30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA PMUK AKSELERASI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BUPATI PAKPAK BHARAT

46 VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 03 TAHUN 2013 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program. Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E)

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 30 TAHUN 2007

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

I. PENDAHULUAN. bekerja di sektor pertanian. Di sektor tersebut dikembangkan sebagai sumber mata

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dalam kajian ini, pengkaji meninjau 2 (dua) program pengembangan masyarakat yang telah dan sedang dilaksanakan di daerah penelitian yaitu : Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Tebu dan Kegiatan Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu. 5.1. PROGRAM AKSELERASI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU Merosotnya produksi gula nasional ditengarai diakibatkan oleh menurunnya mutu genetik varietas tebu yang ditanam, hal ini disebabkan tanaman telah mengalami degradasi dan tanaman ratoon ada yang mengalami keprasan berulangkali bahkan ada yang sampai 10 kali lebih. Penurunan produktifitas ini merupakan konsekuensi logis akibat merosotnya kualitas budidaya pada areal bertahan maupun areal baru pada lahan kering. Dalam beberapa tahun terakhir modal kerja berupa kredit program untuk membantu petani dalam pembiayaan usaha, disamping jumlahnya tidak memadai juga penyalurannya selalu terlambat. Kondisi ini diikuti pula oleh berbagai kebijakan yang kurang mendukung seperti kebijakan tata niaga gula yang berpengaruh terhadap merosotnya harga gula. Hal ini, berakibat menurunnya gairah petani untuk menanam tebu, karena dipandang tidak mampu lagi memberi keuntungan secara ekonomi. Menyadari hal tersebut pemerintah melalui Depatemen Pertanian kemudian mencanangkan kebijakan Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasional tahun 2002-2007 yang diwujudkan dalam Proyek Pengembangan Tebu sejak Tahun 2003. Dengan sasaran akhir produksi pada tahun 2007 mencapai 3 juta ton kristal dan diharapkan pada tahun 2009 akan dicapai swa sembada gula. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pemerintah memberikan dukungan biaya melalui dana APBN, yang disalurkan dalam bentuk Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dengan model guliran untuk membantu merehabilitasi tanaman tebu serta pada waktunya mampu memupuk modal usaha dan membangun lembaga usaha milik petani yang kokoh. Penguatan modal tersebut diberikan dalam bentuk dana tunai yang diterima dan dikelola

31 secara langsung oleh kelompok sasaran untuk usaha tani dan wajib dikembalikan dan digulirkan di dalam kelompok sasaran dengan jangka waktu dan tingkat bunga sesuai aturan yang ditetapkan untuk keberlanjutan usaha. 5.1.1. Maksud dan Tujuan Pada dasarnya program ini adalah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk membantu petani dalam merehabilitasi tanaman tebu, sehingga petani dapat mengelola usahanya secara berkelanjutan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani tebu itu sendiri. Dalam pelaksanaan program ini pendekatan yang dilakukan yaitu melalui pendekatan usaha kelompok. Hal ini terutama dimaksudkan untuk : a. Memperkuat kapasitas usaha kelompok, yang dikelola sesuai kaidah bisnis, terutama dalam skala usaha, sehingga dituntut adanya manajemen usaha serta pembinaan aparat yang dilakukan secara profesional. Berkembangnya usaha kelompok penerima PUMK ini diharapkan mampu menstimulasi dan menggerakkan perkembangan kelompok usaha lain yang ada disekitarnya. b. Merangsang penerapan dan pengembangan pola PUMK dengan sumber pembiayaan daerah (APBD, sumber dana lainnya). Penerapan anggaran pola penguatan modal usaha kelompok (PMUK) ini bertujuan untuk : a. Menumbuhkan usaha kelompok tani, petani tebu rakyat dibidang usaha bibit, saprodi dan jasa (pembongkaran ratoon, jasa pengairan dsb.) yang mampu menjadi perusahaan petani tebu. b. Memberdayakan kelompok usaha untuk mengakses sumber permodalan komersial, pupuk, teknologi dan pasar yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha berbasis tebu. c. Meningkatkan kualitas sumberdaya petani tebu dalam mengelola usaha agribisnis berbasis tebu. d. Mendorong terbentuknya lembaga ekonomi mikro. 5.1.2. Sasaran Sasaran yang diharapkan dari pemanfaatan anggaran melalui penguatan modal usaha kelompok (PMUK) ini adalah :

