72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN
|
|
- Erlin Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM Rancangan strategi program pemberdayaan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) pada tanggal 24 Desember 2007, jam WIB s/d WIB, bertempat diruang pertemuan kantor koperasi Raksa Jaya Paduraksa. Hadir dalam diskusi dari Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Pabrik Gula Sumberharjo, Kaur Pembangungan Kelurahan Paduraksa, Pengurus Koperasi Raksa Jaya dan perwakilan petani tebu sebanyak dua puluh orang. Melalui diskusi yang dipimpin oleh ketua koperasi Raksa Jaya diperoleh saran, masukan serta usulan para peserta diskusi. Memperhatikan analisis ditingkat petani (tabel 6.10), untuk mengatasi permasalahan ditingkat petani diperoleh 4 strategi program diantaranya yaitu : (1) peningkatan produksi (melalui : Perbaikan teknik budidaya tebu) (2) Pemenuhan kebutuhan modal (melalui : Pengajuan permodalan ke lembaga perbankan), (3) Pemenuhan kebutuhan lahan (melalui : Pengembangan tebu di lahan hutan), dan (4) Peningkatan rendement (melalui : Perubahan sampel nira, Tebang tebu layak giling dan Mengefektifkan kinerja Tim pengamat rendement). Untuk mendukung terlaksananya strategi program pemberdayaan ditingkat petani beberapa hal yang dapat dilakukan melalui pengembangan kapasitas kelembagaan KPTR Raksa Jaya Paduraksa dapat dilaksanakan melalui empat strategi program pemberdayaan yang dituangkan dalam bentuk tujuh program kegiatan sebagai berikut : 1. Strategi Pengembangan Jaringan Kerja-sama (Strategi SO), dengan program kegiatan berupa : (1) Kerja-sama dengan PT. Petro Kimia dan P3GI (2) Pelaksanaan Tebang Angkut Mandiri (3) Usulan Kerjasama Pengembangan Tebu di Lahan Hutan 2. Strategi Peningkatan SDM dan Permodalan ( Strategi WO) dengan program kegiatan (1) Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Koperasi (2) Mengajukan Pinjaman Modal Kerja ke Lembaga Perbankan 3. Peningkatan Kerja-sama Dengan Pabrik Gula (Strategi ST) dilakukan dalam bentuk Bimbingan teknik budidaya dan kegiatan Pascapanen.
2 4. Strategi Pengamanan Modal Koperasi (Strategi WT) dilakukan melalui program kegiatan Penarikan Pengembalian Kredit Melalui Jemput Bola RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN Strategi program pengembangan masyarakat dalam bentuk program kegiatan yang diperoleh melalui analisis SWOT di atas, merupakan strategi yang terintegrasi satu dengan lainnya. Dari tujuh program kegiatan pemberdayaan, berdasarkan kesepakatan peserta diskusi diambil 4 program kegiatan untuk segera dilaksanakan yaitu : 1) Melakukan Kerjasama Dengan PT. Petrokimia: 2) Tebang Angkut Tebu Secara Mandiri; 3) Usulan Pengembangan Tebu di Lahan Hutan; 4) Pendidikan dan Pelatihan Management Koperasi. Adapun rancangan program kegiatan yang disusun adalah sebagai berikut : Kerjasama Dengan PT. Petrokimia 1. Latar Belakang Budidaya tebu pada lahan menetap yang dilakukan secara terus menerus menyebabkan ketergantungan tanah pada pupuk buatan sangat tinggi. Kebun tebu lahan kering di Kabupaten Pemalang seluas 591 hektar dan 320 diantaranya berada diwilayah kajian yang merupakan wilayah kerja KPTR Raksa Jaya. Dengan kebutuhan pupuk perhenktar antara 9-10 kuintal, maka kebutuhan pupuk pertahun sebesar 3200 kuintal. Apabila pengadaan pupuk dapat dilakukan oleh koperasi maka koperasi dapat memberikan pelayanan kepada anggota/petani tebu sekaligus memperoleh pemupukan modal dari penerimaan fee pengadaan pupuk. 2. Tujuan 1) Tercukupinya pupuk secara tepat waktu bagi anggota/petani 2) Terbangunnya kerjasama dan usaha baru bagi koperasi. 3. Pelaksana : Koperasi Raksa Jaya Paduraksa 4. Tempat : Wilayah Kerja Koperasi Raksa Jaya 5. Waktu : Tahun Biaya : Dana Kemitraan Budidaya Tebu (PG. Sumberharjo dan BRI sebagai pendukung 7. Tahap kegiatan 1). Melakukan penghitungan kebutuhan pupuk 2). Mengajukan Surat Penawaran kerjasama kepada PT. Petro Kimia.
