BAB V KESIMPULAN. Perubahan fokus REDD+ dari pengurangan emisi ke arah program penguatan

dokumen-dokumen yang mirip
PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

KERANGKA ACUAN LATAR BELAKANG

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Pendahuluan Daniel Murdiyarso

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran wilayah pemerintahan merupakan suatu langkah strategis yang

Perspektif Pelibatan Masyarakat Lokal Dalam Sosial Dan Pembangunan Kehutanan Di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan tujuan tertentu seperti meningkatkan kesejahteraan, menciptakan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Membangun Kolaborasi Peningkatan Ekonomi dan Perlindungan Lingkungan Melalui Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

BAB I PENDAHULUAN. pada lahan gambut di Indonesia ha (18% dari seluruh luas gambut).

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. pergeseran. Penyusunan kebijakan publik tidak lagi murni top down, tetapi lebih

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

West Kalimantan Community Carbon Pools

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

Lahan Gambut Indonesia

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

BAB V KESIMPULAN. Ngadas, merupakan sebuah desa pertanian yang terletak di Kabupaten

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya

Restorasi Ekosistem. Peluang Pertumbuhan Hijau di Lahan Gambut Katingan

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

Pendahuluan. Selain menyanding substansi dengan Undang Undang 32 tahun 2009, prose. Kertas Posisi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

Menuju Pembangunan Hijau Kabupaten Kutai Barat: Tantangan Deforestasi dan Peluang Mengatasinya

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

DAMPAK BENCANA ASAP TERHADAP KEBERLANJUTAN INDUSTRI KEHUTANAN

Rangkuman Pertemuan Antara Perwakilan GCF dan Entitas-Entitas Eropa Dalam Rangka Mendukung REDD+ Barcelona, Spanyol - 14 Pebruari 2012

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Perubahan fokus REDD+ dari pengurangan emisi ke arah program penguatan ekonomi membawa implikasi yang beragam di tingkat lokal, di Buntoi. Secara umum program-program REDD+ yang berbau peningkatan ekonomi digambarkan sebuah penerimaan dan dukungan penuh dari masyarakat. Namun narasi penerimaan REDD+ ini tidak sepenuhnya memperlihatkan dukungan, faktanya ada suara-suara yang tidak dimunculkan yang berada di pinggiran-pinggiran desa. Menjawab pertanyaan utama dari tesis ini adalah mengapa REDD+ diterima di desa Buntoi? saya mencoba membongkar logika rasional aktor di Buntoi dengan logika REDD+ melalui konsep-konsep Gudeman. Logika basis ekonomi masyarakat menunjukkan hubungan sosial dan perdagangan sekaligus yang diikat melalui perhitungan-perhitungan rasional. Sejarah panjang terbentuknya masyarakat Buntoi menunjukkan adanya perubahan mata pencarian. Awalnya bertani dan berladang kemudian dipengaruhi oleh pemerintahan Belanda pada awal akhir abad ke 19, masyarakat mulai mengenal komoditas kebun yang memiliki nilai yaitu karet dan rotan. Pasca merdeka, sekitar tahun 70-an perekonomian Indonesia menggeliat dengan melambungnya harga kayu tertentu seperti kayu ulin dan meranti. Akibatnya Indonesia memfasilitasi perusahaan HPH untuk mengeskploitasi hutan. Masyarakat yang awalnya menggunakan hasil hutan seperlunya kini harus frustasi dengan cara perusahan membabat habis hutan mereka. Selain perubahan ekologis terhadap hutan

juga terjadi degradasi sikap masyarakat yang awalnya menjaga hutan dihadapkan kepada ketimpangan dan peluang untuk turut merambah hutan. Tidak sampai disitu, masih pada pemerintahan presiden yang sama pada tahun 1997 dikenalkan proyek Eks-PLG. Program yang berniat baik mengubah ekosistem gambut menjadi cetakancetakan sawah dan membuat kanal-kanal yang begitu lebar. Lagi-lagi, proyek ini menimbulkan kerusakan ekosistem dan kebakaran sepanjang tahun. Kawasan eks-plg inilah yang kemudian digadang-gadangkan menjadi wilayah implementasi REDD+. Berbagai wacana global menyebutkan kawasan gambut sebagai area yang dianggap menyimpan karbon sekaligus berpotensi mengeluarkan karbon ketika terbakar. Namun, pada kenyataannya program-program REDD+ di kawasan gambut eks-plg bukannya mengurusi perbaikan ekosistem, malah menjadi pusat program peningkatan mata pencarian alternatif untuk meningkatan perekonomian. Kontradiksi logika besar REDD+ untuk menyelamatkan hutan dan pengurangan emisi karbon sama sekali berbeda dengan program-program non-karbon di area eks-plg. Pada konteks REDD+ inilah, saya berupaya melihat hubungan global-lokal antara fasilitator proyek dengan stakeholder dari masyarakat dan pemerintah serta swasta di Buntoi. Sebuah desa dimana terdapat kedua bentuk program REDD+ baik yang terfokus pada proyek karbon dan non karbon. Proyek karbon diwakili oleh program hutan desa, sedangkan proyek non karbon berubentuk pembangunan PIL. Misalnya pada program hutan desa, alih-alih membicarakan karbon, masyarakat malah mengajukan proyek pembuatan jalan ke Hutan Desa yang melalui kebun-kebun karet mereka. Ada pula yang menginginkan kayu, padahal status dari hutan desa di Buntoi adalah hutan lindung yang hanya diperbolehkan mengambil sumber daya non kayu. Mendudukkan visi menuju penghitungan karbon sudah begitu 189

