BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG"

Transkripsi

1 BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG Studi mengenai supply chain konstruksi yang mendukung perkembangan ke arah konstruksi ramping (lean construction) di Indonesia baru memasuki tahap awal. Berbagai kajian awal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan studi-studi yang mengarah pada metoda pengelolaan supply chain konstruksi yang efektif dan efisien. Berdasarkan hasil kajian pada penelitian yang dilakukan Susilawati (2005) dapat disimpulkan bahwa telah ada upaya-upaya pengelolaan supply chain (SCM) di tingkat proyek untuk menuju konstruksi ramping. Namun upaya-upaya tersebut belum menyeluruh, sehingga peningkatan efektifitas dan efisiensi melalui penghindaran pemborosan, pengurangan waktu produksi dan biaya, serta peningkatan koordinasi dan komunikasi antar pihak yang terlibat, pada penyelenggaraan suatu proyek konstruksi khususnya bangunan gedung belum bisa berjalan dengan sempurna. Sebelum pengkajian terhadap efektifitas dan efisiensi jaringan supply chain proyek konstruksi dapat dilakukan, maka diperlukan suatu alat bantu sebagai media di dalam melakukan penilaian. Alat bantu yang dimaksud disini berupa suatu indikator yang akan dijadikan sebagai acuan untuk menilai kinerja (efektifitas dan efisiensi) dari jaringan supply chain itu sendiri. Melalui penelitian inilah alat bantu berupa indikator kinerja tersebut kemudian akan dikembangkan. Indikator kinerja adalah suatu deskripsi apa yang akan diukur atau dinilai, termasuk ukuran atau satuan yang akan digunakan, skala atau rumusan yang akan diaplikasikan seperti persentase a terhadap b, waktu rata-rata antara kegagalan dan perbaikannya. Dengan melakukan pengembangan indikator kinerja supply chain, maka penilaian terhadap kinerja supply chain pada proyek-proyek konstruksi di Indonesia dapat dilakukan, sehingga pada akhirnya akan diketahui kelebihan dan kekurangan yang ada dan dapat dirumuskan umpan balik yang perlu diberikan agar kinerja dapat menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Di samping itu, dapat pula dirumuskan langkah perbaikan terhadap kinerja supply chain selanjutnya. Perbaikan kinerja supply chain tersebut di satu sisi dilakukan untuk 55

2 56 meningkatkan kinerja proyek agar lebih baik sehingga penurunan total biaya pelaksanaan dengan mutu yang sesuai dan waktu pengerjaan yang tepat waktu bisa terealisasi dan di sisi lain dapat pula meningkatkan value bagi konsumennya. Hal inilah yang menjadi alasan sehingga kemudian dikembangkan indikator kinerja supply chain proyek konstruksi dalam penelitian kali ini Dasar Pengembangan Indikator Seperti telah sebelumnya bahwa aplikasi konsep lean construction berupa pengelolaan supply chain (SCM) di tingkat proyek, dianggap merupakan suatu usaha yang paling tepat dan sangat penting dalam membentuk suatu jaringan kerjasama yang efektif dan efisien antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu jaringan supply chain pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi demi tercapainya tujuan bersama, yaitu tercapainya value yang maksimal dengan waste yang minimal bagi customer. Karena itulah melakukan pengelolaan yang baik terhadap ke 3 (tiga) prinsip utama yang terkandung didalam konsep ini, yaitu conversion, flow dan value, merupakan suatu hal yang penting didalam industri konstruksi. Pengelolaan conversion di konstruksi dapat dilakukan dengan mengontrol dan mengoptimalkan sumberdaya melalui hirarki, sehingga proses produksi dari input menjadi output di proyek konstruksi dapat berjalan dengan baik. Untuk pengelolaan flow dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem perencanaan dan pengendalian proyek. Karena perencanaan yang bisa menjamin dan mengoptimalkan aktifitas dalam proses produksi yang merupakan value adding activities dan mengurangi non-value adding activities, akan mampu menciptakan flow pekerjaan yang lancar. Sementara penciptaan value yang sesuai keinginan konsumen merupakan prinsip dasar yang melingkupi semua tahapan dalam proses produksi suatu produk, sehingga salah satu pengimplementasian dari prinsip ini adalah dengan melakukan berbagai usaha agar hasil akhir dari proses produksi yang dilakukan (produk konstruksi yang dihasilkan) sesuai dengan keinginan konsumen (memberikan kepuasan terhadap konsumen). Didalam penelitian ini, indikator yang telah terbentuk nantinya akan didasarkan terhadap 3 (tiga) hal :

3 57 Penerapan tiga aspek utama dari konstruksi ramping, yaitu conversion, flow, dan value. Telaah studi literatur mengenai konsep rantai pasok (supply chain) dan pengelolaan rantai pasok (supply chain management) serta kajian terkait dengan berbagai model pengukuran kinerja supply chain yang pernah dikembangkan di industri manufaktur. Ketersediaan jenis-jenis data, terutama yang terkait dengan aliran material/jasa, uang dan informasi yang dapat mendukung terhadap kelancaran produksi dan koordinasi yang baik antar pihak yang terlibat di suatu jaringan supply chain, yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung). Berdasarkan telaah studi literatur sebelumnya diketahui bahwa industri manufaktur merupakan salah satu industri yang telah banyak melakukan berbagai studi dan penelitian terkait dengan peningkatan kinerja dalam supply chain. Salah satu studi terkait dengan hal ini adalah studi yang dilakukan Salla (2003), mengenai pengukuran kinerja supply chain management di suatu perusahaan. Dalam studi tersebut telah dikembangkan 15 (lima belas) indikator pengukuran kinerja di suatu perusahaan manufaktur. Pada Tabel 4.1. berikut diberikan 15 (lima belas) indikator pengukuran kinerja di suatu perusahaan manufaktur yang dikembangkan Salla (2003). Tabel 4.1. Kinerja Supply Chain Perusahaan Manufaktur No Indikator Kinerja Definisi 1. Delivery performance to request Kinerja perusahaan dalam memenuhi permintaan untuk dapat sesuai dengan jumlah yang diminta oleh customer 2. Order fulfillment lead time Waktu yang diperlukan perusahaan untuk memenuhi permintaan customer 3. Perfect order Tingkat keakuratan perusahaan dalam melakukan pemenuhan permintaan dari customer 4. Order fill rate Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan customer pada kedatangan pertama kali

4 58 No Indikator Kinerja Definisi 5. Performance to promise Keadaan perusahaan berkaitan dengan pemenuhan janji yang diberikan oleh perusahaan jika terjadi kekurangan atau jika terjadi kekosongan dari barang yang diminta 6. Upside production flexibility Fleksibilitas dari supplier perusahaan dalam memenuhi permintaan perusahaan 7. Fixed production Stabilitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan 8. Total supply management cost : Order manufacturing cost Biaya order dari pesanan Equipment related to production as Besarnya pembelian perlengkapan yang a% of revenue diperlukan perusahaan Inventory carrying cost Biaya simpan dari inventory Inventory investment as % of sales Besarnya investasi dari inventory % of raw material, purchased Jumlah bahan baku yang dibeli perusahaan component, product compare to total inventory investment 9. Measure of excess/obsolete inventory Adanya inventory yang kelebihan/menjadi tidak digunakan 10. Projected inventory turns Perpindahan inventory yang diinginkan perusahaan di masa depan 11. Inventory accuracy Ketepatan penggunaan dari jumlah inventory yang dilakukan 12. Value of slow maving product Ketepatan dari besarnya nilai yang harus disediakan 13. Forecast accuracy : Unit of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan Dollar of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan dari besarnya nilai yang harus disediakan 14. Transportation Freight cost per unit shipped Biaya angkut dari pengiriman per unit Outbound freight cost as percentage of net sales Biaya kirim yang dibandingkan terhadap penjualan Inbound freight cost as percentage of purchases Biaya angkut yang terjadi di dalam perusahaan dibandingkan terhadap pembelian Claims as % og freight costs Biaya klaim yang dibandingkan terhadap biaya angkut Accecorials as percent of total Biaya tambahan dalam mengirim freight Percent of truckload capacity Pengunaan ruang dalam kendaraan utilized Mode selection vs optimal Cara pengiriman yang paling opimal Truckturn around time Lama waktu untuk mengisi kendaraan yang datang Shipment visibility/ traceability Kemampuan melihat kinerja pengiriman dari percent ekspedisi yang digunakan perusahaan Number of carries per mode Jumlah ekspedisi yang menggunakan cara pengangkutan yang sama dengan perusahaan On time pickups Ketepatan waktu pengambilan ke perusahaan