3 74 3). Membuat MoU kerjasama Pengadaan Pupuk dengan PT. Petro Kimia. 8. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efektifitas hubungan kerjasama khususnya dalam menyangkut ketepatan waktu pengadaan dan pengembalian/pembayaran Tebang Angkut Tebu Secara Mandiri 1. Latar Belakang Tebang dan angkut tebu merupakan tahapan pekerjaan dalam usaha tani tebu yang membutuhkan biaya cukup besar. Pada Tahun 2006 biaya tebang dan angkut tebu sebesar Rp ,- per kuintal tebu. Biaya sebesar itu berlaku untuk seluruh tebu tebangan yang digiling ke pabrik gula, berlaku untuk jarak jauh maupun dekat. Dengan pemberlakuan tarif yang sama, berarti terdapat subsidi silang. Tebu yang dekat mensubsidi biaya angkut tebu-tebu yang letaknya jauh. Sehubungan lokasi kebun tebu petani di kelurahan Paduraksa berada di sekitar pabrik gula, berarti selama ini petani di wilayah Paduraksa telah mensubsidi tebu yang berada lebih jauh. Hal ini berarti pengurangan pendapatan petani tebu. Efisiensi biaya dapat diperoleh dari biaya angkut tebu (lihat keragaan analisa usaha tani tebu tahun 2006), apabila pekerjaan ini bisa dilaksanakan sendiri oleh petani melalui koperasi. Mempertimbangkan fasilitas sarana transportasi, baik prasarana jalan, jembatan, alat tranportasi, dan ketersediaan tenaga tebang, serta ketersediaan dana yang dimiliki koperasi, maka pekerjaan tebang dan angkut tebu sangat memungkinkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh petani. 2. Tujuan a. Terselenggaranya pelaksanaan tebang angkut tebu secara mandiri. b. Meningkatkan pendapatan petani melalui efisiensi biaya angkut tebu. c. Mengembangkan usaha koperasi dalam memberikan pelayanan kepada anggota/petani tebu. 3. Pelaksana : Koperasi Raksa Jaya Paduraksa 4. Tempat : Wilayah Kerja Koperasi Raksa Jaya 5. Waktu : Juni s/d Oktober Biaya : Koperasi Raksa Jaya (PG. Sumberharjo dan BRI sebagai pendukung)
4 75 6. Tahap Pelaksanaan : a. Penyediaan armada angkutan tebu/truk, Langkah yang segera ditempuh yaitu membuat penawaran kerja atau menghubungi kepada perusahaan jasa transportasi yang ada di lingkungan terdekat antara lain CV. Panca yang berkedudukan di Comal, CV. Alwan yang berkedudukan di Kelurahan Pelutan maupun dengan pengusaha jasa transportasi perorangan. Penawaran ini juga berlaku untuk jasa transportasi di luar daerah sepanjang untuk memenuhi kebutuhan dan menunjang kelancaran pekerjaan tebang dan angkut tebu. b. Pengadaan Tenaga Tebang Mengingat panen tebu dilaksanakan berdasarkan jadwal tebang yang disusun bersama dengan tebu milik pabrik gula, maka untuk menjamin ketepatan jumlah pasokan sesuai dengan kapasitas giling mesin pabrik. Pelaksanaan panen tebu tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh petani pemilik, tetapi dilakukan oleh tenaga tebang profesional yang sudah terbiasa dengan pekerjaan tersebut. Untuk itu Koperasi segera menghubungi kelompok-kelompok penebang yang ada. c. Tenaga pengamanan Untuk menjamin keamanan proses tebang dan angkut tebu, koperasi dapat menghubungi pemerintah desa setempat untuk menyediakan tenaga keamanan (Hansip Desa), maupun organisasi pemuda yang ada seperti karang taruna dan ormas pemuda lainnya untuk direkrut sebagai tenaga keamanan. d. Mempersiapkan pekerjaan administrasi untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan Usulan Pengembangan Tebu Di Lahan Hutan 1. Latar Belakang Keterbatasan pemilikan lahan pada mayoritas petani tebu dan tidak adanya lahan garapan yang mencukupi bagi petani tebu penggarap, menyebabkan usaha tani yang dilakukan belum dapat memberikan penghasilan yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan keluarga. Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki sebagai petani tebu tidak dapat dikembangkan karena keterbatasan atau ketiadaan lahan garapan. Keterlambatan pasokan
