V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

. BAB III METODE PENELITIAN. negeri favorit yang berada di kota Samarinda. Semua Guru yang mengajar di SMA Negeri 3 Samarinda.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Online shop atau Toko online adalah sebuah toko yang menjual barang-barang

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat penelitian berlangsung. Terdapat 3 karakteristik responden yang. Tabel 5.1

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada para pemimpin dan karyawan PT Wahana Persada

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Seluruh Karyawan pada PT. Aditama Graha Lestari. hubungan yang bersifat sebab akibat dimana variabel independen

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research. Jenis penelitian yang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 FlowChart Metodologi Penelitian. 3.1 Studi Lapangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. sampel tertentu, teknik pengambilan sampel biasanya dilakukan dengan cara random,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang beralamat di Jl. Petojo VIJ IV No. 28 Jakarta Pusat. Waktu pelaksanaan

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukannya penelitian adalah di Kota Semarang.

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. membuktikan diri sebagai Bimbingan belajar terbaik dan terbesar di Indonesia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut adalah data jawaban dari hasil kuesioner yang diperoleh dari

BAB V DESKRIPSI DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. analisis kuantitaif data penelitian. Identitas responden meliputi jenis kelamin,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

C. Definisi dan Operasionalisasi Variabel BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pahlawan Seribu ITC BSD No. 33A&35 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dilakukan pada PNS BLUPPB mengenai pengaruh stres kerja terhadap

III. METODE PENELITIAN. pengawasan yang dilakukan oleh atasannya. Pengawasan yang. dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (remaja). Instagram sekarang banyak sekali bermunculan akun-akun yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dr.Tjitrowardojo Purworejo didirikan pertama kali pada tahun 1915 dengan nama Zenden.

BAB III METODE PENELITIAN. mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor yang berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah peserta BPJS Kesehatan Dikantor Cabang Gedong Kuning. akan diteliti adalah peserta BPJS Kesehatan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN. buah. Dari 105 kuesioner yang dikirimkan kepada seluruh

BAB III METODE PENELITIAN. tentang manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang relevan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hubungan itu terhadap kedua variabel tersebut. (Sugiyono, 2015)

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan memberikan gambaran tentang detail-detail sebuah situasi, lingkungan

PENGARUH KOMUNIKASI FORMAL, MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA (STUDI KASUS DI PT. JASA LAYANAN OPERASI)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode suvei dengan

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini hubungan antara variabel bersifat sebab-akibat serta

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

BAB III METODELOGI PENELITIAN. juga terdapat data-data yang berasal dari pihak Solo Grand Mall dan

BAB III METODE PENELITIAN. Semarang dan kantor cabang berlokasi di Desa Rejosari RT 02 RW 02 Brangsong

III. METODE PENELITIAN. petunjuk terhadap variabel-variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian ex post facto, yaitu penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan mengambil sampel pada karyawan tetap PTPN VII (Persero)

BAB III METODE PENELITIAN. menentukan obyek-obyek penelitian yang akan diteliti dan besarnya

BAB III METODE PENELITIAN Obyek penelitian adalah Perusahaan Roti Aflah Subyek penelitiannya adalah konsumen atau pembeli pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. nasabah bank umum yang diambil secara acak di DIY. pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Data yang dikelompokan melalui penelitian yang diperoleh secara langsung dari

BAB III METODE PENELITIAN. atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan untuk

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menjadi sampel dalam penelitian mengenai pengaruh harga, kualitas produk, citra merek

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

LEMBAR PERSETUJUAN...

BAB III METODE PENELITIAN. A. Kerangka Pemikiran B. Definisi Operasional C. Hipotesis D. Metode Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan sebuah tinjauan teori motivasi Maslow terhadap kinerja

ANALISIS PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP TURNOVER INTENTION (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Tunas Jaya Cibinong)

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013:2).

III. METODE PENELITIAN. Menurut Sekaran (2011), penelitian bisnis didefinisikan sebagai penyelidikan

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB III. Metode Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan responden (sampel)

PENGARUH MOTIVASI DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PT PEGADAIAN (PERSERO) CABANG CIBINONG

Bab III Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Kuantitatif adalah data penelitian berupa angka- angka dan analisis

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif dan penelitian kualitatif (Sugiyono, 2003: 13-14).

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan sistem informasi akuntansi terkomputerisasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada para karyawan PT Bintang Kharisma Jaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sekretaris No 88 BA Daan Mogot, Jakarta Barat.

BAB III METODE PENELITIAN. sampel auditor internal pada perusahaan perusahaan tersebut. Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. adalah 1397 orang yang terdiri dari petugas Aviation Security (Avsec), petugas

C. Teknik Pengambilan Sampel dan Populasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi tersebut mencakup konteks riset, data dan sumber data, lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun tempat yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kantor Dinas Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini. Kegiatan penelitian dimulai dari

BAB III METODE PENELITIAN

(Studi kasus : Tenaga kerja non edukatif di Universitas Widyatama)

BAB III METODE PENELITIAN. ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 Juni karakteristik masalah berupa hubungan sebab-akibat antara dua variabel

fasilitas-fasilitas, meliputi: media pembelajaran, ruang kantor, tempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil populasi pada karyawan Hotel Nusantara Bandar

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dalam penelitian ini, untuk menguji apakah kuesioner yang digunakan valid dan reliabel, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mewakili obyek yang diamati, dan uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat diandalkan dan dapat dijadikan sebagai alat ukur, apabila pengukuran diulangi. Proses pengolahan data menggunakan komputer dengan program SPSS versi 20.0 5.1.1 Hasil Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaanpertanyaan yang diajukan dapat mewakili obyek yang diamati. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment dan hasilnya akan dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi r. Uji coba kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah butir pertanyaan dalam kuesioner memenuhi syarat sah atau valid secara konten maupun isi dari apa yang ingin diukur. Apakah kuesioner secara konten sudah mewakili obyek yang ingin diamati, dalam hal ini apakah secara konten butir-butir pertanyaannnya memang berkaitan dengan motivasi dan kepuasan sesuai dengan obyek yang ingin diamati sebagai dasar untuk dijadikan sebagai data utama penelitian. Sebagai data awal, kuesioner diberikan kepada 15 orang responden. Kuesioner yang disebarkan terdiri dari pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik responden dan pertanyaan tertutup mengenai aspek-aspek yang diamati, yang terdiri dari 57 pertanyaan. Setelah dilakukan uji validitas awal, didapat 48 pertanyaan yang valid dan terdapat pula 9 pertanyaan yang tidak valid karena r < 0.2, yaitu pertanyaan nomor 4,9,16,25,28,30,33,34, dan butir 54. 9 butir pertanyaan tersebut kemudian diperbaiki secara konten. Setelah butir-butir pertanyaan diperbaiki, kemudian dilakukan penyebaran kuesioner ke-2. Untuk menguji apakah butir-butir pertanyaan valid secara konten. Setelah data diperoleh dilakukan uji validitas yang kedua dan menghasilkan 2 butir pertanyaan yang

