KAJIAN PEMURNIAN GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR MENGGUNAKAN ASAM NITRAT, SULFAT, DAN FOSFAT. Oleh FANANI F

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Katalis. Gambar 1. Persamaan Reaksi Transesterifikasi

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

III. METODE PENELITIAN

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

III. METODE PENELITIAN

4 Pembahasan Degumming

3 METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA.

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

CH 3 COONa 0,1 M K a CH 3 COOH = 10 5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

LEMBARAN SOAL 4. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA )

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

Penentuan Kesadahan Dalam Air

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Lampiran 1. Prosedur Analisis

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

Bandung, 02 Februari Penulis, M.HAM

III METODOLOGI PENELITIAN

Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas

LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

Rangkuman Materi Larutan Elektrolit dan Non elektrolit

Transkripsi:

KAJIAN PEMURNIAN GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR MENGGUNAKAN ASAM NITRAT, SULFAT, DAN FOSFAT Oleh FANANI F34102005 2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN PEMURNIAN GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR MENGGUNAKAN ASAM NITRAT, SULFAT, DAN FOSFAT Oleh FANANI F34102005 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Insitut Pertanian Bogor 2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SKRIPSI Judul Nama NIM : Kajian Pemurnian Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar Menggunakan Asam Nitrat, Sulfat, dan Fosfat : Fanani : F34102005 Menyetujui, Bogor, Februari 2010 Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Prof. Dr. Erliza Hambali NIP 19620821 198703 2 003 Dr. Dwi Setyaningsih NIP 19700103 199412 2 001 Mengetahui: Ketua Departemen, Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti NIP 19621009 198903 2 001 Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP PENULIS Fanani lahir di Kediri, 3 Oktober 1983. Penulis adalah anak ke-5 dari 6 bersaudara, putra dari pasangan Daim- Ngatiqoh. Penulis lahir, besar, dan mengenyam pendidikan sejak SD sampai SMA di kota Pare, sebuah kecamatan di Kediri. Tahun 1996 penulis lulus dari SDN Tulungrejo 2 dan melanjutkan sekolah di SMPN 2 Pare. Tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah di SMAN 2 Pare. Tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa program S1 Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada 2005, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PT Sang Hiang Perkasa Jakarta dengan Judul Penerapan HACCP pada Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Kemasan di PT Sang Hiang Perkasa Jakarta. Pada 2003-2006, penulis aktif dalam lembaga dakwah kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Sejak Desember 2007 sampai dengan sekarang, penulis aktif menjadi tenaga pengajar freelance di sebuah lembaga bimbingan belajar, Bintang Pelajar, di Bogor. Penulis mengajar mata pelajaran fisika untuk SMA.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Fanani NIM : F34102005 Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian TTL : Kediri, 3 Oktober 1983 menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Pemurnian Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar Menggunakan Asam Nitrat, Sulfat, dan Fosfat adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2010 Fanani NIM F34102005

FANANI. F34102005. Study of Glycerol Purification as Jatropha curcas Biodiesel Byproduct Using Nitric, Sulfuric, and Phosphoric Acid. Supervised by Erliza Hambali and Dwi Setyaningsih. 2010. ABSTRACT About ±10% glycerol is produced as byproduct in KOH alkali-catalysis transesterification of Jatropha curcas oil and methanol. The glycerol contains some soluble impurities such as catalyst, soap, excess methanol, water, and other substances. The glycerol needs purification treatment so that glycerol can be utilized into other products. The first step in the glycerol purification is mineral acid addition to neutralize the base content and to split the soap content into salt and free fatty acid that are more easily separated from glycerol. The purposes of this research are to select the kind of acid that could separate the glycerol from the base catalyst and soap, to study the effect of the molar amount of added acid, and to identify the quality of salt as byproduct of glycerol purification with the best treatment. The experiments conducted in complete randomized factorial design, consisted of two treatment factors: kinds and molar amount of mineral acids. Kind of acids were HNO 3 15.27 M, H 2 SO 4 18.01 M, and H 3 PO 4 14.74 M. Molar amount of acids were 54 mmol, 90 mmol, 126 mmol, 162 mmol, and 198 mmol (added into 200 g of glycerol). The observed response variables were ph of glycerol, glycerol content, and ash content of glycerol. The crude glycerol from KOH alkali-catalysis of Jatropha curcas biodiesel production contained: glycerol (40.48%), KOH (2.39%), soap (7.82%), evaporated compounds at 105 0 C (46.81%), and ash (5.16%). The kind and molar amount of mineral acid significantly affected the ph-value, glycerol content, and ash content. The treatment with 126 mmol H 3 PO 4 14.74 M, in 200 grams glycerol, resulted highest glycerol content (78.77%), lowest ash content (1.085%), and ph-value 6.63. Precipitated salt produced from the best treatment contained (based on dry base, except evaporated compounds): K 2 O (13.17%), P 2 O 5 (20.14%), chloride (2.67%), free acid (26.18%), and evaporated compounds at 130 0 C (33.93%).

FANANI. F34102005. Kajian Pemurnian Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar Menggunakan Asam Nitrat, Sulfat, dan Fosfat. Di bawah bimbingan: Erliza Hambali dan Dwi Setyaningsih. 2010. RINGKASAN Sebanyak ±10% gliserol menjadi hasil samping transesterifikasi minyak jarak pagar dan metanol dengan katalis KOH. Gliserol mengandung banyak metanol, katalis KOH, sabun kalium, air, dan zat lain. Kandungan pengotor terlarut menyebabkan gliserol perlu mendapat perlakuan pemurnian agar dapat dimanfaatkan menjadi produk lain. Pemurnian gliserol hasil samping biodiesel diawali dengan penambahan asam mineral sehingga gliserol lebih mudah dipisahkan dari endapan garam dan asam lemak bebas yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan memilih jenis asam yang dapat memisahkan gliserol dari katalis basa dan sabun, mengetahui pengaruh jumlah mmol asam, dan mengetahui kualitas garam hasil samping pemurnian gliserol dengan perlakuan terbaik. Penelitian dijalankan dengan rancangan acak lengkap faktorial, terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu: jenis dan jumlah mmol asam mineral. Jenis asam terdiri atas: HNO 3 15,27M; H 2 SO 4 18,01M; dan H 3 PO 4 14,74M. Jumlah mmol asam terdiri atas: 54 mmol, 90 mmol, 126 mmol, 162 mmol, dan 198 mmol (dalam 200 g gliserol). Variabel respon yang diamati antara lain: ph gliserol, kadar gliserol, dan kadar abu gliserol. Analisis gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar menunjukkan ph 10,20. Kandungannya terdiri atas: gliserol (40,48%), KOH (2,39%), sabun K- oleat (7,82%), zat menguap 105 0 C (46,81%), dan abu (5,16%). Jenis dan jumlah mmol asam berpengaruh nyata terhadap ph, kadar gliserol, dan kadar abu gliserol. Perlakuan 126 mmol H 3 PO 4 14,74M menghasilkan gliserol dengan kadar abu terendah (1,085%), kadar gliserol tertinggi (78,77%), dan ph 6,63. Analisis garam hasil samping perlakuan terbaik ini menunjukkan kandungannya (berdasarkan basis kering, kecuali kadar zat menguap) terdiri atas: zat menguap 130 0 C (33,93%), asam bebas (26,18%), K 2 O (13,17%), P 2 O 5 (20,14%), dan klorida (2,67%).

KATA PENGANTAR Penulis menyatakan rasa syukur dan pujian yang tiada terhingga kepada Allah atas segala karunia dan limpahan kasih dan sayang-nya sehingga penelitian dan skripsi berjudul Pemurnian Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar Menggunakan Asam Nitrat, Sulfat, dan Fosfat dapat diselesaikan dengan baik. Penulis berharap hasil penelitian ini menjadi tambahan pengetahuan yang berharga bagi penelitian-penelitian selanjutnya dan dalam penerapannya. Pembahasan hasil penelitian ini dikaitkan dengan beberapa penelitian lain agar menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Rasa terima kasih yang mendalam penulis ucapkan terhadap berbagai pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu dalam kata pengantar ini. Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga Allah melimpahkan ilmu yang bermanfaat dan berkah-nya dalam skripsi ini. Bogor, Februari 2010 Fanani iv

UCAPAN TERIMA KASIH Rasa terima kasih yang dalam penulis ucapkan kepada: 1. Prof. Dr. Erliza Hambali selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Direktur SBRC-LPPM IPB; 2. Dr. Dwi Setyaningsih selaku Dosen Pembimbing II dalam penelitian dan penyusunan skripsi; 3. Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti selaku Ketua Departemen TIN dan Dosen Penguji Skripsi; 4. Ibu, Bapak, kakak-kakak, dan adik yang selalu memberikan kepercayaan; 5. Rekan-rekan di BKIM IPB dan sahabat-sahabat di Hizbut Tahrir Chapter IPB yang selalu mengingatkan dan memberikan semangat; 6. Teman-teman TIN 39, teman-teman sekelas dan praktikum dari TIN 40 & 41, dan teman-teman penelitian dari TIN 42 yang telah banyak membantu; 7. Para dosen yang telah mengajar penulis sejak menuntut ilmu di IPB; 8. Staf dan Pegawai Departemen TIN Fateta IPB; 9. Staf dan Pegawai LPPM SBRC IPB; 10. Rekan-rekan kerja dan siswa-siswa di Lembaga Bimbingan Belajar Bintang Pelajar Bogor; 11. dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam secarik kertas ini. v

DAFTAR ISI RINGKASAN... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Produksi Biodiesel... 3 B. Gliserol Hasil Samping Biodiesel... 4 C. Garam Kalium... 7 III. METODOLOGI PENELITIAN... 11 A. Waktu dan Tempat... 11 B. Bahan dan Alat... 11 C. Metode Penelitian... 11 D. Rancangan Percobaan... 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 15 A. Analisis Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar... 15 B. Netralisasi KOH dan Pemecahan Sabun K... 19 C. Derajat Keasaman (ph) Gliserol... 21 D. Kadar Gliserol... 25 E. Kadar Abu... 27 F. Garam Kalium... 31 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 35 DAFTAR PUSTAKA... 36 LAMPIRAN... 41 vi

DAFTAR TABEL Tabel 1. Kadar Unsur Hara Makro Pupuk... 6 Tabel 2. Volume Asam untuk Perlakuan Jumlah mmol Asam... 16 Tabel 3. Hasil Analisis Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar... 17 Tabel 4. Asam Lemak Penyusun Minyak Jarak Pagar... 18 Tabel 5. Hasil Analisis Garam Filtrat Perlakuan Pemurnian Terbaik... 32 Tabel 6. Standar Kadar K (K 2 O) dan P (P 2 O 5 ) Pupuk Anorganik... 33 Tabel 7. Kelarutan Garam Kalium... 33 Tabel 8. Data Hasil Pengamatan ph... 45 Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Kadar Gliserol... 45 Tabel 10. Data Hasil Pengamatan Kadar Abu... 45 Tabel 11. Analisis Sidik Ragam Data ph... 46 Tabel 12. Analisis Sidik Ragam Data Kadar Gliserol... 46 Tabel 13. Analisis Sidik Ragam Data Kadar Abu... 46 Tabel 14. Uji Duncan Data Pengamatan Kadar Gliserol... 47 Tabel 15. Uji Duncan Data Pengamatan Kadar Abu... 47 vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Persamaan Reaksi Transesterifikasi... 3 Gambar 2. Bagan Alir Penelitian... 12 Gambar 3. Ionisasi Basa Kuat dan Garam Basa dalam Air... 17 Gambar 4. Reaksi Penyabunan Asam Lemak Bebas... 18 Gambar 5. Reaksi Penyabunan Trigliserida... 18 Gambar 6. Reaksi Netralisasi Basa Kalium... 20 Gambar 7. Reaksi Pemecahan Sabun... 20 Gambar 8. Ionisasi Asam Nitrat dan Asam Sulfat dalam Air... 20 Gambar 9. Ionisasi Asam Fosfat dalam Air... 20 Gambar 10. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan ph Gliserol... 22 Gambar 11. Diagram Batang Residual Data Pengamatan ph... 22 Gambar 12. Plot Residual Data Pengamatan ph... 23 Gambar 13. Kurva Titrasi Asam Kuat terhadap Basa Kuat... 23 Gambar 14. Kurva Titrasi Asam Lemah terhadap Basa Kuat... 24 Gambar 15. Kurva Pengaruh Konsentrasi dalam Netralisasi Asam Basa Kuat... 24 Gambar 16. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar Gliserol... 26 Gambar 17. Diagram Batang Residual Data Pengamatan Kadar Gliserol... 27 Gambar 18. Plot Residual Data Pengamatan Kadar Gliserol... 27 Gambar 19. Reaksi Dehidrasi Gliserol... 28 Gambar 20. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar Abu... 29 Gambar 21. Diagram Batang Residual Data Pengamatan Kadar Abu... 30 Gambar 22. Plot Residual Data Pengamatan Kadar Abu Gliserol... 30 Gambar 23. Kurva Linear Hubungan Jumlah mmol Asam ph Gliserol... 48 Gambar 24. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Sulfat Kadar Giserol.. 49 viii

Gambar 25. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Nitrat Kadar Giserol... 49 Gambar 26. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Fosfat Kadar Giserol.. 50 Gambar 27. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Sulfat Kadar Abu... 51 Gambar 28. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Nitrat Kadar Abu... 51 Gambar 29. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Fosfat Kadar Abu... 52 ix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air... 41 Lampiran 2. Prosedur Uji Kadar Abu, Kadar KOH, dan Kadar Sabun... 42 Lampiran 3. Prosedur Uji Kadar Gliserol... 43 Lampiran 4. Prosedur Uji ph dan Asam Bebas... 44 Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan... 45 Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam (α = 5%)... 46 Lampiran 7. Uji Duncan s Multiple Range (α = 5%, db galat = 30)... 47 Lampiran 8. Interpolasi Model Regresi Linear Data ph... 48 Lampiran 9. Model Regresi Jumlah mmol Asam terhadap Kadar Giserol... 49 Lampiran 10. Model Regresi Jumlah mmol Asam terhadap Kadar Abu... 51 Lampiran 11. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah mmol Asam Sulfat (dalam 200 g Bahan) terhadap Pemisahan Fase... 53 Lampiran 12. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah mmol Asam Nitrat (dalam 200 g Bahan) terhadap Pemisahan Fase... 55 Lampiran 13. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah mmol Asam Fosfat (dalam 200 g Bahan) terhadap Pemisahan Fase... 57 x