32 a. Berkembangnya usaha petani tebu melalui peningkatan sumberdaya petani tebu dan dukungan penguatan modal, sehingga usaha tersebut mampu berkembang menjadi perusahaan petani tebu yang dikelola dengan manajemen usaha yang lebih profesional. b. Terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis tebu di kawasan pabrik gula secara lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan. c. Meningkatnya daya saing produksi gula petani melalui peningkatan produksi dan produktifitas usaha yang didukung oleh usaha jasa lainnya, serta berkembangnya upaya pengembangan produk (product development). d. Tersosialisasinya pembangunan lembaga ekonomi mikro. 5.1.3. Pendekatan Sebagai wujud pemberdayaan petani tebu yang pada umumnya memiliki karakteristik dan dihadapkan pada kendala ; skala usaha yang relatif kecil, keterbatasan permodalan, dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia maka pendekatan pemberdayaan yang digunakan yaitu : a. Pengembangan usaha dilaksanakan dalam manajemen kelompok untuk peningkatan efisiensi, usaha, memperlancar pengadaan sarana produksi serta meningkatkan posisi tawar petani terhadap mitra usahanya, dalam hal ini yaitu Pabrik Gula. b. Pengembangan usaha kelompok dilaksanakan dengan memenuhi kaidahkaidah bisnis sehingga mampu beroperasi secara mandiri terutama dalam membiayai manajemen usahanya. c. Pengembangan manajemen usaha kelompok sasaran dilakukan secara profesional dengan partisipasi aktif para anggota. d. Pemanfaatan fasilitasi modal kepada kelompok sasaran, motor penggeraknya adalah kerjasama yang harmonis antar anggota kelompok sasaran itu sendiri. 5.1.4. Sumber Dana dan Penyelenggara Dana PMUK Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor : 32/Permentan/KU.510/7/2006 dalam Bab I Pasal 1 (1) disebutkan bahwa, Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok selanjutnya disebut Dana bergulir adalah dana APBN yang disalurkan dalam mendukung penguatan modal usaha kelompok dalam kegiatan agribisnis berbasis komoditas tebu. Pengelola dana

33 PMUK sebagaimana dijelaskan pada Bab II Pasal 5, yaitu Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder, dalam hal ini yaitu koperasi petani tebu rakyat. Pelaksanaan anggaran ini dilakukan oleh Pemerintah provinsi melalui azas dekonsentrasi. Penyelenggaraan program ini dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan, dan untuk efektifitas dalam penyelenggaraannya dibentuk Satuan Kerja/Tim Teknis Pengembangan Tebu Rakyat di Tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota dengan Surat Keputusan Gubernur atau Bupati/ Walikotamadya. 5.1.5. Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Penyaluran Dana Bergulir Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Penyaluran Dana Bergulir dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pengajuan pemanfaatan Dana bergulir disampaikan oleh Koperasi kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota untuk diverifikasi. Selanjutnya hasil ferifikasi Tim Teknis Kabupaten/Kota direkomendasikan kepada Satuan Kerja /Tim Teknis Provinsi. Hasil rekomendasi disampaikan ke Bank untuk pencairan dana bergulir sesuai dengan Rencana Usulan Kegiatan dengan tembusan Pabrik Gula. b. Pencairan dana dari Bank pada rekening giro Triple Account atas persetujuan Petugas Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota, Tim Teknis Pabrik Gula dan Ketua Koperasi Primer. c. Penyaluran Dana bergulir dilakukan oleh koperasi primer dengan memperhatian rekomendasi Tim Teknis Kabupaten/Kota dan disalurkan sesuai kemajuan pekerjaan. d. Dana bergulir yang disalurkan dibebani jasa sebagaimana Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 32/Permenteri/KU.510/ 7/2006. yaitu sebesar 7 % flat rate untuk satu musim giling dengan rincian 4 % untuk pemupukan modal koperasi dan 3 % untuk operasional pengembangan tebu. Untuk lebih jelas, mekanisme pengajuan, pencairan dan penyaluran dana bergulir tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