tidak valid yaitu butir 41 dan 46. Kemudian butir tersebut diperbaiki sehingga valid secara konten. 5.1.2 Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten bila alat ukur tersebut digunakan berulang kali, atau suatu uji yang menunjukkan sejauh mana pengukuran ini dapat memberikan hasil yang relatif tidak beda bila dilakukan pengulangan pengukuran terhadap subyek yang sama. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha atau Cronbach s Alpha. Tabel 12 Hasil uji reliabilitas Uji Validitas Cronbach s Alfa 1 0.879 2 0.939 Sumber : Hasil pengolahan data dengan SPSS 20.0 Dari hasil pengujian reliabilitas awal dengan Cronbach s Alpha untuk semua atribut yaitu r > 0.8, artinya kuesioner tersebut reliabel dengan nilai reliabilitas kuesioner yang tinggi karena berada pada range 0.8-1.0. Kemudian dilakukan uji reliabilitas ke dua dan menunjukan hasil yang lebih tinggi dari pengujian realibilitas awal yaitu sebesar 0.939. Hal ini membuktikan bahwa kuesioner yang disebarkan dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur dalam penelitian ini. 5.2 Karakteristik Responden Pada bagian ini akan diberikan gambaran umum mengenai responden. Responden adalah pegawai yang berada di Universitas Terbuka (UT) pada kantor pusat tahun 2012. Deskripsi karakteristik responden diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada pegawai di lingkungan UT. Karakteristik responden dilihat dari sisi jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan dan status pegawai.

i.karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 13 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Pria 101 52.6 Wanita 91 47.4 Total 192 100 Secara umum responden dalam penelitian ini yang berjenis kelamin pria berjumlah 101 orang atau sebesar 52.6% dan responden yang berjenis kelamin wanita berjumlah 91 orang atau sebesar 47.4%. Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin tersebut secara umum hampir seimbang sehingga penelitian ini sudah mewakili populasi dari proporsi jenis kelamin. ii.karakteristik Responden berdasarkan Usia Tabel 14 Karakteristik responden berdasarkan usia Usia Jumlah Persentase (%) 20-40 57 29.68 41-50 90 46.88 >50 45 23.44 Total 192 100 Responden dalam penelitian ini yang berusia 41-50 tahun memiliki persentase tertinggi yaitu sebanyak 90 orang atau sebesar 46.88% dibandingkan kelompok usia lainnya. Kemudian diikuti kelompok responden dengan usia 20-40 sebanyak 57 orang atau sebesar 29.68%. Setelah itu diikuti kelompok responden dengan usia >50 tahun sebanyak 45 orang atau sebesar 23.44%.

iii.karakteristik responden berdasarkan Masa Kerja Tabel 15 Karakteristik responden berdasarkan masa kerja Masa Kerja (thn) Jumlah Persentase (%) 0-5 8 4,17 6-10 35 18,23 11-15 36 18,75 >15 113 58,85 Total 192 100 Persentase responden terbesar adalah kelompok responden dengan masa kerja > 15 tahun yaitu sebanyak 113 orang atau sebesar 58,85%. Sedangkan persentase responden terendah adalah kelompok responden dengan masa kerja 0-5 tahun yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 4,17 %. Sedangkan kelompok responden dengan masa kerja 6-10 tahun sebanyak 35 orang atau sebesar 18.23%, dan untuk responden dengan masa kerja 11-15 tahun sebanyak 36 orang atau sebesar 18.75%. Berdasarkan deskripsi masa kerja dapat diketahui bahwa secara umum responden mampu menjawab kuesioner dan memberikan informasi yang sesuai dengan substansi penelitian karena telah memiliki pengalaman kerja yang cukup. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. iv.karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Tabel 16 Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Pendidikan Jumlah Persentase (%) SD-SMA 49 25.52 D3-S1 59 30.73 S2-S3 84 43.75 Total 192 100 Responden dengan tingkat pendidikan S2 dan S3 merupakan jumlah responden terbanyak dengan persentase sebesar 43.75%, diikuti responden dengan

latar belakang pendidikan D3-S1 sebesar 30.73%. kemudian responden dengan tingkat pendidikan SD-SMA sebesar 25.52%. v.karakteristik Responden berdasarkan Status Pegawai Tabel 17 Karakteristik responden berdasarkan status pegawai Status Pegawai Jumlah Persentase (%) Dosen 75 39,06 Administrasi 117 60,94 Total 192 100 Tabel 17 menunjukkan kelompok responden berdasarkan status pegawai, yaitu dosen dan staf administrasi. Persentase terbanyak adalah staf administrasi sebesar 60.94%. Sementara itu, 39.06% responden adalah dosen. Hal ini secara umum cukup mewakili populasi, dimana 37% pegawai UT adalah dosen dan 63% pegawai UT adalah staf Administrasi. 5.3 Analisis Crosstabs (Tabel Silang) Penelitian ini menggunakan analisis crosstabs, yaitu untuk mengetahui hubungan antara Karakteristik Responden (Faktor demografi), motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan pegawai di UT Pusat. Pada proses pengolahan data menggunakan program SPSS versi 20.0. Analisis Crosstabs ini dilakukan untuk membuktikan pendapat Herzberg yang menyatakan bahwa kepuasan kerja tidak tergantung pada faktor demografi (Schroder 2008). Walaupun dalam beberapa penelitian justru membuktikan hal sebaliknya dimana faktor demografi berhubungan dengan kepuasan kerja. Dan melalui analisis crosstabs inilah penulis ingin membuktikan apakah ada hubungan antara faktor demografi dengan kepuasan pegawai UT. Dari hasil analisis yang dilakukan, membuktikan bahwa faktor demografi tidak berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai. Baik itu Jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pegawai, usia maupun masa kerja tidak berhubungan

