KAJIAN EKONOMI REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Halaman ini sengaja dikosongkan.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

Kajian Ekonomi Regional Banten

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

Triwulan IV iii

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

ii Triwulan I 2012

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

Triwulan IV Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 ini telah dapat diselesaikan. Dalam kajian ini kami informasikan bahwa perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-211 meningkat dari 5,9% pada triwulan III-211 menjadi 6,6%.Sementara itu inflasi menurun dari 3,29% (yoy) pada triwulan III-211 menjadi 3,1% pada periode laporan. Peran perbankan terhadap perekonomian Jawa Barat menunjukkan peningkatan ke arah yang diharapkan dan juga disertai dengan kondisi ketahanan perbankan di Jawa Barat yang semakin membaik. Dari sisi keuangan daerah, membaiknya kinerja realisasi belanja pemerintah diindikasikan turut mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi dibandingkan periode lalu. Di sisi ketenagakerjaan, tingginya pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan rasio pengangguran sementara itu kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga membaik. Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre IIII Jawa Barat, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, Kepolisian Daerah Jawa Barat, PT. Angkasa Pura III, PT. Jasa Marga, PT. PLN Distribusi Jabar dan Banten serta PT. Kereta Api, dan PT. Pelindo. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi setiap langkah kita. Bandung, 8 Februari 212 Lucky Fathul A.H. Pemimpin v

DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat... v vii ix x xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1. Sisi Permintaan... 8 1.1. Konsumsi... 8 1.2. Investasi... 11 1.3. Ekspor Impor... 13 2. Sisi Penawaran...... 15 2.1. Sektor Pertanian... 15 2.2. Sektor Industri Pengolahan... 17 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 21 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 23 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi... 24 2.6. Sektor Lainnya... 25 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 29 1. Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa...... 31 Inflasi Bulanan...... 31 Inflasi Triwulanan...... 32 Inflasi Tahunan...... 32 2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota... 33 Kota Bandung...... 34 Kota Bekasi...... 37 Kota Depok...... 39 Kota Bogor... 39 Kota Cirebon...... 4 Kota Sukabumi...... 42 Kota Tasikmalaya...... 43 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi...... 45 3.1 Non Fundamental... 45 Volatie Foods...... 45 Administered Price... 47 3.2 Fundamental/ Inti.... 47 Ekspektasi Inlasi... 47 Interaksi Permintaan dan Penawaran...... 47 Eksternal... 48 Boks 1. Tata Niaga Daging Dan Telur Ayam Ras Di Wilayah Kota Bandung... 35 Boks 2. Rekomendasi Upaya Pengendalian Inflasi Di Kota Bekasi... 38 Boks 3. Tata Niaga Beras Di Wilayah Kota Cirebon... 41 Boks 4. Tata Niaga Beras Di Wilayah Kota Tasikmalaya... 44 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN... 47 1. Analisi Perbankan Daerah... 49 1.1 Bank Umum Konvensional... 49 1.2 Bank Umum Syariah... 55 1.3 Bank Perkreditan Rakyat... 56 2. Analisi Sistem Pembayaran... 58 2.1 Pengedaran Uang Kartal... 58 2.1.1 Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)... 58 2.1.2 Penyediaan Uang Kartal Layak Edar... 59 vii

2.1.3 Uang Palsu... 6 2.2 Sistem Pembayaran Non Tunai... 6 2.1.1 Kliring lokal...... 61 2.1.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)... 61 BAB 4 KEUANGAN DAERAH...... 61 1. Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat... 63 2. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat... 64 Boks 5 Rencana Kebijakan Umum Anggaran Provinsi Jawa Barat Tahun 212..... 65 BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH... 65 1. Ketenagakerjaan... 67 2. Kesejahteraan... 69 BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH... 71 1. Prospek Ekonomi Makro... 73 2. Prakiraan Inflasi... 74 LAMPIRAN... 75 DAFTAR ISTILAH... 89 viii

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy)... 8 Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat - Sisi Penawaran (yoy)... 15 Tabel 1.3. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 11 Gerbang Tol di Jawa Barat.... 23 Tabel 1.4. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat... 24 Tabel 1.5. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (juta kwh)... 25 Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 31 Tabel 2.2. Inflasi Triwulan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 32 Tabel 2.3. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 33 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang/Jasa Triwulan IV-211 (yoy)...... 34 Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 35 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 37 Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 39 Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 4 Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 4 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 43 Tabel 2.11. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 44 Tabel 2.12. Perkembangan Indeks Produksi dan Stok Kalangan Produsen... 46 Tabel 2.13. Kapasitas Produksi Terpakai (%)... 48 Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat... 53 Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat... 56 Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat... 57 Tabel 3.4. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung... 59 Tabel 3.5. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat... 61 Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan dan Dana Perimbangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat...... 63 Tabel 4.2. Realisasi dan Perkiraan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat... 64 Tabel 5.1. Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Ekonomi...... 68 Tabel 5.2. Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Jawa Barat (27 = 1)... 69 Tabel 5.3. Target IPM Jawa Barat 211.... 7 Tabel 6.1. Perkembangan Indeks Produksi dan Stok Kalangan Produsen.... 74 ix

DAFTAR GRAFIK x Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)... 7 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen... 9 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini... 9 Grafik 1.4. Indeks Tendensi Konsumen... 9 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran...... 9 Grafik 1.6. Impor Barang Konsumsi... 1 Grafik 1.7. Pangsa Komoditas Impor Barang Konsumsi... 1 Grafik 1.8. Konsumsi Listrik Rumah Tangga... 1 Grafik 1.9. Kredit Konsumsi... 1 Grafik 1.1. Penjualan Semen... 11 Grafik 1.11. Indeks Penjualan Eceran Kelompok Bahan Konstruksi... 11 Grafik 1.12. Impor Barang Modal... 11 Grafik 1.13. Kredit Investasi... 11 Grafik 1.14. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek... 12 Grafik 1.15. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek... 12 Grafik 1.16. Distribusi Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Kabupaten/Kota... 12 Grafik 1.17. Distribusi Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Kabupaten/Kota... 12 Grafik 1.18. Nilai Ekspor Jawa Barat... 13 Grafik 1.19. Volume Ekspor Jawa Barat...... 13 Grafik 1.2. Pangsa Negara Tujuan Ekspor...... 14 Grafik 1.21. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat...... 14 Grafik 1.22. Nilai Impor Jawa Barat... 14 Grafik 1.23. Volume Impor Jawa Barat... 14 Grafik 1.24. Volume Ekspor Komoditas Pertanian...... 15 Grafik 1.25. Kredit Sektor Pertanian...... 15 Grafik 1.26. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat... 16 Grafik 1.27. Luas Panen Sawah dan Ladang di Jawa Barat... 16 Grafik 1.28. Produksi Tanaman Palawija... 16 Grafik 1.29. Produksi Jagung... 16 Grafik 1.3. Produksi Kedelai... 17 Grafik 1.31. Produksi Ubi Kayu...... 17 Grafik 1.32. Kredit Sektor Industri...... 17 Grafik 1.33. Volume Ekspor Manufaktur...... 17 Grafik 1.34. Pertumbuhan Produksi Manufaktur... 18 Grafik 1.35. Konsumsi Listrik Industri...... 18 Grafik 1.36. Indeks Penjualan Eceran: Pakaian & Perlengkapannya...... 18 Grafik 1.37. Nilai Ekspor TPT......... 19 Grafik 1.38. Volume Ekspor TPT... 19 Grafik 1.39. Produksi Mobil...... 19 Grafik 1.4. Nilai Ekspor Kendaraan... 2 Grafik 1.41. Volume Ekspor Kendaraan...... 2 Grafik 1.42. Nilai Ekspor Elektronika... 2 Grafik 1.43. Volume Ekspor Elektronika...... 2 Grafik 1.44. Nilai Ekspor Mesin... 2 Grafik 1.45. Volume Ekspor Mesin... 2 Grafik 1.46. Indeks Penjualan Eceran...... 21 Grafik 1.47. Kredit Sektor PHR...... 21 Grafik 1.48. Indeks Penjualan Eceran Tiap Kelompok... 21 Grafik 1.49. Tingkat Penghunian Hotel...... 22 Grafik 1.5. Tingkat Penghunian Hotel Bintang dan Non Bintang...... 22 Grafik 1.51. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat... 22 Grafik 1.52. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat... 22

Grafik 1.53. Jumlah Penumpang Pesawat Melalui Bandara Husein Sastranegara... 23 Grafik 1.54. Jumlah Penumpang Pesawat Domestik dan Internasional... 23 Grafik 1.55. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon... 24 Grafik 1.56. Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi... 24 Grafik 1.57. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi... 24 Grafik 1.58. Penyaluran Kredit ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih... 25 Grafik 1.59. Penyaluran Kredit ke Sektor Jasa-Usaha...... 25 Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional... 31 Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional... 32 Grafik 2.3. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional... 32 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat menurut Kota... 33 Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung... 34 Grafik 2.6. Indeks Harga Properti Residensial di Kota Bandung... 36 Grafik 2.7. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung... 37 Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung... 37 Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi... 37 Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Kota Depok... 39 Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Bogor...... 39 Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Cirebon...... 4 Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen di Kota Cirebon...... 41 Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi...... 42 Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya...... 43 Grafik 2.16. Ekspektasi Konsumen di Kota Tasikmalaya...... 43 Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Menurut Sumber Penyebab (yoy, %)... 45 Grafik 2.18. Perkembangan Harga Komoditas Bahan Pangan... 46 Grafik 2.19. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa... 47 Grafik 2.2. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa... 47 Grafik 2.21. Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan... 47 Grafik 2.22. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional... 48 Grafik 2.23. Perkembangan Kurs Rupiah... 48 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Wilayah Jawa Barat... 49 Grafik 3.2. Perkembangan DPK di Wilayah Jawa Barat... 49 Grafik 3.3. Porsi DPK per Jenisnya...... 5 Grafik 3.4. Perkembangan DPK per Jenisnya... 5 Grafik 3.5. Porsi DPK per Kelompok Bank... 5 Grafik 3.6. Perkembangan DPK berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat...... 5 Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta...... 51 Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta... 51 Grafik 3.9. Perkembangan Kredit di Jawa Barat... 51 Grafik 3.1. Porsi Kredit per Jenis Penggunaan... 51 Grafik 3.11. Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan... 51 Grafik 3.12. Porsi Kredit per Sektor Ekonomi... 52 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit per Sektor Ekonomi... 52 Grafik 3.14. Porsi Kredit per Kelompok Bank... 52 Grafik 3.15. Perkembangan Kredit per Kelompok Bank... 52 Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat... 53 Grafik 3.17. Porsi Kredit UMKM Per Skala Usaha di Jawa Barat... 53 Grafik 3.18. Perkembangan Intermediasi Perbankan... 54 Grafik 3.19. Perkembangan NPL... 54 Grafik 3.2. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Perbankan... 54 Grafik 3.21. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit Menurut Jenis Penggunaan 54 Grafik 3.22. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat... 55 Grafik 3.23. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat... 55 Grafik 3.24. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat... 55 Grafik 3.25. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat... 55 Grafik 3.26. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat... 56 xi

Grafik 3.27. Perkembangan DPK dan Kredit BPR Jawa Barat... 56 Grafik 3.28. Perkembangan BOPO BPR Jawa Barat... 56 Grafik 3.29. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat... 58 Grafik 3.3. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung... 59 Grafik 3.31. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang... 6 Grafik 3.32. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang... 6 Grafik 3.33. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat... 61 Grafik 5.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja...... 67 Grafik 5.2. Ketenagakerjaan Jawa barat...... 67 Grafik 5.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja...... 68 Grafik 5.4. Indeks Penghasilan...... 69 Grafik 6.1. Ekspektasi Konsumen... 73 Grafik 6.2. Impor Barang Modal... 73 Grafik 6.3. Leading Indikator Inflasi Jawa Barat... 74 xii

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO INDIKATOR PDRB - harga konstan (Rp Miliar) 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 77.393 8.239 82.63 81.975 83.6 85.123 87.54 87.425 - Pertanian 1.698 1.532 11.6 9.35 1.66 1.763 11.122 9.556 - Pertambangan & Penggalian 1.842 524 54 1.829 1.78 1.798 1.824 1.683 - Industri Pengolahan 32.628 34.182 34.24 34.552 35.3 35.732 36.612 36.663 - Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.784 1.513 1.51 1.83 1.86 1.854 1.851 1.915 - Bangunan 2.722 2.866 2.98 3.235 3.149 3.333 3.413 3.587 - Perdagangan. Hotel. dan 16.788 17.313 17.82 18.161 17.53 18.495 19.39 2.463 Restoran - Pengangkutan dan 3.399 3.695 4. 4.262 4.258 4.333 4.473 4.581 Komunikasi - Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.449 2.592 2.73 2.83 2.94 2.944 3.3 3.135 - Jasa 5.79 5.32 5.5 5.999 5.996 5.871 5.897 5.842 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5,6 8,5 5,8 5,9 7,4 6,1 5,9 6,6 Ekspor-Impor 3.254 3.331 2.948 3.129 2.91 2.96 4.28 3.487 Nilai Ekspor Nonmigas (USD 5.213 5.82 5.952 6.274 5.97 6.243 6.847 6.687 Juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu 1.694 1.961 1.994 2.64 1.64 1.648 1.736 1.72 ton) Nilai Impor Nonmigas (USD 1.958 2.47 3.3 3.144 3.59 3.315 2.818 3.2 Juta) Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 339,65 373,33 43,44 434,38 419,25 445,3 389,41 393,87 Indeks Harga Konsumen* 116,94 118,68 121,74 123,5 124,17 124,21 125,74 127.33 - Kota Bandung 116,5 116,6 119,18 12,29 12,6 12,93 121,77 123.6 - Kota Bekasi 116,33 118,75 122,14 123,93 125,1 124,64 126,21 128.21 - Kota Bogor 119,81 121,53 124,86 126,29 126,92 124,92 128,92 129.89 - Kota Sukabumi 119,3 12,24 123,8 124,73 125,13 125,81 128,71 13.4 - Kota Cirebon 122,44 123,97 128,33 13,18 129,77 129,86 132,57 134.34 - Kota Tasikmalaya 121,47 122,47 124,68 126,53 127,51 127,83 129,9 131.8 - Kota Depok 116,26 118,85 121,85 124,59 125,27 125,5 127,23 128.26 Laju Inflasi Tahunan (yoy %)*) 2,99 4,68 5,41 6,62 6,18 4,66 3,29 3.1 - Kota Bandung 2,86 3,5 4,8 4,53 3,92 3,71 2,17 2.75 - Kota Bekasi 3,2 5,62 6,76 7,88 7,54 4,96 3,33 3.45 - Kota Bogor 2,47 4,23 5,28 6,57 5,93 5,26 3,25 2.85 - Kota Sukabumi 2,41 3,9 4,83 5,43 5,12 4,63 3,97 4.26 - Kota Cirebon 3,54 4,79 5,84 6,7 5,99 4,75 3,3 3.2 - Kota Tasikmalaya 4,74 4,47 5,21 5,56 4,97 4,38 4,19 4.17 - Kota Depok 2,96 5,47 5,56 7,97 7,75 5,22 4,42 2.95 Keterangan: *) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 27 xiii

II. PERBANKAN No. Indikator 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV A Bank Umum Konvensional 1 Total Aset 187.8 197.78 21.61 21.85 239.15 253.54 21.61 21.85 2 DPK 146.76 158.91 163.23 178.5 178.3 188.94 163.23 178.5 - Giro 27.7 32.99 31.71 31.54 34.23 35.3 31.71 31.54 - Tabungan 58.26 63.22 66.81 74.21 72.15 75.98 66.81 74.21 - Deposito 6.8 62.69 64.72 72.31 71.66 77.93 64.72 72.31 3 Kredit berdasarkan lokasi proyek 18.28 193.3 27.34 21.84 224.66 24.12 248.86 254,87 - Investasi 27.51 28.23 3.19 32.25 33.32 35. 36.86 39,49 - Modal Kerja 8.59 81.87 92.29 94.95 98.74 17.49 19.9 111,6 - Konsumsi 77.1 79.45 84.85 83.64 92.59 97.64 12.92 13,78 4 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 111.45 118.71 123.54 13.97 135.93 144.8 15.39 16.8 - Investasi 12.15 13.38 13.21 14.51 15.3 16.45 17.72 19.17 - Modal Kerja 49.5 52.33 55.93 6.62 61.88 65.65 67.74 72.16 - Konsumsi 49.8 53. 54.4 55.83 58.74 62.7 64.93 68.75 5 LDR 75.94 74.7 75.68 73.56 74.69 76.64 77.4 76.91 6 Rasio NPL Gross 3.42 3.35 3.51 3.5 3.3 3. 3.9 2.38 7 Kredit MKM * 38.93 42.72 3.49 29.86 41.65 46.57 48.7 5.82 B Bank Umum Syariah 1 DPK 5.29 6.84 7.87 9.35 9.13 9.51 1.97 13.5 2 Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang 4.7 5.85 6.74 7.81 8.5 8.74 1.71 11.97 3 FDR 13.19 117.3 116.65 119.76 93.11 91.89 97.69 91.72 C BPR Konvensional 1 Aset 7.35 7.63 8.4 8.48 8.73 8.97 9.19 9.76 2 DPK 5.38 5.56 5.78 6.6 6.27 6.34 6.48 6.86 - Tabungan 1.27 1.25 1.26 1.39 1.47 1.46 1.49 1.69 - Deposito 4.11 4.31 4.53 4.67 4.8 4.88 4.99 5.17 3 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 5.1 5.36 5.65 5.86 6.24 6.67 6.95 7.4 Keterangan: *) Konsep kredit MKM pada tahun 29 adalah berdasarkan plafon kredit sedangkan 21 menurut jenis usahanya III. SISTEM PEMBAYARAN Indikator 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Transaksi Tunai Posisi Kas gabungan (Rp Triliun) 5.49 3.67 6.5 3.6 8.51 6.97 9.81 7.74 Inflow (Rp Triliun) 6.72 5 8.22 5.97 7.39 8.98 15.54 11.74 Outflow (Rp Triliun).8 2.18 5.9 3.14 1.37 3.74 9.38 6.16 Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 151.19 169.98 188.69 22.65 148.74 171.5 197.54 196.6 Volume Transaksi BI-RTGS 252,6 274,959 291,564 38,14 286,393 197,226 25,351 315.1 Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2.48 2.74 3.4 3.7 2.32 2.77 3.29 3.6 Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 4,131 4,435 4,73 9,119 4,475 3,181 3,423 4.92 Kliring Nominal Perputaran Kliring (Rp Triliun) 31.1 32.1 33.8 33.8 34.9 35.6 37.8 37.7 Volume Perputaran Kliring 1,428,796 1,468,878 1,475,93 1,328,22 1,421,771 1,478,64 1,48,75 1,447,6 Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp Triliun).51.52.55.51.55.57.63.59 Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring 23,423 23,692 23,85 2,124 22,215 23,84 24,678 22,61 xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF 1

2 RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Jawa Barat tumbuh meningkat Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh konsumsi pemerintah, investasi dan eskpor netto Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi didorong peningkatan kinerja sektor PHR dan sektor pertanian PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-211 tumbuh sebesar 6,65% (yoy), meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh 5,9%. Dengan demikian selama tahun 211 perekonomian dapat tumbuh sebesar 6,48%, lebih tinggi dibandingkan tahun 21 yang hanya tumbuh 6,2%. Dari sisi permintaan, perekonomian didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah (1,8%), investasi (13,2%) dan ekspor netto, sedangkan konsumsi rumah tangga tumbuh stabil di kisaran 5,9%. Secara umum, konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Jawa Barat sebesar 63,4%. Dari sisi penawaran, membaiknya kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor pertanian mendorong pertumbuhan yang relatif tinggi, namun kinerja sektor industri pengolahan yang relatif melambat menahan laju perekonomian pada periode ini. Laju inflasi tahunan Jawa Barat masih berada pada tren menurun yang terutama berasal dari penurunan harga volatile foods (bahan pangan) PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Jawa Barat turun dari 3,29% (yoy) pada triwulan III-211 menjadi 3,1% yang terutama disumbangkan oleh lebih rendahnya kenaikan harga bahan makanan (volatile foods), seperti beras dan cabe-cabean dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi fundamental, ekspektasi inflasi konsumen dan pedagang memburuk, tekanan permintaan meningkat sejalan dengan naiknya pertumbuhan ekonomi pada periode laporan, meski respon sisi penawaran khususnya industri masih cukup baik. Sementara itu, tekanan dari sisi eksternal melemah dibandingkan periode lalu. Adapun, kebijakan pemerintah dalam penetapan harga produk barang/jasa strategis (administered price) tidak signifikan berdampak terhadap laju inflasi dalam periode laporan. Intermediasi perbankan Jawa Barat meningkat Aktivitas transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat secara umum meningkat PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Pada triwulan IV-211 penyaluran kredit perbankan tumbuh tinggi yakni 22,23% (yoy) dengan outstanding kredit mencapai Rp16,8 triliun. Baiknya kinerja kredit disertai dengan risiko kredit yang membaik sebagaimana indikator Non Performing Loans (NPL) yang turun dari 3,9% menjadi 2,38%. Kinerja bank umum tersebut juga diikuti dengan BPR yang juga membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan IV-211 transaksi sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai di Jawa Barat meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian. Dengan perkembangan tersebut, net inflow uang kartal di Jawa Barat pada periode laporan tercatat sebesar Rp5,58 triliun. Demikian juga transaksi pembayaran non tunai baik transaksi melalui kliring maupun melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) selama triwulan IV-211 meningkat dibandingkan sebelumnya. Kinerja penerimaan maupun belanja tingkat provinsi lebih baik dari tahun lalu PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Konsumsi pemerintah meningkat pada triwulan IV-211 yang diindikasikan oleh baiknya kinerja realisasi APBD Jawa Barat khususnya tingkat provinsi. Penerimaan pajak melebihi target yang didukung oleh kuatnya konsumsi masyarakat khususnya dalam rangka pembelian 3