34 Satker Dinas Perkebunan Provinsi / Tim Teknis Provinsi Verifikasi Rekomendasi Tim Teknis Kabupaten/Kota Pengawasan Pelaporan Bank (Rekening Triple Account Koperasi) Usulan untuk Bongkar dan Rawat Ratoon Usulan RUK Koperasi Primer Pencairan Rekomendasi Petani Bongkar Ratoon Rawat Ratoon Penyaluran Gambar 5 Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Penyaluran Dana Bergulir 5.1.6. Pengembalian Dana Bergulir Mekanisme pengembalian dana bergulir dari koperasi dapat disampaikan sebagai berikut : a. Dana bergulir yang dipinjam petani dari koperasi dikembalikan ke rekening giro Triple Account koperasi setelah panen/penjualan hasil gula. b. Pemotongan pinjaman petani dan jasa pemanfaatan dana bergulir, dilakukan oleh Pabrik Gula, berdasarkan usulan piutang petani oleh koperasi. Selanjutnya hasil pemotongan piutang tersebut disetor ke koperasi. c. Koperasi menyalurkan jasa pengelolaan dana bergulir sebesar 7 % ke masing-masing rekening yang bersangkutan dengan perincian sebagai berikut : 4 % untuk pemupukan modal dan operasional koperasi, 3 % untuk operasional pengembangan tebu dengan alokasi, Pabrik Gula 0,5 %, Tim Teknis Kabupaten/Kota 0,5 % dan Satuan Kerja Dinas Perkebunan Provinsi/Tim Teknis Provinsi sebesar 2 %.

35 Koperasi Rekening Giro Triple Account Dana guliran dan Pemupukan Modal Koperasi Jasa Pengelolaan Disalurkan Kegiatan Baru Rekening Satker Perkebunan /Tim Teknis Provinsi Rekening Pabrik Gula Pabrik Gula Hasil Penjualan Gula Petani oleh APTR/KPTR Rekening Tim Teknis Kabupaten Gambar 6 Mekanisme Pengembalian Dana Bergulir untuk Kegiatan Bongkar Ratoon dan Rawat Ratoon Pada dasarnya tujuan setiap pembangunan adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan tersebut tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah, tetapi memerlukan keterlibatan secara aktif seluruh komponen masyarakat. Tidak saja dari pengambil kebijakan tertinggi, para perencana, aparat pelaksana operasional, tetapi juga para petani, nelayan, pedagang kecil, para pengusaha dan sebagainya sebagai wujud partisipasi. Oleh karena untuk memperoleh dukungan partisipasi aktif dari masyarakat, setiap kebijakan pembangunan harus peka terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Dengan penyaluran dana bergulir petani memperoleh keuntungan, baik secara individu maupun secara kelembagaan. Secara individu yaitu tercukupinya atau terbantunya kebutuhan biaya kegiatan usaha, melalui prosedur yang sangat mudah dan bunga yang sangat rendah dibanding bunga bank komersial. Sedangkan secara kelembagaan yaitu dengan adanya dana penguatan yang diterima, berupa jasa sebesar 4 % atas penyaluran dana bergulir sebagai pemupukan modal koperasi petani tebu. Juga dana guliran itu sendiri yang senantiasa dipakai sebagai dana abadi kelompok selama dana tersebut dibutuhkan masyarakat. Bantuan dana bergulir mulai dilaksanakan sejak tahun 2003, dengan penerimaan bantuan sebesar Rp. 2.500.000,- per hektar. Pemupukan modal bagi kelembagaan ekonomi petani tercermin dari dana guliran sebagaimana Tabel 6 sebagai berikut :