5 59 No Indikator Kinerja Definisi 15. Return Return processing cost as % of product revenue Return inventory status Return cycle time : - Cycle times to process excess product return to re sale Cycle time to process obsolete & end of life product return disposal Cycle time to repair of refurbish return for use Percent actual achievement versus published service agreement cycle time # of repairs performed as % of total units shipped annualy # of repairs performed internally as a % of total # repairs performed # of repairs performed externally (by third party) as a % of total # repairs performed. Cost of units repaired/refusbished internally as a % of total Cost of units repaired/refusbished externally as a % of total Defect free order to total order Biaya memproses barang yang dikembalikan terhadap penerimaan produk yang sejenis yang dikirim Jumlah inventory dari barang yang dikembalikan Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan untuk dijual kembali Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan yang sudah habis masa expired Waktu untuk memperbaiki barang yang dikembalikan untuk digunakan kembali Waktu yang direncanakan dibandingkan waktu actual yang dilakukan berkaitan dengan return Jumlah yang diperbaiki dibandingkan terhadap jumlah yang dikirim Jumlah yang diperbaiki oleh perusahaan sendiri dibandingkan terhadap jumlah total perbaikan yang harus dilakukan Jumlah yang diperbaiki oleh pihak luar dari perusahaan Biaya memperbaiki barang yang dikembalikan Biaya perbaikan yang dilakukan oleh pihak luar dari perusahaan Jumlah pemenuhan permintaan yang tanpa return Kelima belas indikator ini akan menjadi dasar pertimbangan dalam tahap penentuan nama indikator yang akan dikembangkan dalam penelitian ini, namun hanya dalam hal ide penamaan saja. Dari 15 (lima belas) indikator tersebut akan dilakukan pemilahan mana yang bisa diterapkan di proyek konstruksi, kemudian berdasarkan jenis data di lapangan yang berhasil diperoleh dari survey akan dilihat keterkaitannya dengan 15 (lima belas) indikator di manufaktur sehingga pada akhirnya bisa dikembangkan 10 (sepuluh) indikator penilaian kinerja supply chain pada proyek konstruksi bangunan gedung. Jenis data di lapangan yang akan menjadi pertimbangan dalam penentuan indikator yang dikembangkan dalam penelitian ini akan diperoleh melalui suatu survey berupa wawancara dan diskusi terpadu dengan pihak-pihak yang terlibat di proyek yang dijadikan studi kasus. Dari hasil survey inilah kemudian akan diperoleh apa saja jenis data yang terkait dengan aliran material/jasa, uang dan

6 60 informasi yang dapat mendukung terhadap kelancaran produksi dan koordinasi yang baik antar pihak yang terlibat di suatu jaringan supply chain. Setelah itu pengkajian yang lebih mendalam terhadap isi dari masing-masing jenis data dan bagaimana keterkaitannya dengan prinsip-prinsip yang ada didalam konsep lean construction kemudian dilakukan, sehingga penentuan indikator dan pendefinisian terhadap masing-masing indikator kemudian bisa dilakukan. Jenis-jenis data yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung), yang terkait dengan aliran material/jasa, uang dan informasi yang dapat mendukung terhadap kelancaran produksi dan koordinasi yang baik antar pihak yang terlibat di suatu jaringan supply chain, yang berhasil diidentifikasi dan bagaimana keterkaitannya dengan indikator penilaian yang akan dikembangkan, diilustrasikan dalam Gambar 4.1. berikut ini.

7 61 J E N I S D A T A P R I M E R E K S I S T I N G D I L A P A N G A N Data Variation Order (VO) atau Change Order (CO) Catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek Data risalah jenis-jenis rapat yang dilakukan selama masa pelaksanaan Data catatan hasil pengawasan yang dilakukan oleh proyek Purchase Order (PO) Data monitoring kedatangan material Data material reject Data inventory material di gudang Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan pelaksanaan Daftar complaints yang terjadi selama masa pelaksanaan INDIKATOR 1 : Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja INDIKATOR 2 : Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan INDIKATOR 3 : Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat INDIKATOR 4 : Intensitas defect pekerjaan INDIKATOR 5 : Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material INDIKATOR 6 : Kedatangan material yang melewati waktu tenggang (lead time) INDIKATOR 7 : Intensitas kejadian reject material INDIKATOR 8 : Inventory material INDIKATOR 9 : Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan INDIKATOR 10 : Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier Gambar 4.1. Keterkaitan antara jenis data primer dan indikator penilaian 4.2. Batasan Penggunaan Indikator Indikator kinerja supply chain yang dikembangkan ini hanya bisa digunakan untuk mengukur kinerja dari beberapa pihak (stakeholders) yang terlibat dalam suatu jaringan supply chain pada suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung) saja. Berdasarkan beberapa literatur, dapat disimpulkan beberapa komponen utama dalam suatu supply chain konstruksi, antara lain:

8 62 1. Owner (pelaku hilir) Dalam proses produksi konstruksi peran owner sangatlah tinggi. Proses supply chain konstruksi dimulai dari inisiatif owner yang memprakarsai dibuatnya produk konstruksi bangunan dan berakhir pada owner ketika produk tersebut selesai diproduksi (Vrijhoef, 1999). Peran owner ada dalam setiap tahapan, sejak tahap feasibility study, perencanaan, pengadaan, pelaksanaan, operasi, dan pemeliharaan. Bahkan dalam tahapan proses produksi owner dapat menunjuk langsung pihak yang terlibat untuk pelaksanaan nominated subcontractor/ nominated supplier. Selain itu owner juga memiliki beberapa peranan penting lainnya seperti membiayai proyek dan tentunya menetapkan keputusan-keputusan penting berkaitan dengan proyek. 2. Kontraktor (pelaku utama) Kontraktor adalah suatu organisasi konstruksi yang memberikan layanan pekerjaan pelaksanaan konstruksi berdasarkan perencanaan teknis dan spesifikasi yang telah ditetapkan. Sekarang ini berkembang berbagai organisasi yang berperan sebagai kontraktor, mulai dari perusahaan individu hingga perusahaan besar dengan jumlah pekerja yang banyak. Begitu pula dengan ruang lingkup pekerjaan kontraktor dalam suatu proyek, terdapat spektrum yang sangat beragam, mulai dari lingkup pekerjaan yang sangat sempit, hingga lingkup keseluruhan pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi. Peran utama dari kontraktor adalah menyediakan layanan jasa pelaksanaan konstruksi (construction). 3. Subkontraktor, supplier, dan mandor (pelaku di hulu) Subkontraktor dan Spesialis Subkontraktor adalah perusahaan konstruksi yang berkontrak dengan kontraktor utama untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan kontraktor utama. Terminologi subkontraktor dalam konteks tradisional terdapat satu kontraktor yang memiliki hubungan kontrak dengan owner yaitu kontraktor utama sehingga menempatkan kontraktor lainnya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan owner sebagai subordinan dari kontraktor utama tersebut. Hirarki dalam hubungan kontrak ini