dengan kepuasan kerja. Sehingga kepuasan kerja dapat dirasakan siapa saja dengan sama tanpa dibatasi oleh faktor-faktor demografi. Ini sekaligus membuktikan pendapat Herzberg yang menyatakan bahwa kepuasan kerja tidak tergantung faktor demografi. 5.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs dapat diketahui bahwa sebaran jenis kelamin terbagi menjadi 2 yaitu pria dan wanita. Pada tabel 18 menunjukkan bahwa 4.7% pria memiliki persepsi sangat puas, 40.1% pria memiliki persepsi puas, 5.7% pria memiliki persepsi tidak tahu. Dan ada 1.6% pria memiliki persepsi tidak puas dan untuk pria yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan adalah sebesar 0.5%. Sementara itu, untuk kelompok jenis kelamin wanita, 4.2% wanita memiliki persepsi sangat puas, 35.4% wanita memiliki persepsi puas, 2.6% wanita memiliki persepsi tidak tahu, dan 5.2% wanita memiliki persepsi tidak puas. Untuk kelompok wanita, tidak ada responden yang menjawab sangat tidak puas. Tabel 18. Hubungan antara jenis kelamin dan kepuasan kerja pegawai Keterangan Kepuasan Pegawai (dalam %) STP TP TT P SP Total Pria 0,5 1,6 5,7 40,1 4,7 52,6 Wanita - 5,2 2,6 35,4 4,2 47,4 Total 0,5 6,8 8,3 75,5 8,9 100 Berdasarkan hasil analisis korelasi gamma pada tingkat kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja pegawai. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi gamma sebesar 0,697 atau probabilitas diatas 0,05 (0,697>0,05). Jadi kepuasan kerja pegawai tidak berhubungan dengan jenis kelamin. 5.3.2 Hubungan Antara Usia dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs dilihat dari usia yang dikelompokan ke dalam usia 20-40 tahun, 41-50 tahun dan usia >50 tahun. Untuk usia 20-40 tahun

menunjukkan bahwa 3.6% pegawai memiliki persepsi sangat puas, 22.4% pegawai memiliki persepsi puas, dan 3.1% pegawai memiliki persepsi tidak tahu. Untuk pegawai dengan kelompok usia 20-40 tahun yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 1% dan tidak ada pegawai dengan kelompok usia ini yang memiliki persepsi sangat tidak puas. Kelompok usia 41-50 tahun menunjukkan 2.6% pegawai memiliki persepsi sangat puas, 36.5% pegawai memiliki persepsi puas, 2,6% pegawai memiliki persepsi tidak tahu, dan 4.2% pegawai memiliki persepsi tidak puas. Sementara itu, kelompok pegawai yang berusia 41-50 tahun yang memiliki persepsi sangat tidak puas adalah sebesar 0.5%. Kelompok usia diatas 50 tahun menunjukkan bahwa ada 2.6% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas. Pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 16.7%, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.6%, pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 1.6%. Sementara itu untuk kelompok usia diatas 50 tahun tidak ada pegawai yang mempersepsikan rasa sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Tabel 19 Hubungan antara usia dan kepuasan kerja pegawai Usia (thn) Kepuasan Pegawai (dalam %) STP TP TT P SP Total 20-40 - 1.0 3.1 22,4 3.6 30.2 41-50 0,5 4,2 2,6 36,5 2,6 46,4 >50-1,6 2,6 16,7 2,6 23,4 Total 0,5 6,8 8,3 75,6 8,8 100 Selanjutnya hubungan antara usia dengan kepuasan kerja pegawai ditunjukkan oleh nilai signifikansi gamma sebesar 0,590 atau probabilitas diatas 0,05 (0,590>0,05). Artinya bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kepuasan kerja pegawai.

5.3.3 Hubungan antara Masa Kerja dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilihat dari sebaran masa kerja yang terbagi menjadi pegawai dengan masa kerja 0-5 tahun, 5-10 tahun, 11-15 tahun, dan pegawai dengan masa kerja diatas 16 tahun. Kelompok pegawai dengan masa kerja 0-5 tahun menunjukkan adanya pegawai yang memiliki persepsi sangat puas sebesar 0.5%, pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 2.6%, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 1% dan untuk pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 0.5%. untuk kelompok usia 0-5 tahun tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan masa kerja 5-10 tahun menunjukkan bahwa ada 2.1% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 12.5% pegawai yang memiliki persepsi puas. Untuk karyawan yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.1% dan ada sebesar 1% pegawai yang memiliki persepsi tidak puas. Dalam kelompok usia 5-10 tahun ini, tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan masa kerja 11-15 tahun menunjukkan bahwa ada 1.6% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 15.6% pegawai memiliki persepsi puas, 0.5% pegawai memiliki persepsi tidak tahu dan 1% pegawai memiliki persepsi tidak puas. Untuk kelompok usia 11-15 tahun ini, tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan masa kerja diatas 15 tahun menunjukkan bahwa terdapat 4.7% pegawai sangat puas, 44.8% pegawai memiliki persepsi puas, untuk pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 4.7% dan ada 0.5% pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas. Tabel 20 Hubungan antara masa kerja dan kepuasan kerja pegawai Masa Kerja (thn) Kepuasan Pegawai (dalam %) STP TP TT P SP Total 0-5 - 0,5 1,0 2,6 0,5 4,7 5-10 - 1,0 2,1 12,5 2,1 17,7 11-15 - 1,0 0,5 15,6 1,6 18,8 >15 0,5 4,2 4,7 44,8 4,7 58,9 Total 0,5 6,8 8,3 75,5 8,9 100

Kemudian hubungan antara masa kerja dan kepuasan kerja pegawai menunjukkan nilai signifikansi gamma sebesar 0,901 atau probabilitas diatas 0,05 (0,901 >0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama masa kerja pegawai dengan kepuasan pegawai. Sehingga kepuasan kerja pegawai tidak dipengaruhi oleh masa kerja. 5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilihat dari sebaran tingkat pendidikan yang terbagi menjadi pegawai dengan tingkat pendidikan SD-SMA, D3-S1, dan kelompok dengan tingkat pendidikan S2-S3. Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan SD-SMA menunjukkan adanya pegawai yang memiliki persepsi sangat puas sebesar 3.1%, pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 17.7%, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.6%. untuk kelompok pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 1,6% dan pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas sebesar 0.5%. Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan D3 menujukkan bahwa ada 0.5% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 0.5% pegawai puas, dan tidak ada pegawai dengan tingkat pendidikan D3 yang tidak tahu, tidak puas dan sangat tidak puas terhadap kepuasan kerja. Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan D3-S1menunjukkan bahwa terdapat 3.6% pegawai yang memiliki persepsi sangat puas, 21.9% pegawai yang memiliki persepsi puas, pegawai yang memiliki persepsi tidak tahu sebesar 2.1%, pegawai yang memiliki persepsi tidak puas sebesar 2.6%. dan tidak ada pegawai yang memiliki persepsi sangat tidak puas pada kelompok tingkat pendidikan D3- S1. Kelompok pegawai dengan tingkat pendidikan S2-S3 menunjukkan adanya pegawai yang memiliki persepsi sangat puas sebesar 2.1%, pegawai yang memiliki persepsi puas sebesar 35.9%, 3.6% pegawai memiliki persepsi tidak tahu dan 2.6% pegawai yang memiliki persepsi tidak puas. Untuk kelompok pegawai denga tingkat pendidikan S2-S3 tidak ada pegawai yang mempersepsikan sangat tidak puas.