36 TA 2003 2004 2005 2006 Tabel 6 Jumlah Penyaluran Dana Bergulir Untuk Koperasi Raksa Jaya Jumlah (Rp.000) 890.000 734.000 490.000 255.600 Penguatan Penguatan (Rp.000) (Rp.000) 35.600 35.600 29.360 Penguatan (Rp.000) 35.600 29.360 16.000 Keterangan / Jumlah Kegiatan : - Kebun Bibit -Bongkar Ratoon - BUEP JML 2.279.600 35.600 64.960 79.960 2.460.120 Sumber : Data Sekunder, DisHut dan LH Kabupaten Pemalang, Nopember 2007 Menurut Arsyad (1999), pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB). Kenaikan ini tanpa memandang, apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan juga diartikan jika pendapatan perkapita menunjukkan kecenderungan jangka panjang yang menaik. Sadono (1985) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan tingkat pendapatan nasional dalam berbagai tahun. Memperhatikan definisi tersebut, maka untuk mengetahui keterkaitan program dengan pertumbuhan ekonomi lokal dapat dilihat dari tingkat pendapatan yang diterima masyarakat, dalam hal ini petani tebu, atas sisa hasil usaha tani tebu yang dilakukan sebagaimana Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan Tingkat Pendapatan Petani Tebu Di Kabupaten Pemalang Pada 5 Tahun Terakhir No Tahun Prod Kw/Ha Rende ment Kristal gula/ha Harga (Rp) gula /Kg SHU (Rp.000) (rata-rata) 1 2 3 4 5 2002 2003 2004 2005 2006 722 826 885 943 828 7,45 8,0 8,28 8,31 8,55 53,81 66,09 73,27 78,41 71.00 2.500 3.100 3.500 4.700 5.300 5.200 7.500 8.000 9.600 11.000 Sumber : Data Sekunder, DisHut dan LH Kabupaten Pemalang, Nopember 2007 Dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan tersebut, secara otomatis akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam skala kabupaten. Hal

37 ini juga berpengaruh terhadap sektor ekonomi masyarakat lain, baik usaha kecil dan menengah maupun sektor informal lainnya sebagai dampak dari peredaran uang yang terjadi di masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dilihat tingkat pertumbuhan ekonomi di tingkat Kabupaten, berdasarkan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten tahun 2001-2002 sebesar 3,58 meningkat pada tahun 2002-2003 sebesar 3,77 dan pada tahun 2003-2004 meningkat sebesar 3,97. (BPS Kabupaten Pemalang, 2005) Target pertumbuhan ekonomi dan pemerataan (economic growth and equality) pendapatan masyarakat, merupakan semangat bersama untuk memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat yang didasarkan pada peluang dan potensi sumberdaya alam yang dimiliki, adalah merupakan sebuah peluang yang memungkinkan untuk bisa diraih. Tingkat kesejahteraan itu sendiri dapat dirasakan oleh masyarakat, apabila distribusi pendapatan terjadi secara merata di masyarakat. Oleh karena itu distribusi usaha masyarakat juga harus dapat direalisasikan sesuai dengan keahlian dan kemampuan masing-masing, sehingga terjadi sinergi dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Terciptanya kondisi ini sangat mendorong tercapainya peningkatan pendapatan masyarakat dan berpeluang pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. 5.2. KEGIATAN PENYERTAAN MODAL KEMITRAAN USAHA BUDIDAYA TEBU Berkaitan dengan Undang-undang 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Yudoyono, (2001), menyatakan bahwa Undang undang ini meletakkan otonomi daerah secara luas kepada daerah Kabupaten dan Kota berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Selanjutnya Yudoyono menyatakan, bahwa fungsi utama pemerintahan daerah otonom adalah memberikan pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat. Lebih lanjut tentang pembangunan ekonomi daerah, Arsyad, (1999) menyampaikan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdayasumberdaya yang ada, dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

