama proyek Pembangunan Gedung Kantor Pola jaringan SC Pola-2 Fungsi bangunan Gedung Kantor Pemilik bangunan Pemerintah Nilai Kontrak Awal Rp. 62,730,000,000 Nilai Kontrak Addendum Rp. 67,884,165,000 Ketinggian bangunan 6 lantai dan basement Waktu pelaksanaan 243 hari kalender Subkontraktor pekerjaan struktur 8 perusahaan Subkontraktor pekerjaan arsitektur 22 perusahaan Subkontraktor pekerjaan M/E 11 perusahaan Supplier 20 perusahaan Nominated subcontractor 1 Perusahaan (IT) Material Supplied By Owner Karpet, IT, Soundsistem profesional Metoda Kontrak Kontrak Umum Walapun demikian selaku kontraktor utama, kontraktor Y turut dilibatkan sejak tercapainya kesepakatan antara pihak owner dengan pihak NSC. Hal ini dimaksudkan untuk menselaraskan irama kerja kontraktor utama dengan pihak NSC. Karena segala hal yang menyangkut operasional di lapangan, koordinasinya diserahkan kepada kontraktor utama, dengan mendapatkan sejumlah besaran nilai fee koordinasi yang telah disepakati. Disamping itu segala sesuatu yang berkaitan dengan kontrak kerja juga dilakukan dengan kontraktor utama, dengan kata lain walaupun merupakan NSC tapi ikatan kontrak yang dilakukan tetap dengan kontraktor utama. Selain itu juga terdapat pengadaan material yang dilakukan oleh owner, akan tetapi bukan merupakan material strategis dengan volume yang tidak terlalu besar Pola supply chain pada proyek B merupakan pola SC-2, di mana pada pola ini terdapat pekerjaan yang dilakukan sendiri oleh kontraktor sehingga kontraktor memiliki hubungan langsung dengan penyedia material, penyedia alat, dan pekerja. Selain itu ada pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor baik kepada subkontraktor untuk beberapa jenis pekerjaan dasar, dan pada

75 subkontraktor spesialis untuk jenis pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Dalam hal ini, umumnya subkontraktor dan subkontraktor spesialis tersebut melakukan pengadaan material, alat dan pekerjanya sendiri. Sifat kontrak yang digunakan adalah lumpsum fixed price dan dana pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta sistem pengadaan kontraktor dilakukan dengan pelelangan umum. Pada pekerjaan yang disubkontrakkan, pola pasokannya terjadi secara hirarkis (berantai). Pola supply chain pada proyek B sebagaimana terlihat Gambar IV.2 berikut. Gambar IV.2 Pola supply chain pada proyek B Secara keseluruhan proyek ini merupakan tanggung jawab kontraktor utama karena owner tidak melakukan pemecahan kontrak. Kontraktor pada pelaksanaan pekerjaan bertindak selaku koordinator dan pimpinan dari supply chain proyek. Seluruh aktivitas pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan koordinasi oleh kontraktor utama dan melibatkan konsultan manajemen konstruksi sebagai perpanjangan tangan owner terhadap permasalahan teknis di lapangan, demikian pula terhadap nominated subcontractor (NSC). Selain itu kontraktor utama juga harus menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan seperti listrik, gudang material, peralatan kerja horizontal dan peralatan kerja vertikal. Pemakaian fasilitas ini nantinya akan

76 dikenakan biaya terhadap subkontraktor dan NSC yang bersangkutan. Adapun lingkup pekerjaan yang dikerjakan adalah : Pekerjaan persiapan dan prasarana Pekerjaan pondasi Pekerjaan struktur Pekerjaan arsitektur Pekerjaan tapak bangunan Pekerjaan perlengkapan Pekerjaan pos jaga Pekerjaan mekanikal dan elektrikal Bagian pekerjaan yang dikerjakan sendiri oleh kontraktor, antara lain : Pekerjaan persiapan dan prasarana Pekerjaan struktur Pekerjaan arsitektur Pekerjaan perlengkapan Kompleksitas pekerjaan yang tinggi dengan masa kerja yang relatif singkat menyebabkan kontraktor membagi-bagi pekerjaaan ke beberapa subkontraktor. Adapun pekerjaan yang disubkontrakkan adalah : Pekerjaan pondasi Pekerjaan piling Pekerjaan dewatering Pekerjaan galian dan buang tanah Pekerjaan bekisting Pekerjaan anti rayap Pekerjaan arsitektur Pekerjaan floor harderner Pekerjaan mekanikal dan elektrikal Pekerjaan lift