Tabel 21 Hubungan antara tingkat pendidikan dan kepuasan kerja pegawai Kepuasan Pegawai (dalam %) Pendidikan STP TP TT P SP Total SD-SMA 0.5 1.6 2.6 17.7 3.1 25.5 D3-S1-2.6 2,1 21.9 3.6 30.3 S2-S3-2.6 3.6 35.9 2.1 44.2 Total 0,5 6,8 8,3 75,5 8,9 100 Hubungan antara tingkat pendidikan dan kepuasan kerja pegawai ditunjukkan oleh nilai signifikansi gamma sebesar 0,619 atau probabilitas di atas 0,05 (0,619 >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan pegawai dengan kepuasan kerja pegawai. 5.3.5 Hubungan antara Status Pegawai dan Kepuasan Kerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis crosstabs yang dilihat dari sebaran status pegawai terbagi menjadi staf administrasi dan staf edukatif (dosen). Staf administrasi menunjukkan bahwa terdapat 6.2% memiliki persepsi sangat puas, 44.3% pegawai memiliki persepsi puas, 6.2% pegawai memiliki persepsi tidak tahu, ada 3.6% pegawai yang memiliki persepsi tidak puas dan terdapat 0.5% staf administrasi yang mempersepsikan sangat tidak puas. Kemudian untuk status pegawai dosen terdapat 2.6% dosen yang memiliki persepsi sangat puas, 31.2% dosen menyatakan puas, 2.1% dosen yang memiliki persepsi tidak tahu, serta 3.1% dosen menyatakan tidak puas. Untuk pegawai dengan status dosen tidak menunjukan persepsi sangat tidak puas. Tabel 22 Hubungan antara status pegawai dan kepuasan kerja pegawai Status Pegawai Kepuasan Pegawai (dalam %) STP TP TT P SP Total Administrasi 0,5 3,6 6,2 44,3 6,2 60,9 Dosen 0,0 3,1 2,1 31,2 2,6 39,1 Total 0,5 6,8 8,3 75,5 8,9 100,0 Hubungan antara status pegawai dan kepuasan kerja pegawai menunjukkan nilai signifikansi gamma sebesar 0.999 atau probabilitas diatas 0,05 (0,999 >0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status pegawai

dengan kepuasan kerja pegawai. Artinya bahwa kepuasan kerja pegawai tidak dipengaruhi oleh status pegawai baik itu Dosen maupun Staf administrasi. 5.4 Hubungan Indikator Variabel Motivator Factors dan Hygiene Factors terhadap Kepuasan Kerja Pegawai 5.4.1 Hubungan Motivator Factors terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Variabel motivator factors terdiri dari indikator-indikator prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan untuk maju. Secara umum dari 7 indikator pada variabel motivator factors diketahui bahwa indikator tersebut memiliki hubungan yang berbeda-beda terhadap kepuasan kerja pegawai. Indikator pada variabel motivator factors yang memiliki hubungan yang paling kuat terhadap kepuasan kerja pegawai adalah kesempatan untuk maju. Hubungan antara indikator kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.766 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar kesempatan untuk maju diperoleh oleh pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Kesempatan untuk maju yang diberikan dapat berupa pengembangan SDM dan jenjang karir yang jelas dengan beberapa indikasi yaitu instansi memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualifikasi pegawai melalui pendidikan dan pelatihan secara terstruktur dan terencana dengan baik, pendidikan dan pelatihan yang diberikan sesuai dengan bidang pekerjaan, instansi memberikan kesempatan pegawai untuk mengikuti kursus-kursus yang menunjang tugas pekerjaannya, dan instansi memberikan segala fasilitas yang diperlukan untuk pengembangan karir pegawai. Hubungan antara indikator pretasi dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.722 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator prestasi dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar prestasi yang akan dicapai oleh pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Penetapan Prestasi

yang harus dicapai oleh pegawai dapat berupa pencapaian hasil kerja, pencapaian target instansi, dan peluang promosi dengan beberapa indikasi diantaranya pegawai memiliki niat untuk berusaha bekerja dengan baik demi kemajuan Intansi, prestasi kerja yang telah dicapai sejalan dengan kebutuhan organisasi, adanya kesempatan untuk dapat dipromosikan dalam bekerja, evaluasi kinerja dalam rangka untuk meningkatkan kinerja pegawai diikuti dengan adanya tunjangan kinerja yang diberikan dan sesuai, prestasi kerja yang baik menghasilkan adanya promosi jabatan pada pegawai serta adanya kesempatan untuk peningkatan karier atau untuk dipromosikan bagi pegawai yang berprestasi baik. Hubungan antara indikator penghargaan dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0. 621 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator penghargaan dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar penghargaan yang diberikan kepada pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Penghargaan yang diberikan kepada pegawai dapat berupa penghargaan instansi, penghargaan dari atasan, perhatian dari rekan kerja, pendapat/keluhan dan sistem promosi jabatan seperti pemberian penghargaan bagi pegawai yang berprestasi, tunjangan kinerja, atasan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menyampaikan ide atau gagasan, adanya penghargaan yang diberikan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dalam sebuah tim, sistem promosi di intansi berjalan dengan baik sehingga mendorong pegawai terbaik untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. kemudian indikator variabel motivator factors yang memiliki hubungan yang kuat keempat adalah indikator pekerjaan itu sendiri.hubungan antara indikator pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.596 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar kemudahan atas pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai itu sendiri maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh

pegawai dalam bekerja. Penghargaan yang diberikan kepada pegawai dapat berupa rutinitas tugas-tugas, keterampilan dan keahlian yang dimiliki, pembagian kerja/beban kerja sesuai tupoksi dan karakteristik pekerjaan dengan seperti pegawai menyukai pekerjaan yang tengah dilakukan saat ini, setiap tugas yang diberikan dapat dilakukan dengan baik oleh pegawai dan menimbulkan rasa puas, pegawai selalu melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, tugas pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai saat ini sesuai dengan keahlian dan pengalaman pegawai yang bersangkutan, pegawai tidak mengalami kesulitan di setiap pekerjaannya dan pegawai memahami dengan baik deskripsi masingmasing pekerjaannya. Selanjutnya indikator variabel motivator factors yang memiliki hubungan yang kuat kelima adalah indikator Pengembangan.Hubungan antara indikator pengembangan dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.588 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator pengembangan dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar pengembangan yang dilakukan oleh instansi maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Pengembangan pegawai dapat berupa kesempatan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, dan kesempatan mengembangkan karir dengan beberapa indikasi yaitu pimpinan mengoptimalkan pemberdayaan bawahannya dengan memberikan perluasan tanggung jawab yang berguna bagi pengembangan karir pegawai, menumbuhkan tanggung jawab pribadi dengan memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk mempelajari hal-hal baru yang berguna bagi pengembangan karir pegawai tersebut, pegawai akan maju dan berhasil dalam pekerjaan jika pegawai tersebut mau berupaya mengembangkan dirinya masing-masing. Hubungan antara indikator keterlibatan dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.488 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator keterlibatan dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar keterlibatan pegawai dalam bekerja maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Keterlibatan

pegawai dapat berupa keterlibatan dalam organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dengan beberapa indikasi sebagai yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai memungkinkan pegawai tersebut terlibat dengan lembaga-lembaga, pribadi-pribadi maupun para professional, pekerjaan diberikan kepada pegawai memberikan peluang untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang menunjang keahlian dan karir pegawai tersebut, atasan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan. Hubungan antara indikator tanggung jawab dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.395 dan p-value sebesar 0.004. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator tanggung jawab dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin besar tanggung jawab yang diberikan kepada pegawai dalam bekerja maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Tanggung Jawab pegawai dapat berupa besarnya tanggung jawab dan kesediaan bertanggung jawab dengan beberapa indikasi sebagai berikut : manajemen mengontrol seluruh kegiatan, sehingga tanpa persetujuan manajemen kegiatan yang dianggap bermanfaat bagi kepentingan instansi sekalipun tidak akan dapat dilaksanakan, manajemen mendorong pegawai untuk berkreatifitas dan berinovasi, manajemen mendorong setiap pegawai untuk berinisiatif dalam melakukan pekerjaan yang dianggap penting dan pegawai turut berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaannya. Tabel 23 Hubungan indikator variabel motivator factors terhadap kepuasan kerja pegawai Variabel Keterangan Korelasi Sig. Motivator Kesempatan untuk Maju 0.766 0.000 Prestasi 0.722 0.000 Penghargaan 0.621 0.000 Pekerjaan itu Sendiri 0.596 0.000 Pengembangan 0.588 0.000 Keterlibatan 0.488 0.000 Tanggung Jawab 0.395 0.004

5.4.2 Hubungan Hygiene Factors terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Variabel hygiene factors terdiri dari Gaji, Kebijakan dan Administrasi Instansi, Supervisi, Hubungan Interpersonal, Kondisi Kerja dan Supervisi. Secara umum dari 5 indikatorpada variabel hygiene factors diketahui bahwa indikator tersebut memiliki hubungan yang berbeda-beda terhadap kepuasan kerja pegawai.indikator pada variabel hygiene factors yang memiliki hubungan yang paling kuat terhadap kepuasan kerja pegawai adalah Supervisi. Hubungan antara indikator gaji dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.554 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator gaji dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin adil dan sesuai gaji yang diperoleh oleh pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Gaji yang diberikan dapat berupa besarnya gaji dan tunjangan, kesesuaian dengan hasil kerja, dan kesesuaian dengan yang diterima rekan kerja seperti penghasilan yang diterima sesuai dengan pekerjaan yang pegawai lakukan, tunjangan kinerja yang terima dirasakan adil sesuai dengan kinerja, penghasilan yang diberikan oleh instansi dirasakan cukup oleh pegawai. Hubungan antara indikator kebijakan administrasi dan instansi dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.531 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator kebijakan administrasi dan instansi dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin jelas kebijakan administrasi dan instansi maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Kebijakan administrasi dan instansi dapat berupa Kebijakan-kebijakan instansi, Peraturan-peraturan instansi, dan prosedurprosedur administrasi seperti instansi mendefinisikan setiap pekerjaan dengan jelas dan terstruktur logis, sehingga pegawai dapat memahami, tugas, tanggung jawab serta hak pegawai dengan baik, adanya Standar Operation Procedure (SOP) yang menjadi acuan bersama dalam melaksanakan pekerjaan, produktivitas pegawai diorganisasikan dan direncanakan dengan baik. Dan setiap pegawai

mengetahui dengan jelas tentang pihak yang memiliki kewenangan formal untuk mengambil keputusan. Selanjutnya indikator variabel hygiene factors yang memiliki hubungan terhadap kepuasan kerja pegawai adalah hubungan interpersonal. Hubungan antara indikator hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.477 dan p-value sebesar 0.007. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin baik hubungan interpersonal yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Hubungan interpersonal dapat berupa hubungan dengan rekan kerja dan hubungan dengan atasan. Selanjutnya indikator variabel hygiene factors yang memiliki hubungan yang kuat keempat adalah kondisi kerja. Hubungan antara indikator kondisi kerja dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.465 dan p-value sebesar 0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator kondisi kerja dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin baik kondisi kerja pegawai maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Kondisi kerja pegawai dapat berupa kenyamanan ruang kerja, suasana kerja, kelengkapan fasilitas kerja dan kelengkapan fasilitas umum. Selanjutnya variabel hygiene factors yang memiliki hubungan terhadap kepuasan kerja pegawai adalah Supervisi. Hubungan antara indikator supervisi dengan kepuasan kerja pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.461 dan p-value sebesar 0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 antara indikator supervisi dengan kepuasan kerja pegawai. Hubungan ini memiliki makna bahwa semakin sering supervise yang dilakukan maka akan semakin besar kepuasan yang dirasakan oleh pegawai dalam bekerja. Supervisi dapat berupa intensitas pengawasan, pendampingan tugas, dan pengaruh pengawasan.