RINGKASAN EKSEKUTIF kendaraan bermotor. Dari sisi belanja, realisasi pada periode laporan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini merupakan kinerja yang baik khususnya dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. Anggaran Provinsi tidak sepenuhnya terserap karena dilakukannya efisiensi dalam pengadaan barang modal. Penyerapan tenaga kerja maupun kesejahteraan masyarakat Jawa Barat meningkat PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat juga diiringi dengan semakin luasnya pembukaan lapangan pekerjaan serta memperbaiki kondisi kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya jumlah kesempatan bekerja, turunnya rasio pengangguran, serta meningkatnya indeks penghasilan dan Nilai Tukar Petani di Jawa Barat. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I-212 dan selama tahun 212 diperkirakan melambat. Sejak triwulan I-212 inflasi Jawa Barat diperkirakan akan mulai mengalami kenaikan PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Jawa Barat pada tahun 212 diperkirakan tumbuh pada level yang tinggi meskipun akan mengalami sedikit perlambatan, yakni pada kisaran 6,1% - 6,4%. Sementara itu, di triwulan I-212 perekonomian Jawa Barat diperkirakan akan tumbuh melambat, yakni pada kisaran 6,3% - 6,5%. Dari sisi permintaan, perekonomian akan ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, namun penurunan ekspor diperkirakan dapat memperlambat laju perekonomian. Sementara di sisi penawaran, penurunan kinerja sektor industri pengolahan menjadi penyebab utama melambatnya perekonomian Jawa Barat. Laju inflasi pada triwulan I-212 diperkirakan mulai meningkat, meski masih berada pada kisaran sasaran inflasi nasional. Tekanan inflasi bersumber dari naiknya inflasi inti dan administered price, di sisi lain penurunan inflasi volatile foods masih tetap berlanjut. Pergerakan inflasi tersebut masih mungkin mengalami perubahan sehubungan dengan kondisi permintaan global yang masih lemah sehingga berdampak terhadap tingkat harga komoditas strategis di pasar dunia dan kinerja ekspor serta pergerakan nilai tukar rupiah. 4

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL, BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 5

6 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV 211 tumbuh sebesar 6,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,9%. Dari sisi permintaan, perekonomian didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor netto, sedangkan konsumsi rumah tangga tumbuh stabil. Sementara itu di sisi penawaran, membaiknya kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor pertanian mendorong pertumbuhan yang relatif tinggi, namun sektor industri pengolahan yang relatif melambat turut menahan peningkatan perekonomian. Struktur perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV 211 masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor industri pengolahan (36,9%), sektor PHR (23,9%) dan sektor pertanian (1,8%). Ketiga sektor tersebut menyumbang 71,5% pada periode laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 211 sebesar 71,3%. Sementara itu dilihat secara tahunan, perekonomian Jawa Barat dapat tumbuh sebesar 6,48% pada tahun 211 atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 21 yang tumbuh sebesar 6,2%. Selama tahun 211, perekonomian didorong oleh konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah dan investasi. Sementara itu kinerja sektor industri pengolahan turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi dimana sektor PHR sedikit melambat dan sektor pertanian tidak tumbuh signifikan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat pada tahun 211 secara nominal mencapai Rp861, triliun, atau sebesar Rp343,1 triliun atas dasar harga konstan 2. Dengan demikian pada tahun 211 Jawa Barat berkontribusi 13,92% terhadap perekonomian Indonesia berada di posisi ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur, dimana Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai Rp2.463,2 triliun. Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang mencapai 6,46% pada tahun 211 maka perekonomian Jawa Barat sedikit diatas nasional. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) 9% 8.5% Triliun Rp 9 87.5 87.42 8% 7.6% 7.4% 7.3% 85 7% 6.5% 6.5% 8 6% 5% 4% 3% 5.% 5.3% 3.8% 3.3% 4.5% 5.1% 5.6% 5.8% 4.9% 6.1% 5.9% 6.6% 75 7 65 2% Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV 28 6 PDRB (ADHK 2); Sumbu Kanan Pertumbuhan Jabar (yoy) Pertumbuhan Nasional (yoy) Sumber: BPS RI, BPS Provinsi Jawa Barat 7

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1. Sisi Permintaan Peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), ekspor dan melambatnya impor mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat pada triwulan IV 211 (Tabel 1.1). Meskipun konsumsi rumah tangga sedikit melambat, namun sumbangannya masih yang terbesar karena sebesar 63,4% kegiatan ekonomi digunakan oleh rumah tangga. Selama tahun 211, konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah dan investasi tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Bahkan pertumbuhan belanja pemerintah dan investasi meningkat tajam sehingga mendorong laju perekonomian mencapai 6,5%. Sementara itu perlambatan ekspor dan peningkatan impor yang terjadi sedikit menahan laju perekonomian tersebut. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (yoy) Penggunaan Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV 21 211 Konsumsi Rumahtangga 7.1% 5.6% 6.% 3.5% 2.5% 5.1% 3.2% 5.3% 5.2% 6.1% 6.% 5.9% 4.% 5.8% Konsumsi Pemerintah 12.1%.7% 8.9% 19.8% -15.9% 1.1% 9.1% -2.7% 3.1% 5.1% 2.1% 1.8%.1% 5.9% PMTB (Investasi) 11.% 11.7% -1.3%.2% 6.1% 6.8% 6.4% 3.6% 7.2% 8.5% 1.% 13.2% 5.7% 9.8% Ekspor -3.2% 6.2% 11.1% 5.4% 6.1% 1.2% 18.4% 17.1% 14.8% 6.2% 2.6% 3.8% 13.1% 6.5% Impor -1.5% -2.8% 5.8% -5.4% -2.6% 5.6% 11.4% 19.6% 2.% 23.6% 8.5% 4.7% 8.7% 13.6% PDRB 3.8% 3.3% 4.5% 5.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.9% 7.4% 6.1% 5.9% 6.6% 6.2% 6.5% Keterangan: PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1.1. Konsumsi Meskipun kondisi perekonomian Jawa Barat secara umum menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan IV 211, namun konsumsi rumah tangga menunjukkan adanya perlambatan. Pada periode laporan pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,9% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 6,%. Dari pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar Rp132,1 triliun atas dasar harga berlaku, sebanyak 53% digunakan untuk konsumsi makanan dan sisanya untuk konsumsi bukan makanan. Pengeluaran untuk makanan lebih tinggi,3% dibandingkan pengeluaran makanan pada triwulan III 211. Masih tingginya level pertumbuhan konsumsi rumah tangga diindikasikan pula oleh Indeks keyakinan konsumen 1 (Grafik 1.2) yang juga menunjukkan adanya peningkatan konsumsi pada periode laporan. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan IV 211 sebesar 12,1 atau lebih tinggi dibandingkan indeks pada triwulan III 211 yang sebesar 99,2. Dengan demikian indeks di atas 1 tersebut mencerminkan bahwa rumah tangga memiliki optimisme terhadap kondisi perekonomian saat ini dan ekspektasi beberapa bulan ke depan sehingga meningkatkan konsumsinya. Dari hasil survei tersebut didapatkan bahwa pembelian durable goods (barang tahan lama) dan ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan periode 1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung 8

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL sebelumnya. Sementara itu adanya sedikit perlambatan pada konsumsi lebih banyak ditunjukkan oleh indeks penghasilan saat ini yang lebih rendah daripada triwulan sebelumnya (Grafig 1.3). 12 1 8 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Optimis Pesimis 12.1 99.2 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini 13 8.% 7.% 15 6.% 5.% 8 4.% 3.% 55 2.% 6 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Sumber: Bank Indonesia Bandung, Survei Konsumen 115 11 15 1 95 9 Grafik 1.4. Indeks Tendensi Konsumen 11.12 16.46 19.33 18.7 TwI TwII TwIII TwIV 211 Indeks Tendensi Konsumsi Pendapatan rumah tangga Kaitan inflasi dengan konsumsi Tingkat konsumsi* *Konsumsi beberapa komoditas makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan dan rekreasi) Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 3 TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Growth Konsumsi (sumbu kanan) Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Ketersediaan Lapangan Kerja Sumber: Bank Indonesia Bandung, Survei Konsumen Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran 1.%.% indeks % 19. 182.4 3 18.8 18. 25 17. 16. 2 15. 15 14. 13. 6.5 7.1 1 12. 5 11. 1. TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Indeks Penjualan Eceran Pertumbuhan yoy (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Bandung, Survei Penjualan Eceran Selain itu, Indeks tendensi konsumen 2 (ITK) juga menunjukkan adanya perlambatan pada konsumsi rumah tangga (lihat Grafik 1.4). ITK pada triwulan IV 211 sebesar dari 18,7 sementara pada triwulan sebelumnya mencapai 19,33. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap beberapa komoditi makanan dan bukan makanan menunjukkan adanya sedikit penurunan, begitu juga kaitan inflasi dengan konsumsi juga menurun meskipun pendapatan rumah tangga sedikit lebih tinggi. Menurunnya indeks kaitan inflasi terhadap konsumsi menunjukkan adanya pengaruh kenaikan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Perlambatan kegiatan konsumsi juga diindikasikan dengan menurunnya indeks penjualan di pedagang eceran 3 (Grafik 1.5). Pada triwulan IV 211 indeks penjualan eceran sebesar 18,8 atau lebih rendah 2 Hasil Survei Tendensi Konsumen BPS Jawa Barat 3 Hasil Survei Pedagang Eceran, Kantor Bank Indonesia Bandung 9

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL dari indeks di triwulan sebelumnya yang mencapai 182,4. Meskipun demikian penjualan eceran masih dapat tumbuh sebesar 7,1% (yoy). Komoditas makanan dan tembakau masih dapat tumbuh meningkat sementara komoditas pakaian dan perlengkapannya mengalami perlambatan. Selain itu, impor barang konsumsi juga mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III 211 meskipun secara volume mengalami sedikit peningkatan. Selama triwulan IV 211, volume impor barang konsumsi mencapai 12,71 ribu ton atau turun 38% (yoy) Grafik 1.6. ribu ton 25 2 15 1 5 Grafik 1.6. Impor Barang Konsumsi Volume Impor Barang Konsumsi Pertumbuhan, yoy (sumbu kanan) 25% 2% 15% 12.71 1% 12.2 5% % -31% -5% -38% -1% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.7. Pangsa Komoditas Impor Barang Konsumsi 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Barang tidak tahan lama Barang semi tahan lama Barang tahan lama Alat Angkut Non-industri Makanan olahan 41.7% 4.9% Kendaraan bermotor Makanan non olahan TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Bank Indonesia Meskipun konsumsi tumbuh melambat, kredit konsumsi menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 211 (lihat Grafik 1.9). Baki debet kredit konsumsi pada triwulan IV 211 mencapai Rp68,75 triliun, bertambah sebesar Rp3,81 triliun 4 dibandingkan dengan triwulan III 211 atau mengalami pertumbuhan sebesar 23,1% (yoy). Data dari PT PLN Distribusi Jawa Barat Banten juga menunjukkan peningkatan penggunaan listrik rumah tangga pada triwulan IV 211 menjadi 3.348 juta KWh, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3.158 juta KWh. Grafik 1.8. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Juta kwh 3.5 3. 2.5 2. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) % 15% 3.348 3.158 12% 1% 7% 6% TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten 5% % Grafik 1.9. Kredit Konsumsi Triliun Rp Jumlah Kredit Konsumsi % 8. Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 3 7. 68.75 64.93 25 6. 5. 23.1 2 4. 19.4 15 3. 1 2. 1. 5. TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Laporan Bank Bulanan Umum, LBU KBI Bandung 4 Penambahan setelah dikurangi dengan angsuran kredit pada triwulan berjalan 1

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.2. Investasi Kondisi ekonomi yang terus membaik di Jawa Barat mendorong peningkatan kegiatan investasi pada triwulan IV 211. Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) pada triwulan ini tumbuh sebesar 13,2%(yoy), mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan III 211 yang tumbuh 1,% (yoy). Selama tahun 211, kegiatan investasi tumbuh 9,8% meningkat tajam dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 21 yang hanya sebesar 5,7%. ribu ton 2,4 2, 1,6 1,2 8 4 Grafik 1.1. Penjualan Semen Penjualan Semen (Ribu) % Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 35% 2,35 3% 1,736 25% 27.% 2% 23.4% 15% TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Sumber: Asosiasi Semen Indonesia. 1% 5% % -5% -1% -15% 19. 17. 15. 13. 11. 9. 7. 5. Grafik 1.11. Indeks Penjualan Eceran Kelompok Bahan Konstruksi indeks Bahan Konstruksi Pertumbuhan-yoy, sumbu kanan 142.5 141. 14 12 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia % 5 4 3 2 1-1 -2-3 Peningkatan investasi dalam bentuk pembangunan konstruksi diindikasikan dengan meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen di Jawa Barat. Pada triwulan IV 211 konsumsi semen di Jawa Barat mencapai 2,3 juta ton meningkat sebesar 27%(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III 211 sebesar 23,4% (Grafik 1.1). Indeks Penjualan Eceran 5 untuk kelompok bahan konstruksi (semen, pasir, bahan bangunan dari besi dan perlengkapannya) masih tumbuh tinggi sebesar 12% (yoy) meskipun sedikit melambat pada periode laporan (Grafik 1.11). Grafik 1.12. Impor Barang Modal ribu ton Volume Impor Barang Modal 6 Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 5 4 34 3 29 2 16% 1-24% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Bank Indonesia 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% Grafik 1.13. Kredit Investasi Triliun Rp Jumlah Kredit Investasi % Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 25. 45 2. 34.1 32.1 4 35 3 15. 19.17 25 1. 17.72 2 15 5. 1 5. TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Laporan Bank Bulanan Umum, LBU KBI Bandung 5 Hasil Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Bandung 11

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Peningkatan investasi berupa penambahan barang-barang modal seperti mesin dan perlengkapannya dikonfirmasi oleh tumbuhnya impor barang modal pada triwulan IV 211. Setelah pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan negatif (-24%, yoy) namun pada periode laporan volume impor barang modal dapat tumbuh 16% (yoy). Pada periode ini sebanyak 34 ribu ton barang modal diimpor ke Jawa Barat. Dari nominal PMTB tahun 211 sebesar Rp156,34 triliun, sebesar Rp48,75 triliun atau 31,18% merupakan investasi yang dilakukan dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Penyerapan investasi tersebut telah melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp39,47 triliun. Data Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa investasi PMA/PMDN mengalami peningkatan pada triwulan IV 211 menjadi Rp1,26 triliun dari triwulan lalu yang hanya sebesar Rp5,3 triliun. Meskipun demikian, karena pada triwulan IV 21 realisasi investasi mencapai Rp23,12 triliun maka pertumbuhan realisasi terlihat negatif. Investasi perusahaan pada periode laporan didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 69% dengan realisasi sebesar Rp7,12triliun lebih tinggi dari periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp4,3 triliun, sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp3,13 triliun (periode sebelumnya Rp915 miliar). Jumlah proyek investasi pada triwulan ini mencapai 271 unit atau tumbuh 215% (yoy), meningkat tajam dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 25%. Grafik 1.14. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek Rp Miliar 25, 2, 15, 1, 5, - Realisasi Investasi Pertumbuhan-yoy (sumbu kanan) % 2% 15% 1% 1,2615% % -21% -5% 5,3-56% -1% TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Grafik 1.16. Distribusi Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Kabupaten/Kota Grafik 1.15. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek 45 4 35 3 25 2 15 1 5 - % Jumlah Proyek Pertumbuhan-yoy (sumbu kanan) 4% 35% 3% 215% 25% 2% 15% 25% 271 1% 5% % 115-5% -1% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Grafik 1.17. Distribusi Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Kabupaten/Kota Kab. Karawang 13% Kota Depok 11% Kab. Cirebon 17% Lainnya 12% Kota Bandung 22% Lainnya 12% Kab. Bekasi 35% Kab. Bogor 29% Kab. Bekasi 25% Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Kab. Bandung Barat 6% Kota Bandung 7% Kota Bekasi 11% Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat 12

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Kabupaten Bekasi dan Kota Bandung merupakan daerah dengan investasi PMA terbesar di Jawa Barat tahun 211. PMA di Kabupaten Bekasi mencapai Rp1,62 triliun (pangsa 25,6%) dari 251 proyek dan menyerap 78.886 tenaga kerja, sedangkan di Kota Bandung mencapai Rp9,2 triliun (pangsa 21,7%) dari 35 proyek dan menyerap 6.61 tenaga kerja. Sementara itu untuk investasi PMDN daerah dengan realisasi investasi terbesar adalah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor. Adapun sektor yang diminati oleh investor adalah sektor Industri Logam, Mesin dan Elektronik yang menyerap Rp1,37 triliun (21,27%) dan sektor Listrik, Gas dan Air sebesar Rp7,32 triliun (15,3%) Selanjutnya, penyerapan investasi diikuti oleh sektor industri lainnya (14,5%), Perdagangan & Reparasi (13,66%), dan Jasa lainnya (12,83). 1.3. Ekspor Impor Pada triwulan IV 211 kinerja ekspor Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang meningkat sedangkan impor mengalami perlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan ekspor Jawa Barat pada periode laporan mencapai 3,8% (yoy) meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 2,6%. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 4,7% (yoy) atau melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,5%. Hal tersebut menyebabkan ekspor netto Jawa Barat tumbuh sebesar 1,2%(yoy) dimana pada periode sebelumnya tumbuh -9,4%. Untuk perdagangan ekspor antar negara, data Bank Indonesia menunjukkan adanya perlambatan kinerja baik secara nilai maupun volume ekspor. Nilai ekspor Jawa Barat pada triwulan IV 211 tercatat mencapai USD6,68 miliar dengan volume sebesar 1,7 juta ton. Nilai ekspor tumbuh 6,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang dapat tumbuh 15%. Sementara itu volume ekspor semakin tumbuh negatif pada triwulan IV 211 (-17,5%, yoy) dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh -12,9%. Selama tahun 211, ekspor Jawa Barat masih dapat tumbuh 1,8%, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 21 yang sebesar 21,7%. Nilai ekspor selama tahun 211 mencapai US$25,74 miliar dengan total volume sebesar 6,69 juta ton. Grafik 1.18. Nilai Ekspor Jawa Barat USD Juta 8, 3% Grafik 1.19. Volume Ekspor Jawa Barat Ribu Ton 2,3 3% 7, 6, 15.% 6.6% 2% 1% 2,1 1,9 1,7 1,5 2% 1,736 1,72 1% % 5, 4, 6,847 % 6,687-1% 1,3 1,1 9 7-12.9% -1% -2% -17.5% -3% 3, TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV -2% 5 TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV -4% Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 13

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh adanya krisis yang terjadi di Amerika Serikat dan kawasan Eropa. Pangsa ekspor Jawa Barat ke negara-negara tersebut mulai berkurang dan beralih ke negaranegara di kawasan ASEAN, Jepang dan Cina. Meskipun demikian ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa masih mendominasi ekspor Jawa Barat pada tahun 211 dengan total pangsa sebesar 34%. Grafik 1.2. Pangsa Negara Tujuan Ekspor 25.% 2.% 17.9% 18.5% 16.1% 15.% 11.5% 1.% 4.8% 5.% 3.8% 3.4% 3.% Grafik 1.21. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat Industri Lainnya 47% Mesin Elektrik 6% Kendaraan Bermotor 4% Alat Telekomunikasi 18% Tekstil dan Produk Tekstil 25%.% Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Disisi lain, impor Jawa Barat pada triwulan IV 211 dapat tumbuh meningkat sebesar 1,8% (yoy), dimana pada periode sebelumnya turun 6,1% (Grafik 1.24). Sebaliknya volume barang impor terus mengalami perlambatan msekipun secara nominal lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Impor Jawa Barat pada periode laporan mencapai US$3,2 miliar dengan volume sebesar 393,87 ribu ton (Grafik 1.25). Grafik 1.22. Nilai Impor Jawa Barat USD Juta 4, 3,5 3,21 3, 2,818 2,5 2, 1,5 1.8% 1, -6.1% 5 TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 16% 12% 8% 4% % -4% -8% Ribu Ton 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Grafik 1.23. Volume Impor Jawa Barat 393.87 389.41-3.5% -9.3% TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 15% 1% 5% % -5% -1% Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 14