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Biodiesel adalah bahan bakar alternatif untuk mesin diesel, yang dibuat dari minyak nabati atau lemak hewani, berupa senyawa monoalkil ester hasil transesterifikasi trigliserida dengan alkohol monohidrat sederhana (Gerpen, 2005). Penggunaannya merupakan langkah penting sebagai solusi dalam menghadapi tantangan akan kelangkaan sumber energi fosil pada masa yang akan datang, tuntutan akan bahan bakar ramah lingkungan dan dapat diperbarui, serta penurunan tingkat emisi gas buang dan efek rumah kaca. Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan kebijakan yang mendorong pengembangan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar alternatif, sebagaimana tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2006. Pengetahuan dan teknologi produksi biodiesel telah berkembang pesat. Pada umumnya, biodiesel dihasilkan dari esterifikasi-transesterifikasi minyak nabati dan metanol berlebih dengan katalis basa (KOH atau NaOH) yang menghasilkan hasil samping berupa gliserol, kelebihan metanol, katalis basa, dan sabun (Hambali et al., 2007). Esterifikasi asam lemak bebas dan metanol dengan katalis asam anorganik, sebelum transesterifikasi trigliserida dan metanol dengan katalis basa, dijalankan untuk mengatasi tingginya kadar asam lemak bebas (>5%) dalam minyak nabati yang menghambat transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa dan metanol (Canakci dan Gerpen, 2001). Metode produksi biodiesel (metil ester) dengan esterifikasitransesterifikasi banyak diterapkan. Metode ini menghasilkan metil ester dengan rendemen relatif tinggi, reaksi berlangsung optimum pada suhu 60 70 0 C, harga katalis yang relatif murah, dan reaksi berlangsung lebih cepat daripada metode transesterifikasi dengan katalis asam (Marchetti et al. 2005). Pengetahuan dan teknologi tentang pengolahan dan pemanfaatan hasil samping biodiesel perlu diperkuat untuk mewujudkan industri biodiesel yang kompetitif. Sebanyak 10 25% gliserol dihasilkan dari transesterifikasi lemak 1

dan metanol dengan katalis natrium metoksida dalam pembuatan metil ester (Hedtke, 1996; Thomson dan He, 2006). Gliserol perlu dimurnikan dari metanol, katalis basa, dan sabun agar memenuhi standar sebagai gliserol kasar komersial. Pemurnian biasanya diawali dengan penambahan asam anorganik ke dalam gliserol untuk netralisasi basa dan reaksi pemecahan sabun menghasilkan garam dan asam lemak bebas (Gerpen, 2005). B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode pemurnian gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar dengan penambahan berbagai asam mineral untuk netralisasi katalis basa dan reaksi pemecahan sabun. Penelitian perlu dilakukan untuk: 1. Memilih jenis asam yang dapat memisahkan gliserol dari kandungan sabun dan katalis basa dengan baik; 2. Mengetahui pengaruh jumlah mol asam terhadap gliserol kasar yang dihasilkan; 3. Mengetahui kualitas garam yang dihasilkan dari perlakuan terbaik. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUKSI BIODIESEL Biodiesel merupakan senyawa alkil ester hasil transesterifikasi trigliserida dan alkohol sederhana seperti metanol dengan bantuan katalis (Gerpen, 2005) sebagaimana persamaan reaksi pada Gambar 1. Katalis Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol Gambar 1. Persamaan Reaksi Transesterifikasi Marchetti et al. (2005) merangkum dan membandingkan beberapa metode produksi biodiesel antara lain: penggunaan katalis basa, katalis asam anorganik, penggunaan enzim (lipase), dan penggunaan alkohol superkritis. Penggunaan enzim lipase sebagai katalis selama transesterifikasi trigliserida dikembangkan dari berbagai mikroorganisme (Akoh et al., 2007; Fukuda et al., 2001). Kelebihan penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah suhu reaksi yang rendah (30 40 0 C), tidak dipengaruhi oleh kadar air dalam bahan maupun hasil selama reaksi, rendemen metil ester yang tinggi, menghasilkan gliserol yang lebih murni, dan kemungkinan penggunaan kembali enzim terimmobilisasi (Marchetti et al. 2005). Penggunaan gelombang mikro dikembangkan dalam metode produksi biodiesel untuk menggantikan pemanasan konvensional (Widodo et al., 2007; Refaat dan Sheltawy, 2008). Kelemahan penggunaan enzim dan gelombang mikro adalah tingginya harga enzim maupun peralatan oven gelombang mikro. Metode transesterifikasi trigliserida dan metanol dengan katalis basa paling banyak diterapkan. Transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. 3

Metanol berlebih ditambahkan agar hasil reaksi bergeser ke kanan dengan perbandingan bobot antara metanol dan trigliserida adalah 10:1, dan digunakan katalis KOH sebanyak 1% dari bobot trigliserida (Hambali et al., 2007). Setelah transesterifikasi berlangsung sempurna menghasilkan metil ester dan gliserol, sebagian besar KOH akan terpisah dari metil ester bersama gliserol (Gerpen, 2005). Penggunaan KOH sebagai katalis banyak dianjurkan karena mempunyai kelebihan dalam pemisahan metil ester dengan gliserol dan sehubungan dengan reaksinya dengan asam mineral menghasilkan garam kalium yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (Alamu et al., 2007; Bacovsky et al., 2007;Gerpen, 2005; Gerpen et al., 2004b). Transesterifikasi dapat terhambat oleh reaksi penyabunan antara asam lemak dengan katalis basa. Selain itu, sabun akan membentuk emulsi antara metil ester dengan gliserol sehingga sulit dipisahkan. Karena itu, esterifikasi antara metanol dengan asam lemak bebas (dalam trigliserida) menjadi metil ester asam lemak terlebih dahulu dilakukan dengan bantuan katalis asam anorganik seperti asam sulfat (Gerpen, 2005; Canakci dan Gerpen, 1999). Syam et al. (2009) menjalankan esterifikasi-transesterifikasi minyak jarak pagar dan metanol menghasilkan metil ester dengan rendemen mencapai 99%. Esterifikasi minyak jarak pagar dengan metanol dan katalis H 2 SO 4 mampu menurunkan kadar asam lemak bebas dari 25,3% menjadi 0,3%. Haas et al. (2002) menyatakan bahwa perbandingan molar antara metanol, asam sulfat, dan asam lemak bebas adalah 30:2,5:1 agar semua asam lemak bebas mengalami esterifikasi. Syam et al. (2009) melanjutkan esterifikasi dengan transesterifikasi dengan katalis KOH pada suhu 65 0 C selama 1 jam dengan perbandingan molar antara metanol dan minyak adalah 6:1. B. GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL Gliserol menjadi hasil samping dalam alkoholisis trigliserida dengan metanol menghasilkan ester asam lemak. Gliserol ini banyak mengandung gliserol, kelebihan metanol, katalis basa, dan asam lemak berupa sabun (Hambali et al., 2007). Komposisi gliserol hasil samping biodiesel ini antara lain: gliserol (50% - 60%), alkali dalam bentuk sabun dan hidroksida (15 4

18%), metanol (8 12%), air (2 3%), dan komponen lain (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Analisis gliserol kasar hasil samping biodiesel dari beberapa macam bahan baku menunjukkan kandungan metanol antara 23,4 37,5% (Thomson dan He, 2006). Pemisahan antara gliserol dan metil ester umumnya berjalan dengan cepat karena rendahnya kelarutan gliserol dalam ester. Gliserol memiliki densitas yang lebih tinggi daripada ester sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan mudah dengan pengendapan secara gravitasi atau sentrifugasi (Gerpen, 2005). Gliserol ini banyak mengandung pengotor sehingga memiliki nilai yang rendah. Kadar metanol dan katalis basa menyebabkan pembuangannya langsung sebagai limbah akan mencemari lingkungan. Pemurnian perlu dilakukan terhadap gliserol. Pemurnian gliserol hasil samping biodiesel biasanya diawali dengan penambahan asam untuk menetralkan residu katalis basa dan memecah sabun menjadi asam lemak bebas dan garam (Gerpen, 2005). Netralisasi basa dengan asam merupakan reaksi eksoterm. Penambahan asam dilakukan sedikit demi sedikit dalam keadaan terus teraduk agar panas yang dilepaskan tidak terjadi secara mendadak dan serentak dalam jumlah yang besar (meledak). Kocsisová dan Cvengroś (2006) melakukan penelitian tentang netralisasi katalis basa dan pemecahan sabun terhadap dari pemisahan biodiesel telah dilakukan pada suhu reaksi 60 0 C menghasilkan gliserol kasar dengan kadar gliserol 78 82%. Farobie (2009) mereaksikan gliserol dengan asam fosfat menghasilkan gliserol kasar dengan kadar gliserol 82,15%. Haas et al. (2002) melakukan pemecahan sabun (hasil samping pemurnian minyak nabati), menghasilkan asam lemak bebas dan garam, kemudian menjalankan esterifikasi asam lemak bebas yang dihasilkan dengan metanol berlebih dan bantuan katalis asam sulfat pada suhu 25 50 0 C. Lapisan asam lemak bebas tidak larut dalam lapisan gliserol dan mengambang di atas lapisan gliserol. Lapisan asam lemak ini dapat dipisahkan dengan cepat secara gravitasi dan digunakan kembali dalam esterifikasi menghasilkan metil ester asam lemak untuk meningkatkan rendemen metil ester yang dihasilkan dalam produksi biodiesel (Mittelbach dan Koncar, 5

1998). Di bawah lapisan asam lemak bebas, terbentuk lapisan gliserol yang mengandung: 78 82% gliserol, 10 12% air, 6 8% garam, 1 2% metanol, dan sisanya adalah resin, zat warna, dan senyawa lain (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Pemisahan lapisan asam lemak bebas dan lapisan gliserol ini terjadi dengan mantap pada ph 4,0 4,5 (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Garamgaram yang terbentuk tertinggal dalam lapisan gliserol atau mengendap bergantung kepada senyawa kimia penyusunnya. Pemurnian gliserol hasil samping biodiesel PKO melalui tahap perlakuan pemisahan kandungan sabun (dengan penambahan HCl), netralisasi (dengan NaOH), evaporasi, dan distilasi menghasilkan residu gliserol dengan kandungan garam yang mencapai 64,3% (Yong et al., 2001a). Pengambilan kembali gliserol dan garam dari residu gliserol ini menunjukkan perlakuan fisik dan kimia untuk memisahkan garam dan gliserol terjadi secara baik pada ph 1 2 karena H 2 SO 4 berlebih menurunkan kelarutan garam dalam gliserol (Ooi et al., 2001). Masih menurut Ooi et al. (2001), ph gliserol rendah (<5,00) bertujuan untuk menghindari terjadinya pembusaan akibat keberadaan sabun. Pemurnian gliserol dari sabun dan residu katalis basa dengan penambahan HCl 36%, H 3 PO 4 85%, dan H 2 SO 4 40% hingga gliserol mencapai ph 4,5 menunjukkan bahwa gliserol dengan kadar abu terendah diperoleh dengan penggunaan H 2 SO 4 40% (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Kelebihan metanol yang larut dalam gliserol diambil kembali melalui evaporasi vakum (>65 0 C) menghasilkan gliserol yang dapat mencapai kemurnian 85% (Diwani et al., 2009; Gerpen, 2005). Gerpen et al. (2004b) menyatakan bahwa distilasi metanol lebih baik dilakukan sebelum pemisahan metil ester dengan gliserol. Kemudian, gliserol dimurnikan dengan perlakuan kimia (penambahan asam mineral) dan perlakuan fisik pada suhu 65,5 93,3 0 C karena pada rentang suhu tersebut viskositas gliserol berkurang, tetapi strukturnya masih stabil. Gliserol kasar ini merupakan jenis gliserol yang menjadi bahan baku dalam pemurnian gliserol menghasilkan kemurnian 99,5 99,7% melalui distilasi vakum, pemanfaatan karbon aktif, dan penukar ion (Rezkallah, 2008; Aiken, 2006). 6

Beberapa peluang pemanfaatan gliserol kasar hasil samping biodiesel telah dikemukakan dalam banyak pustaka. Pachauri dan He (2006) menyatakan beberapa produk yang mungkin dapat dikembangkan dari fermentasi anaerob gliserol (dengan Clostridium butyricum, Klebsiella pneumoniae), yaitu: 1,3-propanediol; 1,2-propanediol; dihodroksiaseton; asam suksinat; hidrogen, poligliserol, poliester, dan polihidroksialkonat. Chetpattananondh et al. (2005) memanfaatkan gliserol kasar hasil samping biodiesel menghasilkan monogliserida. Farobie (2009) memanfaatkan gliserol kasar hasil pemurnian terhadap gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar dalam formulasi bahan penolong penghancur semen. C. GARAM KALIUM Kalium atau potasium, merupakan salah satu zat hara makro penting bagi pertumbuhan tanaman. Permintaan pasar terbesar terhadap kalium adalah untuk pupuk (Hammond, 2006), berupa garam klorida (KCl), sulfat (K 2 SO 4 ), dan nitrat (KNO 3 ), dengan kadar kalium (berupa K 2 O) yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Garam kalium juga sekaligus mengandung unsur hara makro lain seperti nitrogen, fosfor, dan sulfur dalam bentuk garam sulfat (K 2 SO 4 ), fosfat (K 3 PO 4 ), dan nitrat (KNO 3 ). Pada umumnya, pupuk S tersedia dalam bentuk amonium sulfat (NH 4 ) 2 SO 4 yang sekaligus sebagai sumber N. Pupuk urea CO (NH 2 ) 2 dan normal superfosfat masing-masing adalah pupuk N dan P. Tabel 1. Kadar Unsur Hara Makro Pupuk Unsur KCl K 2 SO 4 KNO 3 Normal (NH 4 ) 2 SO 4 Makro Superfosfat % N - - 13-21 % P 2 O 5 - - - 18 20 - %K 2 O 60-62 50 44 0,2 - % S - 17,6 0,2 11,9 23,7 %Cl 47,0 2,1 1,1 0,3 0,5 Sumber: Slack, 1972 Pupuk adalah nama produk untuk meningkatkan kandungan nutrisi bagi tanaman atau sifat fisik dan kimiawi tanah yang secara langsung atau tidak langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutunya (Scherer dan Mengel, 2007). Berdasarkan komposisi kandungan nutrisi 7