77 Pekerjaan mekanikal Pekerjaan instalasi listrik Pekerjaan STP Pekerjaan WP integral Perijinan IMB Pengadaan dan pasang listrik Pekerjaan pos jaga Deskripsi Proyek C Proyek C merupakan proyek pembangunan komplek apartemen yang berlokasi di Jakarta dengan pemilik proyek salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang properti. Kontrak yang digunakan bersifat lumpsum fixed price dengan dana pembiayaan bersumber dari swasta murni. Dalam pelaksanaan pekerjaan owner melakukan pemecahan kontrak terhadap beberapa pengadaan barang maupun jasa yang dianggap potensial. Data umum proyek C dapat dilihat pada Tabel IV.6. Tabel IV.6 Data umum proyek C Nama proyek Proyek Pembangunan Apartemen Pola jaringan SC Pola-4 Fungsi bangunan Apartemen Pemilik bangunan Swasta Nilai Kontrak Pekerjaan Struktur Rp. 109,969,946,000 Nilai Kontrak Pekerjaan Arsitektur Rp. 39,600,000,000 Ketinggian bangunan 24 lantai + 2 basement Waktu pelaksanaan 549 hari kalender Subkontraktor pekerjaan struktur 10 perusahaan Subkontraktor pekerjaan arsitektur 28 perusahaan Supplier 22 perusahaan Nominated subcontractor 11 perusahaan ( 9 M/E + 2 Ars) Material Supplied By Owner M/E, Keramik, Sanitair Metoda Kontrak Kontrak Terpisah

78 Metoda kontrak yang digunakan dalam proyek ini adalah metoda kontrak terpisah, dimana kontraktor X merupakan salah satu dari beberapa kontraktor yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Pola supply chain pada proyek C merupakan pola SC-4 yang merupakan pola khusus yang terjadi disebabkan oleh besarnya peran pemilik dalam pengadaan, dimana terjadinya hubungan langsung antara pemilik proyek dengan pihak penyedia jasa lainnya selain kontraktor X dan membentuk pola hubungan yang setara antara pemilik proyek dengan pihak-pihak dibawahnya, yaitu kontraktor dan subkontraktor. Selain itu juga terjadinya hubungan langsung pemilik proyek dengan pihak kontraktor lain dan pihak penyedia material. Kontrak untuk pekerjaan struktur dan pekerjaan arsitektur yang merupakan lingkup pekerjaan kontraktor X dilakukan secara terpisah. Sehingga terdapat dua kontrak yaitu kontrak untuk paket pekerjaan struktur dan kontrak untuk paket pekerjaan finishing arsitektur. Pemisahan kontrak pekerjaan menjadi dua paket dikarenakan belum seluruhnya pekerjaan perencanaan yang dilakukan oleh konsultan selesai dilaksanakan sehingga untuk menghemat waktu dilakukan kontrak untuk pekerjaan struktur terlebih dahulu. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor X adalah pekerjaan struktur dan arsitektur dengan lingkup pekerjaan antara lain : pekerjaan struktur, pekerjaan dinding, pekerjaan lantai, pekerjaan plafond, pekerjaan sanitair, pekerjaan pintu/ jendela, dan pekerjaan luar. Selain itu ada bagian pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor lain yang langsung berikatan kontrak dengan owner, yaitu pekerjaan mekanikal dan elektrikal dengan material di supplied by owner. Di samping itu juga terindikasi adanya keterlibatan owner dalam menentukan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan (Nominated subcontractor) dan Nominated Supplier. Pengadaan material utama pada proyek ini terutama untuk pekerjaan arsitektur dilakukan oleh owner (supplied by owner) antara lain material keramik, perlengkapan sanitair.