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2. Sisi Penawaran Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 211 didorong oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan sektor PHR tetapi sedikit tertahan oleh melambatnya kinerja sektor industri pengolahan. Perekonomian juga dapat tumbuh tinggi karena adanya perbaikan kinerja sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor jasa dunia usaha. Sementara itu sektor pertambangan dan penggalian serta sektor jasa lainnya mengalami pertumbuhan yang negatif pada periode laporan. Selama tahun 211, kinerja sektor industri pengolahan menunjukkan adanya peningkatan yang relatif tajam sebesar 6,2% dimana pada tahun sebelumnya hanya tumbuh 3,2%. Sektor ekonomi dominan yang lain yaitu sektor PHR menunjukkan perlambatan meskipun masih dapat tumbuh tinggi sebesar 8,1%. Sementara itu sektor pertanian tumbuh negatif sebesar -,1%, dimana pada tahun sebelumnya sektor ini masih tumbuh 1,%. Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (yoy) Lapangan Usaha Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV 21 211 Pertanian 13.4% 15.6% 12.5% 7.4% -14.1% 7.1% 1.6% 4.1% -.3% 2.2% -4.1% 2.7% 1.% -.1% Pertambangan 1.3% 4.9% 11.1% 16.% 7.1% 5.7% -.7% -8.5% -3.5% -4.6% -4.3% -8.%.5% -5.1% Industri Pengolahan -.1% -2.4% -2.5% -1.8% 5.5% 4.6% 2.5%.3% 7.3% 4.5% 6.9% 6.1% 3.2% 6.2% Listrik, Gas, dan Air Bersih 2.2% 9.7% 19.9% 25.% 15.7% 15.2% 4.1% -4.3% 1.4%.1% -.1% 4.6% 7.% 1.5% Bangunan/Konstruksi 3.9% 8.5% 2.4% 8.7% 17.% 16.6% 11.2% 14.4% 15.6% 16.2% 14.4% 1.9% 14.7% 14.2% PHR 6.5% 6.7% 12.4% 14.4% 17.9% 15.5% 7.% 8.% 4.3% 6.8% 8.3% 12.7% 11.8% 8.1% Pengangkutan & Komunikasi 2.2% 7.5% 1.6% 11.3% 13.4% 12.7% 14.7% 23.6% 25.4% 17.3% 11.8% 7.5% 16.2% 14.9% Jasa Dunia Usaha 2.5% 4.3% 5.% 11.8% 14.5% 1.% 7.% 8.6% 18.6% 13.8% 1.2% 11.8% 9.8% 13.4% Jasa-jasa 2.7% 3.7% 3.6% 3.6% 3.2% 7.2% 7.7% 16.2% 18.1% 1.3% 7.2% -2.6% 8.6% 7.8% PDRB 3.8% 3.3% 4.5% 5.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.9% 7.3% 6.1% 5.9% 6.6% 6.2% 6.5% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian pada triwulan IV 211 mengalami peningkatan kinerja. Setelah pada triwulan III 211 sektor ini mengalami penurunan (-4,1%, yoy), pada periode laporan dapat tumbuh sebesar 2,7%. Meskipun demikian, secara tahunan kinerja sektor ini mengalami penurunan dimana pada tahun 211 turun,1% sementara pada tahun 21 dapat tumbuh 1,%. Grafik 1.24. Volume Ekspor Komoditas Pertanian 33 31 29 27 25 23 21 19 17 15 Ribu Ton Volume Ekspor Pertanian Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 31,1 4% 29,56 2% 21,2% % 15,4% TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV Sumber: Bank Indonesia -2% -4% Grafik 1.25. Kredit Sektor Pertanian Triliun Rp 3.5 Jumlah Kredit Pertanian % 5 Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 2.92 3. 4 2.5 2.2 3 2. 4.8 2 18.8 1.5 1 1..5-1. -2 TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Sumber: Laporan Bank Bulanan Umum, LBU KBI Bandung 15

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Peningkatan pertumbuhan pada periode laporan diindikasikan oleh meningkatnya volume ekspor komoditas pertanian (grafik 1.24). Pada triwulan IV 211, ekspor komoditas pertanian mencapai 31 ribu ton atau tumbuh sebesar 21,2% (yoy). Indikasi peningkatan kinerja sektor ini juga ditunjukkan oleh peningkatan kredit sektor pertanian yang tumbuh sebesar 4,8% (yoy), meningkat tajam dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 18,8%. Sementara itu, data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat menunjukkan bahwa pada triwulan IV 211 terjadi pertumbuhan negatif pada produksi padi di Jawa Barat. Produksi padi pada periode laporan turun sebesar 13,3% (yoy) penurunan yang cukup besar jika dibandingkan triwulan III 211 sebesar 4,5%. Penurunan tersebut terjadi karena berkurangnya luasan panen padi sebesar 19,1% (yoy). Penurunan produksi pada periode laporan antara lain disebabkan oleh adanya kemarau yang cukup panjang sampai dengan bulan September 211 sehingga luas tanam padi menjadi terbatas pada triwulan III 211. Selain padi, produksi tanaman palawija juga menunjukkan pertumbuhan yang negatif pada triwulan IV 211. Total produksi jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar dan ubi kayu mencapai 48 ribu ton, mengalami penurunan sebesar 22% (yoy) atau menurun jauh jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9%. Meskipun demikian, produktivitas pertanian padi meningkat dari rata-rata 6,73 kuintal/ha pada triwulan III 211 menjadi rata-rata 63,6 kuintal/ha pada triwulan IV 211. Grafik 1.26. Produksi Padi Sawah dan Ladang Grafik 1.27. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang Juta Ton % 4 Produksi Padi Pertumbuhan-yoy (sumbu kanan) 35% 3% 3.25 25% 3 2% 15% 1% 2 1.66-4.5% 5% % 1-5% -1% -15% -13.3% - -2% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat *)Angka sementara Dinas Ribu Ha 8 6 4 2 - Luas Panen Padi Pertumbuhan-yoy (sumbu kanan) 521 535-1.% 261-19.1% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat *)Angka sementara Dinas % 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% Grafik 1.28. Produksi Tanaman Palawija Ribu Ton % 1.5 Produksi Tanaman Palawija Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 75% 1.18 5% 1. 25% 48 5 % -22% -9% - -25% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Ribu Ton 6 5 4 3 2 1 - Grafik 1.29. Produksi Jagung Jagung Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 154-3,8% -43,8% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat 46 % 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% -6% 16

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Ribu Ton 3 25 2 15 1 5 - Grafik 1.3. Produksi Kedelai Kedelai Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 2,9 9,4 35% 3% 25% 2% 15% 1% 3,1% 5% -28,8% % TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat % -5% Ribu Ton 1. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 - Grafik 1.31. Produksi Ubi Kayu Ubi Kayu Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 794,96 4% 3% 2% 1% % 337,11-1% -12,9% -2% -17,5% -3% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat % 2.2. Sektor Industri Pengolahan Industri pengolahan di Jawa Barat mengalami pertumbuhan sebesar 6,1% (yoy) selama triwulan IV 211, sedikit melambat setelah pada triwulan III 211 tumbuh 6,9%. Perlambatan pertumbuhan tersebut diindikasikan dengan melambatnya kinerja ekspor produk-produk manufaktur. Ekspor produk hasil dari sektor ini pada triwulan IV 211 hanya mencapai 1,6 juta ton atau turun 19,3% (yoy). Perlambatan juga ditunjukkan oleh adanya penurunan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan. Pada periode laporan, baki debet kredit sekor industri tumbuh sebesar 18,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 23,3%. Grafik 1.32. Kredit Sektor Industri Triliun Rp % 3 35 Jumlah Kredit Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 25.45 3 25 23.59 25 2 23.3 2 15 1 18.9 15 1 5 5-5 -1 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.33. Volume Ekspor Manufaktur Ribu Ton 2.5 Volume Ekspor Manufaktur Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 4% 2. 1.697 1.642 2% 1.5 % 1. 5-13,7% -2% -19,3% -4% TwITwIITwIIITwIVTwITwIITwIIITwIVTwITwIITwIIITwIV Sumber: Bank Indonesia Perlambatan yang terjadi juga dikonfirmasikan berdasarkan data BPS Jawa Barat dimana produksi industri manufaktur besar dan sedang di Jawa Barat mengalami pertumbuhan sebesar,59% pada triwulan IV 211, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,35%. Industri dominan di Jawa Barat seperti industri tekstil, kendaraan bermotor, perlengkapan elektronik dan barang kimia mengalami penurunan kinerja. Peningkatan kinerja hanya terjadi di jenis industri pakaian jadi dan barang-barang dari logam. 17

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Meskipun demikian, melambatnya kinerja sektor ini tidak diikuti dengan penurunan konsumsi listrik. Pada triwulan IV 211, konsumsi listrik industri mencapai 4,3 miliar kwh atau tumbuh sebesar 16% (yoy) sementara periode sebelumnya hanya tumbuh 4%. Grafik 1.34. Pertumbuhan Produksi Manufaktur -4,5 5,95 Makanan dan Minuman -1,82 2,38 Tekstil 2,7 5,75 Pakaian Jadi -1,96-3,25 Kertas TwIII 211 TwIV 211,47-2,91 Kimia 4,2 3,19 Karet dan Plastik -8,59-1,38 Logam Dasar,1 1,67 Mesin Mekanik -6,54-4,83 Mesin Listrik -1,58 12,72 Elektronik -1,7 4,9 Kendaraan Bermotor Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Juta kwh 6. 4. 2. - Grafik 1.35. Konsumsi Listrik Industri Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 4.32 4.266 % 4% 3% 2% 1% 16% 4% % TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat -1% -2% -3% Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki Kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki diindikasikan mengalami penurunan kinerja selama triwulan IV 211. Hasil Survei Penjualan Eceran KBI Bandung menunjukkan bahwa indeks penjualan eceran pakaian dan perlengkapannya mengalami perlambatan. Data ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) juga menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan baik secara nilai maupun secara volume. Nilai ekspor TPT Jawa Barat pada triwulan IV 211 mencapai USD1,6 miliar dengan 181 ribu ton. Grafik 1.36. Indeks Penjualan Eceran: Pakaian & Perlengkapannya Perlambatan yang terjadi pada triwulan ini 15, Pakaian & Perlengkapannya 5 Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 4% masih sebagai akibat dari penurunan 3 16 permintaan TPT dari luar negeri. Penurunan 2 1, 7 1 permintaan tersebut merupakan dampak 11, -1 dari pelemahan ekonomi Amerika Serikat 92,1-2 5, dan Eropa. Hasil liaison yang dilakukan oleh -3-4 Bank Indonesia Bandung ke beberapa -5, -6 perusahaan tekstil di Jawa Barat TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV menunjukkan bahwa permintaan luar negeri Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia mengalami penurunan sedangkan permintaan domestik masih cukup kuat di tahun 211 karena daya beli yang meningkat. Selain itu dampak pelemahan ekonomi global pada jenis industri TPT akan semakin besar pada akhir triwulan I 212. Salah satu perusahaan mengatakan bahwa pesanan 6 bulan ke depan belum jelas jumlahnya, sementara itu pesanan untuk triwulan IV 211 mengalami pengurangan pesanan sebesar 25% dari jumlah pesanan semula. Beberapa perusahaan juga mulai melakukan pergeseran tujuan ekspor baik ke negara lainnya maupun ke pasar 18

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL domestik. Meskipun demikian proses pergeseran tersebut tidak langsung dapat dilaksanakan segera karena memerlukan waktu promosi dan juga keterbatasan bagi perusahaan di kawasan berikat untuk menjual produknya di pasar domestik. Grafik 1.37. Nilai Ekspor TPT USD Juta 2. 4,% Nilai Ekspor TPT 1.75 1.65 Pertumbuhan (yoy, RHS) 3,% 1.5 2,% 1. 18,6% 1,% 11,7%,% 5-1,% -2,% TwITwIITwIIITwIVTwITwIITwIIITwIVTwITwIITwIIITwIV Sumber: Bank Indonesia Ribu Ton 22 2 18 16 14 12 1 Grafik 1.38. Volume Ekspor TPT Volume Ekspor TPT Pertumbuhan (yoy, RHS) 184 181-6,3% -2,% TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV Sumber: Bank Indonesia 3% 2% 1% % -1% -2% Industri Mesin, Alat Angkutan, dan Peralatannya Perlambatan sektor industri pengolahan Grafik 1.39. Produksi Mobil ditunjukkan juga dengan penurunan kinerja di Ribu Unit Produksi mobil 25 23 226 8% Pertumbuhan yoy (sumbu kanan) industri kendaraan dan alat angkut. Pada 2 6% periode laporan produksi mobil mencapai 226 33% 4% ribu unit atau tumbuh 17%, melambat 15 2% dibandingkan triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh 33%. Sesuai data Gaikindo, produksi mobil selama triwulan IV tersebut mengalami penurunan karena pada periode sebelumnya 1 17% 5 - % -2% -4% dapat memproduksi 23 ribu unit kendaraan. Perlambatan tersebut terjadi salah satunya disebabkan adanya kendala pasokan beberapa 29 Sumber: Gaikindo, diolah 21 211 komponen kendaraan bermotor. Bencana banjir yang terjadi cukup parah di Thailand menyebabkan beberapa pabrik komponen yang akan dirakit di Indonesia tidak dapat berproduksi. Sementara itu jika melihat data ekspor, ekspor kendaraan dari Jawa Barat baik secara nilai maupun volume mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan IV 211 ekspor komoditas kendaraan mencapai US$335 juta (tumbuh 12,2%) dengan volume mencapai 42 ribu ton (tumbuh 35,9%). Ekspor produk mesin juga menunjukkan adanya peningkatan pada periode laporan baik secara nilai maupun volume. Mesin yang diekspor dari Jawa Barat pada triwulan IV 211 mencapai US$659 juta dengan volume seberat 67 ribu ton. Disisi lain, ekspor elektronika mengalami penurunan kinerja. Pada triwulan IV 211 ekspor elektronika turun 8,4% (yoy) secara nilai dan tumbuh melambat 9,1% (yoy). TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV 19

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 3 2 1 Grafik 1.4. Nilai Ekspor Kendaraan USD Juta 4 Nilai Ekspor Kendaraan Pertumbuhan (yoy, RHS) 335 292 12% 1% 8% 6% 12,2% 4% 9,% 2% TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV Sumber: Bank Indonesia USD Juta 1.3 1.1 9 7 5 Grafik 1.42. Nilai Ekspor Elektronika 1.251 8,7% 1.122 TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV % -2% -4% -6% 5,% 4,% 3,% 2,% 1,%,% -1,% -8,4% -2,% 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Grafik 1.41. Volume Ekspor Kendaraan Ribu Ton Volume Ekspor Kendaraan 42 12% Pertumbuhan (yoy, RHS) 1% 8% 31 6% 35,9% 4%,9% 2% % -2% -4% -6% -8% TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV Sumber: Bank Indonesia 5 45 4 35 3 25 2 Grafik 1.43. Volume Ekspor Elektronika Ribu Ton 48 47 15,8% 9,1% TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV 4% 2% % -2% Nilai Ekspor Elektronika Pertumbuhan (yoy, RHS) Volume Ekspor Elektronika Pertumbuhan (yoy, RHS) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.44. Nilai Ekspor Mesin USD Juta 8 6,% 659 4,% 6 523 2,% 21,3% 4,% 14,3% -2,% 2-4,% -6,% TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV Nilai Ekspor Mesin Pertumbuhan (yoy, RHS) Sumber: Bank Indonesia 7 65 6 55 5 45 4 35 3 25 2 Grafik 1.45. Volume Ekspor Mesin Ribu Ton 55 67 11,1% 7,2% TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Volume Ekspor Mesin Sumber: Bank Indonesia Pertumbuhan (yoy, RHS) 8% 6% 4% 2% % -2% -4% -6% 2

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 211. Sektor PHR tumbuh sebesar 12,7% (yoy) pada periode laporan, lebih tinggi dibandung periode sebelumnya yang sebesar 8,3%. Peningkatan pada sektor ini terutama didorong oleh peningkatan pada aktivitas perdagangan dan pariwisata. Masih tingginya konsumsi masyarakat mendorong peningkatan aktivitas perdagangan, hal ini diindikasikan oleh peningkatan pertumbuhan indeks penjualan eceran pada triwulan IV 211. Indeks Penjualan Eceran tumbuh 7,1% (yoy) lebih tinggi daripada pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 6,5%. Adapun komoditas yang mengalami peningkatan penjualan adalah kendaraan, makanan dan tembakau serta bahan bakar. Sementara itu untuk pakaian, perlengkapan rumah dan bahan konstruksi mengalami penurunan penjualan pada triwulan ini. Grafik 1.46. Indeks Penjualan Eceran indeks % 19. 182.4 3 18.8 18. 25 17. 16. 2 15. 15 14. 13. 6.5 7.1 1 12. 5 11. 1. TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Indeks Penjualan Eceran Pertumbuhan yoy (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.47. Kredit Sektor PHR Triliun Rp % 35 33,19 Kredit Sektor PHR 3 3,69 3 Pertumbuhan yoy, sb kanan 25 25 2 22,3 2 18, 15 15 1 1 5 5 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.48. Indeks Penjualan Eceran Tiap Kelompok indeks 16, 15, 14, 13, 12, 11, 1, Bahan Konstruksi TwI TwII TwIII TwIV % 15 1 5-5 -1 indeks 26, 25, 24, 23, 22, 21, 2, 19, TwI TwII TwIII TwIV Kendaraan & Sukucadang % 18 16 14 12 1 8 6 4 2 indeks 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2,, Bahan Bakar TwI TwII TwIII TwIV % 15 1 5-5 -1 211 indeks 75, 7, 65, 6, 55, 5, 45, 4, TwI TwII TwIII TwIV Perlengkapan Rumah 211 % -5-1 -15-2 -25-3 -35-4 -45 indeks 5, 48, 46, 44, 42, 4, 38, 36, 34, 32, 3, 211 Makanan & Tembakau TwI TwII TwIII TwIV 211 % 25 2 15 1 5 indeks 12, 1, 98, 96, 94, 92, 9, 88, 86, 211 Pakaian & Perlengkapannya TwI TwII TwIII TwIV 211 % 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Sumber: Bank Indonesia 21

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Peningkatan sektor PHR juga diindikasikan dengan peningkatan pertumbuhan kredit pada sektor ini. Sampai dengan triwulan IV 211 kredit di sektor PHR telah mencapai Rp33,19 triliun atau tumbuh sebesar 22,3% (yoy). Grafik 1.49. Tingkat Penghunian Hotel Grafik 1.5. Tingkat Penghunian Hotel Bintang dan Non Bintang Tingkat Hunian Tingkat Hunian Hotel Pertumbuhan yoy 5, 3% 45, 43,4 25% 4, 2% 35, 41,4 3, 15% 25, 1% 2, 5% 15, -4,7% % 1, -6,7% 5, -5%, -1% TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV TwI TwII TwIIITwIV Tingkat Hunian Hotel Bintang Hotel Non Bintang 6, 5, 4, 3, 2, 1,, 47,4 49,4 35,5 37,3 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: BPS Provinsi Jabar, diolah Sumber: BPS Provinsi Jabar, diolah Sementara itu, tingkat hunian hotel di Jawa Barat mengalami peningkatan dan mendorong peningkatan pertumbuhan sektor PHR. Secara rata-rata, THK hotel di Jawa Barat selama triwulan IV 211 adalah sebesar 43,4%, lebih tinggi dibandingkan periode sebesar 41,4%. Berdasarkan kelasnya, tingkat hunian hotel berbintang selalu lebih tinggi dibandingkan dengan hotel non bintan. Pada triwulan IV 211 tingkat hunian di hotel bintang sebesar 49,4% sedangkan hotel non bintang sebesar 37,3%. Indikasi peningkatan kinerja pada aktivitas pariwisata ditunjukkan dengan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat. Pada triwulan IV 211 sebanyak 32,7 ribu orang masuk ke lokasi wisata di Jawa Barat atau tumbuh sebesar 23%, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 21%. Dilihat dari asalnya, jumlah wisman yang datang didominasi oleh wisatawan Malaysia dengan pangsa sebesar 75% dari seluruh wisman diikuti oleh wisatawan Singapura (15,4%). Grafik 1.51. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik 1.52. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Ribu Orang Wisatawan Asing Pertumbuhan (yoy, sb.kanan) 35 32,7 4% 35% 3 25,2 3% 25 25% 2 21% 23% 2% 15% 15 1% 5% 1 % 5-5% -1% -15% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Singapura; 15,4% Lainnya; 6,7% Eropa; 1,1% Sumber: BPS Provinsi Jabar Amerika;,4% Australia;,5% Malaysia; 75,8% Sumber: BPS Provinsi Jabar 22