tanaman, pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal, pupuk majemuk, dan pupuk mikro. Pupuk tunggal mengandung hanya satu zat hara makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), atau kalium (K). Pupuk majemuk mengandung dua atau lebih unsur hara makro seperti pupuk NPK, pupuk NP, pupuk NK, dan pupuk PK. Dari beberapa jenis pupuk kalium, persediaan yang terbesar dalam bentuk KCl. Garam ini banyak ditambang langsung dari tambang garam di perairan asin dengan Amerika Utara sebagai penghasil terbesar di dunia (Mikkelsen, 2008; Searls, 2002). Industri penghasil garam kalium (sebanyak 90% untuk pupuk) juga banyak terdapat di sekitar Laut Mati yang menambang garam dari air Laut Mati yang memiliki kadar garam tertinggi di dunia (Gougazeh, 2005) menghasilkan Carnallite (KCl.MgCl 2. 6H 2 O), Sylvite (KCl) dan Langbeinite (K 2 SO 4.2MgSO 4 ). Kalium klorida juga menjadi bahan baku dalam produksi senyawa kalium lain seperti K 2 SO 4 dan KNO 3, baik untuk pupuk, bahan tambahan makanan, farmasi, atau kristal optik. Kelemahan penggunaan KCl sebagai pupuk K adalah kepekaan banyak jenis tanaman seperti kentang, tomat, jeruk, dan tembakau terhadap tingginya kandungan klorida (Hanna, 1958; Sartain dan Kruse, 2001). Hal itu diatasi dengan penggunaan garam sulfat dan nitrat yang sekaligus menyediakan unsur hara N dan S (Drach dan Vosskamp, 2007). Penggunaan kalium sulfat juga dianjurkan pada budidaya tanaman hortikultura di rumah kaca dan pembibitan tanaman hias (Aral et al., 2007) sehingga menjadikan garam kalium dalam bentuk sulfat dan nitrat menjadi lebih berharga dari pada kalium klorida. Selain itu, tanaman lebih banyak menyerap unsur-unsur N, P, K, dan S dalam bentuk NO - 3 (lebih baik daripada NH + 4 ), H 2 PO - 4 (lebih baik daripada HPO 2-4 ), K + 2-, dan SO 4 untuk memenuhi kebutuhan unsur-unsur hara makro tersebut (Murphi, 1972). Menurut Roy (2007), garam kalium dalam bentuk sulfat, nitrat dan fosfat merupakan garam yang bernilai tinggi. Kalium sulfat dan kalium nitrat tersedia di alam dalam keadaan bijih dan senyawa heterogen. Kalium sulfat dapat diproduksi dengan reaksi KCl dengan asam sulfat. Namun, HCl yang 8

menjadi hasil sampingnya bersifat korosif sehingga merusak reaktor. Alternatifnya adalah reaksi K 2 SO 4.2MgSO 4 dan KCl dengan hasil samping berupa endapan MgCl yang tidak korosif. Ketersediaan dan produksi kalium nitrat lebih terbatas, yaitu hanya diproduksi di Amerika Serikat, Israel, dan Norwegia karena prosesnya yang mahal dan kemungkinan penggunaanya dalam produksi bahan peledak berbahaya (TNT dan nitrogliserin). Kalium fosfat dapat dibuat dengan reaksi KOH dan K 2 CO 3 dengan H 3 PO 4. Masih menurut Roy (2007), proses ini jarang diteliti dan dikembangkan walaupun kalium fosfat termasuk garam yang bernilai tinggi. Penggunaan KOH sebagai katalis basa dalam transesterifikasi trigliserida dan metanol menyisakan sebagian besar basa kalium pada gliserol (Gerpen, 2005). Sisa katalis basa kalium yang terdapat dalam gliserol hasil samping biodiesel transesterifikasi minyak nabati dengan katalis basa kalium dinetralkan dengan asam mineral menjadi garam kalium. Proses ini merupakan bagian dari pemurnian gliserol. Jenis garam hasil pemurnian gliserol bergantung kepada jenis katalis basa dan asam penetral yang digunakan. Penetralan dengan asam menghasilkan garam kalium yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk K dan mempunyai sifat pemisahan terhadap gliserol yang lebih baik (Bacovsky et al., 2007). Tingkat derajat keasaman mempengaruhi kandungan garam yang dihasilkan dalam pemurnian gliserol hasil samping biodiesel ini (Kocsisová dan Cvengroś, 2006: Ooi et al., 2001). Karena itu, garam kalium yang dapat digunakan menjadi pupuk menjadi salah satu hasil samping potensial selain gliserol dalam industri biodiesel. Beberapa industri biodiesel besar di Eropa dan Amerika Utara bahkan secara khusus menjadikan pupuk kalium sulfat dan kalium fosfat sebagai salah satu produknya dalam bentuk padatan dan pasta (Bacovsky et al., 2007; Talley, 2004). Pengambilan kembali garam yang bernilai tinggi dari limbah cair industri dibahas dalam Dairy Industries Sustainability Consortium, sebuah konsorsium yang dibentuk antara Departemen Industri Primer, Universitas Deakin, Universitas RMIT, Universitas Victoria, dan Food Science Australia. 9

(Aral et al., 2007). Konsorsium ini melaporkan beberapa jenis garam yang bernilai tinggi (seperti garam kalium) dari limbah cair industri susu dan beberapa metode dalam skala laboratorium untuk mengambil dan memurnikan garam tersebut, di antaranya adalah: netralisasi dengan asam yang menghasilkan garam sukar larut, evaporasi, kristalisasi, pengabuan, pencucian dengan air, filtrasi, dan pengendapan dengan etanol. Garam yang dihasilkan tidak homogen karena kandungan limbah cair industri susu yang beraneka ragam. Hal ini berbeda dengan gliserol hasil samping produksi biodiesel dengan katalis basa homogen. 10

III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan terdiri atas bahan yang diteliti dan bahan kimiawi untuk analisis. Bahan yang diteliti terdiri atas gliserol (hasil pemisahan dari metil ester dalam pembuatan biodiesel hasil transesterifikasi minyak jarak pagar dengan katalis basa kalium), asam sulfat (H 2 SO 4 ), asam nitrat (HNO 3 ), dan asam fosfat (H 3 PO 4 ). Bahan kimiawi untuk analisis tercantum dalam prosedur pengujian di Lampiran 2 4. Alat yang digunakan terdiri atas alat-alat proses dan alat-alat ukur untuk analisis. Alat-alat proses terdiri atas gelas Erlenmeyer 300 ml, gelas reaksi 250 ml, pengaduk magnetik, batang pengaduk magnetik, pipet volumetrik 10 ml, pipet volumetrik 1 ml, corong gelas, labu pemisah 500 ml, kertas saring Whatman 42, pompa vakum, gelas Erlenmeyer vakum, corong Buchner, karet sumbat penutup, alumunium foil, lemari asap, sudip, batang pengaduk gelas, botol dan plastik sampel, dan gegep penjepit. C. METODE PENELITIAN Penelitian terdiri atas empat tahap, yaitu: 1. Analisis gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar dengan katalis basa kalium; 2. Pemurnian gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar menggunakan asam nitrat, asam sulfat, dan asam fosfat; 3. Analisis gliserol hasil pemurnian; 4. Analisis garam kalium sebagai hasil samping pemurnian gliserol dengan perlakuan terbaik. 11

Analisis gliserol hasil samping esterifikasi-transesterifikasi minyak jarak pagar terdiri atas: uji ph, kadar gliserol, kadar abu, dan kadar zat menguap pada 105 0 C. Cara kerja pengujian tercantum dalam Lampiran 1 4. Perlakuan faktor yang diteliti dapat dilihat pada diagram alir yang ditunjukkan Gambar 2. Prinsip penelitian ini adalah dekomposisi gliserol melalui netralisasi katalis basa terlarut dan pemecahan sabun dengan asam mineral membentuk garam dan asam lemak bebas, dilanjutkan pemisahan antara lapisan asam lemak bebas, lapisan gliserol, dan endapan garam. Gliserol hasil samping esterifikasitransesterifikasi minyak jarak pagar HNO 3, H 2 SO 4, H 3 PO 4 Penambahan asam sedikit demi sedikit dalam keadaan teraduk (400 rpm) selama 1 jam Disaring dengan kertas saring dan pompa vakum Gliserol dan asam lemak Dipisahkan dengan labu pemisah Endapan garam Analisis Gliserol Asam Lemak Analisis Gambar 2. Bagan Alir Penelitian 12

Dekomposisi gliserol dilakukan dalam gelas Erlenmeyer 300 ml dengan pengadukan terus-menerus dan penambahan sedikit demi sedikit asam mineral. Pemisahan antara endapan garam dengan gliserol dilakukan dengan cara penyaringan dengan kertas saring Whatman 42 dan pompa vakum. Pemisahan lapisan gliserol dan asam lemak dilakukan dengan pengendapan secara gravitasi dengan labu pemisah. Pengujian dilakukan terhadap fase gliserol dan endapan garam yang berhasil dipisahkan. Analisis yang dilakukan terhadap fase gliserol terdiri atas: ph, kadar abu, dan kadar gliserol. Pengujian dilakukan terhadap garam kalium hasil pemisahan dari fase gliserol dengan kadar abu terendah, terdiri atas: kadar kalium, kadar klorida, dan kadar unsur hara makro (kadar sulfur, kadar nitrogen, atau kadar fosfor), dan kadar asam bebas (sebagai H 2 SO 4, HNO 3, atau H 3 PO 4 ). Prosedur analisis kimia dilakukan menurut uji kimia pupuk anorganik dalam Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Air, dan Pupuk yang dikeluarkan Balai Penelitian Tanah (Sulaeman et al., 2005), SNI, dan Official Methods of Analysis of AOAC International (Horwitz, 2000) sebagaimana terlampir pada Lampiran 1 4. D. RANCANGAN PERCOBAAN Percobaan dirancang dan dianalisis menurut Montgomery (2001) dengan software Microsoft Office Excel 2003 sebagai alat bantu analisis statistik. Berdasarkan SNI 06-1564-1989 tentang Gliserol Kasar, dan perlunya pengaturan ph dalam pemurnian gliserol hasil samping biodiesel, dipilih lah variabel respon yang diamati, yaitu: ph, kadar gliserol, dan kadar abu dalam gliserol hasil pemisahan dari asam lemak bebas dan garam kalium. Adapun variabel bebas terdiri atas dua faktor, yaitu: jenis asam mineral dan jumlah mmol asam. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial acak lengkap dengan tiga kali ulangan. Tinjauan pustaka menunjukkan bahwa garam kalium yang diperoleh dari tambang garam di alam berupa KCl. Selanjutnya, garam KCl menjadi bahan baku bagi produksi senyawa kalium lainnya seperti kalium hidroksida 13

dan garam kalium lain. Garam kalium yang bernilai tinggi di antaranya adalah kalium nitrat, kalium sulfat, dan kalium fosfat. Berdasarkan hal ini dipilih tiga jenis asam mineral, yaitu: asam nitrat, asam sulfat, dan asam fosfat. Dengan ketiga jenis asam ini, pemurnian gliserol (hasil samping transesterifikasi minyak jarak pagar dengan katalis KOH) akan memberikan hasil samping berupa garam kalium nitrat, kalium sulfat, dan kalium fosfat. Asam sulfat yang digunakan adalah asam sulfat pekat 96% ( b / b ) dengan bobot molekul 98,07 g.mol -1 dan massa jenis 1,84 g.cm -3. Dengan persamaan (1), diperoleh bahwa molaritas asam sulfat adalah 18,01 M. Asam nitrat yang digunakan adalah asam nitrat pekat 68,60% ( b / b ) dengan bobot molekul 63,01 g.mol -1 dan massa jenis 1,40 g.cm -3. Dengan persamaan (1), diperoleh bahwa molaritas asam nitrat adalah 15,27 M. Asam fosfat yang digunakan adalah asam fosfat pekat 85,60% ( b / b ) dengan bobot molekul 97,97 g.mol -1 dan massa jenis 1,69 g.cm -3. Dengan persamaan (1), diperoleh bahwa molaritas asam fosfat adalah 14,74 M. ( ) % b M b ρ = 10 Mr Keterangan : M : Molaritas (M) ( b ) b Persamaan (1) % : Persentase bobot gram zat terlarut dalam 100 gram larutan ρ : Massa jenis larutan (g.cm -3 ) Mr : Bobot molekul zat terlarut (g.mol -1 ) Analisis gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar menunjukkan kadar KOH sebesar 2,39% ( b / b ). Hal ini menunjukkan bahwa dalam 200 g bahan terdapat 4,78 g KOH. Dengan bobot molekul KOH sebesar 56,1 g.mol -1 diperoleh jumlah KOH dalam 200 g bahan adalah 85,12 mmol. Basa kalium merupakan basa kuat sehingga akan terionisasi sempurna dalam air. Ionisasi satu mol KOH dalam air akan menghasilkan satu mol K + dan satu mol OH - (Gambar 3). Diperlukan H + dalam jumlah yang sama 14

dengan OH - untuk menetralkannya. Maka, diperlukan 85,12 mmol H + untuk menetralkan KOH yang larut dalam 200 g bahan gliserol. Analisis gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar menunjukkan kadar K-oleat sebesar 7,82% ( b / b ). Hal ini menunjukkan bahwa dalam 200 g bahan terdapat 15,64 g K-oleat. Dengan bobot molekul K-oleat sebesar 320,56 g.mol -1 diperoleh jumlah K-oleat dalam 200 g bahan adalah 48,78 mmol. Ionisasi satu mol K-oleat dalam air akan menghasilkan satu mol K + (Gambar 3) karena kation K + dalam K-oleat berasal dari basa kalium. Anion oleat berasal dari asam oleat yang merupakan asam lemah. Karena itu, hidrolisis satu mol anion oleat cenderung akan menghasilkan satu mol OH - karena H + cenderung berikatan kembali dengan anion oleat (Gambar 3). Akibatnya, larutan K-oleat akan bersifat basa. Berdasarkan jumlah K-oleat dalam 200 g bahan, maka diperlukan 48,78 mmol H + untuk netralisasi basa akibat hidrolisis sabun K-oleat. Jumlah total H + dari asam mineral yang digunakan dalam penelitian ini adalah penjumlahan dari jumlah H + untuk netralisasi basa karena KOH terlarut dan basa karena sabun K-oleat terlarut. Hasilnya adalah 133,90 mmol H +. Asam sulfat merupakan asam kuat. Dalam air, satu mol asam sulfat dianggap terionisasi sempurna menghasilkan dua mol H + 2- dan satu mol SO 4 (Gambar 8). Jumlah asam sulfat dijadikan patokan jumlah mmol H + untuk netralisasi dalam penelitian ini. Sejumlah 133,90 mmol H + diperoleh dari 66,95 mmol asam sulfat. Ionisasi asam-basa yang diuraikan di atas adalah ionisasi dalam pelarut air. Karena bahan penelitian adalah gliserol, diambil beberapa tingkat faktor jumlah mmol asam mulai dari di bawah 66,95 mmol asam sulfat, dilanjutkan dengan beberapa tingkat jumlah mmol sampai dengan lima tingkat. Hal ini bertujuan untuk antisipasi terhadap kekuatan asam nitrat dan asam fosfat yang berbeda dengan asam sulfat. Jumlah mmol asam yang ditambahkan terdiri atas lima tingkat, yaitu: 54 mmol, 90 mmol, 126 mmol, 162 mmol, dan 198 mmol (ditambahkan ke dalam 200 g bahan gliserol). Jumlah asam 54 mmol diambil untuk memudahkan pengukuran karena sama dengan 3 ml asam sulfat 18,01 M. 15