9 63 menimbulkan istilah kontraktor utama, subkontraktor, bahkan subsubkontraktor. Penggolongan subkontraktor berdasarkan jenis aktivitas terdiri dari: subkontraktor pada aktivitas dasar, subkontraktor pada pekerjaan yang membutuhkan teknik khusus, serta subkontraktor pada pekerjaan khusus dan yang berkaitan dengan material khusus. Sedangkan penggolongan subkontraktor berdasarkan sumber daya yang diberikan terdiri dari: subkontraktor yang memberikan jasa pelaksanaan saja (labor-only subcontractor), subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja dan material, subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja, material, dan perencanaan (design), serta subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja, material, dan perencanaan (design), dan jasa pemeliharaan. Sedangkan specialist trade contractor adalah suatu perusahaan yang memberikan design, manufacture, purchase, assembly, installation, testing, dan commission dari item-item yang diperlukan dalam suatu proyek konstruksi bangunan. Specialist trade contractor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu specialist contractor yang memberikan jasa perencanaan (design service) bagi item yang diproduksi serta dipasang pada konstruksi bangunan dan trade contractor yang melaksanakan pekerjaan dengan skill tertentu dalam konstruksi bangunan tanpa melakukan perencanaan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara subkontraktor dengan kontraktor spesialis bila dikaitkan dengan jenis jasa yang diberikan dan sumber daya. Untuk keperluan penelitian ini, maka terminologi subkontraktor digunakan untuk pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor tertentu yang hanya memerlukan material, alat, dan pekerja, dan tidak menuntut perencanaan (design engineering), serta teknologi tinggi. Dengan asumsi bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor ini merupakan jenis pekerjaan dasar maka umumnya kontraktor ini selalu berada di bawah kontrak dengan kontraktor tertentu, tidak berdiri sendiri, sehingga lebih sering diposisikan sebagai

10 64 subkontraktor. Sedangkan kontraktor spesialis memiliki kelebihan di dalam jenis pekerjaan yang ditangani, kemampuan teknologi, kemampuan finansial, serta knowledge tertentu yang spesifik, didukung oleh skill pekerjanya. Sejalan dengan tuntutan perkembangan teknologi konstruksi bangunan risiko tinggi (high rise building) menempatkan kontraktor spesialis dalam posisi tawar yang lebih tinggi. Adanya komponen design dan teknologi membedakan antara kontraktor pada pekerjaan dasar (selanjutnya disebut subkontraktor) dengan kontraktor spesialis serta diperlukannya keterlibatan kontraktor spesialis dalam proses perencanaan dengan knowledge-nya untuk menghasilkan perencanaan yang baik. Subkontraktor tenaga kerja Di Indonesia sebagai negara yang berkembang, industri konstruksi merupakan entry point yang relatif mudah dalam memasuki dunia kerja sehingga muncul suatu kelompok pekerja dengan skill yang rendah. Kelompok ini memiliki pemimpin yang disebut dengan mandor. Mandor bertindak sebagai penghubung antara kontraktor dengan pekerja. Mandor memberikan jasa kepada kontraktor sebagai pemasok tenaga kerja (labor only subcontractor) berbagai keahlian yang spesifik (misalnya: tukang gali, tukang batu, dan tukang kayu) dan tingkatan keahlian yang berbedabeda (misalnya: pekerja terampil, pekerja setengah terampil, dan tukang). Dengan proses produksi pada industri konstruksi yang umumnya memiliki karakteristik penggunaan teknologi yang relatif rendah serta tingginya intensitas penggunaan pekerja maka keberadaan mandor sebagai pemasok tenaga kerja yang menyediakan jasa kepada kontraktor untuk mengkonversikan material menjadi intermediate product sangat diperlukan. Dalam prakteknya subkontraktor juga melakukan pengadaan material serta peralatan sebagai bagian dari pekerjaan mereka. Namun input yang diberikan hanya berupa jasa maka mandor (subkontraktor tenaga kerja) merupakan tingkatan subkontraktor yang paling rendah. Hal ini sesuai

11 65 dengan pendapat Jervis yang menyatakan bahwa tugas utama subkontraktor adalah sebagai penyedia tenaga kerja. Supplier dan manufaktur konstruksi Dilihat dari jenis material yang diperlukan dalam suatu proyek konstruksi bangunan, terdiri dari material alam seperti pasir, kerikil, batu alam, dan material hasil produksi manufaktur seperti besi beton, keramik, panel beton precast. Dengan demikian terdapat dua jenis pelaku yang terlibat dalam aliran material-material yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan: Manufaktur konstruksi memproduksi material-material konstruksi dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan komponen bangunan tertentu. Supplier mendistribusikan material yang diperoleh kepada pengguna. Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier ini dapat dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier komponen bangunan. Material alam terlebih dahulu mengalami proses di dalam suatu manufaktur sebelum memasuki lokasi konstruksi hal ini menunjukkan adanya hubungan antar industri konstruksi dan industri manufaktur yang memproduksi komponen bangunan. Industri manufaktur khususnya yang memproduksi komponen konstruksi telah mendukung industri konstruksi. Adanya manufaktur konstruksi sebagai pihak yang melakukan produksi di luar lokasi konstruksi (off site production), memiliki kontribusi yang besar bagi konstruksi untuk lebih mengefisienkan proses konstruksi yang terjadi dalam lokasi konstruksi. Dari uraian terkait pihak-pihak yang terlibat (stakeholders) dalam suatu jaringan supply chain pada suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung) diatas, maka indikator-indikator yang akan dikembangkan selanjutnya hanya akan digunakan untuk mengukur kinerja dari 3 (tiga) pihak yang terkait saja, yaitu :

12 66 kontraktor utama, subkontraktor dan supplier material. Hal ini berkaitan dengan hasil wawancara terkait data yang telah dikumpulkan. Berdasarkan wawancara tersebut diketahui informasi bahwa 8 (delapan) data yang telah diperoleh dari hasil survey pada proyek X 1 dan X 2 maupun 10 (sepuluh) data yang telah diperoleh dari hasil survey pada proyek Y 1, memang hanya terkait dengan ketiga pelaku yang telah disebutkan diatas sehingga hal ini juga menjadi salah satu batasan didalam penggunaan indikator, bahwa indikator kinerja supply chain yang dikembangkan ini nantinya hanya digunakan untuk mengukur kinerja dari kontraktor utama, subkontraktor dan supplier material saja Indikator Penilaian Berdasarkan pengkajian yang lebih mendalam terhadap isi dari masing-masing jenis data hasil survey dan bagaimana keterkaitannya dengan prinsip-prinsip yang ada didalam konsep lean construction, maka saat ini telah berhasil dikembangkan 10 (sepuluh) indikator penilaian yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai efektifitas dan efisiensi dari jaringan supply chain pada proyek konstruksi bangunan gedung. Penilaian disini lebih difokuskan pada efektifitas dan efisiensi aliran dari material dan informasi pada suatu supply chain, karena sebagaimana telah dikemukakan pada studi literatur sebelumnya bahwa di dalam suatu jaringan supply chain terdapat 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola dengan baik, sehingga efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat ditingkatkan. Ketiga macam aliran tersebut adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream), aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya serta aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Penilaian efektifitas dan efisiensi jaringan supply chain ini melibatkan dua jenis indikator penilaian, yaitu indikator dengan satuan yang terukur (kuantitatif) dan indikator berupa kategori (kualitatif). Penilaian dilakukan secara obyektif jika melibatkan indikator kinerja yang bersifat kuantitatif dan secara subyektif jika melibatkan indikator yang bersifat kualitatif. Untuk pengukuran nilai yang kuantitatif akan mudah dilakukan dengan bantuan satuan yang baku, sedangkan

13 67 untuk indikator kualitatif dapat didekati melalui penilaian preferensi dengan judgement terhadap kategori-kategori yang akan dikembangkan. Penilaian obyektif ini dilakukan terhadap data primer yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung), yang telah dikumpulkan dari hasil survey identifikasi ketersediaan jenis data sebelumnya. Sedangkan penilaian subyektif akan dilakukan melalui suatu mekanisme wawancara dengan para pihak yang terkait di proyek. Analisis kualitatif dilakukan untuk melengkapi data agar pada akhirnya dapat ditarik berbagai kesimpulan. Hasil analisis kualitatif kemudian akan disajikan bersama dengan hasil analisis kuantitatif sebagai pembanding dan pelengkap. Seperti telah diuraikan diatas, bahwa hasil pengukuran terhadap ke 10 (sepuluh) indikator yang telah terbentuk nantinya akan didasarkan terhadap penerapan 3 (tiga) prinsip utama dalam lean construction (conversion, flow dan value). Hal ini dilakukan karena adanya suatu asumsi bahwa melakukan pengelolaan yang baik terhadap ke 3 (tiga) prinsip utama yang terkandung didalam konsep ini, yaitu conversion, flow dan value, merupakan suatu hal yang penting didalam industri konstruksi karena dapat mendukung terhadap peningkatan efektifitas dan efisiensi jaringan supply chain. Oleh sebab itu selama penyusunan dan pendefinisian indikator selain berdasarkan pertimbangan hasil kajian terhadap jenis-jenis data primer yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung), yang telah dikumpulkan dari hasil survey identifikasi ketersediaan jenis data sebelumnyai, juga tidak terlepas dari studi terhadap berbagai literatur yang terkait dengan konsep lean construction yang ada (buku, paper, maupun penelitian-penelitian sebelumnya, baik di dalam/ luar negeri), agar keterkaitan antara indikator dan manfaat hasil pengukuran terhadap efektifitas dan efisiensi jaringan supply chain di proyek konstruksi dapat digambarkan dengan jelas, seperti diilustrasikan dalam Gambar 4.2. berikut.