38 Langkah yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Pemalang dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya, yaitu dengan dilaksanakan kerjasama dengan masyarakat dalam rangka pelaksanaan pembangunan khususnya pada sektor pertanian. Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu dalam bentuk kegiatan Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu yang dilaksanakan sejak tahun 2004 sampai sekarang. Kegiatan ini sekaligus juga untuk membantu memperkuat permodalan petani dalam melaksanakan kegiatan usahanya, untuk meningkatkan produktifitas dan meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. 5.2.1. Pengertian Kegiatan Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu adalah merupakan bentuk kegiatan yang tertuang dalam rencana strategis (Renstra) pembangunan daerah Kabupeten Pemalang. Syaukat, 2006, menyatakan, bahwa pembangunan ekonomi lokal (Local Economic Development) merupakan program komprehensif yang melibatkan berbagai stakeholders. Oleh karena itu perlu adanya pengorganisasian yang baik. Yang pertama harus diperbaiki adalah pada level pemerintah daerah untuk mendukung pertumbuhan bisnis. Lebih lanjut Syaukat menjelaskan bahwa untuk menjamin suksesnya program pembangunan ekonomi lokal dan menjamin keberhasilan dan keberlangsungan program, maka intruksional pembangunan ekonomi lokal (LED) harus masuk dalam renstra atau program pembangunan daerah. Mengacu pada petunjuk dan pelaksanaan kegiatan kemitraan usaha budidaya tebu, Kemitraan Budidaya Tebu adalah suatu kegiatan budidaya tebu yang dilaksanakan oleh petani yang dibina dari dinas teknis (Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang) dan Pabrik Gula Sumberharjo. Dana Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pemalang yang dipinjamkan kepada petani yang berusaha di bidang budidaya tebu melalui Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) yang selanjutnya dana tersebut akan dikembalikan kepada Pemerintah Kabupaten Pemalang. Dengan demikian pengertian kemitraan budidaya tebu disini dapat diartikan sebagai suatu bentuk kerjasama antara pemerintah daerah dengan petani dimana pemerintah daerah menyediakan dana pinjaman untuk dikelola

39 oleh petani dalam usaha budidaya tebu dengan bimbingan teknis dari dinas teknis dalam rangka meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani. Dalam kemitran ini masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan yang ditanda tangani bersama. 5.2.2. Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dari pembangunan pertanian secara umum adalah untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat desa dengan cara meningkatkan produksi dan pendapatan mereka. Fokus utama diarahkan pada usaha mencukupi atau membantu keterbatasan permodalan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan usaha yang dilakukan. Peningkatan produksi pertanian dipandang cukup strategis untuk meningkatkan pendapatan petani. Sekaligus sebagai penyediaan bahan pangan, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan di pedesaan maupun perkotaan. Pengelolaan dana penyertaan modal kemitraan usaha budidaya tebu diserahkan dalam bentuk paket, meliputi ; pengolahan tanah, penyediaan pupuk, obat-obatan, kletek, bumbun dan tebang angkut. Sedangkan teknis pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada koperasi dengan bimbingan dinas teknis. 5.2.3. Penyelenggara dan Pendekatan Kegiatan Dalam rangka pelaksanaan kegiatan kemitraan usaha budidaya tebu dan meningkatkan pendapatan petani tebu serta menumbuhkan perekonomian di pedesaan pemerintah kabupaten memberikan pinjaman berupa dana penyertaan modal kemitraan usaha budidaya tebu kepada petani tebu. Dana tersebut, diterimakan kepada petani tebu melalui KPTR selaku penyelenggara atau pengelola dana penyertaan modal. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan, yaitu bagaimana membangun kapasitas masyarakat melalui lembaga koperasi untuk dapat mengelola dana pinjaman sekaligus untuk memperkuat kapasitas usaha petani. Dengan berkembangnya usaha penerima manfaat dari kegiatan ini, diharapkan mampu menstimulasi dan menggerakkan perkembangan kelompok usaha lain yang ada disekitarnya.