Rentang 36 mmol pada jumlah mmol asam antartingkat diambil untuk tujuan serupa karena sama dengan 2 ml asam sulfat 18,01 M. Besarnya volume tiap jenis asam yang ditambahkan (ke dalam 200 g bahan gliserol) sesuai tingkat jumlah mmol asam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Volume Asam untuk Perlakuan Jumlah mmol Asam Volume Asam yang Ditambahkan Jumlah mmol H 2 SO 4 18,01 M HNO 3 15,27 M H 3 PO 4 14,74 M Mr = 98,07 g.mol -1 Mr = 63,01 g.mol -1 Mr = 97,97 g.mol -1 54 3,00 ml 3,54 ml 3,66 ml 90 5,00 ml 5,90 ml 6,11 ml 126 7,00 ml 8,25 ml 8,55 ml 162 9,00 ml 10,61 ml 10,99 ml 198 10,99 ml 12,97 ml 13,43 ml Model dasar rancangan percobaan adalah sebagai berikut. y = β 0 + β 1 x 1 + β 2 x 2 + β 12 x 1 x 2 + ε Keterangan: y : Respon pada perlakuan jenis asam ke-i dan jumlah mol ke-j β 0 : Konstanta nilai respon awal (saat x = 0) β 1 x 1 β 2 x 2 : Pengaruh jenis asam ke- i : Pengaruh jumlah mol asam ke-j β 12 x 1 x 2 : Pengaruh interaksi antara jenis dengan jumlah mmol asam ε : Galat percobaan Jenis asam (x 1 ) merupakan faktor kualitatif, sedangkan jumlah mmol asam (x 2 ) merupakan faktor kuantitatif. Model dasar hasil regresi dinyatakan dengan persamaan untuk tiap jenis asam sebagai berikut. y = β 0 + β 1 x 1 + ε Keterangan: y : Respon pada perlakuan jumlah mol ke-i untuk tiap jenis asam β 0 : Konstanta nilai respon (y) awal (saat x = 0) β 1 x 1 : Pengaruh jumlah mmol ke-i untuk tiap jenis asam ε : Galat percobaan 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor. Hasil analisis gliserol ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar Jenis Analisis Hasil ph 10,20 Kadar KOH 2,39 % Kadar Sabun (dalam K-oleat) 7,82 % Kadar Gliserol 40,48 % Kadar Zat Menguap (105 0 C) 46,81 % Kadar Abu 5,16 % Uji ph menunjukkan bahwa gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar mempunyai ph sebesar 10,20. Tingkat derajat keasaman (ph) gliserol menunjukkan sifatnya yang basa. Hal ini disebabkan kandungan KOH dan sabun kalium. Ionisasi KOH dan sabun kalium dalam air akan menghasilkan ion hidroksil (OH ) sebagaimana ditunjukkan Gambar 3. Sabun kalium merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dengan basa kalium. Ionisasi sabun kalium dalam air menghasilkan ion hidroksil dan bersifat basa karena ion H + hasil ionisasi molekul air berikatan dengan ion R COO - menghasilkan R COOH sebagaimana ditunjukkan Gambar 3. KOH (aq) K + (aq) + OH - (aq) R COOK (aq) K + (aq) + R COO - (aq) R COO - (aq) + H 2 O (l) R COOH (aq) + OH - (aq) Gambar 3. Ionisasi Basa Kuat dan Garam Basa dalam Air (Chang, 2005) Kandungan KOH dalam gliserol berasal dari katalis basa kalium yang digunakan dalam transesterikasi. Sebagai katalis, basa kalium tidak ikut bereaksi menjadi produk, hanya mempercepat terjadinya jalannya reaksi transesterifikasi. Katalis tersisa bersama hasil samping lainnya yaitu gliserol. 17

Kandungan sabun kalium berasal dari reaksi penyabunan asam lemak bebas dan KOH (Gambar 4), dan penyabunan trigliserida dan KOH dengan adanya air (Gambar 5). Karena itu, keberadaan air dalam bahan mentah maupun yang terbentuk akibat reaksi penyabunan asam lemak bebas menghambat transesterifikasi trigliserida dan metanol menghasilkan metil ester. Kadar sabun dinyatakan dalam bentuk kalium oleat dengan bobot molekul 320,56 g/mol. Hal ini diambil karena asam oleat merupakan bagian terbanyak di antara asam lemak-asam lemak yang dikandung minyak jarak pagar sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4. R COOH KOH + R COOK + H 2 O Asam Lemak Kalium Hidroksida Sabun Gambar 4. Reaksi Penyabunan Asam Lemak Bebas H 2O R 1 COOK + 3 KOH R 2 COOK + R 3 COOK Trigliserida Kalium Hidroksida Sabun Gambar 5. Reaksi Penyabunan Trigliserida Gliserol Tabel 4. Asam Lemak Penyusun Minyak Jarak Pagar Asam Lemak Rumus Molekul Struktur Nzikou et al. (2009) % Bobot Akbar et al. (2009) Gübitz et al. (1999)* Miristat C 14 H 28 O 2 14:0 0,1 0 0,1 Palmitat C 16 H 32 O 2 16:0 15,63 14,2 14,1 15,3 Palmitoleat C 16 H 30 O 2 16:1 1,01 0,7 0 1,3 Margarat C 17 H 34 O 2 17:0 0,1 Stearat C 18 H 36 O 2 18:0 5,78 7,0 3,7 9,8 Oleat C 18 H 34 O 2 18:1 40,10 44,7 34,3 45,8 Linoleat C 18 H 32 O 2 18:2 37,51 32,8 29,0 44,2 Linolenat C 18 H 30 O 2 18:3 0,2 0 0,3 Arakidat C 20 H 40 O 2 20:0 0,2 0 0,3 Behenat C 22 H 44 O 2 22:0 0 0,2 *Diacu dalam Syam et al. (2009) 18

Hasil analisis gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar menunjukkan kadar zat menguap pada 105 0 C yang sangat tinggi (46,81%). Hal ini disebabkan gliserol masih banyak mengandung metanol yang tidak bereaksi. Kadar zat menguap (105 0 C) menunjukkan kandungan metanol dan air. Metanol berlebih ditambahkan dalam transesterifikasi untuk menggeser reaksi ke kanan menghasilkan lebih banyak metil ester. Sebagian besar metanol yang tidak bereaksi larut dalam gliserol karena kelarutan metanol dalam gliserol dan air lebih tinggi daripada kelarutan metanol dalam metil ester. Perbandingan kadar metanol dalam metil ester dengan gliserol sekitar 4:6 (Gerpen et al., 2004b). Karena itu, Gerpen et al. (2004b) menyarankan distilasi metanol dilakukan sebelum pemisahan antara metil ester dan gliserol kemudian mengumpankan kembali metanol dalam esterifikasitransesterifikasi. Kadar abu gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar sebesar 5,16%. Kadar abu menyatakan kandungan zat mineral atau anorganik. Kandungan abu dalam gliserol berasal dari kandungan kalium berupa basa dan sabun dalam gliserol. Kadar abu menjadi salah satu parameter penting untuk menilai kualitas gliserol. Hal ini disebabkan gliserol merupakan bahan organik yang terdiri atas atom C, H, dan O (dengan rumus kimia C 3 H 8 O 3 ) yang menjadi gas CO 2 dan uap H 2 O ketika bahan organik diabukan. Salah satu tujuan pemurnian gliserol adalah menurunkan kadar abu gliserol. B. NETRALISASI KOH DAN PEMECAHAN SABUN K Kalium (berupa sabun dan basa) larut dalam gliserol, metanol, dan air. Untuk memisahkannya, kalium direaksikan dengan asam mineral membentuk garam kalium, asam lemak bebas, dan air. Reaksi netralisasi KOH dan pemecahan sabun K ditunjukkan oleh Gambar 6 dan Gambar 7. Asam sulfat merupakan asam kuat diprotik (mempunyai dua atom hidrogen yang dapat terionisasi). Kecilnya (negatif) nilai pka asam sulfat menunjukkan bahwa ionisasi menjadi ion H + 2- dan SO 4 berlangsung dengan baik. Garam hasil reaksi dengan basa K adalah K 2 SO 4 (KHSO 4 diabaikan). Asam nitrat termasuk asam kuat monoprotik. Ionisasi asam sulfat dan asam 19

nitrat ditunjukkan oleh Gambar 8. Reaksi dengan basa K menghasilkan garam KNO 3. 2KOH + H 2 SO 4 K 2 SO 4 + 2H 2 O KOH + HNO 3 KNO 3 + H 2 O KOH + H 3 PO 4 KH 2 PO 4 + H 2 O 2KOH + H 3 PO 4 K 2 HPO 4 + H 2 O 3KOH + H 3 PO 4 K 3 PO 4 + 3H 2 O Gambar 6. Reaksi Netralisasi Basa Kalium 2R-COOK + H 2 SO 4 K 2 SO 4 + 2R-COOH R-COOK + HNO 3 KNO 3 + R-COOH R-COOK + H 3 PO 4 KH 2 PO 4 + R-COOH 2R-COOK + H 3 PO 4 K 2 HPO 4 + 2R-COOH 3R-COOK + H 3 PO 4 K 3 PO 4 + 3R-COOH Gambar 7. Reaksi Pemecahan Sabun HNO 3(aq) H + (aq) + NO 3 - (aq) pka = -1,3 H 2 SO 4 (aq) H + (aq) + HSO 4 - (aq) pka 1 = -3 HSO 4 - (aq) H + (aq) + SO 4-2 (aq) pka 2 = 1,987 Gambar 8. Ionisasi Asam Nitrat dan Asam Sulfat (Goldberg et al., 2002; Kolthoff, 1959) H 3 PO 4 (aq) H + (aq) + H 2 PO 4 - (aq) pka 1 = 2,148 H 2 PO 4 - (aq) H + (aq) + HPO 4 - (aq) pka 2 = 7,198 HPO 4 - (aq) H + (aq) + HPO 4 - (aq) pka 3 = 12,35 Gambar 9. Ionisasi Asam Fosfat (Goldberg et al., 2002) Asam fosfat merupakan asam lemah poliprotik (mempunyai tiga atom hidrogen yang dapat terionisasi). Ionisasi atom hidrogen pada asam fosfat ditunjukkan oleh Gambar 9. Garam dari asam fosfat dan basa K dapat terbentuk dengan mengganti satu, dua, atau tiga ion H + dengan satu, dua, atau tiga ion K + menghasilkan garam KH 2 PO 4, K 2 HPO 4, atau K 3 PO 4 (Gambar 7). Dalam netralisasi basa dan pemecahan sabun K, garam kalium terbentuk dari 20

reaksi netralisasi basa dan sabun K dengan asam mineral sebagaimana ditunjukkan Gambar 6 dan Gambar 7. Netralisasi basa dan pemecahan sabun menghasilkan garam, air, dan asam lemak bebas. Kelarutan garam dalam gliserol dan metanol sangat rendah. Garam banyak mengendap dalam lapisan gliserol. Air dan sisa metanol lebih mudah larut dalam lapisan gliserol. Asam lemak bebas tidak larut dalam gliserol dan membentuk lapisan terpisah di atas lapisan gliserol. Sabun dapat menyebabkan terjadinya emulsi antara gliserol dan asam lemak bebas sehingga sulit dipisahkan. Pemisahan antara lapisan gliserol dan asam lemak bebas berlangsung sempurna setelah semua sabun dipecah menjadi garam dan asam lemak bebas. Hal ini menyebabkan gliserol harus bersifat asam atau mempunyai ph < 7. C. DERAJAT KEASAMAN (ph) GLISEROL Data hasil pengamatan ph terlampir pada Lampiran 5. Kurva hubungan jenis dan jumlah mmol asam mineral terhadap ph gliserol ditunjukkan pada Gambar 10. Reaksi asam mineral dalam gliserol menurunkan ph. Hal ini terjadi karena ion kalium dari basa dan sabun berikatan dengan ion nitrat, sulfat, dan fosfat membentuk garam. Ion OH - yang menyebabkan tingginya ph berikatan dengan H + dari asam mineral menghasilkan air. Gambar 10 menunjukkan bahwa perlakuan jenis asam mineral yang menghasilkan ph dari rendah ke tinggi secara berturut-turut adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam fosfat. Hal ini menunjukkan kekuatan asam dari ketiga jenis asam tersebut secara berturut-turut dari asam kuat ke asam lemah sesuai dengan nilai pka dari kecil ke besar (Gambar 8 dan 9). Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan bahwa sebaran data hasil pengamatan nilai ph gliserol dapat dianggap mengikuti sebaran normal. Gambar 11 menunjukkan kecenderungan diagram bantang membentuk puncak di pusat sebaran. Gambar 12 menunjukkan plot residual terhadap peluang persentase sebaran normal yang mengikuti kecenderungan garis lurus dan sebagian besar residual yang lebih banyak terkumpul di sekitar nilai pusat 21

daripada di sekitar nilai ekstrim sebaran. Analisis sidik ragam dengan taraf nyata (α) 5% pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan jenis asam, jumlah mmol asam, dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap ph gliserol yang dihasilkan (F hitung > F tabel ). 10.00 8.00 Linear Nilai ph Gliserol 6.00 4.00 4.50 H3PO4 H2SO4 HNO3 2.00 0.00 75.36 142.41 144.11 0 50 100 150 200 250 Jumlah mmol Asam / 200 g Bahan Gambar 10. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan ph Gliserol Frekuensi 14 12 10 8 6 4 2 0-0.14-0.09-0.07-0.05-0.04-0.02-0.01 0.00 Residual 0.01 0.02 0.03 0.04 0.06 0.09 0.11 0.12 Gambar 11. Diagram Batang Residual Data Pengamatan ph 22