memusingkan petani karet. Mereka hidup dari setiap tetes karet yang mengalir ke tempurung-tempurung mereka, bukan dari karbon yang tak terjangkau dan tak berwujud. Lain lagi dengan PIL, ia menawarkan proyek non-karbon berupa programprogram yang mendukung mata pencarian alternatif. Program seperti mendirikan bangunan mewah bernama PIL untuk gedung pertemuan yang pendapatannya tergantung kepada frekuensi penyewaan yang tidak datang tiap hari. Alokasi dana pembangunan PIL pun sebagian besar dihibahkan kepada kontraktor proyek yang sebagian besar berasal dari luar kampung, sementara masyarakat hanya mengelola dana sebesar 1% saja. Sehingga akumulasi dari proses diimplementasikannya REDD+ yang bertujuan meningkatkan ekonomi hanya menyentuh sebagian kecil dari masyarakat saja. Tidak hanya itu, kehadiran PIL menyebabkan kesenjangan antar penduduk atas akses PIL. Sehingga walaupun faktanya memberi tambahan pekerjaan dan upah, namun proyek PIL tersebut tidak mampu meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat secara keseluruhan. Permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa-desa tidak pernah habishabisnya. Persoalan persatuan dan kesatuan masyarakat terganggu dan terkatungkatung perkembangan ekonominya. Masyarakat yang sebagian besar petani karet harus tergantung pada pasar, harus tergantung kepada fasilitator proyek untuk menentukan ekonomi apa yang cocok yang bahkan tidak mengenal kemelaratan dan basis ekonomi masyarakat pedesaan. Sayangnya sejarah proyek di Buntoi tidak dimaknai sebagai sebuah rujukan terpercaya bagi suatu proyek perubahan. Alih-alih mempersiapkan distribusi penyebaran keuntungan proyek yang adil pada seluruh masyarakat Buntoi, akses keuntungan malah diperoleh oleh elit masyarakat terutama pemerintah desa. 190

Formula yang ditawarkan fasilitator tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan basis ekonomi masyarakat. Saya bukan hendak mengagungkan sejarah masa lalu dan kejayaannya dan membandingkannya dengan masa sekarang. Saya paham telah banyak perubahan yang dialami masyarakat dan mereka tumbuh sebagai seorang individu-individu yang rasional. Tapi perlu diketahui, motif masyarakat menerima program-program REDD+ sangat beragam dari sebuah strategi ekonomi, rasa percaya akan ada perubahan, bahkan sikap skeptis. Masyarakat yang memandang proyek dengan sikap pragmatis adalah suatu akumulasi rasa lelah menerima berbagai program yang terus menerus tidak membuat kehidupan mereka berubah menjadi lebih baik. Di balik penerimaan REDD+ di Buntoi, terdapat sekelompok masyarakat yang terpinggirkan baik secara geografis maupun akses informasi. Mereka adalah masyaraka yang sinis terhadap program REDD+. Pengabaian yang berulang-ulang terhadap kelompok masyarakat terpinggirkan ini terjadi terus menerus. Ditambah lagi pemerintah ataupun aktor yang memegang kontrol terhadap program REDD+ tidak begitu berpihak pada masyarakat yang terpinggirkan ini. Distribusi atau pemerataan jatah keuntungan program terhadap masyarakat secara adil tidak merata. Sehingga sikap apatis lahir dari masyarakat terpinggirkan sebagai akibat dari pemerintahan yang abai. Sikap apatis juga muncul karena masyarkat sudah beradaptasi terhadap penyingkiran. Buntoi adalah desa percontohan yang dikelilingi oleh program karbon dan non karbon. Kedua program tersebut sebenarnya sama sekali tidak menyentuh basis ekonomi masyarakat Buntoi. Namun demikian, progam Hutan Desa dan PIL yang telah ada hendaknya menjadi bagian yang integral dalam perencanaan desa. Desa 191

hendaknya harus dilihat dalam pendekatan sistem pengembangan basis ekonomi masyarakat. 192