BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Akne adalah suatu kelainan pada unit pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. Penyakit ini bermanifestasi sebagai lesi pleiomorfik yang terdiri atas komedo, papul, pustul, dan nodul. Akne ditemukan pada hampir semua remaja usia 15-17 tahun. Walaupun kondisi ini bersifat selflimiting, prevalensi tetap tinggi pada orang dewasa. Pada setengah populasi remaja yang menderita, gejalanya menetap hingga mereka mencapai usia dewasa (Zaenglein, et. al., 2008). Akne memiliki efek psikososial yang cukup berat, terutama karena lesinya dapat menyebabkan parut yang permanen. Kondisi ini sering dilaporkan berasosiasi kurangnya kepercayaan diri, meningkatnya kecemasan pada interaksi sosial, ketidakpuasan terhadap penampilan, dan penurunan kualitas hidup secara umum. Di Amerika Serikat, hampir 3 milyar dolar per tahun habis untuk perawatan serta akibat dari menurunnya produktivitas (Bhate, 2012).
2 Terapi dilakukan berdasarkan derajat, oleh karena itu penilaian derajat sangat penting dilakukan oleh dokter baik untuk menentukan jenis terapi yang digunakan oleh maupun untuk mengevaluasi hasil terapi. Penilaian pada setting klinis biasanya dilakukan metode grading. Metode ini mudah dan sederhana untuk dilakukan namun kurang akurat. Metode hitung lesi memiliki hasil yang lebih akurat dan obyektif namun jarang digunakan pada setting klinis karena memakan waktu (Tan et. al., 2012). Metode penilaian derajat teknik fotografi akhir-akhir ini banyak dikembangkan untuk mendapatkan metode yang akurat namun juga mudah digunakan. Salah satu teknik fotografi yang mulai dikenal adalah fotografi kulit wajah pada penyinaran sinar ultraviolet. Stimulasi ultraviolet pada kulit wajah akan menginduksi terbentuknya titiktitik yang spesifik berwarna merah. Fluoresensi yang terbentuk terkait erat kolonisasi P. acne dan kadar sebum (Youn et, al, 2009). Kedua faktor ini sangat berperan dalam patogenesis sehingga menganalisis intensitas kulit
3 wajah dapat membantu penilaian derajat. ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih dalam mengenai korelasi intensitas. Jika hasil yang ditemukan sesuai hipotesis, pengetahuan ini dapat menjadi dasar untuk penggunaan intensitas kulit yang diinduksi sinar UV sebagai alat diagnostik instan untuk penilaian lesi. b. Perumusan Masalah Apakah intensitas kulit wajah berkorelasi derajat pada penderita? c. Tujuan Mengetahui korelasi antara intensitas kulit wajah derajat pada penderita. d. Keaslian Pada pencarian di Pubmed kata kunci fluorescence dan acne ditemukan 90 artikel. Pembatasan pencarian pada spesies manusia menunjukkan 77 artikel. Pembatasan pencarian pada judul menunjukkan 6 artikel,
4 dua di antaranya terkait sebagai terapi. Empat artikel yang lain dirangkum dalam tabel 1. yang memiliki kemiripan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian oleh Hristo Dobrev pada tahun 2010 berjudul Fluorescence Diagnostic Imaging In Patients With Acne. ini melibatkan 25 subyek penelitian karakteristik, rerata usia 23 tahun (rentang usia 13-35 tahun). ini menganalisis beberapa variabel dalam pencitraan ultraviolet yaitu intensitas, kadar sebum dan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas berkorelasi lebih kuat lesi non inflamasi dibanding lesi inflamasi. Kelemahan penelitian yang dilakukan oleh Dobrev adalah pengukuran intensitas hanya dilakukan pada bagian wajah tertentu. Pengukuran yang dilakukan oleh peneliti dilakukan pada seluruh bagian wajah. Sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian yang mencari korelasi antara intensitas kulit wajah derajat di Yogyakarta.
5 Peneliti (Tahun) Lucchina LC, Kollias N, Gillies R, Philips SB et al. (1996) Ahn HH, Kim SN, Kye SC (2006) Dobrev (2010) Choi CW, Choi JW, Park (2011) Judul Fluorescence photography in the evaluation of acne Fluorescence digital photography of acne using a lightemitting diode illuminator. Fluorescence diagnostic imaging in patients with acne Ultravioletinduced red fluorescence of patients with acne reflets regional casual sebum level and acne lesion distribution :qualitative and quantitative analyses of facial fluorescence Jenis Subyek Peneliti -an RCT N= 40, Potong lintang Potong lintang Potong lintang N=8, N=25, N=874, terdiagn osis Hasil Kelompok yang menerima terapi meiliki yang lebih rendah dan penurunan yang lebih besar dibanding kelompok yang mendapat plasebo. Fluoresensi lebih banyak ditemukan di glabella dan pipi subyek. Terdapat korelasi yang lemah antara intensitas Pada zona U, terdapat korelasi positif antara kadar sebum dan jumlah lesi. Pada zona T, berkorelasi sebum namun tidak jumlah lesi, Tabel 1: mengenai intensitas pada penderita Perbedaan RCT, subyek adalah, ada intervensi pemberian klindamisin 1% topikal Fluoeresensi tidak dibandingkan Pengukuran fluoeresensi tidak pada seluruh area wajah, berdasarkan skala 4 poin Intensitas dibandingkan jumlah lesi, bukan
6 e. Manfaat Hasil penelitian ini akan memberikan informasi ilmiah mengenai korelasi intensitas derajat pada penderita. Informasi ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain: 1. Bagi klinisi: Memberikan informasi mengenai potensi pengembangan intensitas sebagai cara instan penilaian. 2. Bagi : Memberikan informasi mengenai penyakit lebih nyaman. 3. Bagi ilmu pengetahuan: Menyumbangkan informasi baru dalam ilmu pengetahuan serta menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.