14 68 INDIKATOR 1 : Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja INDIKATOR 2 : Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan INDIKATOR 3 : Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat CONVERSION Kontrol dan optimalisasi penggunaan sumber daya INDIKATOR 4 : Intensitas defect pekerjaan INDIKATOR 5 : Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material INDIKATOR 6 : Kedatangan material yang melewati waktu tenggang (lead time) INDIKATOR 7 : Intensitas kejadian reject material INDIKATOR 8 : Inventory material INDIKATOR 9 : Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan FLOW Identifikasi dan minimalisasi terhadap aktifitas yang tidak memberikan tambahan value (nonvalue adding activites); Minimalisasi waste K O N S E P L E A N C O N S T R U C T I O N INDIKATOR 10 : Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier VALUE Memberikan kepuasan terhadap konsumen Gambar 4.2. Pengelompokkan indikator penilaian terhadap prinsip lean construction Berikut ini uraian mengenai 10 (sepuluh) indikator penilaian efektifitas dan efisiensi dari jaringan supply chain pada proyek konstruksi bangunan gedung yang telah berhasil diidentifikasi sebagai hasil kompilasi antara telaah dari kajian literatur dan kajian terhadap data-data yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-

15 69 kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung), yang terkait dengan aliran material/jasa, uang dan informasi yang dapat mendukung terhadap kelancaran produksi dan koordinasi yang baik antar pihak yang terlibat di suatu jaringan supply chain, yang berhasil diidentifikasi dari hasil survey. Indikator-indikator tersebut antara lain : INDIKATOR 1 : Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja. Indikator ini digunakan untuk melihat intensitas terjadinya perubahan/ revisi terhadap rencana kerja kontraktor yang dibuat sebagai acuan pelaksanaan di lapangan, seperti perubahan desain sehingga mengakibatkan terjadinya pekerjaan tambah kurang (Variation Order atau Change Order). Perencanaan diawal proyek biasanya memiliki tingkat ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi dan variabilitas juga tidak dapat diprediksi dengan baik, sehingga pada masa pelaksanaan seringkali terjadi penyesuaian dengan kenyataan di lapangan. Didalam konsep lean construction (konstruksi ramping), semua bentuk perencanaan, termasuk juga rencana kerja dianggap sebagai suatu sistem untuk memberikan jaminan bahwa tidak terjadi pekerjaan-pekerjaan yang tidak efektif yang tidak memberikan memberikan tambahan value bagi konsumen. Sehingga jika perencanaan dilakukan dengan baik, tentunya pada saat pelaksanaan tidak akan terjadi banyak perubahan yang signifikan. Selain itu di konstruksi ramping perencanaan yang dibuat diawal selalu dievaluasi dengan kenyataan dilapangan proyek dan selalu diperbaiki untuk meningkatkan perbaikan secara terus menerus (continuous improvement). Penilaian yang akan dilakukan pada penelitian ini hanya melihat intensitas terjadinya perubahan/revisi terhadap rencana kerja yang diakibatkan karena terjadinya ketidaksesuaian dengan desain di awal, sehingga pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pekerjaan tambah kurang. Jika dikaitkan dengan prinsip lean construction indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow, karena jika rencana kerja selalu berubah tentunya akan menghambat terhadap flow dari pelaksanaan keseluruhan pekerjaan.

16 70 Jenis data yang digunakan didalam penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah data Variation Order atau Change Order. Dari data tersebut akan dilihat berapa kali pekerjaan tambah kurang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu (penilaian tidak dilakukan terhadap keseluruhan waktu siklus proyek). Melalui indikator ini selain penilaian kuantitatif, juga akan dilakukan penilaian kualitatif melalui suatu wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini, sebagai bahan pembanding dan pelengkap. Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya perubahan/revisi terhadap rencana kerja kontraktor atau terjadinya pekerjaan tambah kurang (pengukuran kualitatif). Termasuk juga mengidentifikasi penyebab terjadinya perubahan/revisi serta dampak yang dirasakan proyek akibat adanya perubahan/revisi tersebut (pengukuran kualitatif). INDIKATOR 2 : Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan. Kendala merupakan kondisi-kondisi eksisting di lapangan yang bisa mengganggu flow pekerjaan seperti ketersediaan sumberdaya yang minim (kurang dari yang dibutuhkan), disain gambar yang belum selesai, persetujuan dari klien, belum selesainya pekerjaan yang mendahului (downstream), dan lain-lain. Sehingga berdasarkan definisi tersebut diatas, maka indikator ini akan digunakan untuk mengidentifikasi kendala yang terjadi selama proses penyelenggaraan proyek konstruksi berlangsung. Jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow, karena semakin jarangnya terjadi kendala selama pelaksanaan suatu proyek konstruksi berlangsung, maka akan semakin lancar flow penyelesaian pekerjaan pada proyek yang bersangkutan. Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah data catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek. Dari data tersebut akan dilihat berapa kali kendala terjadi pada suatu kurun waktu tertentu (penilaian

17 71 tidak dilakukan terhadap keseluruhan waktu siklus proyek). Selain itu juga dilakukan pencatatan tentang jenis/macam kendala yang biasa terjadi di proyek dan penyebabnya, yang akan diperoleh dari hasil wawancara sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Sehingga melalui indikator ini selain penilaian kuantitatif, juga akan dilakukan penilaian kualitatif melalui suatu wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Penilaian akan dibatasi, yaitu hanya melihat intensitas kendala yang terjadi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek). Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya kendala selama pelaksanaan satu pekerjaan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (pengukuran kuantitatif). Termasuk juga identifikasi mengenai jenis kendala yang terjadi, apa penyebabnya, permasalahan/dampak yang ditimbulkan dan solusi penyelesaiannya (pengukuran kualitatif). INDIKATOR 3 : Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat. Tahap pertama yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja suatu aktifitas adalah dengan memahami dan menganalisa cara suatu pekerjaan dilakukan dan dikembangkan. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya rapat mingguan yang dihadiri oleh production manager, site manager, logistic division, foreman dan pihak-pihak lain yang terkait langsung dengan pelaksanaan di lapangan. Rapat ini akan mengidentifikasi permasalahan dan mencari penyebab dan solusi untuk meningkatkan sistem produksi. Arbulu and Tommelein (2002) juga menekankan pentingnya koordinasi dan komunikasi antara para pelaku yang terlibat dalam supply chain untuk menghasilkan produk sesuai dengan waktu yang direncanakan, karena di dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan, waktu yang diperlukan untuk aliran informasi dan material site seringkali tidak diperhitungkan. Transparansi juga merupakan salah satu prinsip dasar didalam konstruksi ramping yang terkait dengan masalah koordinasi dan komunikasi. Transparansi diartikan sebagai kemampuan dari suatu proses produksi untuk berkomunikasi dengan