5 76 tebu yang menyebabkan giling tebu terhenti, berakibat pada in-efisiensi yang harus ditanggung petani tebu. Sebagai akibat dari penjarahan hutan pada kurun waktu 1998 sampai dengan tahun 2001 menyebabkan banyak lahan kosong dalam jumlah yang sangat luas (ratusan hektar) ditambah adanya tebang resmi oleh pihak pengelola (Perhutani). Sehingga terdapat banyak lahan kosong menunggu rencana tata tanam.(rtt). Menurut informasi salah seorang pejabat di Perhutani sirkulasi RTT bisa mencapai tiga tahun lebih. Keberadaan lahan tidur tersebut sementara ini dimanfaatkan oleh pada pesanggem (petani penggarap di lahan hutan) untuk menanam palawija atau dibiarkan kosong. Dengan kondisi tersebut, maka untuk memanfaatkan lahan agar dapat memberikan kontribusi bagi manusia, sudah selayaknya apabila lahan-lahan tersebut dikelola untuk usaha ekonomi produktif sambil menunggu giliran penanaman jati atau tanaman hutan. Salah satu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, mempunyai fungsi konservasi tanah dan dapat menyesuaikan dengan medan yang ada yaitu tebu. 2. Tujuan a. Membantu pengadaan lahan bagi petani berlahan sempit atau petani penggarap. b. Memenuhi kebutuhan pasokan tebu bagi pabrik gula. c. Terbangunnya hubungan kerja-sama antar instansi/kelembagaan dengan petani. 3. Partisipan : a. Dishut dan LH Kabupaten Pemalang (Penanggung-Jawab Kegiatan) b. Perum Perhutani KPH Pemalang c. PG Sumberharjo Pemalang d. Koperasi Raksa Jaya e. Petani tebu 4. Tempat : Wilayah Kerja Perum Perhutani KPH Pemalang 5. Waktu : Tahun Biaya : PG Sumberharjo 7. Tahap Pelaksanaan : a. Tahap mediasi (rapat koordinasi) b. Pembuatan MoU antara Pemda, Perum Perhutani, PG Sumberharjo dan Petani (Koperasi Raksa Jaya)
6 77 c. Pendataan Lahan d. Pelaksanaan/penanaman tebu e. Kontribusi bagi stakeholders : (a) Perum Perhutani : Dana konservasi lahan (b) PG Sumberharjo : Bahan baku tebu (c) Pemda : Dana Operasional Tim Teknis (d) KPTR Raksa Jaya : Pelaksana tebang angkut tebu (e) Petani : Pemenuhan lahan usaha 8. Evaluasi dan Pengawasan Evaluasi dan pengawasan dilakukan untuk memantau dampak lingkungan sebagai akibat adanya penanaman tebu di lahan hutan, sekaligus untuk menjaga keberlangsungan rencana tata tanam tanaman hutan/tanaman pokok Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Koperasi. 1. Latar Belakang Keberadaan koperasi Raksa Jaya selama ini dapat dikatakan cukup berhasil dalam melaksanakan program pemerintah, khususnya dalam penyaluran bantuan dana akselerasi (PMUK) dan dana penyertaan modal (pengadaan pupuk). Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tunggakan pada petani tebu. Namun keberhasilan sebagai pelaksana program, khususnya dalam pengembalian dapat dicapai karena tata-niaga gula bermuara pada satu pintu yaitu pabrik gula. Sehingga dana petani sebelum diberikan dapat diambil terlebih dahulu untuk mencukupi pembayaran kewajiban pinjaman yang dimiliki petani. Sedangkan kegiatan usaha koperasi selain sebagai pelaksana program cenderung statis/kurang berkembang. Kemampuan koperasi dalam meraih peluang usaha sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengurus sebagai operator jalannya lembaga dalam menjalankan organisasi yang dikelolanya. Untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya pengurus pada koperasi Raksa Jaya diperlukan adanya proses pembelajaran bagi pengurus mengenai manajement koperasi sehingga diperoleh sumberdaya pengurus yang mampu menyelaraskan perencanaan, pengorganisasian, pengoperasionalan, dan pengendalian semua komponen organisasi secara harmonis untuk dapat memberikan pelayanan yang