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan IV 211. Sektor ini tumbuh 7,5%(yoy) pada triwulan IV 211, sementara triwulan sebelumnya dapat tumbuh 11,8%. Perlambatan ini diindikasikan oleh perlambatan pertumbuhan aktivitas keluar masuk gerbang tol di Jawa Barat. Pada periode laporan jumlah kendaraan yang masuk ke gerbang tol sebanyak 7,3% (yoy), melambat dibanding dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,7%. Tabel 1.3. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 11 Gerbang Tol di Jawa Barat Gerbang Tol Tw.IV-1 Tw.IV-11 Pertumbuhan (yoy) Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Sadang 489.558 451.98 583.752 566.596 19,2% 25,4% Jatiluhur 385.64 391.66 447.466 467.389 16,% 19,5% Padalarang 1.765.92 1.589.473 1.891.32 1.687.553 7,1% 6,2% Baros 1 538.17 882.452 56.61 953.96 4,2% 8,1% Baros 2 883.112 555.99 934.434 59.858 5,8% 6,3% Pasteur 2.745.416 2.712.772 2.97.551 2.824.713 5,9% 4,1% Pasir Koja 1.511.19 1.217.158 1.592.61 1.333.117 5,4% 9,5% Kopo 1.69.571 1.153.23 1.159.499 1.184.569 8,4% 2,7% M Toha 97.611 999.723 971.597 1.77.13 7,% 7,7% Buah Batu 1.411.271 1.56.386 1.487.2 1.617.466 5,4% 7,4% Cileunyi 2.56.646 2.99.3 2.225.89 2.264.393 8,2% 7,9% TOTAL 13.763.781 13.559.161 14.761.74 14.567.663 7,3% 7,4% Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi Sementara itu, aktivitas transportasi dengan menggunakan kereta api dan angkutan udara menunjukkan adanya peningkatan. Selama triwulan IV 211 jumlah penumpang kereta api di DAOP Bandung dan DAOP Cirebon sebanyak 4,9 juta orang atau tumbuh 31,19% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya sebesar 27,49%. Jumlah penumpang yang masuk ke Jawa Barat melalui Bandara Husein Sastranegara mengalami tumbuh sebesar 26% (yoy) pada triwulan IV 211, mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16%. Grafik 1.53. Jumlah Penumpang Pesawat Melalui Bandara Husein Sastranegara orang 35. 28. 21. 14. 7. 125% 274.679 1% 234.929 75% 5% 25% 26% 16% % TwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIVTwI TwIITwIIITwIV -25% Grafik 1.54. Jumlah Penumpang Pesawat Domestik dan Internasional 16. 14. 12. 1. 8. 6. 4. 2. - Penerbangan domestik Penerbangan internasional 12.415 148.529 114.514 126.15 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT Persero Angkasa Pura II Sumber: BPS Provinsi Jabar 23

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.4. Jumlah Penumpang Kereta Api Jawa Barat (ribu orang) Kelas 21 211 Pertumbuhan (yoy) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.III-11 Tw.IV-11 Eksekutif 282,84 295,94 32,31 271,28 252,11 283,79 328,98 317,96 8,82% 17,21% Bisnis 281, 287,8 34,32 287,96 232,5 273,17 315,7 239,42 3,53% -16,86% Ekonomi 467,6 535,41 638,64 518,64 521,93 595,24 63,82 422,8-1,22% -18,48% Lokal Bisnis 47,98 431,97 513,55 413,19 425,67 513,2 981,74 78,58 91,17% 88,91% Lokal Ekonomi 2.294,71 2.36,5 2.477,59 2.281,93 2.37,77 2.722,67 3.144,25 3.189,16 26,91% 39,76% Total 3.734,13 3.856,89 4.236,4 3.773,1 3.739,98 4.388,6 5.4,87 4.949,92 27,49% 31,19% Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon Sumber: PT. Kereta Api Grafik 1.55. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon Sementara itu, arus bongkar muat di Pelabuhan Cirebon mencapai 994 ribu ton selama triwulan IV 211, mengalami peningkatan dibandingkan muatan selama triwulan sebelumnya sebesar 887 ribu ton. Dengan demikian kegiatan pengangkutan di pelabuhan Cirebon tumbuh sebesar 6,% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya -3,8%. Sumber: PT Pelindo II 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor bangunan/konstruksi pada triwulan IV 211 tumbuh sebesar 1,9% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 14,4%. Perlambatan sektor ini diindikasikan oleh perlambatan pertumbuhan indeks penjualan eceran kelompok bahan konstruksi. Pada triwulan IV 211, indeks penjualan eceran untuk kelompok ini tumbuh sebesar 12% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebesar 14%. Sementara itu penyaluran kredit konstruksi menunjukkan arah sebaliknya dimana penyaluran kredit konstruksi tumbuh sebesar 33,19% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 3,69%. Grafik 1.56. Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi Triliun Rp % 35 33,19 Kredit Sektor Konstruksi 3 3,69 3 Pertumbuhan yoy, sb kanan 25 25 22,3 2 2 18, 15 15 1 1 5 5 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung Grafik 1.57. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi indeks % 5 19. Bahan Konstruksi 4 17. Pertumbuhan-yoy, sumbu kanan 15. 142.5 141. 3 2 13. 14 12 1 11. 9. -1 7. -2 5. -3 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia 24

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.6. Sektor Lainnya Kinerja sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh sebesar 4,6% (yoy) pada triwulan IV 211, meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami penurunan,1%. Peningkatan ini diindikasikan oleh peningkatan pemakaian listrik di Jawa Barat sebesar 14,6% yang lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 4,6%. Kontribusi pertumbuhan didorong oleh pertumbuhan pemakaian listrik industri sebesar 16,4%. Penggunaan Tabel 1.5. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh) 21 211 Pertumbuhan (yoy) TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV Tw.III-11 Tw.IV-11 Rumah Tangga 2.742 2.97 2.982 2.977 3.117 3.98 3.158 3.348 5,9% 12,5% Industri 3.889 4.25 4.113 3.712 4.12 4.326 4.266 4.32 3,7% 16,4% Total 6.63 7.111 7.95 6.689 7.219 7.424 7.424 7.668 4,6% 14,6% Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Kinerja sektor jasa usaha di Jawa Barat selama triwulan IV 211 dapat tumbuh sebesar 11,8%, meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,2%. Masih tingginya kinerja sektor jasa yang meningkat didorong oleh meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor lainnya yang kemudian membutuhkan dukungan dari sektor jasa. Penyaluran kredit perbankan kepada sektor ini juga menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dan berada pada tren meningkat. Grafik 1.58. Penyaluran Kredit ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Triliun Rp 35 3 25 2 15 1 5 Kredit Sektor LGA Pertumbuhan yoy, sb kanan 78,5 % 33,19 15 3,69 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV 1 16,4 5-5 -1 Grafik 1.59. Penyaluran Kredit ke Sektor Jasa-Usaha Triliun Rp 5 4 4 3 3 2 2 1 1 Kredit Sektor Jasa Usaha. Pertumbuhan yoy, sb kanan 3,4 3,11-17,4 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV % 2 15 1 5-1,1-5 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 25

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Halaman ini sengaja dikosongkan 26

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

3 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi Jawa Barat masih berada pada tren penurunan yang terjadi sejak akhir tahun lalu. Pada periode laporan, laju inflasi Jawa Barat adalah 3,1% (yoy) lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 3,79%. Faktor utama penyebab menurunnya laju inflasi Jawa Barat berasal dari terkendalinya inflasi kelompok harga pangan yang bergejolak (volatile foods), yakni komoditas beras dan cabe merah. Secara tahunan, perlambatan inflasi kedua komoditas tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya kenaikan harga dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (base-effect). Sementara itu, tekanan dari sisi inflasi inti dan administered price relatif minimal. Dari 7 kota penyumbang inflasi Jawa Barat, hanya 2 kota yakni Sukabumi dan Tasikmalaya yang memiliki angka inflasi lebih tinggi dari nasional (masing-masing sebesar 4,26% dan 4,17%). 1. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Inflasi Bulanan Secara bulanan, pada periode laporan inflasi Jawa Barat berada pada tren peningkatan, yakni berturut-turut sebesar,14% (mtm),,5%, dan,62% (Grafik 2.1). Sementara itu, jika Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional 1.2 % (mtm) 1..8.6.4.2 dibandingkan dengan nasional, laju inflasi bulanan. Jawa Barat lebih tinggi. Meningkatnya laju inflasi bulanan akibat kenaikan harga beberapa bahan -.2 -.4 -.6 -.8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 211 pangan seperti beras, telur ayam ras, dan kacang Jabar.62.16 -.23 -.54.12.45.64.54.5.14.5.62 Nasional.89.13 -.32 -.31.12.55.67.93.27 -.12.34.57 panjang akibat keterbatasan pasokan dari sentra produksi, serta harga emas perhiasan yang didorong Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 naiknya harga emas di pasar internasional. Realisasi inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pola musimannya yang pada triwulan IV secara rata-rata sebesar,8% (qtq). Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 211 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 Bahan makanan 1.62 -.31-1.76-2.34 -.2.94 2.3.75 -.3 -.9 1.53 1.43 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.42.32.22.5.31.63.12.23.22.24.2.31 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.11.65.35.1.14.34.1.23.3.6.12.54 4 Sandang. -.24.29.43.58.19.32 1.61 1.29 -.64.62 1.16 5 Kesehatan.34.22.69.16.76.28 -.1.25.21.47.19.19 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga.29.6.64.4 -.9.9.8 1.25.22.2.9.11 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan.33.16.2.6.16 -.6 -.6.4 -.2 -.2. -.6 Umum.62.16 -.23 -.54.12.45.64.54.5.14.5.62 Nasional.89.13 -.32 -.31.12.55.67.93.27 -.12.34.57 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Meningkatnya laju inflasi Jawa Barat secara bulanan terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan mengingat bobot IHK yang terbesar. Meski mengalami deflasi pada bulan Oktober 211, inflasi bahan makanan meningkat pada periode selanjutnya (Tabel 2.1). Selain itu, dari sisi eksternal kenaikan harga emas di pasar internasional turut mendorong kenaikan harga emas perhiasan. Di samping itu, lonjakan kenaikan tarif sewa/kontrak rumah menyebabkan terkompensasinya berkurangnya tekanan harga pangan pada bulan Oktober dan Desember 211. 31

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi Triwulanan % (qtq) 4 3 Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional Jabar Nasional Berbeda dengan pola musimannya, laju inflasi Jawa Barat secara triwulanan meningkat, yakni dari 1,23% (qtq) pada triwulan III-211 menjadi 1,26% (Grafik 2.2). Hal ini terutama disebabkan oleh pola musiman inflasi kelompok bahan 2 1 makanan, makanan jadi, serta perumahan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan berbeda dibandingkan pola musimannya pada Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV tahun-tahun sebelumnya (Tabel 2.2). Komoditas yang tercatat memiliki inflasi triwulan lebih tinggi Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 dibandingkan sebelumnya adalah beras, telur ayam ras, cabe merah dan cabe rawit, gula pasir, rokok, dan biaya tempat tinggal. Pasokan beras berkurang di Jawa Barat karena keterlambatan musim tanam padi akibat cuaca yang kurang dapat diprediksi. Dari subkelompok bumbu-bumbuan, sedang berlangsungnya musim tanam cabe merah dan bawang merah menyebabkan pasokan di pasar tradisional terbatas. Sementara itu, berdasarkan informasi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pasokan telur ayam ras yang berasal dari Blitar, Jawa Timur mengalami kendala. Dari sisi administered price, kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok direspon oleh pedagang rokok kretek dan kretek filter dengan meningkatkan harga eceran. Selain itu, naiknya permintaan atas properti khususnya di Kota Bandung menyebabkan tarif sewa/kontrak rumah melonjak pada akhir triwulan. Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 1.39 4.3 5.85 4.25 -.48-1.61 2.76 2.89 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1.88 1.35 1.34 1.25.97.98.57.75 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.58.51 1.67.38 1.11.57.37 1.27 4 Sandang.85 1.57 1.67 2..5 1.21 3.25 1.14 5 Kesehatan.4.39.7.3 1.25 1.2.45.84 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga.33.7.88.44.99.4 1.56.4 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan.31 -.14 1.51 -.28.69.17.32 -.26 Umum.96 1.49 2.58 1.45.54.3 1.23 1.26 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Inflasi Tahunan Meski secara bulanan maupun triwulan, tekanan inflasi Jawa Barat cukup tinggi, secara tahunan laju inflasi Jawa Barat masih berada pada tren menurun. Hingga akhir tahun 211, laju inflasi tahunan sebesar 3,1% (yoy) atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,29%. Faktor utama penyebab turunnya laju inflasi terutama 32 % (yoy) 8 6 4 2 Grafik 2.3. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional Jabar Nasional Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH berasal dari harga bahan pangan yang bergejolak (volatile foods), yakni dari 4,9% pada periode triwulan III-211 menjadi 3,53% pada periode laporan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dari 3,82% menjadi 3,31%. Hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya kenaikan laju inflasi pada periode laporan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Di lain pihak, penurunan laju inflasi tertahan terutama oleh meningkatnya inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, yakni dari 2,45% menjadi 3,36%. Tabel 2.3. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 3.42 9.67 1.6 16.7 14.55 8.5 4.9 3.53 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 6.52 7.5 8.27 5.94 4.99 4.61 3.82 3.31 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1.75 1.82 3.67 3.17 3.71 3.78 2.45 3.36 4 Sandang 1.32 4.34 5.89 6.22 5.38 5.1 6.65 5.74 5 Kesehatan 2.74 2.44 2.36 1.8 2.66 3.5 3.24 3.8 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3.8 3.79 1.54 1.72 2.39 2.36 3.5 3.2 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan.53.38 1.22 1.4 1.78 2.9.9.92 Umum 2.99 4.68 5.41 6.62 6.18 4.66 3.29 3.1 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 2. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA 4 kota penyumbang inflasi mengalami penurunan laju inflasi secara tahunan, sementara inflasi Kota Bandung, Bekasi dan Sukabumi meningkat dibanding periode lalu. Jika dibandingkan, inflasi kota tertinggi di Jawa Barat adalah Sukabumi dan Tasikmalaya yang masing-masing adalah sebesar 4,26% dan 4,17%. Meski demikian, seluruh kota di Jawa Barat menunjukkan kinerja yang baik karena masih lebih rendah dibandingkan dengan titik tengah sasaran inflasi nasional 211 yang sebesar 5%. Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota %(yoy) 1 Bandung Bekasi Depok Bogor Cirebon Sukabumi Tasikmalaya Jabar Nasional 8 6 4 2 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia 33

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Lebih tingginya inflasi Kota Sukabumi dan Tasikmalaya terutama disebabkan oleh level inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi kedua kota tersebut yang lebih tinggi dibandingkan kota lainnya. Level inflasi beras dan cabe merah di kedua kota tersebut masih relatif tinggi yang kemudian mendorong ekspektasi harga pengusaha makanan jadi. Di samping itu, meningkatnya laju inflasi Kota Bandung disebabkan oleh inflasi daging ayam ras, telur ayam ras, sayur-sayuran, dan biaya tempat tinggal yang naik dari triwulan sebelumnya. Sementara, faktor naiknya inflasi Kota Bekasi terutama berasal dari biaya tempat tinggal yang meningkat. Tabel 2.4 Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang/Jasa Triwulan IV-211 (yoy, %) No. Kelompok Kota Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab. 1 Bahan makanan 3.6 4.25 2.24 3.44 3.37 4.84 6.38 3.53 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan 2.16 3.1 5.1 3.36 2.42 5.94 3.27 3.31 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2.69 3.23 4.64 2.9 2.85 2.81 4.95 3.36 4 Sandang 1.95 1.62 5.24 3.81 5.98 8.96 5.97 5.74 5 Kesehatan 3.21 6.34 2.5 2.63 1.82 2.81 4.1 3.8 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 4.6 2.38 1.14 1.69 11.93 6.3 1.63 3.2 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1.58.9.36 1.2.46.41.31.92 Umum 2.75 3.45 2.95 2.85 3.2 4.26 4.17 3.1 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Bandung Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung % (yoy) 14 Umum Volatile foods Administered price Inti 12 1 8 6 4 2-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Meski inflasi Kota Bandung meningkat pada periode laporan, kinerja inflasi Kota Bandung masih menjadi yang terbaik, yakni tercatat sebagai yang terendah di Jawa Barat, yakni sebesar 2,75%. Meski demikian, berbeda dengan sebagian besar kota pembentuk inflasi Jawa Barat, inflasi Kota Bandung meningkat dibandingkan dengan triwulan III-211 yang disebabkan oleh inflasi volatile foods dan inti. Di lain pihak, inflasi administered price relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya Berdasarkan kelompok berang/jasa, meningkatnya tekanan inflasi berasal dari kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan dan kesehatan. Inflasi makanan diduga disebabkan adanya kenaikan bahan baku, yakni kelompok bahan makanan. Sementara itu, kelompok perumahan meningkat khususnya terkait dengan kenaikan biaya tempat tinggal. Di lain pihak inflasi tahunan kelompok sandang, pendidikan, dan transpor menurun dibandingkan periode lalu. Turunnya inflasi kelompok sandang dan transpor disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan dan bensin non subsidi sejalan dengan penurunan harga emas dan minyak dunia di pasar internasional. Sementara itu kenaikan tarif pendidikan di Kota Bandung pada periode laporan lebih terjaga dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. 34

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 3.96 7.18 8.87 12.61 9.31 7.1 2.42 3.6 2 Makanan jadi 5.39 4.75 3.49 2.57 1.81 2.35 1.89 2.16 3 Perumahan 1.97 2.34 3.71 2.2 2.18 1.93.63 2.69 4 Sandang -1.74.12 2.49 3.44 3.36 4. 3.67 1.95 5 Kesehatan 2.2 1.33 1.5.97.98 3.7 3.13 3.21 6 Pendidikan 3.71 3.55 1.14 2.13 4. 4.7 6.7 4.6 7 Transpor 1.9.63 1.51 2.4 2.98 3.52 2.17 1.58 Umum 2.86 3.5 4.8 4.53 3.92 3.71 2.17 2.75 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Inflasi volatile foods meningkat akibat kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras dari daerah sentra produksi. Produsen di Ciamis, Jawa Barat menyebutkan bahwa harga day old chick (DOC) atau bibit naik. Mengingat besarnya proporsi biaya bibit dalam pembentukan harga maka peternak kemudian menaikkan harga (lihat Boks 1, Tata niaga daging dan telur ayam ras di wilayah Kota Bandung). Selain itu, pasokan tomat sayur dan kacang panjang yang sebagian besar didatangkan dari Kabupaten Bandung terkendala cuaca buruk pada akhir tahun sehingga inflasi sayur-sayuran di Kota Bandung meningkat. BOKS 1. TATA NIAGA DAGING DAN TELUR AYAM RAS DI WILAYAH KOTA BANDUNG Bank Indonesia Bandung melakukan survei pemetaan struktur pasar, jalur distribusi, dan prilaku pembentukan harga di wilayah Kota Bandung untuk berbagai jenis komoditas bahan pangan, yang diantaranya adalah daging dan telur ayam ras. Beberapa temuan hasil survei dimaksud, diantaranya adalah bahwa berdasarkan pemetaan jalur distribusinya, pasokan daging ayam ras terbesar berasal dari daerah lain di Jawa Barat yakni, Ciamis dan Bogor. Sementara itu, pasokan telur ayam ras diperkirakan terbesar berasal peternak di wilayah kota Bandung. Adapun, pedagang yang menguasai pasokan daging maupun telur ayam ras di wilayah Kota Bandung adalah pedagang besar. Daging Ayam Ras Jalur Distribusi Telur Ayam Ras Wilayah Kota Bandung Wilayah Kota Bandung 1% 48% PedagangEceran (tradisional) Konsumen 54% PedagangEceran (modern) 38% Wilayah Kota Lain Di Prov. Jabar Pedagang Besar Wilayah Provinsi Lain PedagangBesar 25% 1% 48% PedagangEceran (tradisional) Konsumen 52% 1% PedagangEceran (modern) 1% 62% 75% 1% Pedagang Besar 31% 8% 2% 24% 4% 4% Peternak Inti Peternak Plasma 66% 34% Pedagang Besar 1% Peternak Plasma Peternak Inti Peternak Inti 35