18 72 pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksinya. Pemberian informasi mengenai tahapan-tahapan proses produksi yang telah dan akan dilakukan secara baik dapat memberikan pengaruh yang baik sehingga proses produksi akan menjadi optimal. Tidak adanya peningkatan terhadap proses transparansi akan membuat kecenderungan untuk melakukan kesalahan semakin mungkin untuk terjadi. Dengan demikian, sangatlah penting untuk membuat setiap proses produksi menjadi transparan agar memberikan kemudahan didalam proses pengendalian dan perbaikan, caranya yaitu dengan membuat flow utama yang terjadi dari permulaan sampai akhir operasi dapat terlihat dan dapat dimengerti oleh semua pihak yang terlibat dalam proses produksi (Stalk & Hout 1989). Hal ini dapat dicapai dengan menjadikan setiap proses dapat terlihat secara langsung oleh organisasi di tempat produksi dan membuat agar informasi dapat diketahui oleh semua pihak yang terlibat. Proyek konstruksi dengan karakteristiknya yang dinamis dan kompleks telah menuntut adanya struktur komunikasi yang baik, sehingga adanya pengembangan mengenai penyusunan perencanaan ke depan dan perencanaan kerja mingguan yang terorganisir dengan baik, yang memungkinkan para pelaku proyek berbagi informasi tentang jadwal terakhir dan konflik yang mungkin terjadi perlu dilakukan, minimal dengan melakukan rapat koordinasi antar pihak yang terlibat secara intensif. Karena itu jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini jelas akan mendukung terhadap prinsip flow karena dengan sering dilakukannya rapat koordinasi antar pihak yang terlibat di proyek, maka akan membuat kecenderungan untuk melakukan kesalahan atau aktifitas yang tidak memberikan tambahan nilai (non-value adding activity) akan semakin kecil untuk terjadi dan juga bisa meminimalisasi terhadap terjadinya waste sehingga efisiensi biaya proyek bisa dilakukan. Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah data risalah jenis-jenis rapat yang biasa dilakukan oleh proyek, dilengkapi

19 73 dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Indikator ini dikembangkan untuk melihat intensitas dari masing-masing rapat rutin yang biasa dilakukan. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek). Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat ada tidaknya rapat yang dilakukan antar pihak yang terlibat terkait dengan pekerjaan (yang telah ditentukan sebelumnya), apa jenisnya dan berapa kali (intensitas) masing-masing jenis rapat tersebut biasa dilakukan, selama kurun waktu tertentu (pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi sifat rapat, peserta rapat serta pengaruh yang dirasakan dengan adanya rapat terhadap kelancaran pekerjaan tersebut (pengukuran kualitatif). INDIKATOR 4 : Intensitas defect pekerjaan. Defect adalah cacat-cacat pekerjaan (ketidaksesuaian dengan instruksi kerja/spesifikasi teknis yang telah diberikan) yang dilakukan oleh pelaksana/subkontraktor, sehingga diharuskan kepada pelaksana/ subkontraktor yang bersangkutan untuk melakukan perbaikan/ penggantian. Merupakan sifat alami dari suatu proses produksi bahwa non value adding activities pasti terjadi. Misalnya saja material yang masih dalam pengolahan dari satu perubahan ke perubahan berikutnya tentu akan mengalami perpindahan, sehingga selama prosesnya akan mengalami cacat-cacat pekerjaan. Namun demikian hal ini bisa manjadi suatu kendala manakala cacat-cacat pekerjaan tersebut seringkali terjadi, karena akan mengakibatkan tambahan waktu dan biaya didalam pengawasan. Oleh karena itu hal ini perlu diminimalisasi atau dikurangi, salah satunya dengan melakukan perencanaan yang baik dan melakukan pemilihan yang tepat terhadap pelaksana/subkontraktor yang akan dilibatkan selama pelaksanaan proses pelaksanaan proyek konstruksi. Dari uraian tersebut sudah jelas terlihat bahwa jika dikaitkan dengan konsep lean construction, maka indikator ini dapat mendukung terhadap prinsip conversion

20 74 karena semakin kecil intensitas defect terjadi, maka akan semakin lancar proses produksi (kendala berkurang) selama pelaksanaan suatu proyek konstruksi berlangsung, sehingga dengan demikian bisa disimpulkan bahwa telah dilakukan kontrol dan optimalisasi penggunaan sumberdaya dengan baik pada proyek yang bersangkutan. Indikator ini ditetapkan guna mengukur intensitas terjadinya defect terkait dengan suatu pekerjaan yang dilakukan pada saat proses konstruksi berlangsung. Melalui indikator ini bisa terukur bagaimana kesesuaian antara perencanaan dengan mutu pekerjaan yang dihasilkan pada pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor. Dengan melakukan pengukuran ini, maka diharapkan gambaran sekilas tentang seberapa baik kinerja subkontraktor dalam melaksanakan pekerjaan (berdasarkan catatan hasil pengawasan yang dilakukan proyek terkait inspeksi dan tes terhadap subkontraktor) dapat diperoleh. Untuk hal ini jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator selain dapat mendukung terhadap prinsip conversion juga dapat mendukung terhadap prinsip value karena dengan semakin kecilnya angka kegagalan subkontraktor dalam melalui inspeksi dan tes yang dilakukan terhadap hasil pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya (hasil pekerjaan selalu disetujui karena sesuai dengan mutu yang direncanakan), maka ini berarti kinerja subkontraktor yang bersangkutan dianggap baik karena telah berhasil didalam memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh owner. Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah data catatan hasil pengawasan yang dilakukan proyek terkait inspeksi dan tes terhadap subkontraktor, dari data tersebut akan dilihat berapa kali (intensitas) kegagalan subkontraktor dalam melalui inspeksi dan tes yang dilakukan terhadap hasil pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Data akan dilengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek). Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya defect, dari sini akan terlihat apakah sudah terjadi kesesuaian antara perencanaan dengan mutu pekerjaan yang dihasilkan pada pekerjaan (yang telah ditentukan

21 75 sebelumnya sebagai sampling untuk penelitian ini) yang dilakukan oleh subkontraktor, sehingga bisa teridentifikasi seberapa baik kinerja subkontraktor dalam melaksanakan pekerjaan tersebut (pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi penyebab terjadinya defect tersebut, dampak apa yang timbul akibat terjadinya defect ini terhadap pekerjaan/pihak lain dan solusi apa yang dilakukan untuk menyelesaikannya (pengukuran kualitatif). INDIKATOR 5 material. : Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman Indikator ini digunakan untuk mengukur kinerja supplier dalam memenuhi permintaan yang dipesan oleh proyek. Seperti yang telah diuraikan dalam studi literatur sebelumnya, bahwa aliran material merupakan salah satu jenis aliran didalam supply chain yang harus dikelola dengan baik sehingga efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat terus meningkat. Menurut Arbulu dan Ballard (2005), di dalam suatu supply chain yang baik terdapat sistem pasokan yang harus didefinisikan, dirancang, dan diimplementasikan untuk mendapatkan aliran yang efektif dari material, informasi dan dana pada suatu supply chain. Oleh karena itu pengukuran terhadap seberapa baik kinerja supplier dalam memenuhi permintaan proyek perlu dilakukan karena dengan dilakukannya pengukuran tersebut diharapkan akan didapat gambaran secara umum mengenai kelancaran aliran material di proyek yang bersangkutan. Jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini akan mendukung terhadap prinsip conversion karena dengan semakin kecilnya angka kegagalan supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material yang telah dibuat proyek, maka ini berarti kinerja supplier yang bersangkutan telah dianggap baik, sehingga dengan demikian bisa disimpulkan bahwa telah dilakukan kontrol dan optimalisasi penggunaan sumberdaya dengan baik oleh supplier yang bersangkutan. Selain mendukung prinsip conversion, indikator ini juga mendukung terhadap prinsip flow karena dengan semakin kecilnya angka kegagalan supplier dalam memenuhi permintaan proyek, maka ini berarti kinerja supplier yang bersangkutan telah dianggap baik. Semakin baik kinerja supplier yang terlibat (terutama untuk pengiriman material-material yang dianggap