Tabel 24 Hubungan indikator variabel hygiene factors terhadap kepuasan kerja pegawai Variabel Keterangan Korelasi Sig. Hygiene Gaji 0.554 0.000 Kebijakan dan adm. instansi 0.531 0.000 Hubungan Interpersonal 0.477 0.007 Kondisi Kerja 0.465 0.002 Supervisi 0.461 0.002 5.4.3 Hubungan Motivator Factors dan Hygiene Factors Terhadap Kepuasan Kerja Dosen Berdasarkan hasil uji korelasi Gamma terhadap hubungan antara motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan kerja Dosen akan diuraikan berikut ini. Hubungan antara penghargaan dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.843 dan p-value sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja dosen, dengan hubungan yang mendekati kuat. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar penghargaan yang diberikan baik itu dalam hal prestasi, tunjangan kinerja, pengakuan teman sekerja atas hasil kerja yang dilakukan, kesempatan yang diberikan atasan dalam penyampaian ide/gagasan dan sistem promosi, maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara keterlibatan dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.741 dan p-value sebesar 0.013. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kepuasan kerja dosen, dengan hubungan yang mendekati kuat. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar keterlibatan dosen dalam bekerja, yang meliputi keterlibatan dosen dalam kegiatan yang menunjang keahlian dan karir pegawai, maupun keterlibatan

dosen daengan lembaga/pribadi-pribadi diluar organisasi/ut, maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara prestasi dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.670 dan p-value sebesar 0.003. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar prestasi kerja dosen seperti pengakuan prestasi berupa promosi jabatan, pengakuan atas prestasi dengan kesesuaian tunjangan kinerja yang diberikan, kesempatan untuk dapat dipromosikan maupun pencapaian prestasi yang dirasa sejalan dengan kebutuhan organisasi, maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara tanggung jawab dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.564 dan p-value sebesar 0.026. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara tanggung jawab dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar tanggung jawab pegawai maka pegawai akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan pegawai memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.553 dan p-value sebesar 0.016. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar dosen menyukai pekerjaannya, dapat mengatasi kesulitannya dalam bekerja dan dapat memahami deskripsi pekerjaan dengan baik maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara pengembangan dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.422 dan p-value sebesar 0.108. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara pengembangan dan kepuasan kerja dosen (p-value > 0.05). Hubungan antara kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.290 dan p-value sebesar 0.329. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kesempatan untuk maju dan kepuasan kerja dosen (p-value > 0.05). Sementara itu, hubungan antara hygiene factors dan kepuasan kerja dosen baik itu dalam faktor gaji, kebijakan dan administrasi instansi, supervisi, hubungan interpersonal dan kondisi kerja memiliki hubungan yang positif dan nyata terhadap kepuasan kerja dosen. Hubungan antara gaji dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.743 dan p-value sebesar 0.002. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja dosen, dengan hubungan yang mendekati kuat. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin adil dan sesuai gaji/penghasilan yang diterima dosen maka pegawai akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara supervisi dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.743 dan p-value sebesar 0.160. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara supervisi dan kepuasan kerja dosen (p-value > 0.05). Hubungan antara kebijakan dan administrasi instansi dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.653 dan p-value sebesar 0.006. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara kebijakan dan administrasi instansi dengan kepuasan pegawai. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin jelas kebijakan dan administrasi instansi diberikan maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.553 dan p-value sebesar 0.026. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin nyaman kondisi kerja yang didapatkan maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja dosen memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.426 dan p-value sebesar 0.083. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja dosen. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin hubungan terjalin dengan baik antara atasan dan rekan kerja maka dosen akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Tabel 25 Hubungan motivator factors dan hygiene factors Terhadap kepuasan kerja Dosen Variabel Keterangan Korelasi Sig. Motivator Factors Penghargaan 0.843 0.000 Keterlibatan 0.741 0.013 Prestasi 0.670 0.003 Tanggung Jawab 0.564 0.026 Pekerjaan itu sendiri 0.553 0.016 Pengembangan 0.422 0.108 Kesempatan untuk Maju 0.290 0.329 Hygiene Factors Gaji 0.743 0.002 Supervisi 0.428 0.160 Kebijakan dan Administrasi 0.006 instansi 0.653 Kondisi Kerja 0.553 0.026 Hub. Interpersonal 0.426 0.083 5.4.4 Hubungan Motivator Factors dan Hygiene Factros terhadap Kepuasan kerja Staf Administrasi Berdasarkan hasil uji korelasi Gamma terhadap hubungan antara motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan kerja staf administrasi akan diuraikan berikut ini. Hubungan antara pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.597 dan p-value sebesar 0.001. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar staf administrasi menyukai pekerjaannya, dapat mengatasi kesulitannya dalam bekerja dan dapat memahami deskripsi pekerjaan dengan baik maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula.

Hubungan antara keterlibatan dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.499 dan p-value sebesar 0.020. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar keterlibatan staf administrasi dalam bekerja, yang meliputi keterlibatan staf administrasi dalam kegiatan yang menunjang keahlian dan karir, maupun keterlibatan staf administrasi daengan lembaga/pribadi-pribadi diluar organisasi/ut, maka kerja staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula Hubungan antara tanggung jawab dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.494 dan p-value sebesar 0.016. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara keterlibatan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar tanggung jawab kerja staf administrasi maka kerja staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.493 dan p-value sebesar 0.006. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara kesempatan untuk maju dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar kesempatan yang diberikan UT untuk kemajuan kerja staf administrasi maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara penghargaan dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.381 dan p-value sebesar 0.051. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara penghargaan dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar penghargaan yang diberikan baik itu dalam hal prestasi, tunjangan kinerja, pengakuan teman sekerja atas hasil kerja yang dilakukan, kesempatan yang diberikan atasan dalam penyampaian ide/gagasan dan sistem promosi, maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula.

Hubungan antara prestasi dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.308 dan p-value sebesar 0.042. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara prestasi dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin besar prestasi kerja staf administrasi seperti pengakuan prestasi berupa promosi jabatan, pengakuan atas prestasi dengan kesesuaian tunjangan kinerja yang diberikan, kesempatan untuk dapat dipromosikan maupun pencapaian prestasi yang dirasa sejalan dengan kebutuhan organisasi, maka kerja staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula Hubungan antara pengembangan dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.292 dan p-value sebesar 0.120. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara pengembangan dan kepuasan kerja staf administrasi (p-value > 0.05). Hubungan antara hygiene factors dan kepuasan kerja staf administrasi baik itu dalam faktor hubungan interpersonal, gaji dan kondisi kerja memiliki hubungan yang positif dan nyata terhadap kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.512 dan p-value sebesar 0.001. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin baik hubungan interpersonal yang terjalin diantara staf administrasi, maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara gaji dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.411 dan p-value sebesar 0.034. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (p-value < 0.05) antara gaji dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin adil dan sesuai gaji/penghasilan yang diterima staf administrasi, maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula.