79 Pola supply chain pada proyek C sebagaimana terlihat Gambar IV.3 berikut. Gambar IV.3 Pola supply chain pada proyek C Deskripsi Proyek D Proyek D merupakan proyek pembangunan komplek apartemen yang berlokasi di Jakarta. Owner dari proyek ini adalah salah satu lembaga swasta yang bergerak di bidang properti. Kontrak yang digunakan bersifat lumpsum fixed price dengan dana pembiayaan bersumber dari swasta murni. Owner melakukan pemecahan kontrak terhadap beberapa pengadaan barang maupun jasa yang dianggap potensial. Dalam hal ini owner melakukan pengadaan material-material dengan volume yang besar serta pengadaan jasa tertentu. Pengadaan material utama pada proyek ini terutama untuk pekerjaan arsitektur yang dilakukan oleh owner (supplied by owner) antara lain material keramik, perlengkapan sanitair dan pintu kayu. Selain itu ada bagian pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor lain yang langsung berikatan kontrak dengan owner. Praktek pemecahan kontrak ini dilakukan owner terkait dengan masalah financial di mana owner menganggap dengan melakukan praktek ini telah memperoleh penghematan. Data umum proyek disajikan pada Tabel IV.7.

80 Tabel IV.7 Data umum proyek D Nama proyek Proyek Pembangunan Apartemen Fungsi bangunan Apartemen Pola jaringan SC Pola-4 Pemilik bangunan Swasta Nilai Kontrak Pekerjaan Arsitektur Rp. 125,900,000,000 Ketinggian bangunan 4 tower, 34 lantai + 2 lantai ruang mesin Waktu pelaksanaan 812 hari kalender Subkontraktor pekerjaan arsitektur 35 perusahaan Kontraktor lain 10 perusahaan Supplier 25 perusahaan Nominated subcontractor 1 perusahaan (pintu kayu) Material Supplied By Owner Keramik, M/E, sanitair, hardware pintu Metoda Kontrak Kontrak Terpisah Metoda kontrak yang dilakukan dalam proyek ini adalah metoda kontrak terpisah, dimana kontraktor Y merupakan salah satu dari beberapa kontraktor yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Besaran tanggungjawab kontraktor Y hanya sebatas lingkup pekerjaan yang menjadi kewajibannya. Terhadap pihak-pihak lain yang terlibat dalam proyek kontraktor Y hanya bertanggungjawab terhadap keamanan, ketertiban dan kebersihan lokasi pekerjaan. Terhadap pemakaian segala fasilitas kontraktor Y seperti peralatan kerja, listrik dan lain-lain oleh pihak kontraktor lain akan dikompensasikan sesuai dengan kesepakatan bersama. Pola supply chain pada proyek D merupakan pola SC-4 yang merupakan pola khusus yang terjadi disebabkan oleh besarnya peran pemilik dalam pengadaan, dimana terjadinya hubungan langsung antara pemilik proyek dengan pihak penyedia jasa lainnya selain kontraktor Y dan membentuk pola hubungan yang setara antara pemilik proyek dengan pihak-pihak dibawahnya, yaitu kontraktor dan subkontraktor. Selain itu juga terjadinya hubungan langsung pemilik proyek dengan pihak penyedia material. Pola supply chain pada proyek D sebagaimana terlihat Gambar IV.4 berikut.

81 Gambar IV.4 Pola supply chain pada proyek D Kontrak untuk pekerjaan struktur dan pekerjaan arsitektur yang merupakan lingkup pekerjaan kontraktor Y dilakukan secara terpisah. Sehingga terdapat dua kontrak yaitu kontrak untuk paket pekerjaan struktur dan kontrak untuk paket pekerjaan finishing arsitektur. Hal ini terkait dengan kebijakan yang diberlakukan oleh owner terkait dengan strategi pemasaran dan likuiditas finansial, di mana pada setiap bagian pekerjaan ditetapkan jangka waktu penyelesaian pekerjaan (milestone) yang dituangkan dalam kontrak. Di karenakan belum tercapainya kesepakatan terhadap besaran nilai pekerjaan arsitektur sementara milistone pekerjaan telah ditetapkan, maka maka kontrak pekerjaan struktur dilaksanakan terlebih dahulu baru menyusul dilakukan kesepakatan untuk kontrak pekerjaan arsitektur. Penerapan sistem milestone ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi pemilik, tapi juga bagi kontraktor, terutama terhadap proses pelaksanaan pekerjaan yang menjadi lebih mudah dan dapat lebih leluasa mengatur prioritas pekerjaan, selain itu juga kontraktor dapat melakukan pengontrolan terhadap preliminaries karena dengan sistem ini akan lebih terukur dan akan dapat dilakukan proses penagihan secara langsung.