40 5.2.4. Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Pengembalian Dana Penyertaan Modal Kemitraan Adanya perubahan pola pembangunan dimana perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan lokal yaitu dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Orientasi pembangunan yang tidak hanya mengejar target produksi, tetapi juga diarahkan pada pemberdayaan masyarakat (People centered development) yang menitik beratkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, sehingga mampu memberikan peran aktif (power sharing) dalam proses pembangunan. Berdasarkan informasi dari Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan LH Kabupaten Pemalang, dalam pelaksanaan kegiatan penyertaan modal kemitraan usaha budidaya tebu mekanisme pengajuan dan pencairan dana penyertaan modal kemitraan sejak dari proses penyusunan rencana kebutuhan sampai pengambilan keputusan, secara keseluruhan melibatkan masyarakat tani sebagai mitra kerja dalam kegiatan ini. Mekanisme tersebut dapat digambarkan sebagaimana Gambar 7. Verifikasi Dinas pertanian Rekomendasi Tim Teknis Kabupaten Rapat koordinasi (Berita Acara Kesepakatan dan Perjanjian Kerjasama) BPKD Bimbingan Teknis Koperasi Petani (pupuk) Penyaluran Pencairan Gambar 7 Mekanisme Proses Pengajuan Dan Pencairan Dana Penyertaan Modal Kemitraan Sejak tahun 2005, dana penyertaan modal kemitraan yang disalurkan sebesar 1,5 milyar rupiah per tahun, dengan alokasi untuk KPTR Raksa Jaya sebesar Rp. 945.000.000,- dan KPTR Tani Jaya sebesar Rp. 555.000.000,-. Penyaluran di tingkat petani sebesar Rp. 1.350.000,- per hektar. Pengembalian dana penyertaan modal ini dilakukan dengan cara, pola pengembalian, jangka waktu dan beban jasa sesuai kesepakatan ( sebesar 10%).

41 Koperasi Rekening Giro Triple Account Rekening Pemda (BPKD) Jasa Pengelolaan (10 %) Disalurkan Kegiatan Baru Jasa Pemda / PAD (6 %) Disetor Ops. Pembinaan Petani (2 %) Pabrik Gula Hasil Penjualan Gula Petani oleh APTR/KPTR Fee KPTR (2 %) Gambar 8 Mekanisme Pengembalian Dana Penyertaan Modal Kemitraan Kemitraan merupakan salah satu bentuk pengakuan pihak luar akan eksistensi seseorang atau suatu lembaga untuk bisa bertindak secara mandiri dan adanya kepercayaan pihak luar bahwa mitra tersebut mampu melaksanakan hak dan kewajiban dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kemampuan menjalin kemitraan ini berarti masyarakat melalui lembaga yang dimiliki telah mampu menjual kepercayaan (trust) dan mampu memposisikan diri sejajar dengan mitra kerjanya. Dalam pelaksanaan program ini, terlihat adanya upaya pemerintah kabupaten untuk memberdayakan kelembagaan ekonomi masyarakat yaitu koperasi (KPTR) dengan menunjuk sebagai pengelola dana penyertaan modal kemitraan. Kegiatan ini juga merupakan contoh bahwa pemerintah kabupaten telah memberikan ruang (institutional incentives) bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sebagai wujud upaya pengembangan kapasitas kelembagaan, dalam bentuk kerjasama kemitraan (partnership). Tolok ukur keberhasilan kedua program pengembangan di atas dapat dilihat dari adanya peningkatan produksi dan produktifitas. Juga dapat dilihat dari adanya peningkatan PDRB kabupaten Pemalang yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun demikian, mengingat pengelolaan budidaya tebu seperti pengolahan tanah, pengadaan dan distribusi pupuk serta kegiatan tebang dan angkut tebu masih dikuasai pabrik gula, maka pendapatan petani dapat dikatakan belum maksimal.