7 78 maksimal bagi anggota. Salah satu bentuk proses pembelajaran yaitu melalui pendidikan dan pelatihan manajemen koperasi. 2. Tujuan 1) Meningkatkan kemampuan pengurus koperasi dalam manajemen atau mengelola koperasi. 2) Terselenggaranya pelayanan koperasi yang lebih baik kepada anggota. 3. Penanggung-jawab : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Pemalang. 4. Tempat : Gedung Dekopinda Kabupaten Pemalang 5. Waktu : Tahun Biaya : APBD Kabupaten Pemalang 7. Tahap Pelaksanaan 1) Persiapan - Rapat persiapan dengan dinas/instansi terkait. - Pembuatan materi terdiri dari : * Administrasi Keuangan, untuk mengetahui tata-cara pengelolaan dan pertanggung-jawaban pengelolaan keuangan. * Permodalan, untuk mengetahui sumber sumber permodalan yang dapat diraih dan cara untuk mengakses permodalan melalui pembuatan proposal bantuan atau pinjaman kepada pemilik modal. * Kewirausahaan Koperasi, yaitu untuk menanamkan jiwa wira usaha bagi pengurus koperasi, sehingga diperoleh pengurus koperasi yang berjiwa wira-koperasi yaitu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif, mampu mengambiul prakarsa inovatif dan berani resiko dengan berpegang pada prinsip identitas koperasi untuk kesejahteraan bersama. * Kemitraan, bertujuan untuk membuka wawasan pengurus dalam membuka dan menjalin kerja-sama dengan pihak luar dengan berlandaskan kemitraan atau kesetaraan dalam usaha khususnya dalam pemenuhan hak dan kewajiban. 2) Pelaksanaan Pelaksanaan direncanakan selama selama dua hari penyampaian materi dan sehari praktek andministrasi keuangan dan latihan pembuatan proposal pengajuan permohonan bantuan modal.
8 79 Dari keempat program kegiatan prioritas di atas, maka dapat disusun kerangka program kerja pemberdayaan petani tebu di kelurahan Paduraksa sebagaimana pada Tabel 19. Tabel 19 Program Kerja Pemberdayaan Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2008 Strategi Program Kerja Keluaran Pihak Terkait/ Penanggung -jawab Biaya Jadual Pengembangan Jaringan Kerjasama 1. Kerjasama dengan PT Petro Kimia 2. Tebang Angkut Tebu Mandiri. 3. Pengembangan tebu di lahan hutan. 1. Pelatihan Management Koperasi. 1. Terpenuhi nya kebutuhan pupuk petani. 2.Pendapatan petani meningkat. 1. Dinas KLH 2. Disperindkop 3. Perum Perhutani 4. PG Sumberharjo 5. KPTR Raksa Jaya 1. APBD 2.PG 3.KPTR 1. Th Mei -Okt Th Th Peningkatan SDM dan pemodalan 1. Meningkat nya kemampua n SDM 6. Petani tebu 2. Pelayanan koperasi meningkat Keempat program kegiatan di atas merupakan program pilihan yang memungkinkan untuk dilaksanakan dan dapat digunakan untuk menunjang dan mendukung aktifitas petani tebu di kelurahan Paduraksa. Tersaelenggaranya program tersebut merupakan kerjasama seluruh stakehorders terutama keterlibatan dari petani untuk merencanakan kegiatan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
46 VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
46 VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1. KINERJA PETANI TEBU DI KELURAHAN PADURAKSA 61.1. Profil Petani Tebu Sejarah petani tebu di kabupaten Pemalang dapat dilihat dari keberadaan pabrik gula Sumberharjo yang
Lebih terperinci30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dalam kajian ini, pengkaji meninjau 2 (dua) program pengembangan masyarakat yang telah dan sedang dilaksanakan di daerah penelitian yaitu : Program Akselerasi
Lebih terperinci4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional
83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik
Lebih terperinciVII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG
78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok
Lebih terperinciMEMBERDAYAKAN PETANI TEBU MELALUI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KOPERASI PETANI TEBU RAKYAT (KPTR) SUYONO
MEMBERDAYAKAN PETANI TEBU MELALUI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KOPERASI PETANI TEBU RAKYAT (KPTR) (STUDI KASUS DI KPTR RAKSA JAYA KELURAHAN PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG) SUYONO
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan
BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan meningkatkan produksi gula nasional dan meningkatkan pendapatan petani tebu. Program tersebut merupakan
Lebih terperinciSuharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika Aditama. Bandung. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta.