82 Pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor Y adalah pekerjaan struktur dan arsitektur dengan lingkup pekerjaan antara lain : pekerjaan struktur, pekerjaan dinding, pekerjaan lantai, pekerjaan plafon, pekerjaan sanitair, pekerjaan pintu/ jendela, dan pekerjaan luar. Selain itu juga terdapat pekerjaan dengan status Provisional Sum untuk pekerjaan pintu kayu dengan hardware di supplied by owner. Bagian pekerjaan arsitektur yang dilakukan sendiri oleh kontraktor meliputi kegiatan antara lain : Pekerjaan pemasangan dinding bata ringan Pekerjaan pemasangan lantai keramik Kompleksitas pekerjaan yang tinggi dengan masa kerja yang relatif singkat menyebabkan kontraktor membagi-bagi pekerjaaan ke beberapa subkontraktor. Adapun pekerjaan yang disubkontrakkan adalah : Pekerjaan plafond kalsiboard Pekerjaan plafond gypsum Pekerjaan plafond gyptile Pekerjaan railing tangga Pekerjaan railing balkon Pekerjaan water proofing membrane Pekerjaan water proofing coating Pekerjaan floor harderner Pekerjaan pintu besi Pekerjaan pintu PVC Pekerjaan GRC Pekerjaan pengecatan Berdasarkan pekerjaan yang dialokasikan pada kontraktor, maka supplier yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan kontraktor dalam pengadaan material yang dibutuhkan di lapangan adalah:

83 Bata ringan Thinbed, plester, aci Besi kolom praktis Plafond dan partisi gypsum Plafon gyptile Cat interior, eksterior, minyak Water proofing Floor harderner Kitchen sink Rekapitulasi terhadap data umum proyek studi kasus berdasarkan paparan di atas sebagaimana disajikan pada Tabel IV.8 berikut. Nama proyek Tabel IV.8 Rekapitulasi data umum proyek-proyek studi kasus Proyek A Proyek B Proyek C Proyek D Pembangunan Gedung Kantor Proyek Pembangunan Gedung Fasilitas RS Proyek Pembangunan Apartemen Proyek Pembangunan Apartemen Pola jaringan Pola-1 Pola-2 Pola-4 Pola-4 SC Fungsi Gedung Gedung Kantor Apartemen Apartemen bangunan Perawatan Pemilik Pemerintah Pemerintah Swasta Swasta bangunan NK Awal (Rp.) 84,061,000,000 62,730,000,000 NK Add. (Rp.) 94,061,000,000 67,884,165,000 NK Struktur (Rp.) NK Arsitektur (Rp.) Ketinggian bangunan Waktu pelaksanaan Subkontraktor pek. struktur Subkontraktor pek. arsitektur 8 lantai + 1 basement 6 lantai dan basement 109,969,946,000 39,600,000,000 125,900,000,000 24 lantai + 2 basement 4 tower, 34 lantai + 2 lantai ruang mesin 345 hari kalender 243 hari 549 hari kalender 812 hari kalender kalender 6 perusahaan 8 perusahaan 10 perusahaan 35 perusahaan 15 perusahaan 22 perusahaan 39 perusahaan

84 Tabel IV.8 Rekapitulasi data umum proyek-proyek studi kasus (lanjutan) Subkontraktor pek. M/E Kontraktor lain Proyek A Proyek B Proyek C Proyek D 6 perusahaan 11 perusahaan 10 perusahaan Supplier 32 perusahaan 20 perusahaan 22 perusahaan 25 perusahaan Nominated subcontractor Tidak ada 1 Perusahaan (IT) 11 perusahaan ( 9 M/E + 2 ARS) 1 perusahaan (pintu kayu) Material Supplied By Owner Tidak ada Karpet, IT, Soundsistem profesional M/E, Keramik, Sanitair Keramik, M/E, sanitair, hardware pintu Metoda Kontrak Kontrak Umum Kontrak Umum Kontrak Terpisah Kontrak Terpisah Dari tabel di atas terlihat bahwa dari keempat proyek studi kasus terdapat perbedaan karakteristik dari masing-masing proyek. Perbedaan yang terjadi dikarenakan ketidaksetaraan dari proyek proyek yang dijadikan sebagai responden pada penelitian ini. Adapun perbedaan yang ada terlihat pada besaran nilai proyek, kompleksitas pekerjaan, keterlibatan pihak dalam proses produksi dan lain sebagainya.