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Dalam pembentukan harganya baik peternak ayam pedaging dan petelur menyebutkan bahwa pangsa komponen biaya produsen yang terbesar adalah biaya pakan yang mencapai 73% dari total, sedangkan biaya bibit mencapai 21%. Di lain pihak, proporsi biaya tenaga kerja, sewa kandang, dan obat relatif kecil. Daging Ayam Ras Biaya Produsen Ayam Pedaging & Petelur Sewa kandang 1% Obat 3% Pakan 73% Tenaga kerja 2% Bibit 21% Telur Ayam Ras Komponen Biaya Pedagang Kebersihan % Pendingingan 18% Sewa tempat 16% Tenaga kerja 2% Pengemasan 25% Transportasi 39% Sewa tempat 6% Pendingingan 28% Pengemasan 11% Kebersihan Tenaga % kerja % Transportasi 55% Kecepatan Pedagang Merespon Perubahan Harga Penurunan harga Kenaikan harga % 2% 4% 6% 8% 1% < 1 mgg 1 4 mgg > 1 3 bln > 3 bln Penurunan harga Kenaikan harga % 2% 4% 6% 8% 1% < 1 mgg 1 4 mgg > 1 3 bln > 3 bln Dari sisi pedagang telur ayam ras, transportasi (55%) relatif besar merupakan komponen utama selain biaya pendinginan (28%). Sementara, biaya pengemasan baru mencakup 11% dari total biaya. Di sisi lain, pangsa biaya transportasi pedagang daging ayam ras hanya sebesar 39% sedangkan pengemasan sebesar 25% dan pendinginan 18%. Dalam merespon perubahan harga, pedagang telur ayam ras lebih cepat dalam menyesuaikan harga, yakni dalam kurun waktu kurang dari 1 minggu. Sementara, penyesuaian harga pedagang daging ayam ras bervariasi hingga 2 minggu. Dari sisi inflasi inti, meningkatnya permintaan akibat perayaan akhir tahun serta sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi rumah tangga menyebabkan kenaikan harga properti yang diindikasikan oleh inflasi tarif/sewa kontrak rumah. Berdasarkan survei harga properti residensial Kota Bandung, harga properti di Kota Bandung tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 2,82% (yoy) menjadi 3,36% (Grafik 2.6). Grafik 2.6. Indeks Harga Properti Residensial di Kota Bandung Indeks 18 175 17 165 16 155 Sumber: SHPR-BI Bandung I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Pertumbuhan %, yoy 6 5 4 3 2 1 36

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Selain itu, ekspektasi inflasi konsumen maupun pedagang eceran di Kota Bandung memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya sebagaimana diindikasikan oleh meningkatnya Saldo Bersih atas hasil Survei Konsumen dan Penjualan Eceran terhadap perkiraan harga 3 dan 6 bulan ke depan (Grafik 2.6 dan 2.7). Grafik 2.7. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) SB 2.2 2 19 1.7 18 1.2 17 16.7 15 14.2 13 -.3 12 1 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 12 11 27 28 -.8 1 Inflasi Bandung(mtm) SK* SK** % (inflasi) SB 5 4 3 2 1-1 1 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 12 27 28 Inflasi (mtm) SPE* SPE** 15 14 13 12 11 1 9 Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Sumber: SPE-BI Bandung, BPS Jawa Barat Kota Bekasi Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi % (yoy) 2 Umum Volatile foods Administered price Inti 18 16 14 12 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Pada triwulan IV-211, laju inflasi Kota Bekasi sedikit meningkat dibandingkan sebelumnya. Berdasarkan sumber penyebabnya, melambatnya laju inflasi volatile foods dan administered price tertahan oleh kenaikan inflasi fundamental/inti, yakni yang berasal dari meningkatnya harga properti di akhir tahun (Grafik 2.8). Berdasarkan kelompok barang/jasa, inflasi kelompok bahan makanan, makanan jadi, transpor menurun (lihat Boks 2, Rekomendasi Upaya Pengendalian Inflasi di Kota Bekasi). Sementara itu, inflasi kelompok sandang di Kota Bekasi meningkat, yakni dari 8,17% pada triwulan III-211 menjadi 1,62% pada triwulan IV-211 didorong oleh naiknya harga pakaian meski harga emas perhiasan menurun pada periode laporan (Tabel 2.6). Kenaikan harga properti di Kota Bekasi mendorong inflasi perumahan meningkat dari 1,71% menjadi 3,23% dibandingkan triwulan III- 211 sehingga inflasi inti meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 2.85 9.61 1.97 16.55 17.23 8.51 5.67 4.25 2 Makanan jadi 8.54 1.75 1.84 1.8 7.4 5.54 3.93 3.1 3 Perumahan.45.97 3.91 3.57 3.63 3.51 1.71 3.23 4 Sandang 6.23 1.85 12.81 12.16 9.14 6.75 8.17 1.62 5 Kesehatan 4.21 4.8 4.79 3.97 5.36 4.77 3.98 6.34 6 Pendidikan 3.85 3.86 1.1.79.99 1.24.79 2.38 7 Transpor.68.58 1.4 1.34 1.78 1.92.76.9 Umum 3.2 5.62 6.76 7.88 7.54 4.96 3.33 3.45 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 37

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH BOKS 2. REKOMENDASI UPAYA PENGENDALIAN INFLASI DI KOTA BEKASI Melalui surat Bank Indonesia Bandung. No. 13/41/DKM/BKM/Bd tanggal 7 Desember 211 kepada Walikota Bekasi perihal Penyampaian Kajian dalam rangka Upaya Stabilisasi Harga, bahwa berdasarkan hasil kajian Bank Indonesia Bandung mengenai Distribusi serta Pembentukan Harga Komoditas Pangan di Kota Bekasi, diantaranya bahwa : 1. Mengingat jauhnya lokasi Kota Bekasi dari sentra produksi serta perdagangan di Bekasi dilakukan dengan pedagang besar (bukan produsen), maka sebagian bahan pangan memiliki rantai distribusi yang panjang sehingga kontribusi biaya transportasi dalam pembentukan harga menjadi tinggi. 2. Tingginya tingkat ketergantungan pasokan beberapa bahan pangan dari Provinsi DKI Jakarta berdampak terhadap pembentukan harga bahan pangan di wilayah Bekasi. 3. Kedekatan dengan DKI Jakarta serta lebih berkembangnya perekonomian Kota Bekasi dibandingkan daerah lain menyebabkan biaya tenaga kerja di wilayah Kota Bekasi lebih tinggi dibanding lainnya. 4. Di lain pihak, aktivitas perdagangan di Kota Bekasi lebih berkembang. Hal ini diindikasikan dari transaksi pedagang di wilayah Bekasi yang juga memasok bahan pangan ke luar daerah. Di sisi lain, perekonomian Indonesia akan menghadapi tantangan yang berat yang terkait dengan harga, diantaranya anomali iklim yang terjadi di seluruh belahan dunia, kebijakan pemerintah melakukan pembatasan subsidi BBM, dan serta ketidakpastian kondisi perekonomian global. Mencermati tantangantantangan tersebut serta hasil kajian dimaksud, maka perlu disusun alternatif langkah dalam upaya menjaga stabilitas harga pangan. Untuk itu, beberapa alternatif langkah dapat menjadi bahan pertimbangan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) ke depan, antara lain sebagai berikut : a. Untuk mengantisipasi gejolak harga kebutuhan pokok masyarakat ke depan, maka perlu meningkatkan pemantauan harga di pasar tradisional yang dapat dioptimalkan menjadi bahan penyusunan upaya pengendalian inflasi Kota Bekasi maupun koordinasi dengan FKPI Jawa Barat. b. Dalam rangka memperpendek rantai distribusi serta mengurangi ketergantungan pasokan dari Jakarta, maka perlu mengembangkan aktivitas perdagangan di Kota Bekasi. c. Diseminasi kepada masyarakat melalui media massa terkait informasi pasokan barang untuk memberikan ekspektasi harga yang positif serta menginformasikan harga referensi (benchmark) kepada masyarakat untuk menjaga kewajaran harga di tingkat eceran. d. Melaksanakan operasi pasar murah yang bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui bantuan dari APBD Provinsi yang telah ditetapkan sehingga dapat menahan kenaikan harga bahan pangan strategis yang terlalu tinggi. 38

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kota Depok Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Kota Depok Inflasi Kota Depok menurun dari 4,42% pada % (yoy) triwulan III-211 menjadi 2,95% pada triwulan 25 Umum Volatile foods Administered price Inti 2 15 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-5 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat IV-211 didorong oleh penurunan inflasi fundamental maupun nonfundamental (Grafik 2.9). Berdasarkan kelompok barang/jasa, inflasi 6 kelompok mengalami penurunan. Penurunan inflasi terbesar berasal dari kelompok bahan makanan setelah pada triwulan sebelumnya sebesar 5,83% menjadi 2,24% pada periode laporan (Tabel 2.7). Sementara itu hanya kelompok transpor yang meningkat. Meningkatnya inflasi kelompok transpor, yakni dari deflasi,1% menjadi,36% pada triwulan IV-211 disebabkan oleh kenaikan harga suku cadang dari pemasok di luar negeri. Dengan perkembangan tersebut, maka inflasi Kota Depok menjadi salah satu yang terendah di Jawa Barat setelah pada akhir tahun lalu menjadi yang tertinggi. Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 5.24 14.81 12.77 21.96 18.39 7.62 5.83 2.24 2 Makanan jadi 6.5 6.86 6.51 7.69 7.58 7.24 6.75 5.1 3 Perumahan 1.52 1.78 3.57 3.85 6.38 6.51 5.45 4.64 4 Sandang.68 4.35 4.76 5.1 4.54 4.67 8.2 5.24 5 Kesehatan.3.31.53.4 1.77 1.86 2.6 2.5 6 Pendidikan 4.4 4.69 1.42 1.29 1.19.84 1.39 1.14 7 Transpor -.36 -.42 1.3.79.99 1.31 -.1.36 Umum 2.96 5.47 5.56 7.97 7.75 5.22 4.42 2.95 Keterangan : *) nama kelompok disingkat; Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Bogor Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Bogor Laju inflasi Kota Bogor adalah yang salah % (yoy) satu yang terendah di Jawa Barat pada 18 Umum Volatile foods Administered price Inti 16 14 12 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat periode laporan. Penurunan laju inflasi Kota Bogor terutama berasal dari inflasi volatile foods sebagaimana tercermin dari inflasi kelompok bahan makanan yang menurun dari 5,4% menjadi 3,44% pada triwulan IV-211 (Grafik 2.1). Inflasi inti cenderung stabil di lain pihak inflasi administered price denderung meningkat sejalan dengan naiknya inflasi kelompok transpor dari,74% menjadi 1,2% serta makanan jadi akibat cukai rokok. Tajamnya penurunan inflasi kelompok bahan makanan terutama akibat koreksi harga cabe merah dan cabe rawit serta sayur-sayuran seperti tomat sayur dan kacang panjang dibandingkan periode yang sama tahun lalu 39

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH (base-effect). Di sisi lain, naiknya inflasi kelompok makanan jadi disebabkan oleh kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok sehingga harga rokok kretek, kretek filter, dan putih naik di tingkat eceran. Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 1.25 7.2 11.32 17.1 14.26 1.36 5.4 3.44 2 Makanan jadi 5.9 5.78 3.98 2.49 3.65 2.95 2.63 3.36 3 Perumahan 2.34 2.38 3.58 3.94 2.92 4.3 2.97 2.9 4 Sandang 2.74 1.78 1.69 1.7 2.46 3.29 4.83 3.81 5 Kesehatan 7.93 8.44 4.27 1.95 3.1 3.46 2.96 2.63 6 Pendidikan 2.58 1.68 2.5 2.65 3.31 3.31 1.92 1.69 7 Transpor.54.9.43.42.55 1.27.74 1.2 Umum 2.47 4.23 5.28 6.57 5.93 5.26 3.25 2.85 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Cirebon Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Cirebon % (yoy) 16 Umum Volatile foods Administered price Inti 14 12 1 8 6 4 2 Laju inflasi Kota Cirebon sedikit menurun dari 3,3% pada triwulan III-211 menjadi 3,2% pada periode laporan (Grafik 2.11). Penurunan terutama bersumber dari membaiknya inflasi inti. Sementara itu, berbeda dengan 6 kota lainnya inflasi volatile foods di Kota Cirebon cenderung meningkat sebagaimana diindikasikan oleh perkembangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 211 inflasi kelompok bahan makanan yang naik dari 1,47% menjadi 3,37% (Tabel 2.9). Di sisi lain, inflasi Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat administered price cenderung stabil. Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 3.58 8.18 11.9 15. 1.84 7.48 1.47 3.37 2 Makanan jadi 5.3 5.52 5.6 6.5 5.77 4.67 3.79 2.42 3 Perumahan 2.31 1.77 3.17 2.41 3.28 3.53 2.5 2.85 4 Sandang 2. 6.26 6.17 6.49 7.13 4.91 1.7 5.98 5 Kesehatan 2.53 3.11 2.2 3.44 3.89 3.27 3.74 1.82 6 Pendidikan 7.1 8.14 9.63 9.77 9.71 8.29 12.53 11.93 7 Transpor 2.29 2.56 1.95 2.1 2.14 1.48.42.46 Umum 3.54 4.79 5.84 6.7 5.99 4.75 3.3 3.2 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Penurunan angka inflasi inti terutama disebabkan oleh faktor eksternal, yakni turunnya harga emas internasional serta perbaikan ekspektasi masyarakat yang tercermin dari ekspektasi terhadap harga 3 bulan mendatang. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia Cirebon, masyarakat optimis bahwa harga 4

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH dalam tiga bulan mendatang masih terkendali mengingat masih rendahnya inflasi Cirebon dibandingkan dengan realisasi nasional. Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen di Kota Cirebon Meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan 16 terutama disebabkan lebih tingginya kenaikan 15 14 harga beras dan daging ayam ras dibandingkan 13 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Naiknya daging ayam ras disebabkan oleh 21 Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bulan yad Inflasi Aktual yoy (Sumbu Kanan) 211 Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bulan yad keterbatasan pasokan daging ayam ras yang Sumber: Survei Konsumen, KBI Cirebon berasal dari Ciamis serta Jawa Tengah. Sementara itu, harga beras naik disebabkan oleh curah hujan yang masih minim mengakibatkan masa paceklik lebih panjang dari biasanya dan musim tanam mundur hingga bulan Desember (lihat Boks 3, Tata niaga beras di wilayah Kota Cirebon). Indeks 2 19 18 17 %, yoy 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 BOKS 3. TATA NIAGA BERAS DI WILAYAH KOTA CIREBON Bank Indonesia Cirebon melakukan survei pemetaan struktur pasar, jalur distribusi, dan prilaku pembentukan harga di wilayah Kota Cirebon untuk berbagai jenis komoditas bahan pangan, yang salah satunya adalah beras. Beberapa temuan hasil survei dimaksud, diantaranya adalah bahwa rantai distribusi beras adalah yang terpanjang dibandingkan komoditas lain. Panjangnya rantai distribusi dapat menyebabkan inefisiensi karena biaya perdagangan yang timbul lebih banyak. Selain itu, sebagian besar (77,8%) pasokan beras di wilayah Cirebon berasal dari lokal Cirebon. Sementara sisanya berasal dari petani di kota maupun provinsi lain. Berdasarkan informasi salah satu pengepul besar, beras hanya akan didatangkan dari luar wilayah Cirebon ketika pasokan sedang sedikit atau sedang berada pada masa tanam. Dari jalur distribusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pedagang besar dan grosir memegang peranan utama dalam menjaga ketersediaan pasokan di wilayah Cirebon. Jalur Distribusi Beras Petani 1% 77,8% 3,7% 18,5% Petani Petani Pedagang eceran (tradisional) 3,3% 44,3% 2,1% 26,8% 55,7% 43% 39,1% 4,9% Pedagang pengepul 33% 8% Pedagang besar 14,3% 28,9% 65,4% 31,3% Pedagang grosir 44,6% 4,8% 26,9% 28,5% 26,5% Konsumen akhir 3,3% 1% 5,7% 7,4% 2,6% 3,1% 2,3% 3,3% 2% 1,8% 8% 2,2% 7,2% 4,6% Pedagang bandar Pedagang eceran (modern) 1% 5,2% 9,2% Pedagang besar Pedagang bandar Pedagang grosir Pedagang bandar Pedagang grosir 3,6% Pedagang besar 41

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Biaya yang dikeluarkan oleh produsen beras adalah untuk keperluan sewa lahan, tenaga kerja, pupuk, obat, bibit dan penanggulangan hama. Dari proporsi biaya yang rata-rata dikeluarkan oleh produsen, biaya sewa lahan (27%) dan pupuk (26%) merupakan komponen terbesar dalam produksi pertanian. Sementara itu, dari sisi pedagang, biaya transportasi mencapai 37%, kemudian pengepakan dan pengadaan karung yang masing-masing sebesar 26% dan 2% dari total biaya. Komponen Biaya Produsen Komponen Biaya Pedagang sewa lahan, 27% tenaga kerja, 26% bibit, 8% pupuk, 22% obat-obatan, 14% bongkar/muat, 17% pengadaan karung, 2% pengepakan, 26% transportasi, 37% penanggulangan hama, 4% Dalam rangka meningkatkan upaya pengendalian inflasi di Kota Cirebon, maka pada tanggal 21 Oktober 211 dilaksanakan rapat koordinasi antara Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Kota Cirebon dengan FKPI Provinsi Jawa Barat. Dalam rapat yang dihadiri oleh Sekda Kota Cirebon, Ketua FKPI Jawa Barat, serta jajaran pimpinan dinas/instansi anggota FKPI Cirebon dan Jawa Barat, dibahas perkembangan kegiatan FKPI Kota Cirebon dan juga disampaikan 3 butir rekomendasi kepada FKPI Jawa Barat, yakni : 1. Perlu dilakukan kerjasama di tingkat provinsi untuk memantau perkembangan produksi dan harga beras 2. Mensinergikan kebijakan Operasi Pasar BULOG tingkat provinsi hingga kabupaten/kota 3. Koordinasi informasi produksi khususnya terkait komoditas penyumbang inflasi Kota Sukabumi Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi % (yoy) 14 Umum Volatile foods Administered price Inti 12 1 8 6 4 2-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-4 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Laju inflasi tahunan Kota Sukabumi meningkat dari 3,97% menjadi 4,26% atau tertinggi di Jawa Barat (Grafik 2.13). Meningkatnya laju inflasi Kota Sukabumi disebabkan oleh kenaikan laju inflasi inti serta administered price serta masih tingginya angka inflasi volatile foods atau kelompok bahan makanan (4,84%) dibandingkan dengan kota lainnya di Jawa Barat (Tabel 2.1). Naiknya laju inflasi inti terutama disumbangkan oleh harga properti, makanan jadi, dan pendidikan. Sementara itu, inflasi administered price meningkat akibat kenaikan harga suku cadang yang dicerminkan dari naiknya inflasi kelompok transpor dari,16% pada triwulan III-211 menjadi,41% pada periode laporan. 42

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH No. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan -1.49 4.71 9.11 12.85 1.73 7.86 4.52 4.84 2 Makanan jadi 5.17 4.6 4.5 2.82 4.1 4.97 5. 5.94 3 Perumahan 7.6 2.19 3.21 2.94 3.11 2.74 2.68 2.81 4 Sandang -1.91 3. 7.1 7.98 6.44 7.12 11.15 8.96 5 Kesehatan 1.2 -.68 -.23 -.31.3 2.62 2.52 2.81 6 Pendidikan 2.42 2.6 2.92 3.26 3.4 3.35 5.6 6.3 7 Transpor.83.56.94.69.97.95.16.41 Umum 2.41 3.9 4.83 5.43 5.12 4.63 3.97 4.26 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Tasikmalaya Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya % (yoy) 2 15 1 Laju inflasi tahunan Kota Tasikmalaya cukup stabil (4,17%) dibandingkan triwulan sebelumnya (4,19%), namun masih menjadi kota dengan laju inflasi kedua terbesar di Jawa Barat setelah Kota Sukabumi. Stabilnya inflasi pada triwulan IV 211, didorong oleh perlambatan inflasi dari sisi makanan 5 jadi, sandang, kesehatan, dan transportasi, yang mampu meredam meningkatnya harga bahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 pangan. Tingginya inflasi Kota Tasikmalaya 21 211-5 dibandingkan kota lainnya terutama disebabkan Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat masih besarnya level inflasi volatile foods (inflasi harga pangan yang bergejolak) yang tercermin dari inflasi kelompok bahan makanan yang sebesar 6,38% pada periode laporan. Berdasarkan komoditasnya, inflasi beras dan sayur-sayuran (wortel dan tomat sayur) merupakan yang tertinggi dibandingkan bahan pangan lainnya (lihat Boks 4, Tata niaga beras di wilayah Kota Tasikmalaya). Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pertemuan FKPI Kota Tasikmalaya tanggal 21 Desember 211 dikemukakan bahwa pengendalian harga kebutuhan pokok perlu dilakukan melalui penambahan lumbung pangan, adanya operasi pasar, perlunya efektifitas peran gapoktan dalam peningkatan produktivitas melalui program pendampingan, dan efektivitas pelaksanaan program klaster daerah, serta Grafik 2.16. Ekspektasi Konsumen di Kota mengefektifkan komunikasi kepada masyarakat. Tasikmalaya 25 2 15 1 5 Umum Volatile foods Administered price Inti 6 Indeks yoy 5.5 5 4.5 4 3.5 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 211 Ekspektasi Harga 6 bulan yad Ekspektasi Harga 3 bulan yad Inflasi (rhs) Sumber : Survei Konsumen, KBI Tasikmalaya Namun demikian, inflasi non-pangan yang masih mengalami peningkatan adalah kelompok perumahan dan pendidikan. Peningkatan kedua kelompok tersebut disebabkan oleh naiknya harga properti dan tarif jasa pendidikan. Kelompok perumahan termasuk dalam inflasi inti yang turut dipengaruhi oleh ekspektasi konsumen (Grafik 2.15). 43