42 Berdasarkan informasi dari Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan LH Kabupaten Pemalang, bahwa jumlah kebutuhan biaya dan pendapatan bersih yang diterima petani pada tahun 2006 di Kabupaten Pemalang dapat dihitung melalui analisa usaha tani dalam usaha budidaya tebu sebagaimana Tabel 8. Tabel 8 Analisa Usaha Tani Tebu Di Kabupaten Pemalang Tahun 2006 NO RINCIAN (Rp) 1 Kebutuhan Biaya Per Hektar Sewa Lahan Biaya Garap (225 HOK x Rp.20.000,-) Biaya Saprodi - Bibit - Pupuk Biaya Panen (850 kw x @ Rp.5.550,-) 2 Produksi per Hektar Produksi rata-rata = 850 kw. Rendemen = 7,65 % Kristal gula = 65,03 kw Bagian Petani = 42,92 kw (66 %) Tetes = 2.125 kg 3 Pendapatan Kotor Diterima Petani Penjualan gula 42,92 kw x @ Rp.520.000,- Penjualan Tetes 2.125 kg x @ Rp. 385,- 6.500.000,00 4.500.000,00 1.750.000,00 1.350.000,00 4.717.500,00 18.817.500,00 22.318,400,00 818.125,00 23.136.525,00 4 Pendapatan Bersih Diterima Petani Rp. 23.136.525,00 - Rp. 18.817.500,00 = Rp. 4.319.025,00 Sumber : Data primer, diolah. Nopember 2007 Analisa usaha tani pada Tabel 8 di atas, merupakan perhitungan pembiayaan usaha tani yang keseluruhan dilaksanakan oleh pabrik gula. Lahan dihitung sebagai faktor produksi. Apabila pekerjaan dilaksanakan sendiri oleh petani melalui koperasi, diperoleh nilai efisiensi dari penurunan biaya angkut tebu. Biaya panen yang terdiri dari biaya tebang dan angkut tebu sebesar Rp.5.550,/kuintal adalah tarif yang berlaku untuk jarak jauh maupun dekat sehingga terjadi subsidi silang dan petani ternyata selama ini telah mensubsidi tebu yang jauh termasuk tebu milik pabrik gula. Karena kebun tebu petani berada disekitar pabrik gula, maka jarak tempuh menjadi lebih pendek dan ongkos angkut dapat dikurangi sekurang-kurangnya sebesar Rp. 500,-/kuintal, sehingga biaya panen yang dibutuhkan sebesar Rp. 4.292.500,-/hektar. Dari pengurangan biaya tersebut, diperoleh nilai efisiensi sebesar Rp. 4.717.500,- - Rp. 4.292.500,- = 425.000/hektar, sebagai pendapatan tambahan yang diterima petani.

43 5.3. EVALUASI PROGRAM 5.3.1. Kekuatan Program Dilihat dari pemanfaatan sumberdaya dan bentuk program yang disalurkan merupakan kekuatan dari kedua program yang sedang berjalan. Hal ini dapat dilihat dari : 1. Pemanfaatan sumberdaya lokal (tenaga kerja/kelembagaan) yang cukup tinggi, yaitu dengan menunjuk kelembagaan ekonomi lokal berupa koperasi sebagai pengelola program. 2. Pelaksanaan program diserahkan sepenuhnya kepada petani, pemerintah melalui tim teknis hanya bertindak sebagai pengawas dan pembina teknis pelaksanaan program. 3. Program merupakan jawaban atas kebutuhan petani tani tebu, berupa pemenuhan kebutuhan modal kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua program tersebut merupakan gayung bersambut, terbangun sinergi antara pemerintah dengan masyarakat. 5.3.2. Manfaat Program Dengan adanya penyaluran dana bergulir dan dana modal kemitraan yang disalurkan kepada petani tebu, diperoleh beberapa manfaat dan keuntungan diterima petani, baik secara individu maupun kelembagaan. 1. Secara individu yaitu tercukupinya atau terbantunya kebutuhan biaya kegiatan usaha, melalui prosedur yang sangat mudah dan bunga yang sangat rendah dibanding bunga bank komersial. 2. Secara kelembagaan yaitu adanya dana penguatan yang diterima sebagai pemupukan modal koperasi, berupa jasa 4 % atas penyaluran dana bergulir. 3. Pada akhir program dana bergulir merupakan pemupukan modal bagi petani/koperasi sebagai dana abadi kelompok selama dana tersebut dibutuhkan masyarakat. Dana tersebut masuk rekening giro Triple Account koperasi, yang penggunaannya diawasi Tim Teknis Kabupaten. 4. Dana yang disalurkan adalah merupakan dana pinjaman, sehingga mempunyai sifat pembinaan terhadap petani, khususnya menyangkut konsekuensi yang harus ditanggung dalam melakukan kegiatan usaha serta menghindari sifat ketergantungan.