2 DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Arsyad, Lincoln, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi I. BPFE,
Lebih terperinciVII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI
VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI Usaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo merupakan kegiatan ekonomi produktif yang sudah berlangsung sejak tahun 1980-an. Usaha ini telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia Industri gula masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas karena inefisiensi ditingkat usaha tani dan pabrik gula (Mubyarto, 1984).
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciIV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan
3. URUSAN KEHUTANAN Sumber daya hutan di Kabupaten Wonosobo terdiri dari kawasan hutan negara seluas + 20.300 Ha serta hutan rakyat seluas ± 19.481.581 Ha. Kawasan hutan negara di wilayah Wonosobo secara
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU
PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan
Lebih terperinciREKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005
BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU
PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demi memenuhi Hasil Evaluasi Program Peningkatan Produktivitas Gula Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala Madu yang turut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang
TINJAUAN PUSTAKA Koperasi Unit Desa (KUD) Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup
Lebih terperinciKonsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi
1 Lampiran 1 Konsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi Untuk dapat membayangkan sebuah model pembangunan ekonomi pertanian secara kolektif, maka mestilah dilihat dan
Lebih terperinciBUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bekerja di sektor pertanian. Di sektor tersebut dikembangkan sebagai sumber mata
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Di sektor tersebut dikembangkan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO
PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO,
Lebih terperinci2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera
No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN
Lebih terperinciTESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.
EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan
Lebih terperinciPROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2016 BUPATI
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa dalam rangka lebih mengoptimalkan produksi gula dan pendapatan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan
Lebih terperinciVIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang
Lebih terperinciVII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM
VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : Mengingat: a. bahwa keanekaragaman
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana
Lebih terperinciPENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR
PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 728/Kpts-II/1998
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 728/Kpts-II/1998 Tentang : Luas Maksimum Pengusahaan Hutan Dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Budidaya Perkebunan Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
Lebih terperinciBAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI
BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1 Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu lembaga,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA
BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 19 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT MUSIM TANAM TAHUN 2007/2008 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI... HALAMAN SAMPUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRACT... ABSTRAK... BAB I PENDAHULUAN....
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK
PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai
Lebih terperinciIV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan
13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila
Lebih terperinciPROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)
PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN PETANI PLASMA KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,
Lebih terperincistabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu
PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa
Lebih terperinciVI. REKOMENDASI KEBIJAKAN
158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman
24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.511, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pupuk Bersubsidi. Pengadaan. Penyaluran. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/M-DAG/PER/4/2013 TENTANG PENGADAAN
Lebih terperinciRUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015
RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.
No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN
Lebih terperinciBUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa keanekaragaman
Lebih terperinciPembangunan Bambu di Kabupaten Bangli
BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki lahan pertanian yang potensial. Lahan pertanian tersebut memiliki potensi untuk ditanami beberapa tanaman pangan yang
Lebih terperinciSISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN
SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN LATAR BELAKANG Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan
Lebih terperinciGUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a. bahwa tanah yang difungsikan
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 47 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 47 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1151, 2012 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyuluh Kehutanan. Swasta. Swadaya Masyarakat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.42/MENHUT-II/2012 TENTANG PENYULUH
Lebih terperinciV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan
68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah
Lebih terperincil. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau
l. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas kehidupan manusia baik individu maupun kelompok maupun proses-proses alam yang
Lebih terperinciMEMBERDAYAKAN PETANI TEBU MELALUI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KOPERASI PETANI TEBU RAKYAT (KPTR) SUYONO
MEMBERDAYAKAN PETANI TEBU MELALUI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KOPERASI PETANI TEBU RAKYAT (KPTR) (STUDI KASUS DI KPTR RAKSA JAYA KELURAHAN PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG) SUYONO
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2009
Lebih terperinciG U B E R N U R L A M P U N G
G U B E R N U R L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G / 119 /II.08 / HK / 2008 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENGARAH BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT TINGKAT PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2008 GUBERNUR
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL NO. : 73/Kpts/OT.210/2/98 01/SKB/M/II/1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya
Lebih terperinciBAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH
60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU I. UMUM Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai
Lebih terperinciKebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan
6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar pada perekonomian negara Indonesia. Salah satu andalan perkebunan Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia
Lebih terperinci