1.10 Peluang % Normal 0.90 0.70 0.50 0.30 0.10-0.10-0.30-0.15-0.10-0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 Plot Residual Gambar 12. Plot Residual Data Pengamatan ph Penambahan asam sulfat menghasilkan kurva perubahan ph lebih cepat pada titik ekuivalen dibandingkan dengan kurva ph penambahan asam nitrat dan asam fosfat. Asam sulfat merupakan asam kuat, bereaksi dengan basa kalium yang juga merupakan basa kuat. Ini sesuai dengan kurva titrasi asam kuat terhadap basa kuat sebagaimana ditunjukkan Gambar 13. Asam nitrat dan asam fosfat termasuk asam yang lebih lemah dibandingkan dengan asam sulfat. Kurva penurunan ph yang dibentuk oleh penambahan asam nitrat dan asam fosfat sesuai dengan kurva titrasi basa kuat dengan asam lemah sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 14. Gambar 13. Kurva Titrasi Asam Kuat terhadap Basa Kuat (Sumber: http://cnx.org/content/m17137/latest/) 23

Gambar 14. Kurva Titrasi Asam Lemah terhadap Basa Kuat (Sumber: http://cnx.org/content/m17137/latest/) Gambar 15. Kurva Pengaruh Konsentrasi dalam Netralisasi Asam Basa Kuat (Sumber: http://basicchemistrylab.blogspot.com/2009/10/titration-of-strong-base-withstrong.html) Pengamatan terhadap pemisahan fase (Lampiran 11 13) menunjukkan pemisahan terjadi dengan baik pada ph < 7. Namun, masih terdapat sedikit busa ketika penyaringan. Nilai ph perlu diatur <5 untuk mencegah terbentuknya busa selama pemisahan (Yong et al., 2001b). Kocsisová dan Cvengroś (2006) menyatakan bahwa diperlukan ph 4,00 4,50 yang menghasilkan pemisahan yang baik antara lapisan gliserol dengan asam lemak. 24

Netralisasi basa dan pemecahan sabun menghasilkan garam, asam lemak bebas, dan air. Reaksi yang tidak sempurna akan menyisakan sabun yang membentuk emulsi antara gliserol, air, dan asam lemak bebas. Hal ini mempersulit pemisahan antara gliserol dengan asam lemak bebas. Selain itu, sabun menyebabkan terjadinya banyak busa selama penyaringan. Gambar 10 menunjukkan bahwa ph 4,50 terdapat pada kurva linear, baik pada penambahan asam sulfat, asam nitrat, maupun asam fosfat. Dengan interpolasi linear pada kurva-kurva tersebut (Lampiran 8), diperoleh bahwa diperlukan penambahan 75,36 mmol asam sulfat; 142,41 mmol asam nitrat; atau 144,11 mmol asam fosfat ke dalam 200 gram bahan gliserol untuk menghasilkan ph 4,50. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa penurunan ph pada titik ekuivalen pada ketiga jenis asam terjadi terlalu curam dari ph 8 menjadi ph 1 (perlakuan asam sulfat) dan dari ph 6 menjadi ph 2. Titik ekuivalen adalah titik ketika OH - terlarut tepat dinetralkan oleh H + yang ditambahkan sehingga yang tersisa adalah kesetimbangan ionisasi pelarut. Dalam pelarut air, titik ekuivalen terjadi pada ph 7. Gambar 10 menunjukkan bahwa titik ekuivalen <7. Hal ini dapat disebabkan keberadaan gliserol dan metanol yang dominan dalam larutan. Alkohol bersifat lebih asam daripada air. Agar perubahan ph pada titik ekuivalen tidak terlalu cepat, hal ini dapat diatasi dengan penggunaan asam yang lebih lemah atau lebih encer sebagaimana ditunjukkan kurva netralisasi pada Gambar 15. D. KADAR GLISEROL Perlakuan netralisasi basa dan pemecahan sabun dengan asam mineral berhasil meningkatkan kadar gliserol. Data hasil pengamatan kadar gliserol terlampir pada Lampiran 5. Kurva hubungan jenis dan jumlah mmol asam terhadap kadar gliserol ditunjukkan pada Gambar 16. Gliserol biodiesel jarak pagar mempunyai kadar gliserol sebesar 40,48%. Kadar gliserol berhasil ditingkatkan sampai lebih dari 70%, bahkan mendekati 80% sebagaimana ditunjukkan Gambar 16. 25

Netralisasi basa dan pemecahan sabun (dengan penambahan asam mineral terhadap gliserol hasil samping produksi biodiesel) termasuk langkah awal dalam meningkatkan kemurnian gliserol kasar. Reaksi ini memisahkan gliserol dari basa dan sabun terlarut. Basa dinetralkan menjadi garam dan air. Sabun dipecah menjadi garam dan asam lemak bebas. Garam mengendap dalam gliserol karena kelarutannya rendah. Asam lemak bebas tidak larut dalam gliserol dan membentuk lapisan terpisah di atas lapisan gliserol. Terpisahnya asam lemak bebas dan garam kalium meningkatkan kadar gliserol secara drastis. 80 70 78.77 Kadar Gliserol (%) 60 50 H2SO4 HNO3 H3PO4 40 30 126 0 50 100 150 200 250 Gambar 16. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar Gliserol Gambar 17 dan Gambar 18 menunjukkan bahwa sebaran data hasil pengamatan kadar gliserol dapat dianggap mengikuti sebaran normal. Gambar 17 menunjukkan kecenderungan diagram batang membentuk puncak di pusat sebaran. Gambar 18 menunjukkan plot residual terhadap peluang persentase sebaran normal yang mengikuti kecenderungan garis lurus dan sebagian besar residual yang lebih banyak terkumpul di sekitar nilai pusat daripada di sekitar nilai ekstrim sebaran. Jumlah mmol Asam / 200 g Bahan 26

2.5 2 Frekuensi 1.5 1 0.5 0-3.51-1.81-0.87-0.68-0.34-0.17-0.09 0.08 Residual 0.14 0.20 0.41 0.59 0.75 1.22 4.34 Gambar 17. Diagram Batang Residual Data Pengamatan Kadar Gliserol Peluang % Normal 1.4000 1.2000 1.0000 0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000-0.2000-0.4000-4.00-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 Residual Gambar 18. Plot Residual Data Pengamatan Kadar Gliserol Analisis sidik ragam dengan taraf nyata (α) 5% pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan jenis, jumlah mmol asam, dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap kadar gliserol (F hitung > F tabel ). Kadar gliserol tertinggi dihasilkan pada perlakuan penambahan 126 mmol asam sulfat (kadar gliserol 77,98%; ph 1,40) atau 126 mmol asam fosfat (kadar gliserol 78,77%; ph 6,63). Hasil uji lanjut Duncan s (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kadar gliserol kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan lain, dan tidak berbeda nyata antarkeduanya (kelompok Duncan F). Adapun di antara perlakuan asam nitrat, kadar gliserol tertinggi (kadar gliserol 70,97%; ph 6,74) diperoleh pada penambahan asam sejumlah 126 mmol. Kadar gliserol terbaik yang diperoleh masih di bawah kadar gliserol sesuai SNI 06-1564-1989 tentang Gliserol Kasar, yaitu minimum 80%. Untuk meningkatkan kadar gliserol, perlu dilakukan penguapan metanol (sekaligus 27

untuk mengambil kembali kelebihan metanol). Penguapan metanol pada suhu di atas 65 0 C mampu menghasilkan gliserol dengan kemurnian mencapai 85% (Diwani et al., 2009; Gerpen, 2005). Selain penguapan metanol, keasaman gliserol perlu diatur agar tepat pada ph 4,50 untuk memastikan bahwa semua sabun telah dipecah menjadi asam lemak bebas dan garam (Kocsisová dan Cvengroś, 2006) dan mencegah pembusaan (Ooi et al., 2001). Untuk memperoleh ph optimum tersebut, jumlah asam perlu diatur berdasarkan interpolasi pada kurva linear yang ditunjukkan Gambar 10. Asam sulfat perlu diatur antara 54 mmol (ph 8,63) sampai dengan 126 mmol (ph 1,40). Jumlah asam nitrat perlu diatur antara 126 mmol (ph 6,74) sampai dengan 162 mmol (ph 1,82). Jumlah asam fosfat perlu diatur antara 126 mmol (ph 6,63) sampai dengan 162 mmol (ph 2,39). Perbandingan Gambar 10 dan Gambar 16 menunjukkan bahwa penambahan asam berlebih dan asam kuat, selain menurunkan ph, dapat menurunkan kadar gliserol. Penurunan kadar gliserol dapat terjadi karena kerusakan terhadap gliserol akibat reaksi dehidrasi atau oksidasi. Gliserol dapat mengalami dehidrasi pada ph rendah menghasilkan akrolein atau propenal (Adkins dan Hartung, 1941; Hedtke, 1996) dengan reaksi yang ditunjukkan Gambar 19. Asam pekat, kalium sulfat, dan kalium bisulfit merupakan beberapa bahan yang dapat menyebabkan gliserol mengalami reaksi dehidrasi. KHSO 4, H 2 SO 4 K 2 SO 4 Gliserol Akrolein (Propenal) Gambar 19. Reaksi Dehidrasi Gliserol (Adkins dan Hartung, 1941) Kadar gliserol yang lebih rendah juga disebabkan oleh meningkatnya kelarutan garam dalam gliserol karena meningkatnya kadar air hasil reaksi dehidrasi. Garam kalium nitrat memiliki kelarutan dalam gliserol yang lebih 28

baik daripada garam kalium sulfat dan kalium fosfat. Selain itu, garam (dalam keadaan asam) dan asam nitrat merupakan oksidator kuat terhadap molekul organik (Riswiyanto, 2009). Akibatnya, kadar gliserol pada perlakuan penambahan asam nitrat cenderung lebih rendah (setelah mencapai titik maksimum) daripada perlakuan asam yang lain. E. KADAR ABU Perlakuan terhadap gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar berhasil menurunkan kadar abu dalam gliserol. Data hasil pengamatan kadar abu gliserol terlampir pada Lampiran 5. Kurva hubungan jenis dan jumlah mmol asam dengan kadar abu gliserol ditunjukkan pada Gambar 20. Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar mempunyai kadar abu 5,16%; berasal dari kalium (berupa basa dan sabun) yang larut dalam gliserol. Perlakuan netralisasi basa dan pemecahan sabun (menghasilkan endapan garam) telah menurunkan kadar abu gliserol sebagaimana ditunjukkan Gambar 20. 5.50 4.50 Kadar Abu Gliserol (%) 3.50 2.50 1.50 1.76 1.09 H2SO4 HNO3 H3P O4 0.50 126 90 0 50 100 150 200 250 Jumlah mmol Asam / 200 g Bahan Gambar 20. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar Abu 29

Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan bahwa sebaran data hasil pengamatan kadar abu gliserol dapat dianggap mengikuti sebaran normal. Gambar 21 menunjukkan kecenderungan diagram bantang membentuk puncak di pusat sebaran. Gambar 22 menunjukkan plot residual terhadap peluang persentase sebaran normal yang mengikuti kecenderungan garis lurus dan sebagian besar residual yang lebih banyak terkumpul di sekitar nilai pusat daripada di sekitar nilai ekstrim sebaran. Frekuensi 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0-0.36-0.29-0.23-0.15-0.10-0.07-0.02 0.00 0.02 Residual 0.04 0.06 0.09 0.17 0.20 0.38 Gambar 21. Diagram Batang Residual Data Pengamatan Kadar Abu 1.30 Peluang % Normal 1.10 0.90 0.70 0.50 0.30 0.10-0.10-0.40-0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 Residual Gambar 22. Plot Residual Data Pengamatan Kadar Abu Gliserol Analisis sidik ragam dengan taraf nyata (α) 5% pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan jenis, jumlah mmol asam, dan interaksinya 30

berpengaruh nyata terhadap kadar abu gliserol kasar yang dihasilkan (F hitung > F tabel ). Kadar abu terendah dihasilkan pada perlakuan penambahan 126 mmol asam fosfat. Uji lanjut Duncan s (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kadar abu pada perlakuan ini menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan lain (kelompok Duncan A). Hasil ini berbeda dengan penelitian Kocsisová dan Cvengroś (2006) yang menunjukkan bahwa kadar abu terendah diperoleh dengan dengan penambahan asam sulfat 40%. Perbedaan ini terutama disebabkan perbedaan rancangan percobaan, konsentrasi asam sulfat, dan ph gliserol yang diperoleh. Kocsisová dan Cvengroś (2006) merancang percobaan dengan faktor jenis asam dan ph sebagai variabel bebas yang diteliti. Dengan rancangan tersebut diperoleh ph optimum bagi pemisahan gliserol, asam lemak bebas, dan garamnya yaitu pada ph 4,50. Adapun pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah jenis dan jumlah mmol asam. Selain itu, asam sulfat yang digunakan adalah asam sulfat pekat 18,01M (96%) dan perlakuan terbaik menghasilkan ph 6,63. Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar abu cenderung meningkat setelah melampaui titik minimum. Peningkatan kadar abu menunjukkan bahwa kelarutan garam meningkat. Peningkatan kelarutan garam ini dapat disebabkan oleh meningkatnya kandungan air akibat reaksi dehidrasi gliserol menghasilkan akrolein dan air (Adkins dan Hartung, 1941; Hedtke, 1996). F. GARAM KALIUM Pemurnian gliserol (hasil samping transesterifikasi minyak jarak pagar dengan katalis KOH) menggunakaan asam mineral memberikan hasil samping berupa garam kalium. Garam dihasilkan oleh netralisasi basa kalium dan reaksi pemecahan sabun kalium menggunakan asam mineral. Garam kalium dipisahkan dari gliserol dengan cara filtrasi. Analisis dilakukan terhadap garam kalium hasil perlakuan terbaik, yaitu perlakuan 126 mmol asam fosfat dalam 200 g gliserol. Analisis terdiri atas: kadar kalium, fosfat, klorida, zat menguap (130 0 C), dan asam bebas. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 5. 31