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Sementara tarif pendidikan yang mengalami peningkatan tertinggi berupa biaya untuk akademi/perguruan tinggi. Tabel 2.11. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan 7.9 9.98 12.35 16.73 1.77 6.3 6.2 6.38 2 Makanan jadi 6.98 6.63 7.9 3.53 3.88 4.48 3.84 3.27 3 Perumahan 5.42 1.68 2.95 3.3 4.67 5.21 4.3 4.95 4 Sandang -.3 3.42 3.85 5.66 6.12 5.31 8.93 5.97 5 Kesehatan 1.77 1.46 1.42 2.48 3.45 4.77 4.12 4.1 6 Pendidikan.86 2.3 -.91-2.84-2.39-2.35.5 1.63 7 Transpor.43 -.11 -.59.94 1.18 1.35 1..31 Umum 4.74 4.47 5.21 5.56 4.97 4.38 4.19 4.17 Keterangan : *) nama kelompok disingkat; Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat BOKS 4. TATA NIAGA BERAS DI WILAYAH KOTA TASIKMALAYA Bank Indonesia Tasikmalaya melakukan survei pemetaan struktur pasar, jalur distribusi, dan prilaku pembentukan harga di wilayah Kota Tasikmalaya untuk berbagai jenis komoditas bahan pangan, yang salah satunya adalah beras. Beberapa temuan hasil survei dimaksud, diantaranya adalah bahwa rantai distribusi beras adalah yang salah satu yang terpanjang jika dibandingkan komoditas lain. Distribusi pasokan beras untuk wilayah kerja BI Tasikmalaya selain dipasok dari daerah sendiri, juga dipasok dari kota lain di wilayah Jawa Barat. Sebagian besar pasokan yang didapat oleh pedagang grosir dan pedagang eceran di wilayah Tasikmalaya berasal dari pedagang besar yang berada di wilayah Tasikmalaya, sehingga pedagang besar merupakan pelaku yang menguasai pasokan. Jalur Distribusi Beras Petani Pedagang Besar Kota lain (prov Jabar) Petani 1% 8% 2% Pengepul 5% 5% Pedagang Besar 1% 54% Pedagang Grosir 31% 7% Pedagang Besar 11,5% 25% Pedagang Eceran 41,25% 22,25% Prov lain wilker BI Tasikmalaya Konsumen 44

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Jika terjadi kenaikan biaya produksi, produsen beras merespon kenaikan harga cukup cepat dengan menaikkan harga tidak lebih dari 1 minggu, sedangkan jika terjadi penurunan biaya produksi sebanyak 75% menurunkan harga tidak lebih dari 1 minggu. Biaya transportasi merupakan biaya terbesar dalam pengeluaran biaya yang dikeluarkan untuk berdagang, dimana secara umum biaya transportasi memiliki andil sebesar 4% lebih dalam pembentukan biaya. Kecepatan Respon Produsen Terhadap Perubahan Harga Penurunan harga Kenaikan harga % 2% 4% 6% 8% 1% tidak lebih dari 1 minggu > 1-3 bln kemudian FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI Sumber penyebab penurunan laju inflasi Jawa Barat pada periode laporan berasal dari bahan pangan (volatile foods) yang menurun dari 4,72% pada triwulan III-211 menjadi 3,5% pada periode laporan (Grafik 2.16). Di lain pihak, inflasi inti (eksternal, interaksi permintaan-penawaran, dan ekspektasi inflasi) naik dari 3,13% menjadi 3,28% dan inflasi akibat kebijakan pemerintah (administered price) meningkat dari 2,39% menjadi 2,44%. Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Menurut Sumber Penyebab (yoy, %) 2 %,yoy Disagregasi Inflasi Jabar 15 1 5 4.72 2.39 3.5 2.44 3.13 3.28-5 -1 Inflasi IHK (yoy) Core Adm Price Volatile Foods 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok) 3.1. NON FUNDAMENTAL Volatile Foods Inflasi tahunan komoditas pangan strategis, yakni beras dan cabe merah menurun pada periode laporan. Faktor penyebab penurunan laju inflasi secara tahunan adalah lebih baiknya harga beras dan cabe merah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, meski level harga kedua komoditas tersebut tercatat masih berada pada level yang tinggi, yakni masing-masing sebesar Rp8.2/kg dan Rp35./kg. Di sisi lain, inflasi tahunan daging ayam ras dan telur ayam ras meningkat sehingga menahan penurunan inflasi lebih dalam. 45

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 8,5 8, 7,5 7, 6,5 6, 5,5 5, Grafik 2.18. Perkembangan Harga Komoditas Bahan Pangan Beras Daging Ayam Ras 3, 29, 28, 27, 26, 25, 24, 23, 22, 21, January-1 February-1 March-1 April-1 May-1 June-1 July-1 August-1 September-1 October-1 November-1 December-1 January-11 February-11 March-11 April-11 May-11 June-11 August-11 September-11 October-11 November-11 Desember-211 Medium I Medium II 2, January-1 February-1 March-1 April-1 May-1 June-1 July-1 August-1 September-1 October-1 November-1 December-1 January-11 February-11 March-11 April-11 May-11 June-11 August-11 September-11 October-11 November-11 Desember-211 Cabe Merah 18, Telur Ayam Ras 17, 16, 15, 14, 13, 12, 11, 1, January-1 February-1 March-1 April-1 May-1 June-1 July-1 August-1 September-1 October-1 November-1 December-1 January-11 February-11 March-11 April-11 May-11 June-11 August-11 September-11 October-11 November-11 Desember-211 Sumber : Survei Pemantauan Harga Mingguan, KBI Bandung Berdasarkan hasil survei indikator stok Jawa Barat pada triwulan IV-211, produksi beras diperkirakan menurun sebesar -7,34%, yakni dari 99,88 menjadi 92,55. Meski harga beras tercatat meningkat, namun mengingat konsumsi beras yang relatif rigid/kaku/tetap maka stok beras di produsen Jawa Barat diperkirakan akan ikut turun sebesar -26,45%. Selain itu, produksi cabe merah juga menurun sebesar -,75% (dari 15,55 menjadi 99,25) yang disebabkan faktor musim dan factor alam/cuaca (curah hujan tinggi). Konsumsi yang cukup tinggi pada periode laporan menyebabkan posisi stok pada akhir triwulan IV-211 diperkirakan akan turun lebih besar yakni sebesar -16,2%. Tingginya curah hujan berdampak negatif terhadap produksi telur ayam ras yang menjadi 13,8 sementara konsumsi telur ayam ras meningkat karena masa liburan yang panjang sehingga pengusaha rumah makan menggunakan telur lebih banyak dari pada bulan-bulan biasa. Produksi daging ayam ras meningkat 13,34% pada triwulan IV-211, namun akibat naiknya permintaan sehubungan dengan penyelenggaraan hari Natal dan Tahun baru serta liburan panjang sekolah maka harga daging ayam ras naik sementara stok turun sebesar -45,5%. No Tabel 2.12. Perkembangan Indeks Produksi dan Stok Kalangan Produsen Indeks Produksi Indeks Stok Komoditi II- III- IV- II- III- IV- I-211 I-211 211 211 211 211 211 211 1 Beras 17 128.17 99,88 92,55 129,45 122,26 12,73 88,8 2 Cabe Merah 15,27 89,95 15,55 99,25 18,18 99,49 99,22 85,98 3 Telur ayam ras 97,22 12,79 11,89 13,8 14,14 14,4 15,2 15,87 Sumber : Survei Indikator Stok Bahan Pangan Wilayah Jawa Barat Triwulan IV-211, BI Bandung (diolah) 46

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Administered Price Pada periode laporan, meningkatnya inflasi administered price semata-mata disebabkan oleh kenaikan harga rokok. Harga rokok (rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih) yang berkisar antara 8%-13. Cukai rokok naik 15%-16% sejak bulan Januari 212 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 167/PMK.11/211 tanggal 9 November 211. Distributor secara bertahap menaikkan harga rokok dan akan dilanjutkan pada periode triwulan berikutnya. 3.2. FUNDAMENTAL / INTI Ekspektasi Inflasi Masyarakat di wilayah Jawa Barat memperkirakan kenaikan harga pada 3 hingga 6 bulan ke depan. Hal ini tercermin dari hasil survei Bank Indonesia terhadap konsumen dan pedagang eceran di wilayah Jawa Barat (Bandung, Cirebon, dan Tasikmalaya) yang menunjukkan memburuknya indeks hasil survei atas ekspektasi baik konsumen (Survei Konsumen) maupun pedagang eceran (Survei Penjualan Eceran) yang cenderung meningkat pada akhir periode laporan (Grafik 2.17 dan 2.18). Grafik 2.19. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa % (inflasi) 2.2 1.7 1.2.7.2 -.3 -.8 1 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 12 27 28 Inflasi Bandung(mtm) SK* SK** SB 2 19 18 17 16 15 14 13 12 11 1 Grafik 2.2. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa % (inflasi) 5 4 3 2 1-1 9 1 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 121 2 3 4 5 6 7 8 911 12 27 28 Inflasi (mtm) SPE* SPE** SB 15 14 13 12 11 1 Sumber: SK, BPS Jawa Barat Keterangan: SK* = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya Sumber: SPE, BPS Jawa Barat Keterangan: SPE* = Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SPE 3 bulan sebelumnya; SPE** = Ekspektasi pedangan eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SPE 6 bulan sebelumnya Interaksi Permintaan dan Penawaran Grafik 2.21. Kapasitas Terpakai Meski permintaan Jawa Barat meningkat sejalan Industri Pengolahan dengan naiknya pertumbuhan ekonomi, sisi penawaran diperkirakan masih dapat merespon. 8 % 75 74.28 Dengan perkembangan tersebut, maka faktor 73.14 7.43 69.5 69.31 7 interaksi permintaan penawaran diperkirakan 67.33 67.61 68.65 67.12 65.89 66.29 64.74 63.74 63.99 64.5 65 belum memberikan tekanan yang signifikan 6.12 6 55 58.19 59.15 59.87 57.33 terhadap laju inflasi. Hal ini juga diindikaskan dengan perkembangan kapasitas industri yang 5 Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw terpakai baru mencapai kisaran 65%-7%, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 27 28 sebagaimana yang diindikasikan oleh hasil Survei Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha - BI Bandung Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) atas kapasitas terpakai usaha di Jawa Barat yang sedikit meningkat menjadi 69,31% pada periode laporan (Grafik 47

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 2.19). Peningkatan kapasitas terpakai terutama berasal dari industri makanan, minuman, dan tembakau, barang kayu, kertas, serta alat angkutan, mesin dan peralatannya (Tabel 2.13). Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Tabel 2.13. Kapasitas Produksi Terpakai (%) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Kehutanan dan Perikanan 5.63 66.38 75.53 71.74 63.65 72.96 65.17 74.89 68.29 68.48 7.22 73.23 1. Tanaman Pangan 49 69.7 74.17 71.25 6.83 69.9 62.33 71.55 64.9 64.68 67.23 71. 2. Tanaman Perkebunan 5 52.5 5 5. 1. 83.33 75. 83.33 83.33 7. 7. 3. Peternakan dan hasil-hasilnya 51 55 65 73.75 69. 75. 8. 58.75 6. 78.33 7. 4. Kehutanan KETERANGAN 29 21 211 5. Perikanan 4.33 63.75 1 8 8.83 84.38 66.43 9. 82.22 79.44 82.22 83. Pertambangan 48.33 5.71 4 68 68.75 8. 65. 67.5 61.67 7. 9. 6. Industri Pengolahan 6.19 69.39 74.74 65.84 65.87 67.32 69.6 72.2 65.9 69.94 68.72 67.61 1. Makanan, minuman dan tembakau 58.2 71.95 7.5 64.58 57.56 62.6 69.21 69.1 64.43 67.95 68.88 68.96 2. Tekstil, barang kulit dan alas kaki 61.91 68.8 8 66 77.52 74.71 71.36 72.67 63.28 73.24 75.74 67.57 3. Barang kayu dan hasil hutan lainnya 54.2 6.67 77 66.8 45. 58.13 53.75 72. 69.5 66.43 47. 53.67 4. Kertas dan barang cetakan 5 35 52.5 3. 1. 75. 85. 73.33 25. 42.5 6. 5. Kimia dan barang dari karet 63.33 8 73.33 7. 7. 85. 72.5 72.5 9. 82.5 75. 6. Semen dan barang galian bukan loga, 75 8 8 8 57.67 58.33 67.5 76.25 89. 68.33 71.67 7. 7. Logam dasar, besi dan baja 1. 8. Alat angkutan, mesin dan peralatannya 4 6 65 6. 68.63 67.5 8. 54. 58.4 6. 83.33 9. Barang lainnya 66.88 77.5 75 67.5 82. 7.33 73.57 7.56 68.57 72.5 67.5 72.86 Listrik, Gas dan Air Bersih 114.44 46.83 52.17 57.34 77.74 73.5 75.8 73.33 7.4 56.86 67.5 Total Seluruh Sektor 59.87 66.29 74.28 67.33 64.5 7.43 67.61 73.14 67.12 69.5 68.65 69.31 Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha - BI Bandung Eksternal Di lain pihak, perkembangan eksternal diperkirakan menyumbangkan perlambatan inflasi Jawa Barat. Pada periode laporan, harga minyak bumi dan emas di pasar internasional mengalami koreksi yang cukup besar (Grafik 2.2). Di sisi lain, terjadi net capital outflow sehingga nilai tukar rupiah secara tahunan cenderung mengalami depresiasi (Grafik 2.21). Hingga pada akhir periode laporan, nilai tukar rupiah menjadi sebesar Rp9./USD. Grafik 2.22. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional USD/Troy Ons 2 18 16 14 12 1 8 6 Emas Minyak Dunia (WTI, RHS) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 USD/Bil Barrel 14 13 12 11 1 9 8 7 6 5 4 Grafik 2.23. Perkembangan Kurs Rupiah Rp/USD Perkembangan Nilai Tukar Rupiah % 12,3 11,8 11,3 1,8 1,3 Depresiasi 9,8 Apresiasi 9,3 8,8 8,3 1 2 3 4 5 6 7 8 9111121 2 3 4 5 6 7 8 9111121 2 3 4 5 6 7 8 9111121 2 3 4 5 6 7 8 911112 28 4 3 2 1-1 -2-3 Sumber: Bloomberg Sumber: Bank Indonesia Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy) 48

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN 47

48 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan Jawa Barat mengalami perkembangan yang membaik sebagaimana tercermin dari meningkatnya pertumbuhan kredit serta turunnya risiko kredit. Pertumbuhan penyaluran kredit meningkat menjadi 22,23% sementara risiko kredit atau Non Performing Loans (NPL) hanya sebesar 2,38%. Realisasi kredit tersebut menyebabkan intermediasi perbankan yang diindikasikan oleh Loan-to-deposit ratio (LDR) masih cukup baik, yakni mencapai 76,91%. Sementara itu, perkembangan penyaluran kredit UMKM oleh perbankan di Jawa Barat sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan sistem pembayaran di Wilayah Jawa Barat (KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya) pada triwulan IV-211 menunjukan penurunan. Sistem pembayaran tunai mengalami penurunan aliran inflow dan outflow dibandingkan triwulan sebelumnya, namun demikian masih mengalami net inflow sebesar Rp5,58 triliun. Demikian juga transaksi sistem pembayaran non tunai selama triwulan IV-211 mengalami penurunan baik transaksi non tunai melalui kliring maupun melalui BI-RTGS. 1. ANALISIS PERBANKAN DAERAH Aset perbankan di Jawa Barat pada periode laporan tumbuh sebesar 18,15% (yoy). Hingga akhir tahun 211, aset perbankan di wilayah Jawa Barat mencapai Rp278,38 triliun meningkat dibandingkan akhir tahun lalu yang sebesar Rp235,61 triliun. Meski demikian, dari sisi pertumbuhan, angka pertumbuhan aset pada tahun 211 melambat dibandingkan dengan tahun 21 yang mencapai 29,51%. Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Wilayah Jawa Barat Triliun Rp Total Aset Pertumbuhan %, yoy 3 32 29.51 278.38 3 264.92 28 25 235.61 26 24 2 19.21 22 2 15 18.15 16 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Sumber: LBU KBI Bandung 1.1. Bank Umum Konvensional Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Grafik 3.2. Perkembangan DPK di Wilayah Jawa Barat Triliun Rp 23 21 19 17 15 13 11 9 Total DPK Pertumbuhan %, yoy 38 33.6 28.15 195.21 33 178.5 28 19.59 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Sumber: LBU Bank Pelapor 23 18 16.9 13 Penghimpunan DPK oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-211 menjadi Rp28,15 triliun atau tumbuh melambat sebesar 16,9% (Grafik 3.2). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan deposito (pangsa deposito terhadap total DPK adalah 38%, Grafik 3.3) yang sebesar 8% menjadi Rp78,8 triliun yang diduga akibat penurunan suku bunga deposito. Di lain pihak, produk giro maupun tabungan perbankan konvensional tumbuh cukup tinggi, yakni masingmasing sebesar 25,5% dan 21,9% (Grafik 3.4). 49

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Deposito 38% Grafik 3.3. Porsi DPK per Jenisnya Sumber: LBU Bank Pelapor Giro 19% Tabungan 43% Grafik 3.4. Perkembangan DPK per Jenisnya %, yoy 45 39.9 4 35 3 33.6 31.7 21. 2.9 25.5 25 24.6 21.9 19.6 2 15 13.8 16.9 1 5 8. Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Total DPK Giro Tabungan Deposito Sumber: LBU Bank Pelapor Berdasarkan kelompok bank penghimpun dana, bank pemerintah dan bank swasta nasional masih menguasai pangsa DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing sebesar 52% dan 46% (Grafik 3.5). Penghimpun dana oleh kedua jenis bank tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan, yakni masing-masing sebesar 18,4% dan 15,3% (Grafik 3.6). Di lain pihak, setelah mengalami kontraksi pada tahun sebelumnya, pertumbuhan penghimpunan dana bank swasta asing (proporsi penghimpunan dana bank swasta asing di Jawa Barat sebesar 2%) meningkat menjadi 15,8%. Grafik 3.5. Porsi DPK per Kelompok Bank Bank Swasta Asing 2% Bank Swasta Nasional 46% Sumber: LBU KBI Bandung Bank Pemerintah 52% Grafik 3.6. Perkembangan DPK per Kelompok Bank %, yoy 45 38.6 4 33.4 35 22.5 3 33.6 19.6 18.4 25 2 17.3 16.9 15 1 6.7 15.3 5 15.8-5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV -1-15 -23.7-2 -25 Total DPK Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing Sumber: LBU KBI Bandung Sementara itu, berdasarkan jenis valutanya, perlambatan total DPK didorong oleh kinerja DPK rupiah yang melambat. Pada triwulan IV-211, DPK rupiah tumbuh melambat 17,9% menjadi sebesar Rp191,2 triliun sedangkan DPK valas tumbuh stabil pada periode laporan, yakni sebesar 6,43% menjadi Rp17 triliun (Grafik 3.8). Kinerja ini masih lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya dimana DPK rupiah tumbuh sebesar 36,2%. Meski demikian, tidak ada perubahan pangsa DPK menurut jenis valutanya, DPK rupiah masih mendominasi penghimpunan dana di Jawa Barat dengan pangsa sebesar 92% (Grafik 3.7). 5

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta Valas 8% Sumber: LBU KBI Bandung Perkembangan Kredit Rupiah 92% Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-211 mencapai Rp16,8 triliun atau tumbuh 22,23% (Grafik 3.9). Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode lalu yang sebesar 21,73%. Meski demikian, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,62%, pertumbuhan kredit perbankan Jawa Barat mengalami perlambatan. Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta %, yoy 45 36.2 4 33.6 35 3 25 21. 19.6 17.9 2 15 11.6 16.9 1 5 6.5 6.43 Total DPK DPK Rupiah DPK Valas Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung Grafik 3.9. Perkembangan Kredit di Jawa Barat Triliun Rp Total kredit Pertumbuhan %, yoy 17 27.62 29 16.8 27 15.39 15 25 21.73 23 13.97 22.23 13 21 19 11 17 15 9 13 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Berdasarkan jenis penggunaannya, naiknya pertumbuhan kredit pada periode laporan disebabkan oleh pertumbuhan kredit konsumsi yang naik 23,1% (Grafik 3.11) akibat gencarnya pemberian kredit kendaraan bermotor ataupun pembelanjaan melalui kartu kredit. Sementara itu, pertumbuhan kredit investasi serta modal kerja sedikit melambat, yakni masing-masing sebesar 32,1% dan 19,%. Meski demikian, proporsi kredit menurut jenis penggunaannya masih sama dari periode lalu, yakni modal kerja 45%, dan konsumsi sebesar 43% dari total kredit (Grafik 3.1). KK 43% Grafik 3.1. Porsi Kredit per Jenis Penggunaan Sumber: LBU Bank Pelapor KI 12% KMK 45% Grafik 3.11. Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan yoy, % 45 4.1 4 35 29.8 34.1 32.1 3 27.6 23.1 25 21.7 22.2 2 15 22.5 21.1 19. 1 19.4 5 Total Kredit KMK KI KK Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Keterangan: *) Laporan baru dengan ketentuan Basel II Sumber: LBU Bank pelapor 51