22 76 penting, misal karena kuantitasnya yang cukup besar), maka akan juga berdampak terhadap kelancaran flow yang terjadi selama proses produksi di proyek (pelaksanaan konstruksi) berlangsung. Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah Purchase Order (PO). Dari data tersebut akan dilakukan pencatatan kapan kedatangan material tidak tepat waktu sesuai dengan yang telah ditentukan dan berapa jumlah total dari kedatangan material yang bersangkutan terjadi. Data akan diperlengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek), selain itu pengumpulan data juga hanya akan dilakukan terhadap satu atau beberapa data jenis material yang digunakan oleh proyek yang telah ditentukan sebagai sampling untuk penelitian ini. Objektif dari indikator ini adalah untuk mengukur seberapa baik kinerja supplier didalam memenuhi jadwal pengiriman material yang dibuat oleh proyek. Jadi disini akan dilakukan pengamatan berapa kali intensitas terjadinya satu barang/ material tertentu tidak datang tepat waktu sesuai dengan jadwal (pengukuran kuantitatif). Termasuk juga mengidentifikasi apa penyebab terjadinya ketidaksesuaian (jika terjadi), permasalahan/dampak yang timbul dari terjadinya ketidaksesuaian tersebut terhadap proyek serta solusi apa yang telah dilakukan proyek untuk menanggulanginya (pengukuran kualitatif). INDIKATOR 6 : Kedatangan material yang melewati waktu tenggang (lead time). Lead time adalah waktu tenggang untuk mendapatkan produk yang dipesan. Berdasarkan definisi tersebut, maka indikator ini akan digunakan untuk mengukur persentase kapan material datang tidak tepat waktu dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan, selama proses pasokan material tersebut berlangsung. Hal yang perlu mendapat perhatian juga disini adalah penyebab dari ketidaksesuaian itu terjadi. Oleh karena itu selain melakukan pencatatan terhadap berapa lama waktu tenggang yang terjadi dan berapa kali ketidaksesuaian kedatangan material

23 77 yang melewati waktu tenggang, maka perlu juga dilakukan identifikasi pihak mana yang mengakibatkan ketidaksesuaian kedatangan material yang melewati waktu tenggang yang diberikan. Jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow karena dengan semakin seringnya terjadi ketidaksesuaian kedatangan material yang melebihi waktu tenggang antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver) yang diberikan, maka ini berarti akan mengurangi terhadap waktu siklus total pelaksanaan konstruksi. Pengurangan waktu siklus total ini merupakan salah satu prinsip yang mendukung terhadap perbaikan proses flow dalam filosofi manajemen produksi baru di industri konstruksi. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa indikator ini dikembangkan untuk mendukung terhadap prinsip flow. Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah Purchase Order (PO) dan data monitoring kedatangan material. Dari PO akan terlihat berapa lama waktu tenggang yang diberikan untuk setiap pemesanan barang. Dalam PO juga akan terlihat catatan mengenai tanggal pendatangan dan volume dari barang yang dipesan. Sedangkan dari data monitoring kedatangan material akan terlihat tanggal kedatangan dan volume material pada saat diterima di site. Dari kedua jenis data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa lama waktu tenggang terjadi dan intensitas kedatangan material di site tidak sesuai menurut jadwal dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan. Sehingga dapat diketahui kapan material datang tidak tepat waktu dan juga melewati waktu tenggang yang telah diberikan. Kedua data akan diperlengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek), selain itu pengumpulan data juga hanya akan dilakukan terhadap satu atau beberapa data jenis material yang digunakan oleh proyek yang telah ditentukan sebagai sampling untuk penelitian ini. Objektif dari indikator ini adalah ingin mengukur ketidaksesuaian material datang tidak tepat waktu dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan (pengukuran

24 78 kuantitatif). Termasuk juga mengidentifikasi apa penyebab terjadinya ketidaksesuaian tersebut, apa dampaknya terhadap proyek serta solusi apa yang telah dilakukan (pengukuran kualitatif). INDIKATOR 7 : Intensitas kejadian reject material. Reject material adalah material/produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diberikan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan (material yang rusak/cacat pada saat diterima di proyek) sehingga kemungkinan material/produk tersebut akan langsung di kembalikan atau diperbaiki sebelum diterima. Didalam konstruksi ramping tujuan utama konsep flow adalah untuk mencapai lean production system dengan sesedikit atau bahkan dengan tidak ada waste. Mengidentifikasi dan mengurangi sumber dari waste merupakan langkah awal untuk penerapan konsep ini. Menurut sistem produksi yang dikembangkan Toyota, terdapat 7 (tujuh) kategori dari waste juga bisa dikategorikan sebagai nonvalue adding activities, dan repair/rejects material merupakan salah satunya. Dari uraian diatas sudah jelas bahwa jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow karena semakin kecil persentase intensitas material ditolak (reject) dibandingkan terhadap jumlah kedatangan material, maka usaha yang dilakukan pihak manajemen proyek untuk melakukan hubungan yang baik dengan para suppliernya telah berjalan dengan baik, hal ini terbukti dari semakin baiknya pelayanan yang diberikan para supplier dengan selalu memberikan material yang selalu sesuai dengan yang diharapkan sehingga material tersebut selalu langsung bisa diterima. Hal ini tentunya dapat mendukung terhadap kelancaran flow keseluruhan proses produksi. Selain konsep flow, indikator ini juga mendukung terhadap konsep conversion karena dengan kecilnya intensitas material ditolak (reject), juga bisa berarti telah dilakukan kontrol yang baik oleh proyek terhadap para suppliernya misal dengan selalu memberikan updating jadwal maupun spesifikasi terbaru terhadap para supplier, sehingga mereka selalu memberikan material yang selalu sesuai dengan yang diharapkan.

25 79 Indikator ini dikembangkan guna mengukur intensitas terjadinya reject terhadap material yang telah dipesan. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek), selain itu pengumpulan data juga hanya akan dilakukan terhadap satu atau beberapa data jenis material yang digunakan oleh proyek sebagai sampling. Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah data material reject. Dari data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa kali intensitas terjadinya material ditolak dan apa penyebab material tersebut ditolak. Data tersebut akan diperlengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya reject material (pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi penyebab terjadinya reject tersebut, dampak dan solusi seperti apa yang saat ini telah dilakukan untuk meminimalkan terjadinya reject material tersebut (pengukuran kualitatif). INDIKATOR 8 : Inventory material. Inventory adalah material yang digunakan tetapi kedatangannya di site terlalu cepat dari waktu yang dijadwalkan atau tidak langsung digunakan (misal karena jadwal pemasangan terlambat), sehingga menumpuk di gudang serta menimbulkan tambahan biaya, tempat dan untuk mengelolanya. Sama dengan rejects material sebelumnya, maka inventory juga temasuk dalam salah satu dari 7 (tujuh) kategori waste yang dikategorikan sebagai non-value adding activities didalam sistem produksi yang dikembangkan Toyota. Berdasarkan definisi diatas, maka indikator ini dikembangkan untuk mengidentifikasi ada tidaknya inventory yang menumpuk di gudang. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek), selain itu pengumpulan data juga hanya akan dilakukan terhadap satu atau beberapa data jenis material yang digunakan oleh proyek sebagai sampling. Jika dikaitkan dengan konsep lean construction, maka indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow karena semakin kecil atau

5.1. Analisa Pengukuran Kinerja Supply Chain Pada Proyek Studi Kasus

5.1. Analisa Pengukuran Kinerja Supply Chain Pada Proyek Studi Kasus BAB V PENERAPAN INDIKATOR KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK STUDI KASUS Pada bab 4 telah coba dikembangkan 10 (sepuluh) indikator penilaian kinerja supply chain yang didasarkan atas telaah terhadap studi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. proyek ini adalah metode kontrak umum (generally contract method), dengan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. proyek ini adalah metode kontrak umum (generally contract method), dengan BAB IV Bab IV Analisis dan Pembahasan ANALISIS DAN PEMBAHASAN Proyek studi kasus adalah proyek konstruksi bangunan gudang yang berfungsi sebagai sarana penyimpanan beras. Proyek gudang ini memiliki kapasitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain : 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Supply Chain Management Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain : 1. Levi, et.al (2000) mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 5. Indrajit, R.E, Djokopranoto, R (2003), Konsep Manajemen Supply Chain, PT. Gramedia Pustaka Utama