Analisis filtrat garam dilakukan terhadap garam filtrat dari perlakuan pemurnian terbaik karena garam merupakan salah satu bahan yang dipisahkan dari gliserol untuk meningkatkan kemurnian gliserol. Kadar zat menguap pada garam dilakukan sesuai dengan metode analisis kadar air pada garam kalium (Horwitz, 2000). Kadar zat menguap (130 0 C) sebesar 33,93 %. Tingginya zat menguap disebabkan kandungan gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air yang tersisa bersama garam setelah filtrasi. Tabel 5. Hasil Analisis Garam Filtrat Perlakuan Pemurnian Terbaik Jenis Analisis Hasil (% b / b ) Kadar Zat Menguap (130 0 C) 33,93 % Kadar Total Asam Bebas (berupa H 3 PO 4 )* 26,18 % Kadar Kalium (berupa K 2 O)* 13,17 % Kadar Fosfor (berupa P 2 O 5 )* 20,14 % Kadar Klorida* 2,67 % * Berdasarkan basis kering Kadar total asam bebas diukur dengan prosedur uji kadar asam bebas pada Lampiran 4. Hasilnya menunjukkan kadar asam bebas sebesar 26,18 %. Kadar ini sangat tinggi karena garam yang dianalisis adalah garam hasil filtrasi tanpa pencucian. Selain itu, kadar asam bebas dihitung berdasarkan basis kering sesuai dengan syarat mutu pupuk anorganik dalam SNI. Adapun kadar asam bebas berdasarkan basis basah adalah 17,29 % (faktor koreksi kadar air = 1,5114). Asam bebas berasal dari kelebihan asam fosfat yang ditambahkan dalam perlakuan pemurnian gliserol. Kadar asam bebas dalam pupuk menjadi salah satu syarat pupuk komersial. Produksi pupuk anorganik banyak melibatkan reaksi dengan asam anorganik seperti asam nitrat, asam sulfat, dan asam fosfat. Asam yang tidak bereaksi ikut tersisa bersama garam anorganik hasil reaksi. Kadar kalium, fosfor, dan klorida dianalisis di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian menggunakan metode nyala secara langsung dengan campuran udara-asetilena sesuai prosedur analisis APHA (American Public Health Association). Kadar kalium dan fosfor (Tabel 5) menunjukkan bahwa garam hasil filtrasi pemurnian gliserol ini belum 32

memenuhi standar pupuk kalium fosfat (Tabel 6). Hal ini terjadi karena kandungan gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air. Kadar klorida dimungkinkan masih terdapat pada garam hasil industri. Di alam, sebagian besar garam yang diperoleh berupa NaCl dan KCl. Dalam industri kimia, KCl digunakan sebagai bahan dalam produksi garam kalium lain maupun produksi KOH. Kadar klorida menjadi salah satu parameter syarat mutu pupuk karena kekepekaan beberapa jenis tanaman terhadap klorida. Di lain pihak, penggunaan pupuk kalium selain KCL sebagai sumber unsur hara makro K adalah untuk mengatasi masalah tersebut. Tabel 6. Standar Kadar K (K 2 O) dan P (P 2 O 5 ) Pupuk Anorganik Nama Pupuk Sumber Rujukan Kadar K 2 O Min. (%) Kadar P 2 O 5 Min. (%) Kadar Cl Maks. (%) Kadar Asam Bebas Maks. (%) Kalium nitrat SNI 02-2808-1992 44,0 0,5 Kalium dihidrofosfat Roy (2007) 35,0 52,0 Kalium monohidrofosfat Roy (2007) 40,0 54,0 Kalium sulfat SNI 02-2809-2005 50,0 2,5 2,5 Kalium klorida SNI 02-2805-2005 60,0 Diamonium fosfat SNI 02-2858-2005 46,0 Monoamonium fosfat SNI 02-2810-2005 48,0 SP-36 SNI 02-3769-2005 36,0 6,0 TSP SNI 02-0086-2005 45,0 6,0 Normal superfosfat Slack, 1972 0,2 18,0 0,3 Pemurnian perlu dilakukan untuk memisahkan garam dari pengotor seperti gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air. Pemurnian garam dapat dilakukan dengan beberapa metode. Aral et al. (2007) melakukan beberapa metode pemurnian garam sebagai berikut. 1. Pencucian dengan air, filtrasi, evaporasi, dan kristalisasi pendinginan. 2. Pengabuan (>300 0 C), pencucian dengan air, filtrasi, evaporasi, dan kristalisasi garam pada suhu kamar. 3. Pengendapan garam dengan penambahan pelarut organik (etanol), filtrasi, dan pengeringan pada suhu kamar. Umumnya, garam organik sukar larut dalam pelarut organik seperti etanol sebagaimana ditunjukkan Tabel 7. Aral et al. (2007) menyatakan bahwa metode pengendapan garam dengan penambahan pelarut organik (etanol) merupakan metode yang paling mudah karena energi yang diperlukan jauh lebih kecil daripada metode lain 33

yang dilakukannya. Selain itu, etanol dapat diambil kembali dengan distilasi. Kelemahannya adalah jumlah garam yang dapat diambil dari limbah cair (industri susu) dengan metode ini jauh lebih rendah. Selain itu, garam yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan Aral et al. (2007) masih heterogen. Tabel 7. Kelarutan Garam Kalium Garam Kelarutan dalam Air (g/100 ml air) a Kelarutan dalam Gliserol b Kelarutan dalam Etanol b KNO 3 38,3 (25 0 C) Larut Sedikit Larut KHSO 4 50,56 (25 0 C) K 2 SO 4 12,09 (25 0 C) Sedikit Larut Tidak Larut KH 2 PO 4 25 (25 0 C) Sedikit Larut K 2 HPO 4 168 (25 0 C) Larut K 3 PO 4 106 (25 0 C) Tidak Larut a b Hammond (2006) Potnaik (2003) Hal ini berbeda dengan garam hasil pemurnian gliserol biodiesel jarak pagar dengan katalis basa homogen. Jenis garam relatif homogen sesuai dengan katalis basa dan asam mineral yang digunakan. Endapan garam yang perlu dimurnikan berupa pasta, sebagian besar berupa campuran garam, gliserol, dan metanol. Kelarutan garam dalam gliserol dan metanol sangat rendah sebagaimana dijelaskan Tabel 7. Pencucian garam sebaiknya dilakukan dengan metanol, karena metanol dapat melarutkan gliserol dan asam lemak yang tersisa dalam garam. Metanol dapat diambil kembali dengan distilasi. Selain itu, metanol sudah terdapat dalam garam hasil esterifikasi-transesterifikasi minyak jarak pagar. Hal ini bertujuan menjaga kemurnian metanol ketika diambil kembali dengan distilasi. 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Analisis gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar menunjukkan ph 10,20 dan kandungan terdiri atas: gliserol (40,48%), KOH (2,39%), sabun K-oleat (7,82%), zat menguap pada 105 0 C (46,81%), abu (5,16%), dan zat lain. Perlakuan jenis dan jumlah mmol asam sebagai tahap awal pemurnian gliserol berpengaruh nyata terhadap ph, kadar gliserol, dan kadar abu gliserol kasar yang dihasilkan. Kadar gliserol tertinggi dan kadar abu terendah dicapai pada perlakuan 126 mmol H 3 PO 4 14,74M (terhadap 200 gram gliserol). Perlakuan ini menghasilkan kadar abu terendah (1,085%), kadar gliserol tertinggi (78,77%), dan ph 6,63. Perlakuan H 2 SO 4 18,01M menunjukkan kadar gliserol tertinggi (77,98%) pada penambahan asam 126 mmol, dan kadar abu terendah (1,76%) pada penambahan asam 90 mmol. Perlakuan HNO 3 15,27M menunjukkan kadar gliserol tertinggi (70,97%) pada penambahan asam 126 mmol, dan kadar abu terendah (1,79%) pada penambahan asam 198 mmol. Analisis garam kalium sebagai hasil samping pemurnian gliserol dengan perlakuan terbaik menunjukkan kandungan zat menguap 130 0 C sebesar 33,93%. Analisis garam berdasarkan basis kering menunjukkan kandungannya terdiri atas: asam bebas (26,18%), K 2 O (13,17%), P 2 O 5 (20,14%), dan klorida (2,67%). B. SARAN Penelitian terhadap faktor kepekatan (konsentrasi) asam perlu dilakukan karena asam pekat dapat merusak gliserol sehingga menurunkan kadar gliserol yang diperoleh. Penelitian lain yang juga diperlukan adalah mengenai pemurnian garam kalium yang menjadi hasil samping dalam pemurnian gliserol. 35

DAFTAR PUSTAKA Adkins, H., dan W.H. Hartung. 1941. Acrolein. Organic Syntheses Coll. Vol.1: 15. Aiken, J.E. 2006. Purification of Glycerin. US Patent No. US 7,126,032 B1. Akbar, E., Z. Yaakob, S.K. Kamarudin, M. Ismail, J. Salimon. 2009. Characteristic and Composition of Jatropha curcas Oil Seed from Malaysia and its Potential as Biodiesel Feedstock. European Journal of Scientific Research. 29 (3): 396 403. Akoh, C.C., S.W. Chang, G.C. Lee, dan J.F. Shaw. 2007. Enzymatic Approach to Biodiesel Production. J. Agric. Food Chem. 55 (22): 8995 9005. Alamu, O.J., M.A. Waheed, dan S.O. Jekayinfa. 2007. Alkali-catalysed Laboratory Production and Testing of Biodiesel Fuel from Nigerian Palm Kernel Oil. The CIGR Ejournal EE 07 009 (IX) July 2007: 1 7. http://cigrejournal.tamu.edu/submissions/volume9/ee%2007%20009%20alamu%2 0final%2024June2007.pdf [Diakses tanggal 27 Desember 2008] Aral, H., R. Sleigh, dan L. Simons. 2007. Salt Recovery Strategies for New Value-added Salt Products. Project Report. Closing the Loop: An Holistic Approach to the Management of Dairy Processor Waste Streams. Dairy Industries Sustainability Consortium. Bacovsky, D., W. Körbitz, M. Mittelbach, dan M. Wörgetter. 2007. Biodiesel Production: Technologies and European Providers. IEA Task 39 Report T39-B6. [BSN]. 1989. Gliserol Kasar. SNI 06-1564-1989. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN]. 1992. Pupuk Kalium Nitrat. SNI 02-2808-1992. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN]. 2005a. Pupuk Diamonium Fosfat. SNI 02-2858-2005. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN]. 2005b. Pupuk Kalium Klorida. SNI 02-2805-2005. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN]. 2005c. Pupuk Kalium Sulfat. SNI 02-2809-2005. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN]. 2005d. Pupuk Monoamonium Fosfat. SNI 02-2810-2005. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. 36

[BSN]. 2005e. Pupuk SP-36. SNI 02-3769-2005. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN]. 2005f. Pupuk Tripel Super Fosfat. SNI 02-0086-2005. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Canakci, M. dan J.V. Gerpen. 1999. Biodiesel Production Via Acid Catalysis. Trans. ASAE 42 (5): 1203 1210. Canakci, M. dan J.V. Gerpen. 2001. A Pilot Plant to Produce Biodiesel from High Free Fatty Acid Feedstocks. Makalah. 2001 ASAE Annual International Meeting, Sacramento Convention Center, California, USA, 30 Juli-1 Augustus 2001. Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. S.A. Suminar (Pent.). Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Chetpattananondh, P., J. Rukprasoot, C. Bunyakan, dan C. Tongurai. 2005. Glycerolysis of Crude Glycerol Derived from Biodiesel Process. Paper. PSU-UNS International Conference on Engineering and Environment - ICEE-2005, Universitas Novi Sad, 19-21 Mei 2005. Diwani, G. E., N.K. Attia, dan S.I. Hawash. 2009. Development and Evaluation of Biodiesel Fuel and By-products from Jatropha Oil. Int. J. Environ. Sci. Tech. 6 (2): 219 224. Drach, M. dan R. Vosskamp. 2007. Fertilizers. Chap. 4.1 4.3. Di dalam Wiley- VCH (Ed.). Ullmann s Agrochemicals. Vol. 1. Weinheim: Wiley-VCH. Farobie, O. 2009. Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel sebagai Bahan Penolong Penghancur Semen. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Fukuda, H., A. Kondo, dan H. Noda. 2001. Biodiesel Fuel Production by Transesterification of Oils. Journal of Bioscience and Bioengineering 92 (5): 405 416. Gerpen, J.V. 2005. Biodiesel Processing and Technology. Fuel Processing Technology 86: 1097 1107. Gerpen, J.V., B.Shanks, R. Pruszko, dan G. Knothe. 2004a. Biodiesel Analytical Methods. Subcontractor Report. NREL/SR-510-36240. National Renewable Energy Laboratory Colorado. Gerpen, J.V., B.Shanks, R. Pruszko, dan G. Knothe. 2004b. Biodiesel Production Technology. Subcontractor Report. NREL/SR-510-36244. National Renewable Energy Laboratory Colorado. 37

Goldberg, R.N., N. Kishore, dan R.M. Lennen. 2002. Thermodynamic Quantities for the Ionization Reactions of Buffers. J. Phys. Chem. 31 (2): 231 370. Gougazeh, M. 2005. Experimental Study of Parameters Influencing the Purity of Potassium Sulfate Fertilizer Produced from Jordanian Raw Materials. American Journal of Environmental Sciences 1 (2): 139 141. Gübitz, G.M., M. Mittelbach, dan M. Trabi. 1999. Exploitation of the Tropical Oil Seed Plant Jatropha curcas L. Bioresour. Technol. 67: 73 82. Haas, M.J., S. Bloomer, dan K. Scott. 2002. Process for the Production of Fatty Acid Alkyl Esters. US Patent No. US 6,399,800 B1. Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I.K. Reksowardojo. M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemitro, T.H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakoso, dan W. Purnama. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Cetakan IV. Jakarta: Penebar Swadaya. Hammond, C.R. 2006. Properties of the Element and Inorganic Compounds. Di dalam D.R. Lide (Ed.). CRC Handbook of Chemistry and Physics. Edisi 87. Boca Raton: CRC Press. Hanna, L.W. 1958. Hanna s Handbook of Agricultural Chemicals. Edisi 2. Forest Grove: Lester W. Hanna. Hedtke, D. 1996. Glycerine Processing. Di dalam Hui,Y.H. (Ed.). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Edisi 5. Vol. 5. New York: John Wiley & Sons. Horwitz, W. (Ed.). 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International: Agricultural Chemicals, Contaminants, Drugs. Edisi 17. Volume I. Maryland USA: AOAC International. Kocsisová, T. dan J. Cvengroś. 2006. G-Phase form Methyl Ester Production Splitting and Refining. Petroleum & Coal 48 (2): 1 5. Kolthoff. 1959. Treatise on Analytical Chemistry. New York: Interscience Encyclopedia. Marchetti, J.M., V.U. Miguel, dan A.F. Errazu. 2005. Possible Methods for Biodiesel Production. Renewable and Sustainable Energy Reviews 11: 1300 1311. Mikkelsen, R. 2008. What in the World? A Global Fertilizer Perspective. Di dalam Proceedings California Alfalfa & Forage Symposium and Western Seed Conference, San Diego, CA, 2-4 December 2008: 38