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Secara sektoral, pertumbuhan kredit terbesar terjadi pada sektor pertanian yang tumbuh 4,8% setelah pada akhir tahun lalu mengalami kontraksi (Grafik 3.12). Sementara itu, pada periode laporan sektor pengangkutan mengalami kontraksi sebesar,3%. Sektor PHR yang merupakan sektor terbesar dalam penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat (pangsa sebesar 2% dari total kredit) tumbuh sebesar 22,3% atau sedikit meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 3.13). Grafik 3.12. Perkembangan Kredit per Sektor Ekonomi 12 1 8 6 4 2-2 yoy, % Pertanian Perdag., Rest & Hotel 32.9 2.6 16.4-2.8 Perindustrian Pengktn, Gudg& Kmnks 23.3 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III -1.9 Tw.IV 21 211 Sumber: LBU Bank Pelapor 18.8 18. 4.8 22.3 18.9 -.3 Grafik 3.13. Porsi Kredit per Sektor Ekonomi Lain-lain 49% Sumber: LBU Bank Pelapor Pertanian Pertamban 1% gan 1% Jasa Sosial 2% Jasa Dunia Usaha 4% Perindustria n 16% LGA % Konstruksi 3% PHR 2% Pengktn, Gudg& Kmnks 4% Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, hanya pertumbuhan penyaluran kredit bank swasta nasional yang stabil, yakni sebesar 24,5% (Grafik 3.15). Sementara itu, kredit yang disalurkan oleh bank pemerintah dan swasta asing meningkat masing-masing menjadi 21,5% dan 4,8% (bank pemerintah adalah kelompok bank dengan pangsa terbesar, yakni 61%). Grafik 3.14. Porsi Kredit per Kelompok Bank Bank Swasta Nasional 37% Bank Swasta Asing 2% Bank Pemerintah 61% Grafik 3.15. Perkembangan Kredit per Kelompok Bank 5 4 3 2 1-1 -2 yoy, % Total Kredit Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing 28.7 24.6 24.5 27.6 21.7 21.5 28. 2.9 22.2 5.1 4.8 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV -.8-3 Sumber: LBU Bank Pelapor Sumber: LBU Bank Pelapor Dari 26 kabupaten/kota yang berada di Jawa Barat, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kota Bandung adalah yang terbesar, yakni mencapai 42,89% (Tabel 3.1). Menurut angka pertumbuhannya, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kabupaten Bekasi adalah yang tertinggi yakni 57,18% yang sebagian besar ditujukan untuk sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat daerah tersebut merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri di Jawa Barat. 52

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat URAIAN Kredit (Rp Triliun) Pertumbuhan (%, yoy) Pangsa 21 211 211 (%) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.III Tw.IV Kab. Bekasi.22.27.31 1.17 1.26 1.43 1.63 1.84 426.8 57.18 1.15 Kab. Purwakarta 1.83 1.95 2.1 1.9 1.96 2.1 2.22 2.3 1.41 21.8 1.43 Kab. Karawang 3.17 3.37 3.45 3.71 4.11 4.47 4.63 4.8 33.95 29.35 3. Kab. Bogor.57.61.64.68.69.75.78.8 22.1 18.67.5 Kab. Sukabumi.83.89.9.9.95 1. 1.5 1.12 16.12 24.21.7 Kab. Cianjur 1.61 1.7 1.72 1.75 1.79 1.85 1.88 1.89 9.11 8.21 1.18 Kab. Bandung 1.88 2.1 2.12 2.31 2.22 2.36 2.43 2.49 14.62 7.62 1.55 Kab. Sumedang 1.26 1.33 1.38 1.46 1.52 1.63 1.71 1.73 23.75 18.38 1.8 Kab. Tasikmalaya.37.39.41.42.45.46.47.46 15.14 1.55.29 Kab. Garut 1.98 2.9 2.16 2.27 2.41 2.58 2.73 2.81 26.5 23.37 1.75 Kab. Ciamis.99 1.7 1.13 1.19 1.25 1.32 1.37 1.37 21.13 15.19.86 Kab. Cirebon.52.54.55.57.6.66.69.72 26.9 24.42.45 Kab. Kuningan 1.1 1.16 1.17 1.22 1.28 1.34 1.4 1.41 19.38 15.6.88 Kab. Indramayu 1.51 1.62 1.7 1.81 1.94 2.3 2.14 2.16 25.55 19.6 1.35 Kab. Majalengka 1.29 1.67 1.41 1.46 1.51 1.59 1.63 1.6 15.67 9.66 1. Kab. Subang 2.45 2.54 2.64 2.73 2.83 2.93 3. 3.4 13.59 11.5 1.9 Kota Banjar.89.93.95.98 1.5 1.11 1.16 1.17 22.17 18.77.73 Kota Bandung 48.71 51.62 53.75 57.6 58.41 61.74 63.55 68.66 18.22 2.33 42.89 Kota Bogor 8.2 8.64 8.91 9.43 9.85 1.74 11.3 11.94 26.82 26.64 7.46 Kota Sukabumi 2.73 2.9 3.2 3.14 3.32 3.59 3.72 3.83 23.21 21.9 2.39 Kota Cirebon 6.18 6.55 6.9 7.27 7.64 8.24 8.54 9.27 23.7 27.58 5.79 Kota Tasikmalaya 4.43 4.69 4.8 5.12 5.39 5.79 6.24 6.58 3.16 28.4 4.11 Kota Cimahi 1.34 1.48 1.48 1.58 1.67 1.78 1.83 1.86 23.54 17.75 1.16 Kota Depok 1.82 1.95 2.15 2.32 2.47 2.63 2.75 3.11 27.93 34.31 1.94 Kota Bekasi 9.14 9.68 1.4 1.42 1.65 11.79 12.35 12.95 23.2 24.26 8.9 TOTAL 111.45 118.71 123.54 13.97 135.93 144.8 15.39 16.8 27.64 29.94 1. Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan Jawa Barat pada periode laporan meningkat menjadi Rp5,82 triliun (Grafik 3.16). Sementara itu, pangsa kredit UMKM relatif stabil pada 31,75%. Berdasarkan skala usahanya, terjadi penurunan pangsa kredit pada usaha mikro, yakni dari 1,43% menjadi 9,55% sementara pangsa kredit usaha kecil dan menengah naik menjadi 16,23% dan 25,3% (Grafik 3.17). Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat Rp Triliun % 6 Jumlah Kredit UMKM Rasio Kredit UMKM (Axis Kanan) 4 5.71 5.82 4 46.57 48.7 5 42.72 43.38 4 41.65 38.93 37.66 39.11 3 4 3 3 3 3 2 32.16 31.96 31.75 3.49 3.64 3 29.86 2 1 2 2 Tw.I Tw.II Sumber: LBU Bank Pelapor Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Tw.III Tw.IV Grafik 3.17. Porsi Kredit UMKM Per Skala Usaha di Jawa Barat 1% 8% 6% 4% 2% % 12.22 2.89 Mikro Kecil Menengah 16.62 22.93 Sumber: LBU Bank Pelapor 16.17 17.45 17.9 21.14 23.14 25.3 13.24 13.57 14.87 15.84 14.5 16.23 1.27 11.17 8.26 8.9 8.88 9.59 1.43 9.55 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 21 211 Intermediasi Perbankan Jika dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya, kinerja intermediasi perbankan Jawa Barat lebih baik, yakni dari 73,56% menjadi 76,91% (Grafik 3.18). Membaiknya rasio LDR terutama disebabkan oleh besarnya perlambatan DPK sementara pertumbuhan kredit meski sedikit menurun masih berada pada level yang cukup tinggi. Meski demikian, perkembangan intermediasi perbankan Jawa Barat masih lebih rendah dibandingkan nasional yang pada periode laporan mencapai 89,23% atau jauh melebihi level yang didorong oleh Bank Indonesia. 53

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.18. Perkembangan Intermediasi Perbankan % 92 Jabar Nasional 89.23 88 84 8 76 77. 75.9 79.75 76.91 72 73.56 68 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU Bank Pelapor Risiko kredit Risiko kredit perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-211 turun drastis dari 3,9% pada triwulan III-211 menjadi 2,38% (Grafik 3.19). Selain itu, risiko kredit UMKM juga turun dari 5,23% menjadi 4,11%. Turunnya risiko kredit disebabkan oleh tingkat kehati-hatian perbankan serta membaiknya prospek perekonomian. % 4.5 4. 3.5 3. 2.5 2. Grafik 3.19. Perkembangan NPL 3.78 3.633.573.52 3.99 3.913.82 3.38 3.42 3.51 3.35 3.5 3.3 3. 3.9 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 28 2.38 Sumber: LBU Bank Pelapor Perkembangan Suku Bunga Perbankan Suku bunga kredit maupun deposito bank umum konvensional di wilayah Jawa Barat berada pada tren penurunan (Grafik 3.2). Hal inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan aset maupun DPK. Spread antara suku bunga deposito dan kredit pada periode laporan diindikasikan menyempit akibat lebih besarnya penurunan suku bunga kredit. Perkembangan suku bunga kredit menunjukkan hal yang membaik dimana seluruh kredit jenis penggunaan mengalami tren penurunan suku bunga. Sementara itu, suku bunga kredit investasi adalah yang terendah pada periode laporan, yakni sebesar 12,63% sedangkan suku bunga kredit konsumsi masih menjadi yang tertinggi, yakni sebesar 13,78% (Grafik 3.21). % 2 16 12 8 4 Grafik 3.2. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Perbankan 13.75 14.19 14.4615.14 14.87 14.9115.24 14.96 14.53 14.7 14.46 14.39 14.34 14.1 14.24 13.78 7.84 7.2 7.86 7.34 6.36 6.39 6.89 6.29 6.21 6.22 6.17 6.32 6.13 6.8 6.12 6.9 Tw.I Tw.II Tw.III Suku Bunga Kredit Konsumsi Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 28 Sumber: LBU Bank Pelapor Tw.I Tw.II Tw.III Suku Bunga Deposito Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Grafik 3.21. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit Menurut Jenis Penggunaan % 15. 14.5 14. 13.5 13. 12.5 12. 14.53 14.4 13.79 13.3 Sumber: LBU Bank Pelapor 14.46 13.94 13.64 12.95 14.34 13.75 13.42 12.64 14.24 13.54 13.11 12.56 14.39 13.61 13.8 12.62 14.7 13.46 13.46 12.73 12.39 14.1 13.5 12.69 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 21 211 Umum Modal Kerja Investasi Konsumsi 13.78 13.18 12.76 12.63 54

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN 1.2. Bank Umum Syariah Kinerja intermediasi perbankan syariah pada periode laporan sedikit turun dari 97,69% menjadi 91,72% (Grafil 3.22). Grafik 3.22. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat % 1 95 Menurunnya intermediasi perbankan 93.11 92.21 91.72 9 91.89 syariah disebabkan oleh penyaluran 88.4 84.52 86.26 85.45 85.72 85 83.5 pembiayaan yang sedikit melambat, 83.4 82.28 83.18 8 yakni tumbuh 53,36% (yoy) menjadi 78.5 76.81 75 Rp11,97 triliun (Grafik 3.23). Sementara itu, penghimpunan dana tumbuh sebesar 7 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 43,2% menjadi Rp13,5 triliun pada periode laporan (Grafik 3.24). Dengan 28 Sumber: LBU Bank Pelapor perkembangan tersebut, maka aset perbankan syariah menjadi 6,31% dari aset bank umum, penghimpunan dana merupakan 8,61%, dan penyaluran pembiayaan sebesar 5,75%. 97.69 Grafik 3.23. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat Triliun Rp 13 11 9 7 5 3 1 (1) Pembiayaan Pertumbuhan (RHS) 76. 7.81 yoy (%) 11.97 12 1.71 1 58.87 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 8 6 53.36 4 2 - Grafik 3.24. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat Triliun Rp DPK Pertumbuhan ytd (RHS) yoy (%) 15 12 12.11 13.5 13 1 1.97 11 9.35 8 9 43.2 6 7 4 5 17.3 3 2 1 - (1) (2) Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV 28 Sumber: LBU Bank Pelapor Sumber: LBU Bank Pelapor Meski penyaluran pembiayaan melambat, namun rasio Non Performing Financing (NPF) meningkat dari 2,28% pada triwulan III-211 menjadi 2,68% pada triwulan IV-211. Namun demikian, realisasi risiko pembiayaan tersebut masih pada level yang rendah (Grafik 3.25). Grafik 3.25. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat % 6 5 4 3 2 5.63 5.14 4.81 3.55 4.8 4.5 3.87 4.1 3.13 3.31 3.3 2.64 1.93 2.68 2.24 2.28 1 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 28 Sumber: LBU Bank Pelapor 55

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN 1.3. Bank Perkreditan Rakyat Kinerja intermediasi BPR Jawa Barat sedikit melambat, hal ini tercermin dari perlambatan pertumbuhan kredit sementara DPK meningkat pada periode laporan. Pertumbuhan kredit melambat dari 23,1% pada triwulan III-211 menjadi 2,1% (Grafik 3.27). Sementara, pertumbuhan DPK meningkat dari 12,% menjadi 13,2%. Meningkatnya pertumbuhan DPK menyebabkan aset BPR di Jawa Barat tumbuh 15,3% menjadi Rp9,76 triliun (Grafik 3.26). Kinerja BPR tersebut masih lebih rendah dibandingkan akhir tahun lalu. 1. 9.5 9. 8.5 8. 7.5 7. 6.5 6. 5.5 5. Grafik 3.26. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat Rp Triliun Aset Pertumbuhan 19.81 8.48 %, yoy 9.19 9.76 25 2 14.35 15.3 15 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV 1 5 Rp Triliun 7.5 7. 6.5 6. 5.5 5. 4.5 4. Grafik 3.27. Perkembangan DPK dan Kredit BPR Jawa Barat 23.1 12. Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV %, yoy 3 2.1 25 2 15 13.21 5 Sumber: LBU KBI Bandung DPK Pembiayaan Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Pembiayaan Sumber: LBU KBI Bandung Kinerja efisiensi BPR Jawa Barat sedikit membaik tercermin dari rasio BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) menjadi 85,8% pada periode laporan (Grafik 3.28). Sementara itu, meski jumlah BPR berkurang menjadi 321 namun jumlah kantor cabang BPR meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya, yakni dari 543 unit menjadi 564 unit (Tabel 3.2). Grafik 3.28. Perkembangan BOPO BPR Jawa Barat % 88 87. 87 86.9 86.5 87.2 85.9 86 85.8 85.6 85.3 85.5 85 84.8 83.8 84.8 84 83 82 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat URAIAN 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Jumlah BPR 379 379 379 376 345 343 322 321 Jumlah kantor cabang BPR 55 553 558 563 55 556 543 564 Jumlah PD BPR 131 131 131 13 98 98 98 83 Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan risiko yang dihadapi, BPR Jawa Barat memiliki ketahanan permodalan yang cukup baik, sebagaimana indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) yang meningkat dari 2,29% pada triwulan III- 211 menjadi 2,45% (Tabel 3.3). Sementara itu, risiko kredit (Non Performing Loans) masih terjaga, 56

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN yakni menjadi 6,46% pada periode laporan. Ke depan, NPL BPR Jawa Barat diperkirakan masih akan terus menurun. Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat URAIAN 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV CAR 23.41 22.3 22.12 21.43 22.1 2.76 2.29 2.45 LDR 71.28 73.83 74.47 73.43 75.63 79.43 8.29 76.4 BOPO 85.25 84.81 85.56 85.51 83.84 84.8 85.86 85.79 NPL 8.49 8.9 8.13 7.28 7.14 7.13 7.8 6.46 Sumber: LBU KBI Bandung 2. ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN 2.1. Pengedaran Uang Kartal 2.1.1 Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Perkembangan aliran uang kartal di wilayah Jawa Barat (KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya) pada triwulan IV-211 mengalami net inflow sebesar Rp5,58 triliun. Net inflow yang terjadi pada triwulan IV-211 tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 9,44%(qtq). Namun jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya, net inflow triwulan IV-211 mengalami kenaikan sangat signifikan yaitu sebesar 97,4% (yoy). Aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia di wilayah Jawa Barat menurun dari Rp9,38 triliun pada triwulan III-211 menjadi sebesar Rp6,16 triliun pada triwulan IV-211 atau turun sebesar 34,31%(qtq). Namun bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, posisi outflow triwulan IV-211 mengalami kenaikan sebesar 96,43% (yoy). Sementara itu aliran uang yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia juga mengalami penurunan dari Rp15,54 triliun pada triwulan III-211 menjadi Rp11,74 triliun pada triwulan VI-211 atau turun sebesar 24,45% (qtq). Sedangkan bila dibandingkan triwulan IV-21, outflow triwulan IV-211 mengalami kenaikan sebesar 96,72% (yoy). Grafik 3.29. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat 18 16 14 12 1 8 6 4 2 - (Rp Triliun) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon Outflow Net Inflow Inflow Setelah mengalami kenaikan yang cukup besar pada triwulan III-211 karena adanya hari raya keagamaan (Idul Fitri), aliran uang kertas maupun uang logam yang keluar dari Bank Indonesia 57

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN Bandung mengalami penurunan. Secara nominal, uang kertas yang keluar dari KBI Bandung pada triwulan IV-211 adalah sebesar Rp4,71 triliun atau turun sebesar 34,76% (qtq), sedangkan uang logam yang keluar Rp3,3 miliar atau turun sebesar Rp78,46% (qtq). Sementara itu, jumlah bilyet uang kertas yang keluar mencapai 83,73 juta bilyet atau turun 62,8% (qtq), serta uang logam sebanyak 6,26 juta keping atau naik 78,41% (qtq). Nominal yang banyak diperlukan oleh masyarakat pada triwulan IV-211 adalah uang pecahan besar yaitu pecahan Rp5. (44,61 juta bilyet atau 53,28% dari total bilyet keluar) dan Rp1. (23,65 juta bilyet atau 28,24%) Tabel 3.4. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Tw. III-211 Tw. IV-211 Pertumbuhan (qtq) Jenis Pecahan Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping (Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta) Uang Kertas 1, 3,32,13.6 33.2 2,364,565.5 23.65-28.78% -28.78% 5, 3,161,671.5 63.23 2,23,597.85 44.61-29.45% -29.45% 2, 244,25.1 12.2 52,76.16 2.64-78.4% -78.4% 1, 23,98.62 23.1 34,872.74 3.49-84.84% -84.84% 5, 165,515.5 33.1 18,259.71 3.65-88.97% -88.97% 2, 9,239.88 45.12 1,984.47 5.49-87.83% -87.83% 1, 1,967.15 1.97 28.92.21-98.1% -98.1% Total 7,222,648.35 22.84 4,712,195.35 83.73-34.76% -62.8% Uang Logam 1, 9,97.28 9.97 2,76.52 2.71-72.85% -72.85% 5 4,6.5 8.12 283..57-93.3% -93.3% 2 65.1 3.3 125.5.63-79.26% -79.26% 1 593.54 5.94 136.1 1.36-77.8% -77.8% 5 97.1 1.94 49.98 1. -48.53% -48.53% 25 - - - - -1.% -1.% Total 15,326.52 28.99 3,31.1 6.26-78.46% -78.41% Sumber: BI Bandung 2.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat (clean money policy), Bank Indonesia secara berkesinambungan melakukan pemusnahan atau kegiatan pemberian tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar (lusuh/rusak). Selama triwulan IV- 211, tercatat sebanyak 152 juta lembar uang Grafik 3.3. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung Bilyet PTTB (%) 38.92 53.25 52.91 53.32 38.12 15.65 14.22 18.6 23.64 17.13 17.87 45.43 32.52 29.96 28.8 32.28 34.6 kertas yang tidak layak edar dalam berbagai. pecahan telah dimusnahkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung. Jumlah tersebut naik sebesar 29,64% dibandingkan dengan triwulan Pecahan Besar (Rp5rb-Rp1rb) Pecahan Sedang (Rp1rb-Rp2rb) Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb) sebelumnya. Jenis pecahan yang paling banyak Sumber: BI Bandung dimusnahkan pada triwulan IV-211 adalah jenis pecahan kecil (Rp1. Rp5.) sebesar 57,16% dari keseluruhan bilyet yang dimusnahkan Bank Indonesia Bandung, sementara jumlah uang dengan pecahan sedang (Rp1. dan Rp2.) 1. 8. 6. 4. 2. Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. IIITw. IV 58