DAFTAR PUSTAKA. 5. Indrajit, R.E, Djokopranoto, R (2003), Konsep Manajemen Supply Chain, PT. Gramedia Pustaka Utama VII. DAFTAR PUSTAKA 1. Aravechia, Carlos H.M. dan Pires, Silvio R.I., (2000), Supply Chain Performance Evaluation : A Case Study, University off Piracicaba, Sao Paolo, Brazil - http://www.unimep.br 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri konstruksi dianggap sebagai industri yang memiliki tingkat fragmentasi tinggi. Terpecah-pecahnya suatu proyek konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengembangan Perumahan Pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA

BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA 3.1. Rancangan Survey 3.1.1. Tujuan survey Survey ini didesain dengan tujuan untuk mengidentifikasi terhadap ketersediaan data primer berupa jenis-jenis data yang dianggap

Lebih terperinci

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Bab VI Kesimpulan dan Saran VI. Bab VI Kesimpulan dan Saran VI.1 Kesimpulan Berdasarkan proses pengukuran dan kajian terhadap kinerja supply chain dari empat proyek konstruksi bangunan sebagai studi kasus yang telah dilakukan diperoleh

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR Bab ini berisi mengenai landasan teori yang dapat dipakai untuk mengkaji berbagai aspek yang relevan dengan penelitian seperti bagaimana cara menyusun indikator-indikator penilaian

Lebih terperinci

V. Bab V Kajian Kinerja Supply Chain Proyek Bangunan Gedung

V. Bab V Kajian Kinerja Supply Chain Proyek Bangunan Gedung V. Bab V Kajian Kinerja Supply Chain Proyek Bangunan Gedung Kajian ini dimaksudkan untuk mencari gambaran kinerja supply chain dari masing-masing pola supply chain yang telah teridentifikasi terhadap implementasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KINERJA, INTENSITAS DAN BENTUK RANTAI PASOK PADA PROYEK BANGUNAN BERTINGKAT DI JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KINERJA, INTENSITAS DAN BENTUK RANTAI PASOK PADA PROYEK BANGUNAN BERTINGKAT DI JAKARTA HUBUNGAN ANTARA KINERJA, INTENSITAS DAN BENTUK RANTAI PASOK PADA PROYEK BANGUNAN BERTINGKAT DI JAKARTA Dian Mustika 1, Jane Sekarsari 2 1 Program Studi Teknik Sipil, FTSP UniversitasTrisakti, Jakarta Email:

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Andi Maddeppungeng Email: arsitek17@yahoo.com Irma Suryani Rohaesih Yuliatin Abstract. Suatu proyek memiliki item pekerjaan yang banyak.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian III. Bab III Metodologi Penelitian Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dalam mencari jawaban. Dengan ungkapan lain metodologi adalah pendekatan umum untuk

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu,

Lebih terperinci

Bab IV Studi Kasus. Metode Pengumpulan Data

Bab IV Studi Kasus. Metode Pengumpulan Data IV. Bab IV Studi Kasus Pada bab ini akan dipaparkan hasil pengumpulan data yang dilakukan terhadap beberapa proyek studi kasus. Materi yang akan disampaikan meliputi metode pengumpulan data, keterbatasan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Rumah dan Perumahan Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan harapan awal dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan harapan awal dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang bersifat khusus untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu, dan sumber daya yang terbatas (Ilmu

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waste (Pemborosan) Menurut Al-Moghany (2006), waste bisa diartikan sebagai segala macam kehilangan pada material, waktu dan hasil moneter dari sebuah kegiatan tetapi tidak menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 outline Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Rantai Pasok, SCM dan ERP Kebutuhan dan Manfaat Sistem Terintegrasi Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Sub Bab

Lebih terperinci

Pengaruh Rantai Pasok terhadap Kinerja Kontraktor Bangunan Gedung di Jember. Sutoyo Soepiadhy NRP

Pengaruh Rantai Pasok terhadap Kinerja Kontraktor Bangunan Gedung di Jember. Sutoyo Soepiadhy NRP Pengaruh Rantai Pasok terhadap Kinerja Kontraktor Bangunan Gedung di Jember Latar Belakang Peran industri jasa konstruksi Jaminan hasil pekerjaan dari kontraktor Kinerja kontraktor Keterlibatan berbagai

Lebih terperinci

#4 KONSEP LEAD TIME DALAM SCM

#4 KONSEP LEAD TIME DALAM SCM #4 KONSEP LEAD TIME DALAM SCM 1. Kompetisi Waktu Salah satu komponen yang dapat menentukan sebuah perusahaan dapat bersaing adalah waktu. Ada pepatah yang mengatakan WAKTU ADALAH UANG. Pepatah ini masih

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #4

Pembahasan Materi #4 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Kompetisi Waktu Alasan Perhitungan Waktu Siklus Hidup Produk Waktu Sebagai Strategi Konsep dan Cara Pandang Lead Time Manajemen Pipeline Logistik Added Cost

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dewasa ini menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara. Proses interaksi antar negara terjadi di berbagai bidang, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan yang dihadapi oleh dunia usaha saat ini semakin kompleks, termasuk pula pada sektor jasa konstruksi. Persaingan global antar perusahaan penyedia jasa konstruksi

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Factors Influencing Contractor Performance in Indonesia: A Study of Non Value-Adding Activities

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Factors Influencing Contractor Performance in Indonesia: A Study of Non Value-Adding Activities BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Factors Influencing Contractor Performance in Indonesia: A Study of Non Value-Adding Activities Alwi et al. (2002) melakukan studi mengenai non value adding activities pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan persaingan industri baik industri manufaktur maupun industri jasa akibat adanya perdagangan bebas menyebabkan seluruh industri berusaha untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan Faktor sukses adalah suatu bagian penting, dimana prestasi yang memuaskan diperlukan untuk suatu organisasi agar dapat mencapai

Lebih terperinci

BIAYA TRANSPORTASI MATERIAL BESI BETON PADA PROYEK KONSTRUKSI

BIAYA TRANSPORTASI MATERIAL BESI BETON PADA PROYEK KONSTRUKSI Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 BIAYA TRANSPORTASI MATERIAL BESI BETON PADA PROYEK KONSTRUKSI Pathurachman, Muhamad Abduh, Biemo W. Soemardi dan Reini D. Wirahadikusumah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir bagi pihak pengguna jasa konstruksi (Formoso et al, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir bagi pihak pengguna jasa konstruksi (Formoso et al, 2002). II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waste (Pemborosan) Waste dapat diartikan sebagai kehilangan atau kerugian berbagai sumber daya, yaitu material, waktu (yang berkaitan dengan tenaga kerja dan peralatan) dan modal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik Distribusi fisik dan efektivitas logistik memiliki dampak yang besar pada kepuasan dan biaya perusahaan. Manajemen logistik penting dalam rantai pasokan, tujuan dari

Lebih terperinci

Enterprise Resource Planning (ERP)

Enterprise Resource Planning (ERP) Enterprise Resource Planning (ERP) ERP adalah sebuah system informasi perusahaan yang dirancang untuk mengkoordinasikan semua sumber daya, informasi dan aktifitas yang diperlukan untuk proses bisnis lengkap.

Lebih terperinci

Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi

Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi TI4002-Manajemen Rekayasa Industri Teknik Industri, FTI ITB Hasil Pembelajaran Setelah menyelesaikan perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu: Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

POLA-POLA PENGEMBANGAN SISTIM RANTAI PASOK PERUSAHAAN DALAM MEMBANGUN DAYA SAING USAHA JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA. Manajemen Bisnis Konstruksi

POLA-POLA PENGEMBANGAN SISTIM RANTAI PASOK PERUSAHAAN DALAM MEMBANGUN DAYA SAING USAHA JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA. Manajemen Bisnis Konstruksi POLA-POLA PENGEMBANGAN SISTIM RANTAI PASOK PERUSAHAAN DALAM MEMBANGUN DAYA SAING USAHA JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA Manajemen Bisnis Konstruksi ISI PRESENTASI Pendahuluan Tinjauan Pustaka Pola rantai pasok

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Persediaan di sepanjang supply chain memiliki implikasi yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

Bab II Studi Literatur

Bab II Studi Literatur II. Bab II Studi Literatur II.1 Supply Chain di Industri Konstruksi Konsep supply chain pada awalnya berkembang di industri manufaktur. Supply chain adalah suatu jaringan kerjasama dalam menyediakan material