Mittelbach, M. dan M. Koncar. 1998. Method For the Preparation of Fatty Acid Alkyl Esters. US Patent No. 5,849,939. Montgomery, D.C. 2001. Design and Analysis of Experiments. Edisi 5. New York: John Wiley and Sons. Murphy, L. S. 1972. Plant-Soil-Fertilizer Relationship. Di dalam W.C. White dan D.N. Collins (Eds.). The Fertilizer Handbook. Washington: The Fertilizer Institute. Nzikou, J.M., L. Matos, F. Mbemba, C.B. Ndangui, N.P.G. Pambou-Tobi, A. Kimbonguila, Th. Silou, M. Linder, dan S. Desobry. 2009. Characteristics and Composition of Jatropha curcas Oils, Variety Congo-Brazzaville. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 1(3): 154 159. Ooi, T.L., K.C. Yong, K. Dzulkefly, W.M.Z. Wan Yunus, dan A.H. Hazimah. 2001. Crude Glycerine Recovery from Glycerol Residue Waste from a Palm Kernel Oil Methyl Ester Plant. Journal of Oil Palm Research 13 (2) December 2001: 16 22. Pachauri, N., dan B. He. 2006. Value-added Utilization of Crude Glycerol from Biodiesel Production: A Survey of Current Research Activities. Makalah. 2006 ASABE Annual International Meeting, Oregon Convention Center, Portland, 9 12 Juli 2006. Potnaik, P. 2003. Handbook of Inorganic Chemicals. New York: McGraw-Hill Professional. Refaat, A.A. dan S.T. El Sheltawy. 2008. Time Factor in Microwave-enhanced Biodiesel Production. WSEAS Transactions on Environment and Development 4 (4) April 2008: 279 288. Rezkallah, A. 2008. Method for Purification of Glycerol. US Patent Application Publication No. US 2008/0249338 A1. Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Roy, A.H. 2007. Fertilizer and Food Production. Di dalam J.A. Kent (Ed.). Kent and Riegel s Handbook of Industrial Chemistry and Biotechnology. Edisi 11. New York: Springer. Sartain, J.B., dan J.K. Kruse. 2001. Selected Fertilizers Used in Turfgrass Fertilization. Florida Cooperative Extension Service CIR 1262. Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Scherer, H.W. dan K. Mengel. 2007. Fertilizers. Chap.1-2. Di dalam Wiley-VCH (Ed.). Ullmann s Agrochemicals. Vol. 1. Weinheim: Wiley-VCH. 39

Searls, J.P. 2002. Potash. US Geological Survey Minerals Yearbook-2002: 59.1 59.10. Slack, A.V. 1972. Fertilizer Product. Di dalam W.C. White dan D.N. Collins (Eds.). The Fertilizer Handbook. Washington: The Fertilizer Institute. Sulaeman, Suparto, dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Air, dan Pupuk. B.H. Prasetyo, D. Santoso, dan L.R. Widowati (Eds.). Bogor: Balai Penelitian Tanah, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian RI. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/juknis/juknis_kimia.pdf [Diakses tanggal 27 Desember 2008] Syam, A.M., R. Yunus, T.I.M. Ghazi, dan T.C.S. Yaw.. 2009. Methanolysis of Jatropha Oil in the Presence of Potassium Hydroxide Catalyst. J. Applied Sci. 9 (17): 3161 3165. Talley, D. 2004. Biodiesel. Di dalam Render Magazine. Edisi Februari 2004: 16 21. http://www.mvo.nl/biobrandstoffen/download/biodiesel%20technology% 20providers%20feb%202004.pdf [Diakses tanggal 27 Desember 2008]. http://www.resodyn.com/whatsnew/files/25_biodiesel.pdf [Diakses tanggal 23 Juni 2009]. Thompson, J.C. dan B.B. He. 2006. Characterization of Crude Glycerol from Biodiesel Production from Multiple Feedstocks. Applied Engineering in Agriculture 22 (2): 261-265 Widodo, C.S., M. Nurhuda. A. Aslama, A. Hexa, dan S. Rahman. 2007. Studi Penggunaan Mikrowave pada Proses Transesterifikasi Secara Kontinu untuk Menghasilkan Biodiesel. Jurnal Teknik Mesin 9 (2) Oktober 2007: 54 58. Yong, K.C., T.L. Ooi, K. Dzulkefly, W.M.Z. Wan Yunus, dan A.H. Hazimah. 2001a. Characterization of Glycerol Residue from a Palm Kernel Oil Methyl Ester Plant. Journal of Oil Palm Research 13 (2) December 2001: 1 6. Yong, K.C., T.L. Ooi, K. Dzulkefly, W.M.Z. Wan Yunus, dan A.H. Hazimah. 2001b. Refining of Crude Glycerine Recovered from Glycerol Residue by Simple Vacuum Distillation. Journal of Oil Palm Research 13 (2) December 2001: 39 44. http://basicchemistrylab.blogspot.com/2009/10/titration-of-strong-base-withstrong.html [Diakses tanggal 31 Desember 2009] http://cnx.org/content/m17137/latest/ [Diakses tanggal 31 Desember 2009] 40

Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari atau sama dengan 225 g tanpa disaring terlebih dahulu. Untuk bahan pupuk dan campuran pupuk yang lembab, terlebih dahulu giling hingga lolos lubang saringan 1 mm, atau saringan nomor 20. Untuk campuran kering yang cenderung untuk menggumpal, giling hingga lolos saringan nomor 40. Giling dengan cepat untuk mencegah pengurangan atau penambahan kelembaban selama operasi. Campurkan merata dan simpan dalam wadah tertutup rapat. Panaskan 2 g contoh selama 5 jam dalam oven 100±1 0 C. Untuk NaNO 3, (NH 4 ) 2 SO 4, dan garam kalium, panaskan hingga bobot tetap pada 130±1 0 C. Laporkan % bobot yang hilang sebagai air pada suhu yang digunakan. B. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Organik (Sulaeman, Suparto, dan Eviati, 2005) Peralatan Botol timbang dari gelas, bertutup Oven pengering dengan suhu otomatis Cara kerja Desikator Neraca analitik 4 desimal Timbang dengan teliti 5,0000 g contoh pupuk organik ke dalam botol timbang kosong yang telah diketahui beratnya. Panaskan dalam oven pengering pada suhu 105 0 C selama 3 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang. Ulangi pemanasan dan penimbangan sampai berat tetap. Berat yang hilang adalah berat air. Perhitungan Kadar air (% ) = (W W1) x 100/W fka = 100/(100 - % kadar air) Keterangan: W = bobot contoh asal dalam g W1 = bobot contoh setelah dikeringkan dalam g 100 = faktor konversi ke % fka = faktor koreksi kadar air, dihitung dari kadar air contoh pupuk halus dan digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan hasil analisis. 41

Lampiran 2. Prosedur Uji Kadar Abu, Kadar KOH, dan Kadar Sabun A. Prosedur Uji Kadar Abu Gliserol Kasar (SNI 06-1564-1989) Peralatan Neraca analitis, cawan porselen, tanur listrik, pembakar bunsen, eksikator. Cara kerja Timbang dengan teliti ± 2,0000 g contoh dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Uapkan di atas pembakar bunsen dengan nyala kecil, selanjutnya nyala diperbesar sampai contoh menjadi arang. Pindahkan cawan ke dalam tanur listrik pada suhu 750 0 C selama 10 menit. Dinginkan dalam eksikator dan timbang. Ulangi pekerjaan sampai bobot tetap. Perhitungan Kadar abu (% ) = (W1/ W2) x 100 Keterangan: W1 = bobot contoh asal dalam g W2 = bobot contoh setelah dikeringkan dalam g 100 = faktor konversi ke % B. Prosedur Uji Kadar KOH dan Sabun (Gerpen, Shanks, Pruszko, dan Knothe, 2004a) Cara kerja Larutkan 0,5 gram gliserol ke dalam 100 ml air. Tambahkan 3-5 tetes indikator PP 1%. Titrasi dengan HCl 0,01 N sampai tepat warna merah muda menghilang. Tambahkan 3-5 tetes indikator bromtimol biru 0,4% ( berubah warna menjadi hijau kekuningan pada ph 4,5). Titrasi dengan HCl 0,01 N sampai tepat terbentuk warna hijau kekuningan. Perhitungan Kadar KOH (% ) = (A x 0,01 x 56,1)/(W x 10) Kadar Sabun berupa K-oleat (%) = (B x 0,01 x 320,56)/(W x 10) Keterangan: W = bobot contoh (gram) A = volume HCL 0,01N untuk titrasi I (ml) B = volume HCL 0,01N untuk titrasi II (ml) 0,01 = normalitas HCl 56,1 = bobot molekul KOH (gram/mol) 320,56 = bobot molekul K-oleat (gram/mol) 10 = konversi ke gram dan % bobot 42

Lampiran 3. Prosedur Uji Kadar Gliserol (SNI 06-1564-1989) Pereaksi 1. Natrium periodat (NaIO 4 ) Larutkan 60 gram NaIO 4 ke dalam 500 ml air, tambahkan H 2 SO 4 0,1N dan encerkan dengan air sampai 1000 ml. Bila larutan tidak jernih, saring dengan glasswal. Simpan dalam botol coklat dalam ruangan gelap. 2. Etilen glikol netral dan bebas gliserol Campurkan 200 ml etilen glikol dengan 200 ml air. 3. Indikator bromtimol biru 0,1 % - Larutkan 100 mg bromtimol biru kering ke dalam 16 ml NaOH 0,1N, pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, encerkan dengan air sampai tanda garis. Kocok. 4. Larutan standar NaOH 0,5N dan 0,05N. 5. Larutan H 2 SO 4 0,2N Peralatan Neraca analitis, Erlenmeyer 500 ml, pipet Mohr 50 ml dan 10 ml, buret 25 ml, pipet tetes, tutup penyumbat Erlenmeyer. Cara kerja Timbang teliti ± 0,5 g contoh, larutkan dengan 50 ml air dalam Erlemeyer 500 ml. Tambahkan 5 tetes bromtimol biru, asamkan dengan H 2 SO 4 0,2N sampai terbentuk warna hijau kekuningan. Secara hati-hati dinetralkan dengan NaOH 0,05N sampai tepat terbentuk warna biru. Buat blanko dengan 50 ml air sebagaimana perlakuan terhadap contoh. Pipet 50 ml larutan NaIO 4 ke dalam contoh dan blanko, aduk perlahan, tutup, diamkan dalam ruangan gelap suhu kamar (tidak boleh lebih dari 35 0 C) selama 10 menit. Tambahkan 10 ml larutan etilen glikol, aduk perlahan, tutup dan diamkan dalam ruangan gelap suhu kamar (tidak boleh lebih dari 35 0 C) selama 20 menit. Encerkan dengan 300 ml air, tambahkan 3 tetes indikator bromtimol biru, titrasi dengan NaOH 0,5N sampai tepat terbentuk warna biru. Perhitungan Kadar gliserol (% ) = (T1 - T2) x N x 9,209 / W Keterangan: T1 = ml NaOH untuk titrasi contoh T2 = ml NaOH untuk titrasi blanko N = normalitas NaOH untuk titrasi 9,209 = faktor gliserol 43

Lampiran 4. Prosedur Uji ph dan Asam Bebas (Sulaeman, Suparto, dan Eviati, 2005) A. Prosedur Uji ph Peralatan Botol kocok, pipet tetes, neraca analitis, botol semprot 500 ml, pipet Mohr 50 ml, ph meter. Pereaksi Larutan buffer ph 7,0 dan ph 4,0 Cara kerja Timbang 10,00 g contoh, masukan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion. Kocok dengan mesin kocok selama 30 menit. Suspensi contoh diukur dengan ph meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer ph 7,0 dan ph 4,0. B. Prosedur Uji Asam Bebas Peralatan Buret 25 ml, Erlenmeyer 250 ml, neraca analitis. Pereaksi Larutan NaOH 0,10N, indikator campuran (metil merah 0,2% dan biru metil 0,1% 1:1), air netral. Cara kerja Timbang 10,00 g contoh pupuk ke dalam Erlenmeyer, larutkan dengan 100 ml air netral, bila perlu disaring. Titrasi dengan larutan NaOH 0,10N sampai timbul warna netral (abu-abu). Perhitungan Kadar asam bebas (% ) = 49 x V x N x 100/W x fka Keterangan: V = ml NaOH untuk titrasi contoh N = normalitas NaOH untuk titrasi W = bobot contoh dalam mg fka = faktor koreksi kadar air 44

Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Tabel 8. Data Hasil Pengamatan ph Data B1 B2 B3 B4 B5 A1 8,64 1,70 1,43 1,04 1,01 8,64 1,68 1,40 1,07 0,96 8,62 1,63 1,38 1,07 0,96 A2 8,79 8,63 6,76 1,81 1,26 8,82 8,61 6,60 1,83 1,32 8,82 8,61 6,87 1,83 1,35 A3 8,84 8,33 6,74 2,41 1,81 8,87 8,45 6,56 2,39 2,01 8,88 8,48 6,59 2,38 2,04 Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Kadar Gliserol Data B1 B2 B3 B4 B5 A1 66,3850 74,0136 78,0590 75,2792 67,4790 66,2810 74,0843 77,4842 74,6598 67,5469 65,8177 74,3289 78,3884 72,2497 65,6412 A2 43,1625 66,5314 70,2840 67,0266 62,1699 42,9373 66,6170 71,1190 73,4316 64,8597 42,9653 67,2041 71,4965 69,1340 70,0188 A3 44,1043 45,4275 78,6835 78,5802 69,7076 44,5213 46,2823 79,7228 77,0109 68,8740 44,6056 46,1452 77,9035 73,1794 70,8618 Tabel 10. Data Hasil Pengamatan Kadar Abu Data B1 B2 B3 B4 B5 A1 3,7646 1,7823 2,5137 3,5664 3,4248 3,8082 1,8105 2,7196 3,6436 3,7466 3,7492 1,6934 2,9119 3,4550 3,5558 A2 3,9221 2,7257 2,2929 1,9854 1,7793 3,7871 2,3967 2,2060 2,6573 1,7190 3,9822 2,0364 2,2745 2,1767 1,8696 A3 3,8492 2,0563 1,0332 2,0782 3,6723 3,5753 1,9296 1,1312 1,9448 2,6857 3,6382 2,0766 1,0921 1,6708 2,7841 Keterangan: A = jenis asam B = jumlah mmol asam 45

Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam (α = 5%) Tabel 11. Analisis Sidik Ragam Data ph Sumber Signifikansi JK db RK F Keragaman hitung F tabel α=5% Jenis Asam 79,1557 2 39,5778 10807,0563 3,3158 1,3388E-43 Jumlah mmol 345,4384 4 86,3596 23581,2016 2,6896 5,4872E-52 Interaksi 74,8338 8 9,3542 2554,2471 2,2662 2,5227E-40 Galat 0,1099 30 0,0037 Total 499,5377 44 Tabel 12. Analisis Sidik Ragam Data Kadar Gliserol Sumber Signifikansi JK db RK F Keragaman hitung F tabel α=5% Jenis Asam 756,2767 2 378,1384 138,3808 3,3158 7,1582E-16 Jumlah mmol 3489,7981 4 872,4495 319,2754 2,6896 4,0444E-24 Interaksi 1738,1014 8 217,2627 79,5079 2,2662 4,5664E-18 Galat 81,9778 30 2,7326 Total 6066,1540 44 Tabel 13. Analisis Sidik Ragam Data Kadar Abu Sumber Signifikansi JK db RK F Keragaman hitung F tabel α=5% Jenis Asam 4,3470 2 2,1735 46,3175 3,3158 6,7237E-10 Jumlah mmol 18,6326 4 4,6582 99,2661 2,6896 7,4809E-17 Interaksi 10,1316 8 1,2665 26,9884 2,2662 1,1189E-11 Galat 1,4078 30 0,0469 Total 34,5191 44 46

Lampiran 7. Uji Duncan s Multiple Range (α = 5%, db galat = 30) Tabel 14. Uji Duncan Data Pengamatan Kadar Gliserol Urutan Data Rataan Kode Perlakuan R- tabel R- hitung Kelompok Duncan RKG n Standar Galat 1 43.0217 A2B1 - - A 2.7326 3 0.9544 2 44.4104 A3B1 2.89 2.7582 AB 3 45.9517 A3B2 3.04 2.9014 B 4 65.6828 A2B5 3.12 2.9777 C 5 66.1612 A1B1 3.20 3.0541 C 6 66.7842 A2B2 3.25 3.1018 C 7 66.889 A1B5 3.29 3.1399 C 8 69.8145 A3B5 3.32 3.1686 D 9 69.8641 A2B4 3.35 3.1972 D 10 70.9665 A2B3 3.37 3.2163 D 11 74.0629 A1B4 3.38 3.2258 E 12 74.1423 A1B2 3.39 3.2354 E 13 76.2569 A3B4 3.40 3.2449 EF 14 77.9772 A1B3 3.41 3.2545 F 15 78.7699 A3B3 3.42 3.2640 F Tabel 15. Uji Duncan Data Pengamatan Kadar Abu Urutan Data Rataan Kode Perlakuan R- tabel R- hitung Kelompok Duncan RKG n Standar Galat 1 1.0855 A3B3 - - A 0.0469 3 0.1251 2 1.7621 A1B2 2.89 0.3614 B 3 1.7893 A2B5 3.04 0.3802 B 4 1.8980 A3B4 3.12 0.3902 BC 5 2.0208 A3B2 3.20 0.4002 BCD 6 2.2578 A2B3 3.25 0.4065 CD 7 2.2732 A2B4 3.29 0.4115 CD 8 2.3863 A2B2 3.32 0.4152 DE 9 2.7151 A1B3 3.35 0.4190 EF 10 3.0474 A3B5 3.37 0.4215 F 11 3.5550 A1B4 3.38 0.4227 G 12 3.5757 A1B5 3.39 0.4240 G 13 3.6875 A3B1 3.40 0.4252 G 14 3.7740 A1B1 3.41 0.4265 G 15 3.8971 A2B1 3.42 0.4277 G 47

Lampiran 8. Interpolasi Model Regresi Linear Data ph Nilai ph Gliserol 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 Linear H3PO4 H2SO4 HNO3 0.00 0 50 100 150 200 250 Jumlah mmol Asam / 200 g Bahan Gambar 23. Kurva Linear Hubungan Jumlah mmol Asam ph Gliserol ph = 4,50 terletak pada kurva linear. Model regresi linear untuk kurva-kurva tersebut adalah sebagai berikut. y = 19,074444-0,1933951 x 1 (dengan x 1 adalah jumlah mmol asam sulfat) R 2 = 0,999968623 Std. Galat x 1 = 0,000541664 Std. Galat b = 0,040200117 Std. Galat y = 0,023882428 db = 4 JK Regresi = 72,70880741 JK Residual = 0,002281481 F hitung = 127476.4805 F tabel = 7,708647421 Signifikansi α (5%) = 3,69206E-10 y = 23,954444-0,1366049 x 2 (dengan x 2 adalah jumlah mmol asam nitrat) R 2 = 0,999031439 Std. Galat x 2 = 0,00212672 Std. Galat b = 0,308630987 Std. Galat y = 0,093768825 db = 4 JK Regresi = 36,27680741 JK Residual = 0,03517037 F hitung = 4125,837405 F tabel = 7,708647421 Signifikansi α (5%) = 3,51905E-07 y = 21,450556-0,1176235 x 3 (dengan x 3 adalah jumlah mmol asam fosfat) R 2 = 0,999257491 Std. Galat of x 3 = 0,001603157 Std. Galat b = 0,232651119 Std. Galat y = 0,070684484 db = 4 Dengan model regresi linear tersebut, diperoleh: x 1 = 75,360996 (mmol asam sulfat / 200 gram bahan), x 2 = 142,41392 (mmol asam nitrat / 200 gram bahan), x 3 = 144,10863 (mmol asam fosfat / 200 gram bahan), agar menghasilkan ph (y) giserol sebesar 4,50. JK Regresi = 26,89577963 JK Residual = 0,019985185 F hitung = 5383,14344 F tabel = 7,708647421 Signifikansi α (5%) = 2,06796E-07 48

Lampiran 9. Model Regresi Jumlah mmol Asam terhadap Kadar Giserol 85 80 y = 2E-07x 4-1E-04x 3 + 0.0153x 2-0.7152x + 74.214 R 2 = 0.9748 Kadar Gliserol (%) 75 70 65 60 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 Jumlah mmol H2SO4 / 200 g Bahan Gambar 24. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Sulfat Kadar Giserol Model Regresi kuadratik untuk kurva di atas adalah sebagai berikut. y = 2,0076E-7 x 4 1 9,9602E-05 x 3 1 + 0,0153 x 2 1 0,7152 x 1 + 74,2143 R 2 = 0,9748 db = 10 Std. Galat x 4 1 = 1,0796E-07 JK Regresi = 314,0023 Std. Galat x 3 1 = 5,4493E-05 JK Residual = 8,1173 Std. Galat x 2 1 = 0,0097 F hitung = 96,7073 Std. Galat x 1 = 0,7195 F tabel = 3,4780 Std. Galat b = 18,3142 Signifikansi α 5% = 5,9692E-08 Std. Galat y = 0,9010 85 80 75 Kadar Gliserol (%) 70 65 60 55 50 45 y = -3E-07x 4 + 0.0002x 3-0.0414x 2 + 4.2239x - 90.357 R 2 = 0.9671 40 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 Jumlah mmol HNO3 / 200 g Bahan Gambar 25. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Nitrat Kadar Giserol Model Regresi kuadratik untuk kurva di atas adalah sebagai berikut. y = 2,999E-07 x 4 2 + 0,0002 x 3 2 0,0414 x 2 2 + 4,2239 x 2 90,3574 R 2 = 0,9671 db = 10 Std. Galat x 4 2 = 2,7897E-07 JK Regresi = 1592,6487 Std. Galat x 3 2 = 0,0001 JK Residual = 54,1988 Std. Galat x 2 2 = 0,0251 F hitung = 73,4633 Std. Galat x 2 = 1,8593 F tabel = 3,4780 Std. Galat b = 47,3234 Signifikansi α 5% = 2,2530E-07 Std. Galat y = 2,3281 49

Lampiran 9. (Lanjutan) 85 80 75 Kadar Gliserol (%) 70 65 60 55 50 45 y = 2E-06x 4-0.0013x 3 + 0.2386x 2-17.718x + 487.65 R 2 = 0.9941 40 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 Jumlah mmol H3PO4 / 200 g Bahan Gambar 26. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Fosfat Kadar Giserol Model Regresi kuadratik untuk kurva di atas adalah sebagai berikut. y = 2,4314E-06 x 4 3 0,0013 x 3 3 + 0,2386 x 2 3 17,7181 x 3 + 487,6459 R 2 = 0,9941 db = 10 Std. Galat x 4 3 = 1,6802E-07 JK Regresi = 3321,2485 Std. Galat x 3 3 = 8,4809E-05 JK Residual = 19,6616 Std. Galat x 2 3 = 0,0151 F hitung = 422,30097 Std. Galat x 3 = 1,1198 F tabel = 3,4780 Std. Galat b = 28,5030 Signifikansi α 5% = 4,2149E-11 Std. Galat y = 1,4022 50

Lampiran 10. Model Regresi Jumlah mmol Asam terhadap Kadar Abu 4.00 3.50 Kadar Abu Gliserol (%) 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 y = 6E-08x 4-4E-05x 3 + 0.008x 2-0.7288x + 24.921 R 2 = 0.9816 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 Jumlah mmol H2SO4 / 200 g Bahan Gambar 27. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Sulfat Kadar Abu Model regresi kubik untuk kurva tersebut adalah sebagai berikut. y = 5,8839E-08 x 4 1 3,6414E-05 x 3 1 + 0,0080 x 2 1 0.7288 x 1 + 24,9213 R 2 = 0, 9816 db = 10 Std. Galat x 4 1 = 1,5112E-08 JK Regresi = 8,4693 Std. Galat x 3 1 = 7,6277E-06 JK Residual = 0,1590 Std. Galat x 2 1 = 0,0014 F hitung = 133,1256 Std. Galat x 1 = 0,1007 F tabel = 3,4780 Std. Galat b = 2,5636 Signifikansi α 5% = 1,2573E-08 Std. Galat y = 0,1261 4.00 3.50 y = 1E-08x 4-1E-05x 3 + 0.0027x 2-0.2847x + 12.931 R 2 = 0.9378 Kadar Abu Gliserol (%) 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 Jumlah mmol HNO3 / 200 g Bahan Gambar 28. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Nitrat Kadar Abu Model Regresi kuadratik untuk kurva di atas adalah sebagai berikut. y = 1.47769E-08 x 4 2 1,0808E-05 x 3 2 + 0,0027 x 2 2 0,2847 x 2 + 12,9311 R 2 = 0,9378 db = 10 Std. Galat x 4 2 = 2,7143E-08 JK Regresi = 7,7340 Std. Galat x 3 2 = 1,3700E-05 JK Residual = 0,5131 Std. Galat x 2 2 = 0,0024 F hitung = 37,6859 Std. Galat x 2 = 0,1809 F tabel = 3,4780 Std. Galat b = 4,6043 Signifikansi α 5% = 5,3011E-06 Std. Galat y = 0,2266 51

Lampiran 10. (Lanjutan) 4.00 3.50 y = -6E-08x 4 + 3E-05x 3-0.0047x 2 + 0.2579x - 0.6382 R 2 = 0.9447 Kadar Abu Gliserol (%) 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 Jumlah mmol H3PO4 / 200 g Bahan Gambar 29. Kurva Regresi Jumlah mmol Asam Fosfat Kadar Abu Model Regresi kuadratik untuk kurva di atas adalah sebagai berikut. y = 6,0215E-08 x 4 3 + 2,9644E-05 x 3 3 0,0047 x 2 3 + 0,2579 x 3 0,6382 R 2 = 0,9447 db = 10 Std. Galat x 4 3 = 3,2502E-08 JK Regresi = 12,5610 Std. Galat x 3 3 = 1,6405E-05 JK Residual = 0,7357 Std. Galat x 2 3 = 0,0029 F hitung = 42,6851 Std. Galat x 3 = 0,2166 F tabel = 3,4780 Std. Galat b = 5,5135 Signifikansi α 5% = 2,9674E-06 Std. Galat y = 0,2712 lii

Lampiran 11. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah mmol Asam Sulfat (dalam 200 g Bahan) terhadap Pemisahan Fase Jumlah ph Ket. No Gambar mmol Gliserol 1 54 8,63 Berbusa 2 90 1,67 Tanpa busa 3 126 1,40 Tanpa busa 53

Lampiran 11. (Lanjutan) No Jumlah ph Ket. Gambar mmol Gliserol 4 162 1,06 Tanpa busa 5 198 0,98 Tanpa busa 54

Lampiran 12. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah mmol Asam Nitrat (dalam 200 g Bahan) terhadap Pemisahan Fase Jumlah ph Ket. No Gambar mmol Gliserol 1 54 8,81 Berbusa 2 90 8,62 Berbusa 3 126 6,74 Sedikit busa 55

Lampiran 12. (Lanjutan) No Jumlah ph Ket. Gambar mmol Gliserol 4 162 1,82 Tanpa busa 5 198 1,31 Tanpa busa 56

Lampiran 13. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah mmol Asam Fosfat (dalam 200 g Bahan) terhadap Pemisahan Fase Jumlah ph Ket. No Gambar mmol Gliserol 1 54 8,86 Berbusa 2 90 8,42 Berbusa 3 126 6,63 Sedikit busa 57

Lampiran 13. (Lanjutan) No Jumlah ph Ket. Gambar mmol Gliserol 4 162 2,40 Tanpa busa 5 198 1,95 Tanpa busa 58