Hubungan antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.317 dan p-value sebesar 0.070. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif dan nyata pada taraf α = 0.05 (pvalue < 0.05) antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja staf administrasi. Hubungan yang nyata dan positif menunjukkan bahwa semakin baik kondisi kerja yang tercipta maka staf administrasi akan merasakan kepuasan kerja yang semakin besar pula. Hubungan antara supervisi dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.313 dan p-value sebesar 0.115. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara supervisi dan kepuasan kerja staf administrasi (p-value > 0.05). Hubungan antara kebijakan dan administrasi instansi dengan kepuasan kerja staf administrasi memiliki nilai korelasi gamma sebesar 0.263 dan p-value sebesar 0.216. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kebijakan dan administrasi instansi dan kepuasan kerja staf administrasi (p-value > 0.05). Tabel 26 Hubungan motivator factors dan hygiene factors terhadap kepuasan kerja staf administrasi VARIABEL Keterangan Korelasi Sig. Motivator Factors Pekerjaan itu sendiri 0.597 0.001 Keterlibatan 0.499 0.020 Tanggung jawab 0.494 0.016 Kesempatan untuk Maju 0.493 0.006 Penghargaan 0.381 0.051 Prestasi 0.308 0.042 Pengembangan 0.292 0.120 Hygiene Factors Hubungan Interpersonal 0.512 0.001 Gaji 0.411 0.034 Kondisi Kerja 0.317 0.070 Supervisi 0.313 0.115 Kebijakan administrasi dan instansi 0.263 0.216

5.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Dari hasil Regresi dengan menggunakan program SPSS, maka didapatkan koefisien Regresi yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 27 Hasil analisis regresi linier berganda Variabel Koefisien Sig. Motivator Factors 0,535 0,000 Hygiene Factors 0,209 0,006 F 74,370 0,000 R 2 0,806 Berdasarkan pada tabel diatas maka didapatkan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 0,535X 1 + 0.209X 2 Persamaan model di atas menunjukkan bahwa kepuasan pegawai dipengaruhi oleh dua variabel. Nilai 0,535 pada variabel motivator factor (X 1 ) dan nilai 0,209 pada Variabel hygiene factor (X 2 ) adalah bernilai positif sehingga dapat dikatakan bahwa secara parsial semakin tinggi motivator factor dan hygiene factors yang ada pada pegawai UT, maka akan semakin tinggi pula kepuasan kerja pegawai tersebut. Koefisien variabel motivator factors adalah sebesar 0.535 yang sangat nyata pada taraf α = 0.000, yang berarti bahwa semakin tinggi motivator factors pegawai maka kepuasan pegawai akan semakin tinggi. Sedangkan koefisien variabel hygiene factors adalah sebesar 0.209 yang sangat nyata pada taraf α = 0.006, yang berarti bahwa semakin tinggi hygiene factors pegawai, maka kepuasan akan semakin tinggi. Koefisien Determinasi (R²) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang sempurna atau tidak, yang ditunjukkan pada apakah perubahan variabel independen motivator factor (X 1 ), hygiene factor (X 2 ) akan diikuti oleh variabel dependen kepuasan pegawai (Y) pada proporsi yang sama. Pengujian ini dengan melihat nilai R Square (R 2 ). Nilai koefisien Determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1. R = 0,898, mendekati 1, artinya model berkorelasi kuat dan

menunjukkan hubungan searah antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan R 2 = 0,806 atau 80,6 %, model tersebut mendekati 100% artinya variabel independen secara bersama-sama menjelaskan perilaku variabel dependen sebesar sebesar 80,6 %. Berarti ada 19,4% informasi yang dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model yang sebenarnya mempengaruhi variabel dependen. F hitung sebesar 74.370 > F tabel 3.05 yang sangat nyata pada taraf α = 0.000 menunjukkan bahwa variabel-variabel independen motivator factor (X 1 ) dan hygiene factors (X 2 ) secara simultan atau bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan mempengaruhi variabel dependen kepuasan pegawai (Y). 5.6 Dampak Kepuasan Kerja pada Kinerja Pegawai Secara umum beberapa dampak kepuasan kerja pegawai terhadap kinerja adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan produktivitas kerja untuk kemajuan UT. Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Dengan kata lain bahwa produktivitas mengarah kepada pencapaian hasil kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu, serta membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Hasil kerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi. Kecakapan tanpa motivasi atau motivasi tanpa kecakapan sulit untuk mendapatkan output yang tinggi. Sehingga untuk menghasilkan karyawan yang memiliki kecakapan dalam bekerja sehingga menghasilkan produktivitas kerja yang baik diperlukan perwujudan motivasi kerja yang baik juga. Karena motivasi kerja yang baik akan menimbulkan kepuasan kerja, dan jika kepuasan kerja sudah terbangun maka pegawai dengan sendirinya akan meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Secara umum pegawai UT akan meningkatkan produktivitas kerjanya untuk kemajuan UT apabila pegawai tersebut merasakan kepuasan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut

diketahui bahwa terdapat 24% pegawai menyatakan sangat setuju, 71% pegawai menyatakan setuju, 4% pegawai menyatakan tidak tahu dan 1% pegawai yang menyatakan tidak setuju. Organisasi yang mempunyai lebih banyak karyawan yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada organisasi-organisasi yang lebih sedikit memiliki pegawai yang puas. Karena kepuasan kerja sudah terbangun di UT maka pegawai-pegawai UT memiliki produktivitas kerja yang tinggi dengan terlihat dari prestasi-prestasi yang diraih selama ini. Gambar 3 Tindakan peningkatan produktivitas kerja 2. Selalu hadir, dan menghindari absensi. Kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting dalam MSDM karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma yang berlaku dalam organisasi. Kedisiplinan dapat dicapai dengan kesadaran dan kesediaan pegawai untuk melakukan kedisiplinan itu. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi karyawan akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan tetapi dengan inisiatif sendiri. Kesediaan adalah suatu

sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak. Untuk menumbuhkan kedisiplinan dalam hal absensi, maka kesadaran dan kesediaan pribadi pegawai harus dibangkitkan. Salah satu cara membangkitkannya adalah melalui motivasi. Motivasi yang sudah terbentuk dengan baik akan melahirkan rasa puas dalam diri pegawai. Dengan kepuasan yang sudah tercipta dalam diri pegawai itulah yang akan membangunkan kesadaran dan kesediaan karyawan untuk disiplin, dalam hal ini disiplin dalam absensi/kehadiran pegawai UT. Secara umum pegawai UT akan selalu hadir dan menghindari absensi jika pegawai tersebut merasakan kepuasan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini, diketahui bahwa terdapat 28% pegawai menyatakan sangat setuju, 64% pegawai menyatakan setuju, 5% pegawai menyatakan tidak tahu dan 3% pegawai yang menyatakan tidak setuju. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa para pegawai dengan skor kepuasan tinggi akan mempunyai angka kehadiran lebih tinggi daripada pegawai yang mempunyai level kepuasan lebih rendah, sehingga sudah sewajarnya pegawai UT memiliki disiplin yang tinggi dalam hal absensi karena kepuasan karyawannya sudah terbentuk sehingga dengan kesadaran dan kesediaan pribadi dengan sendirinya mau melakukannya. Gambar 4 Tindakan selalu hadir dan menghindari absensi

3. Tidak akan mengundurkan diri dan tetap menjadi karyawan UT sampai masa kerja berakhir. Loyalitas dapat diartikan dengan kesetiaan, pengabdian dan kepercayaan yang diberikan atau ditujukan kepada seseorang atau lembaga, yang didalamnya terdapat rasa cinta dan tanggung jawab untuk berusaha memberikan pelayanan dan perilaku yang terbaik. Loyalitas adalah proses dimana seseorang pegawai mengambil keputusan pasti untuk tidak keluar dari perusahaan apabila tidak membuat kesalahan yang ekstrim. Loyalitas kerja tidak terbentuk begitu saja, loyalitas kerja akan tercipta apa bila pegawai merasa tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dari pekerjaannya, sehingga meraka betah bekerja dalam suatu perusahaan. Ada faktor-faktor yang terdapat didalamnya yang mewujudkan loyalitas kerja. Salah satu faktor yang mendorong pegawai memiliki loyalitas terhadap UT adalah kepuasan kerja yang sudah dirasakan dan terbentuk dalam diri pegawai akibat dari faktor-faktor motivasi yang sudah terbangun baik itu dalam hal motivator factors yaitu prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan, dan kesempatan untuk maju bagi pegawai, maupun dalam hal hygiene factors yaitu gaji atau penghasilan yang diberikan, kebijakan dan administrasi instansi, supervisi, hubungan interpersonal dan kondisi kerja yang nyaman. Kepuasan kerja yang telah mereka rasakan sehingga pegawai terdorong untuk tidak akan mengundurkan diri dan tetap menjadi pegawai UT sampai masa kerja berakhir. Hal ini memberikan efek positif terhadap UT, tanpa disadari, dari kepuasan kerja yang dirasakan pegawai maka UT sedang menciptakan pegawai yang memiliki loyalitas baik dan akan melakukan apapun untuk kemajuan UT kedepan. Pegawai yang memiliki loyalitas yang tinggi akan memiliki sikap untuk mau dan mudah bekerja sama demi kemajuan organisasi, adanya rasa ikut memiliki terhadap organisasi akan membuat pegawai memiliki sikap ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan organisasi/instansi. Selain itu, pegawai yang loyal akan mempunyai sikap fleksibel kearah hubungan pribadi/sesama rekan kerja dan suka akan pekerjaan.

Untuk dapat terus menjaga produktivitas, tingkat kehadiran yang tinggi dan loyalitas pegawai UT, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu : 1) menjaga hubungan yang erat antar pegawai, 2) saling keterbukaan dalam hubungan kerja, 3) saling pengertian antara pimpinan dan pegawai, 4) memperlakukan pegawai tidak sebagai buruh, tetapi sebagai rekan kerja, 5) pimpinan berusaha menyelami pribadi pegawai secara kekeluargaan, 6) serta rekreasi bersama seluruh anggota pegawai diharapkan dapat terus memupuk loyalitas. selain itu, perhatian terhadap karir individual dalam perencanaan karir yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja baik tertib dan benar serta pemberian upah akan dapat meningkatkan loyalitas karya pada organisasi dimana mereka bekerja, memuji kemajuan, kenaikan upah, promosi jabatan, memeberitahukan kepada pegawai tentang apa yang terjadi pada perusahaan, membiarkannya mengerti bagaimana bekerja dengan baik serta mau mendengarkan keluhan para pegawai. Dapat menjadi cara yang efektif membangun kinerja yang unggul. Secara umum pegawai UT akan loyalitas yang tinggi terhadap instansi jika pegawai tersebut merasakan kepuasan. Tindakan loyalitas tersebut tidak akan mengundurkan diri dan tetap menjadi pegawai UT sampai masa kerja berakhir. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut diketahui bahwa terdapat 27% pegawai menyatakan sangat setuju, 59% pegawai menyatakan setuju, 11 % pegawai menyatakan tidak tahu dan 3% pegawai yang menyatakan tidak setuju. Gambar 5 Loyalitas pegawai UT

5.7 Sikap Pegawai terhadap Ketidakpuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Tetapi akan sebaliknya, bila banyak aspek yang tidak sesuai dengan keinginan pegawai, maka semakin tinggi tingkat ketidakpuasan yang dirasakan pegawai. Ada banyak sikap yang akan ditunjukkan bila pegawai merasakan ketidakpuasan, diantaranya yaitu : 1. Mencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri dari instansi 2. Secara aktif akan memperbaiki kondisi berupa memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan sebagainya 3. Optimis menunggu perbaikan kondisi dan mempercayai instansi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar. 4. Akan absen selama keadaan instansi belum berubah Secara umum beberapa tindakan yang akan dilakukan pegawai bila mereka merasakan ketidakpuasan dalam bekerja, diantaranya 56% pegawai menyatakan akan berusaha untuk memperbaiki kondisi yang ada, 26% pegawai menyatakan akan menunggu perbaikan, 13% pegawai menyatakan tidak tahu, 5% pegawai menyatakan absen dan tidak ada satupun pegawai yang menyatakan akan mengundurkan diri. Gambar 6 Sikap pegawai terhadap ketidakpuasan kerja