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN sebesar 23,64% dan pecahan besar (Rp5. dan Rp1.) sebesar 34,6% dari total bilyet yang dimusnahkan. Sementara itu KBI Tasikmalaya melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 46,17 juta lembar atau turun 143,66% (qtq), dan KBI Cirebon melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 49,12 juta lembar atau naik 41,39% (qtq). Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan Bank Indonesia akan digantikan dengan Uang Layak Edar (ULE) yang siap digunakan untuk kebutuhan transaksi masyarakat sebanyak jumlah uang yang dimusnahkan. Grafik 3.31. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang Grafik 3.32. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang Bilyet Outflow (%) 1. 8. 6. 4. 2. 12.12 1.61 11.17 5.37 5.93 24.624.21 7.31 4.39 17.4317.93 82.51 83.46 15.94 81.52 58.5257.86 43.67 Bilyet PTTB (%) 1. 8. 6. 4. 2. 38.92 53.25 52.91 53.32 38.12 15.65 14.22 18.6 23.64 17.13 17.87 45.43 32.52 29.96 28.8 32.28 34.6. Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV. Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Pecahan Besar (Rp5rb-Rp1rb) Pecahan Sedang (Rp1rb-Rp2rb) Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb) Pecahan Besar (Rp5rb-Rp1rb) Pecahan Sedang (Rp1rb-Rp2rb) Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb) Sumber: BI Bandung Sumber: BI Bandung 2.1.3. Uang Palsu Penemuan uang palsu di Wilker KBI Bandung mengalami kenaikan baik dari sisi jumlah bilyet maupun nominal dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selama triwulan IV-211 tercatat sebanyak 4.743 uang palsu ditemukan atau naik sebesar 127,16% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan secara nominal uang palsu yang ditemukan sebesar Rp26,97 juta atau naik sebesar 72,27% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan selama triwulan IV-211 adalah uang kertas pecahan Rp5. sebanyak 46,83% dari total lembar uang palsu yang ditemukan. Peningkatan penemuan jumlah uang palsu, mengindikasikan semakin baiknya pemahaman masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang, selain itu juga merupakan salah satu hasil kinerja aparat hukum dalam memberantas jaringan peredaran uang palsu. 2.2. Sistem Pembayaran Non Tunai Transaksi sistem pembayaran non tunai dalam kajian ini mencakup kegiatan non tunai masyarakat melalui perbankan menggunakan sistem Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. 59

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN 2.2.1 Kliring lokal Transaksi pembayaran non tunai melalui kliring 1 di wilayah Jawa Barat pada triwulan IV-211 mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi melalui kliring di wilayah Jawa Barat secara nominal turun sebesar,24% (qtq) dibandingkan triwulan III-211 yaitu dari Rp37,8 triliun menjadi Rp37,7 triliun, sedangkan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 21 masih tercatat mengalami kenaikan yaitu sebesar 11,67% (yoy). Secara volume, lembar warkat kliring yang sah sebagai alat transaksi pembayaran juga mengalami penurunan dari 1.48.75 warkat kliring pada triwulan III-211 menjadi 1.447.6 warkat pada triwulan IV-211 atau mengalami penurunan sebesar 2,27% (qtq), sedangkan secara tahunan mengalami kenaikan sebesar 8,95% (yoy). Tabel 3.5. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat Wilayah Keterangan 21 211 Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy Jawa Barat Nominal (Rp Triliun) 31.1 32.1 33.8 33.8 34.9 35.6 37.8 37.7 -.24 11.67 Volume (Lembar) 1,428,796 1,468,878 1,475,93 1,328,22 1,421,771 1,478,64 1,48,75 1,447,6-2.27 8.95 Bandung Nominal (Rp Triliun) 26.3 26.74 28. 28.7 29.15 29.62 31.38 31.63.8 12.68 Volume (Lembar) 1,188,38 1,22,141 1,216,93 1,123,397 1,167,898 1,218,176 1,211,86 1,191,947-1.64 6.1 Tasikmalaya Nominal (Rp Triliun) 1.59 1.65 1.88 1.65 1.68 1.69 1.86 1.79-3.76 8.46 Volume (Lembar) 75,617 78,693 85,859 77,19 79,89 81,763 89,459 8,134-1.42 3.81 Cirebon Nominal (Rp Triliun) 3.49 3.69 3.91 4.8 4.7 4.26 4.59 4.32-5.88 5.97 Volume (Lembar) 165,141 17,44 173,141 127,615 174,784 178,125 179,386 174,979-2.46 37.11 Sumber: Bank Indonesia 2.2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) Pada triwulan IV-211, transaksi Grafik 3.33. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat pembayaran non tunai melalui BI-RTGS Rp Triliun (Nilai) transaksi (Volume) mengalami penurunan dari sisi nominal 25 35, 3, namun mengalami peningkatan dari sisi 2 25, 15 2, volume. Transaksi RTGS Pada Triwulan IV- 1 15, 211 secara nominal mengalami penurunan 1, 5 5, dibandingkan triwulan sebelumnya dari - - Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 28 sebesar Rp197,54 triliun menjadi Rp196,6 triliun atau turun sebesar,75% (qtq), Volume Nilai demikian juga jika dibandingkan triwulan IV- Sumber: Bank Indonesia 21 mengalami penurunan sebesar 3,26% (yoy). Sementara itu secara volume, mengalami kenaikan sebesar 5,64% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 298.188 transaksi pada triwulan III-211 menjadi 315.11 transaksi pada triwulan IV-211, demikian juga secara tahunan mengalami kenaikan sebesar 2,23% (yoy). Secara rata-rata bulanan, transaksi RTGS di masyarakat mencapai sebesar Rp65,35 triliun dan 15.4 transaksi. Dengan demikian terjadi penurunan rata-rata transaksi bulanan RTGS senilai Rp,49 triliun. 1 Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar-peserta kliring, dan perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. 6

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH 61

62 BAB 4. KEUANGAN DAERAH

BAB 4. KEUANGAN DAERAH Kinerja realisasi baik penerimaan maupun belanja APBD di Provinsi Jawa Barat pada periode laporan tercatat mengalami perbaikan. Pos pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat dengan realisasi sebesar 14,6%. Penyebab lebih tingginya pendapatan adalah kuatnya konsumsi kendaraan bermotor masyarakat sehingga pendapatan melalui pajak kendaraan bermotor lebih tinggi dibandingkan proyeksi di awal tahun. Sementara itu, realisasi belanja daerah diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni dari 96,7% menjadi mendekati 1%. Membaiknya kinerja realisasi belanja daerah terutama akibat belanja modal Provinsi Jawa Barat yang lebih baik dari tahun sebelumnya yang merupakan cerminan komitmen pemerintah dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah. 1. Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada akhir tahun diperkirakan melebihi target, yakni mencapai 14,6% dari alokasi APBD 211 yang sebesar Rp8,4 triliun (Tabel 4.1). Angka perkiraan ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 11,26% atau sebesar Rp7,8 triliun. Lebih tingginya realisasi dibandingkan dengan rencana terutama disebabkan oleh lebih besarnya pendapatan yang berasal dari pajak kendaraan bermotor. Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari 4,% pada tahun 21 menjadi 5,8% pada tahun 211. Kuatnya konsumsi rumah tangga kemudian mendorong pembelian kendaraan bermotor. Selain itu, dana perimbangan yang sebelumnya ditargetkan lebih rendah dari tahun sebelumnya, meningkat menjadi Rp2.142 miliar atau 12,2% dari target akibat naiknya bagi hasil serta dana alokasi umum yang diterima oleh provinsi. No. Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan dan Dana Perimbangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat S.d. Tw.IV-1 S.d. Tw.IV-11 (Prognosa BK) (Prognosa BK) Uraian APBD 21 (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD Keterangan :Prognosa BK merupakan Angka Perkiraan Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat APBD 211 (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD I Pendapatan 7.757,55 7.855,25 11,26 8.424,71 8.811,57 14,59 1 Pendapatan Asli Daerah 5.622,86 5.639,7 1,29 6.316,4 6.65,22 15,28 2 Dana Perimbangan 2.15,35 2.16,4 1,3 2.96,14 2.142,3 12,2 3 Lain-lain PAD yang Sah 29,33 11,14 375,54 12,17 14,87 122,19 II Belanja 9.56,56 9.247,98 96,73 9.887,1 9.86,2 99,18 1 Belanja Operasi 6.931,58 6.881,14 99,27 2 Belanja Modal 765,27 734,89 96,3 3 Belanja tidak terduga 35, 35, 1, 4 Belanja Transfer 2.155,16 2.155,16 1, III Pembiayaan 1.83,1,7, 1.462,3 (1.363,72) (93,26) 1 Penerimaan Daerah 1.83,8 1.83,8 1, 1.5, 2.449, 163,27 2 Pengeluaran Daerah,7 - - 37,7 37,7 99,99 3 SILPA - - 63

BAB 4. KEUANGAN DAERAH 2. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat Realisasi belanja pemerintah lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sebagaimana tercermin dari perkiraan realisasi belanja yang mendekati target. Belanja operasi diperkirakan akan terealisasi sebesar 99,3% atau sebesar Rp6,9 triliun (Tabel 4.2). Besarnya realisasi belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai serta barang dan jasa juga tercermin dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dalam perhitungan PDRB Jawa Barat dari,1% pada tahun 21 menjadi 5,9% pada tahun 211. Pada akhir tahun belanja pegawai diperkirakan akan terealisasi 98,4% atau sebesar Rp2 triliun sementara realisasi anggaran belanja barang dan jasa 99% atau sebesar Rp1,7 triliun. Belanja infrastruktur yang dicerminkan oleh belanja modal diperkirakan terealisasi sebesar 96,% akibat efisiensi yang dilakukan dalam proses pengadaan. Angka realisasi ini lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Baiknya kinerja realisasi anggaran pada tahun ini terutama disebabkan oleh realisasi belanja tanah diantaranya untuk pembebasan lahan serta peralatan dan mesin yang cukup baik. Realisasi belanja tanah diperkirakan sebesar 1,2% sementara Belanja peralatan 13,6%. Di lain pihak, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melakukan upaya efisiensi anggaran belanja (harga kesepakatan lebih rendah dibandingkan perkiraan) yang tercermin dari realisasi belanja gedung serta jalan yang diperkirakan berkisar antara 91% hingga 96% pada akhir tahun 211. Secara umum, kinerja realisasi belanja infrastruktur yang cukup baik pada tahun ini tercermin dari pertumbuhan PMTB dalam perhitungan PDRB yang naik dari 5,7% pada tahun 21 menjadi 9,8%. No. Tabel 4.2. Realisasi dan Perkiraan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat Uraian APBD 211 (Rp Miliar) Triwulan II-211 Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD Triwulan III-211 Triwulan IV-211 * Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD 1 Belanja Operasi 6,931.58 1,32.8 19.5 6,26. 86.94 6,881.14 99.27 a. Belanja Pegawai 2,55.86 71.86 34.14 3,777. 183.72 2,22.1 98.36 b. Belanja Barang 1,675.66 349.28 2.84 695. 41.48 1,658.99 99.1 c. Belanja bunga - - - - - - - d. Belanja Subsidi 51.4 4.42 8.6 7. 13.62 51.4 1. e. Belanja Hibah 268.89 54.17 2.15 126. 46.86 268.89 1. f. Belanja Bantuan Sosial 335.89 35.2 1.48 98. 29.18 335.89 1. g. Belanja Bantuan Keuangan 2,543.87 175.87 6.91 1,323. 52.1 2,543.88 1. 2 Belanja Modal 765.27 39.2 5.1 153. 19.99 734.9 96.3 a. Belanja tanah 34.18.88 2.57 34.26 1.23 b. Belanja peralatan dan mesin 161.42 13.28 8.23 167.37 13.69 c. Belanja gedung dan bangunan 21.57.52.25 22.66 96.24 n.a. d. Belanja jalan, irigasi, dan bangunan 354.5 24.9 6.8 325.63 91.97 e. Belanja aset tetap lainnya 2.12.25 11.65 2.6 97.3 f. Belanja aset lainnya 2.93 - - 2.92 99.66 3 Belanja Tidak Terduga 35. - - - - 35. 1. 4 Belanja Transfer 2,155.16 538.43 24.98 1,42. 48.35 2,155.16 1. a. Bagi hasil pajak 2,153.73 538.43 25. 2,153.73 1. n.a. b. Bagi hasil retribusi 1.43 - - 1.43 1. Total Belanja 9,887.1 1,898.25 19.2 4,625. 46.78 9,86.2 99.18 Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat 64

BAB 4. KEUANGAN DAERAH BOKS 5. RENCANA KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 212 Dalam mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi global serta dalam upaya untuk mendukung program nasional maupun daerah terkait pembangunan infrastruktur serta human capital, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 212 berkomitmen mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 2% dari total belanja, dalam rangka peningkatan Indeks Pendidikan, kesehatan sebesar 1% dari total belanja sesuai perintah UU Nomor 36 Tahun 29 tentang Kesehatan, dalam rangka peningkatan Indeks Kesehatan, serta bidang perekonomian masyarakat termasuk infrastruktur penunjangnya sebesar 7,5% - 1% dari total belanja, dalam rangka peningkatan Indeks Daya Beli. Dalam rangka dukungan terhadap pembangunan ekonomi secara berkelanjutan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkatkan alokasi belanja khususnya belanja modal dengan alokasi naik 5% dari tahun sebelumnya, yakni lebih dari Rp1 triliun. Alokasi tersebut diyakini akan meningkatkan investasi/pmtb terhadap PDRB secara langsung dan secara tidak langsung menjadi forward linkage bagi aktivitas perekonomian secara keseluruhan. Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam rangka merespon isu pembangunan pada tahun 212, diantaranya adalah : 1. Anggaran fungsi pendidikan sebesar 2% dari total belanja melalui penyaluran BOS Provinsi, pembangunan ruang kelas baru sebanyak 6. unit/tahun, Beasiswa pelopor untuk 2 mahasiswa/tahun, pembangunan 4 stadion olah raga, 4 area terbuka untuk gelar budaya dan kreativitas pemuda, menasionalisasikan 4 buah perguruan tinggi swasta 2. Anggaran fungsi kesehatan sebesar 1 % dari total belanja melalui pembangunan 2 unit Puskesmas, 4 gedung rawat inap, peningkatan kualitas sarana dan prasarana puskesmas, pembangunan unit/instalasi gawat darurat Rumah Sakit, dan Posyandu multifungsi 3. Penanggulangan kemiskinan dan pengendalian penduduk dengan cara peningkatan kesempatan kerja, fasilitasi masyarakat miskin untuk bekerja, Program Jabar Mengembara, ppengendalian laju pertumbuhan alami, dan pengendalian migrasi masuk. 4. Pembangunan infrastruktur strategis dengan realisasi pendanaan kegiatan tahun jamak, pembangunan jalan di area pusat produksi dan distribusi, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, dan pembangunan jalan lingkar alternatif dan tol untuk mengatasi kemacetan, dengan mendorong keterlibatan pihak swasta dan BUMD. 5. Peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui peningkatan dukungan modal usaha petani, peningkatan produksi 13,5 juta ton GKG, 1 juta ekor sapi potong/sapi perah dan 1 juta ekor kambing/domba 6. Ketahanan energi dan diversifikasi sumber energi dengan kegiatan meliputi eksplorasi energi terbarukan, penggunaan energi yang efisien, serta pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif. 7. Peningkatan aksesibilitas permodalan dan daya saing UMKM dengan alokasi anggaran Rp 2 miliar/tahun untuk penciptaan 1 juta lapangan kerja, Rp1 miliar/tahun untuk operasi pasar, peningkatan kemampuan untuk mengakses pasar, serta peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk UKM 65

BAB 4. KEUANGAN DAERAH 8. Perbaikan iklim usaha kompetitif dan peningkatan investasi. 9. Pengelolaan bencana dan peningkatan kualitas lingkungan. 1. Pengembangan budaya daerah dan destinasi wisata. 11. Pelayanan publik bermutu dan akuntabel. 12. Peningkatan kinerja pemerintahan desa dan peran masyarakat dalam pembangunan wilayah. Sumber : BAPPEDA Provinsi Jawa Barat 66

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

66 BAB 5. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

BAB 5. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Penyerapan tenaga kerja meningkat sejalan dengan naiknya laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat pada triwulan IV-211. Membaiknya kondisi ketenagakerjaan tercermin pada meningkatnya jumlah penduduk bekerja sehingga menurunkan rasio pengangguran di Jawa Barat. Dari sisi kesejahteraan, taraf kesejahteraan masyarakat Jawa Barat menunjukkan tren yang meningkat. Peningkatan taraf hidup masyarakat tersebut terutama didorong oleh peningkatan pendapatan sebagaimana yang tercermin dari indeks penghasilan pada Survei Konsumen dan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Barat. 1. KETENAGAKERJAAN Perkembangan ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan kondisi yang semakin baik. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Berdasarkan survei Bank Indonesia, indeks ketersediaan lapangan kerja meningkat dari rata-rata indeks sebesar 75 pada triwulan III-211 menjadi 91 pada triwulan IV-211. Meningkatnya ketersediaan lapangan kerja juga dicerminkan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja. Berdasarkan rilis BPS Provinsi Jawa Barat, terdapat peningkatan jumlah penduduk Jawa Barat yang bekerja, menjadi sebanyak 17,5 juta orang pada bulan Agustus 211 atau meningkat sebesar 3,1% dari bulan Agustus 21, yaitu sebanyak 16,9 juta orang. Naiknya jumlah orang bekerja menyebabkan jumlah penduduk yang menganggur menurun yakni dari 1,95 juta orang menjadi 1,9 juta orang. Dengan kondisi tersebut, tingkat pengangguran terbuka turun dari 1,33% pada Agustus 21 menjadi 9,83% pada Agustus 211. Berdasarkan sektor ekonomi, terdapat kenaikan jumlah tenaga kerja terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Kenaikan tenaga kerja terbesar terdapat pada sektor perdagangan dan industri, masing-masing bertambah 344 ribu dan 181 ribu pekerja. Hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya sektor PHR dan industri di Jawa Barat. Grafik 5.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 5.2. Ketenagakerjaan Jawa Barat 12 1 Juta orang 2 2,3 2,1 2, 1,9 % 16 8 15 12 6 4 1 16,5 16,9 16,9 17,5 8 2 5 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 Ags-8 Agust-9 Agust-1 Agust-11 Penduduk Bekerja (sumbu kiri) Ketersediaan lapangan kerja saat ini Garis 1 Penganggur (sumbu kiri) Tingkat Pengangguran Terbuka (sumbu kanan) Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung Sumber: BPS Jawa Barat 67

BAB 5. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Namun demikian, secara triwulanan, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di Jawa Barat, penggunaan tenaga kerja pada dunia usaha pada triwulan IV-211 mengalami penurunan. Secara sektoral, jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian, PHR, serta listrik, gas, dan air bersih masih tumbuh positif dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 8 6 4 2-2 -4-6 -8 Grafik 5.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 28 Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan KBI Bandung pada akhir tahun 211, terdapat beberapa perusahaan contact eksportir Total Pertanian Listrik, Gas dan Air Bersih Perdagangan, Hotel dan Restoran Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Bandung dengan jenis industri garmen padat karya yang menambah tenaga kerja karena penambahan penjualan dari buyer yang sebelumnya mengorder dari Cina. Selain itu, perusahaan contact yang memproduksi spare part serta elektronika juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena mulai pulihnya permintaan dari Jepang setelah bencana tsunami. 2. KESEJAHTERAAN Kondisi kesejahteraan membaik sejalan dengan tren peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal ini sebagaimana diindikasikan oleh indikator penghasilan maupun nilai tukar petani yang semakin tinggi. Pendapatan masyarakat meningkat sebagaimana yang diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen di Kota Bandung yang menunjukkan angka indeks yang rata-rata selama periode laporan berada diatas 1 dan berada pada tren kenaikan (Grafik 5.4). Meningkatnya pendapatan akan menyebabkan naiknya daya beli masyarakat Jawa Barat yang pada akhirnya memperbaiki tingkat kesejahteraan. Grafik 5.4. Indeks Penghasilan Grafik 5.4. Nilai Tukar Petani 14 12 Penghasilan saat ini Garis 1 11 1 15.88 139.48 18.17 16 15 14 1 13 8 9 12 11 6 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 111121 2 3 4 5 6 7 8 9 111121 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 NTP (LHS) Garis 1 Indeks yang diterima petani (RHS) Indeks yang dibayar petani (RHS) Sumber: Survei Konsumen, KBI Bandung Sumber : BPS Jawa Barat Di samping itu, kesejahteraan khususnya petani masih cukup baik, sebagaimana angka NTP (Nilai Tukar Petani) yang berada di atas 1, yakni 18,2 karena lebih besarnya indeks yang dibayar petani (15,88) dibandingkan dengan indeks yang diterima (139,48). Angka realisasi NTP ini meningkat 15,5 pada 68