44 Dalam cakupan lebih luas, program yang dilaksanakan juga mampu menggerakan ekonomi masyarakat pedesaan, khususnya dari sektor perkebunan. Kedua program ini memberikan dampak positif terhadap sirkulasi uang di pedesaan dan dapat menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat lain seperti perdagangan, industri rumah tangga, dan peningkatan kualitas hidup manusia seperti kesehatan, pendidikan, tempat hunian dan sebagainya (multiple effect). Menunjang ketahanan pangan nasional yaitu ketersediaan gula sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok manusia, serta terpenuhinya kebutuhan industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku utama. 5.3.3. Kelemahan Program Kelemahan program tersebut adalah belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan petani secara umum yaitu pemilikan lahan terbatas yang menyebabkan skala usaha tidak efisien. Peningkatan pendapatan yang diterima sebagai dampak peningkatan produksi dan produktifitas tebu tidak serta merta mengangkat petani dengan pemilikan lahan sempit keluar dari kemiskinan. Beberapa kelemahan dalam program ini dapat dilihat sebagai berikut : 1. Program hanya berorientasi pada produksi, sehingga unsur keadilan menjadi terabaikan. Sasaran program adalah petani tebu, siapapun petani tebu dapat memanfaatkan dana program. Padahal realita petani di pedesaan terdapat beberapa petani kaya yang memiliki aset lahan luas dan petani kategori miskin yang memiliki lahan sempit tapi dalam jumlah mayoritas, bahkan tidak sedikit dari petani miskin menjual garapan aset satu-satunya kepada orang lain yang pada umumnya dibeli para petani kaya. Fakta di lapangan membuktikan adanya konsentrasi pengelolaan lahan pada beberapa petani kaya. Dengan tidak adanya batasan sasaran penerima dana program, maka dana subsidi dari pemerintah sebagian besar dinikmati para petani kaya yang sesungguhnya mampu untuk membiayai kegiatan usaha taninya. 2. Program hanya fokus pada kegiatan di kebun, tapi tidak menjangkau proses pasca panen. Padahal hasil akhir sangat dipengaruhi hasil proses pasca panen yang dilaksanakan di pabrik gula, khususnya dalam penetapan pencapaian rendement tebu yang sangat dipengaruhi oleh kelayakan mesin pabrik, disamping kelayakan tebu yang akan giling.

45 3. Program belum sepenuhnya menjangkau petani penggarap maro Pemilikan lahan menjadi permasalahan utama bagi petani penggarap dengan sistem maro, Usaha tani petani penggarap ini sangat ditentukan para pemilik lahan. Padahal petani ini merupakan pihak yang paling memerlukan bantuan untuk memperoleh lapangan pekerjaan bagi kebutuhan hidup keluarganya. Dari beberapa kelemahan tersebut masih memungkinkan untuk diupayakan rancangan strategi program baru guna mengurangi hambatan atau permasalahan di tingkat petani. Pengembangan koperasi perlu dilakukan, karena lembaga formal yang dimiliki petani tebu dalam bentuk koperasi. Pilihan koperasi sebagai alat pemberdayaan, karena koperasi dibentuk oleh petani sendiri sebagai lembaga yang dapat digunakan untuk membantu kepentingan mereka, khususnya dalam menjembatani kepentingan petani dengan pihak luar. Seperti untuk berkomunikasi dengan pabrik gula dan untuk mencari dukungan permodalan. Selama ini koperasi telah melayani kebutuhan petani dalam berusaha tani tebu. Melihat peran yang telah dilakukan koperasi, diperlukan upaya kegiatan baru melalui pengembangan jaringan kerjasama koperasi dengan pihak luar dan perbaikan internal, khususnya menyangkut peningkatan kapasitas sumberdaya pengurus, agar layanan koperasi kepada petani tebu khususnya anggota dapat lebih ditingkatkan lagi. Hubungan kerjasama petani dengan koperasi telah berjalan cukup lama, yaitu sejak berdirinya koperasi pada tahun 1999 sampai sekarang. Jalinan kerjasama petani dengan koperasi sudah berjalan cukup baik yang ditandai dengan peningkatan jumlah anggota koperasi setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa petani membutuhkan adanya koperasi untuk membantu kebutuhan usaha mereka yang ditunjukkan dengan bergabungnya petani sebagai anggota koperasi. Adanya dukungan petani sebagai anggota juga merupakan keuntungan bagi koperasi untuk melakukan kerjasama keluar.