Lebih terperinci

ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN PERUMAHAN

ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN PERUMAHAN ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN PERUMAHAN Mahgrizal Aris Nurwega Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa rizalnurwega@gmail.com Andi Maddeppungeng dan Irma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualifikasi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001), definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi

Lebih terperinci

Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain

Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain Dr. Eko Ruddy Cahyadi 3-1 Pengendali kinerja Supply Chain Fasilitas Persediaan Transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lead Time Istilah lead time biasa digunakan dalam sebuah industri manufaktur. Banyak versi yang dapat dikemukakan mengenai pengertian lead time ini. Menurut Kusnadi,

Lebih terperinci

STRUKTUR BIAYA PURCHASING BESI BETON PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR

STRUKTUR BIAYA PURCHASING BESI BETON PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 STRUKTUR BIAYA PURCHASING BESI BETON PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR Ratno Adi Setiawan 1, Muhamad Abduh 2, Biemo W. Soemardi 3 dan Reini

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis Manajemen Pembelian Kebutuhan Perdana Pengisian Kembali Persediaan Dr. Sawarni Hasibuan, M.T. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Manajemen

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

SHELLY ATMA DEVINTA

SHELLY ATMA DEVINTA SHELLY ATMA DEVINTA 3110100036 DOSEN PEMBIMBING: Cahyono Bintang Nurcahyo ST, MT Ir. I Putu Artama Wiguna, MT, Ph.D Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 3.1 Pengembangan Kerangka Kerja Secara garis besar terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan penelitian ini. Langkah-langkah tersebut yaitu studi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kepuasan pelanggan ditentukan oleh bagaimana perusahaan dapat memenuhi tuntutan dalam hal pemenuhan kualitas yang diinginkan, kecepatan merespon permintaan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Manajemen pengadaan tersebut merupakan fungsi manajerial yang sangat

BAB II DASAR TEORI. Manajemen pengadaan tersebut merupakan fungsi manajerial yang sangat BAB II DASAR TEORI II.1 Manajemen Pengadaan Material Manajemen persedian material merupakan salah satu bagian dari sistem logistik yang ditujukan untuk pelaksanaan proyek pada pengadaan material sesuai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi Pengantar Manajemen Produksi & Operasi 1 Manajemen Operasi Manajemen Operasi bertanggung jawab untuk menghasilkan barang atau jasa dalam organisasi. Manajer operasi mengambil keputusan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Persediaan merupakan aset terbesar yang dimiliki supply chain. Banyak perusahaan yang memiliki nilai persediaanya melebihi 25% dari nilai keseluruhan aset. Manajemen persediaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persediaan Persediaan merupakan komponen penting dalam suatu kegiatan produksi maupun distribusi suatu perusahaan. Persediaan digunakan sebagai cadangan atau simpanan pengaman

Lebih terperinci

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya,

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT Multi Makmur Indah Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dengan produk berupa kaleng kemasan. Sehingga keberadaan warehouse sangat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dirancang untuk mengetahui aliran supply chain management pada sereh wangi desa Cimungkal Kabupaten Sumedang. Penelitian ini bersifat kualitatif sehingga hal

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU Analisis yang dilakukan berdasarkan data dari bab 3 untuk proyek konstruksi tradisional dan bab 4 untuk proyek EPC diperoleh bahwa setiap proyek konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Waktu merupakan salah satu inti dari masalah logistik. Bagi pelanggan waktu adalah layanan yang dibutuhkan, sedangkan bagi penjual barang waktu adalah biaya. Sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka ini berisi tentang konsep aktivitas supply chain, Inventory Raw material, Inventory Cost, dan formulasi Basnet dan Leung. 2.1 Supply Chain Semua perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik Gres Tenan milik Bp. Sardjono Atmomardoyo yang ada di Kampung Batik Laweyan turut andil dalam persaingan dalam hal industri fashion. Mulai dari bakal kain, tas

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

Jl. Jend. Sudirman Km. 3 Cilegon

Jl. Jend. Sudirman Km. 3 Cilegon ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DENGAN TINJAUAN PADA PEKERJAAN STRUKTUR (STUDI KASUS PROYEK APARTEMEN PARAGON SQUARE) Andi Maddeppungeng 1), Irma Suryani 2), Nikkoo

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Produksi dan Proses Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan Analisa rantai pasok proyek pembangunan perumahan di Jambi dapat disimpulkan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada 5 proyek perumahan

Lebih terperinci

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus PENERAPAN JUST IN TIME PADA INDUSTRI FASHION SEBAGAI PENJAMINAN KUALITAS (QUALITY ASSURANCE) ABSTRAKSI Sistem Just in Time telah menjadi satu pendekatan umum dalam pengelolaan bahan baku/persediaan. Semakin

Lebih terperinci

3 BAB III LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI 3 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Bahan Baku Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. 1.1 Latar Belakang Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian Ravishankar (2011) Penelitian yang dilakukan Ravishankar (2011) bertujuan untuk menganalisa pengurangan aktivitas tidak bernilai tambah

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis MANAJEMEN KEUANGAN Modul ke: 12 Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Keuangan www.mercubuana.ac.id Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kompetisi bisnis, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasikan ketidakpastian internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan. Ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN Perusahaan memiliki persediaan dengan tujuan untuk menjaga kelancaran usahanya. Bagi perusahaan dagang persediaan barang dagang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sisa Material Menurut Construction Waste Management Guide, sisa material adalah benda berwujud yang tidak berbahaya, yang berasal dari aktivitas pembangunan, penghancuran

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Integrasi rantai pasok dalam organisasi 2. Dinamika rantai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Skema Langkah-langkah Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Skema Langkah-langkah Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Skema Langkah-langkah Penelitian Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode studi lapangan, wawancara dan penyebaran kuisioner yang dilakukan di lapangan.

Lebih terperinci

ANALISIS SUPPLY SYSTEM PADA PROYEK KONSTRUKSI UNTUK MENUJU LEAN CONSTRUCTION TESIS KUNTORO BENNYARDHI D. NIM :

ANALISIS SUPPLY SYSTEM PADA PROYEK KONSTRUKSI UNTUK MENUJU LEAN CONSTRUCTION TESIS KUNTORO BENNYARDHI D. NIM : ANALISIS SUPPLY SYSTEM PADA PROYEK KONSTRUKSI UNTUK MENUJU LEAN CONSTRUCTION TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Istitut Teknologi Bandung Oleh : KUNTORO BENNYARDHI

Lebih terperinci

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK BAB VI PENGENDALIAN PROYEK 6.1 Uraian Umum Pengawasan (controlling) adalah kegiatan dalam suatu proyek sebagai penilaian yang bertujuan agar hasil pekerjaan sesuai dengan pedoman perencanaan yang telah

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Rancangan rantai pasok dalam organisasi 2. Rantai pasok pada

Lebih terperinci

Stok yang disimpan untuk. mendatang. Pertanyaan: barang atau jasa?

Stok yang disimpan untuk. mendatang. Pertanyaan: barang atau jasa? Apa itu inventori? Stok yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang Pertanyaan: barang atau jasa? Inventori dan manajemen kualitas Pelanggan biasanya mempersepsikan kualitas layanan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

SIKLUS PRODUKSI. Tiga fungsi SIA dasar dalam siklus produksi, yaitu:

SIKLUS PRODUKSI. Tiga fungsi SIA dasar dalam siklus produksi, yaitu: SIKLUS PRODUKSI Siklus produksi adalah serangkaian kegiatan usaha yang berulang dan operasi pemrosesan data yang terkait berhubungan dengan pembuatan produk. Tiga fungsi SIA dasar dalam siklus produksi,

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan Dalam industri komponen otomotif, PT. XYZ melakukan produksi berdasarkan permintaan pelanggannya. Oleh Marketing permintaan dari pelanggan diterima yang kemudian

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Supply Chain Management pada hakekatnya adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstream) dan ke

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN INTISARI

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN INTISARI PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN Dira Ernawati Teknik Industri, FTI-UPN Veteran Jawa Timur INTISARI Tujuan dari managemen Supply Chain adalah untuk meminimalkan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan manufaktur semakin ketat. Hal ini mendorong perusahaan untuk mencari strategi yang tepat agar dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci