ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

Transkripsi

1 ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

2 Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Budidaya Jenis Bambang Lanang Sub Judul Kegiatan : Kajian Pola Agroforestry Hutan Rakyat Bambang Lanang Pelaksana Kegiatan : Edwin Martin, S. Hut, M. Si Bambang T. Premono, S. Hut, M. Si Ari Nurlia, S. Hut Abstrak Penyebaran bambang lanang oleh petani di Sumatera Selatan dilakukan terutama dengan pola agroforestry. Namun, data dan informasi model agroforestri yang aman untuk diusahakan masyarakat belum tersedia secara lengkap. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan beberapa alternatif model agroforestry bambang lanang yang dapat dipakai oleh kelompok masyarakat dalam program HKm, HTR, dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Sasaran yang dicapai dari penelitian ini adalah tersedianya rekomendasi mengenai asosiasi optimal antara jenis bambang lanang dengan komoditas lainnya baik dari sisi komposisi, jumlah tanaman dan luas lahan berdasarkan kriteria penilaian sosial ekonomi. Penelitian menggunakan metode survei di desa-desa terpilih dalam Kabupaten Empat Lawang dan Lahat sebagai sentra budidaya bambang lanang. Tersedia 4 (empat) model pola agroforestri bambang lanang yang sesuai dengan preferensi dan kapasitas masyarakat, yaitu pola tanam kopi/kakao bambang lanang, kopi/kakao jagung bambang lanang, karet bambang lanang, karet alam durian bambang lanang. Secara umum, jumlah tanaman bambang lanang yang ditanam dan dipelihara petani di antara komoditas pertanian mereka adalah sebanyak 20 s.d. 40 pohon saja. Programprogram pemerintah yang menggunakan metode pengembangan agroforestri, seperti Kebun Bibit Rakyat (KBR) sebaiknya menyesuaikan dengan batasan jumlah ini. Kata kunci : Bambang Lanang, agroforestri, preferensi petani, penilaian sosial. A. Latar Belakang Hasil penelitian Martin et al. (2010) menunjukkan bahwa penyebaran bambang lanang oleh petani di Sumatera Selatan dilakukan terutama dengan pola tanam agroforestri. Masyarakat mempraktikkan pola tanam campuran antara beragam komoditas utama seperti kopi, karet, kakao, durian, padi, dan palawija dengan bambang lanang, melalui pengaturan ruang maupun waktu tanam. Oleh karena itu, terjadi keragaman pola agroforestry pada hutan rakyat bambang lanang ini. Bagi kelompok masyarakat yang tidak memiliki tradisi menanam bambang lanang, motif ekonomi adalah penggerak utama mereka untuk ikut tertarik menanam jenis penghasil kayu pertukangan ini (Martin dan Premono, 2010). Penurunan nilai pendapatan usahatani akibat memasukkan jenis bambang lanang ke dalam unit lahan usahatani akan menjadi disinsentif upaya pengembangan hutan rakyat bambang lanang. Data dan informasi model agroforestri yang aman untuk diusahakan masyarakat belum tersedia secara lengkap. 92

3 B. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan beberapa alternatif model agroforestry bambang lanang yang dapat dipakai oleh kelompok masyarakat dalam program HKm, HTR, dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Sasaran yang dicapai dari penelitian ini adalah tersedianya rekomendasi mengenai asosiasi optimal antara jenis bambang lanang dengan komoditas lainnya baik dari sisi komposisi, jumlah tanaman dan luas lahan berdasarkan kriteria penilaian sosial ekonomi. C. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan metode survei yang dilengkapi dengan observasi lapangan. Survei dilakukan di desa-desa yang dipilih sebagai pewakil beberapa pola umum agroforestri. Kopi/kakao dan karet adalah komoditas umum masyarakat di Kabupaten Empat Lawang dan Lahat sebagai sentra budidaya bambang lanang. Desa Jentikan di Kabupaten Lahat terpilih sebagai pewakil lokasi pola agroforestri kopi/kakao bambang lanang. Desa Sawah di Kabupaten Empat Lawang ditetapkan sebagai representasi lokasi pola agroforestri kopi/kakao jagung bambang lanang. Desa Pagar Jati di Kabupaten Lahat menjadi pewakil lokasi pola agroforestri karet bambang lanang. Desa Aur Gading di Kabupaten Empat Lawang menjadi pewakil lokasi pola agroforestri karet durian bambang lanang. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap rumah tangga yang mempraktikkan agroforestri bambang lanang. Jumlah responden tiap desa ditetapkan sebanyak 30 (tiga puluh) kepala keluarga. Data yang terkumpul dianalisis melalui tabulasi, ekonomi dan korelasi. D. Hasil yang telah dicapai 1. Model pola agroforestri Terdapat 4 (empat) pola umum agroforestri bambang lanang yang berlaku dan dinilai sebagai pencampuran optimal beragam jenis komoditas dalam lahan usahatani masyarakat di Kabupaten Lahat dan Empat Lawang, yaitu pola kopi/kakao bambang lanang, kopi/kakao jagung bambang lanang, karet bambang lanang, karet durian bambang lanang. Empat pola ini telah dipraktikkan cukup lama dan mengalami fase adaptasi dalam masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai pola agroforestri adaptif. Pola agroforestri kopi/kakao bambang lanang umumnya dipraktikkan pada lahan seluas 1 s.d. 1,5 ha, dimana sebanyak kurang lebih 30 pohon bambang lanang ditanam secara tak beraturan di antara kopi/kakao. Pola agroforestri kopi/kakao jagung bambang lanang banyak diterapkan pada lahan seluas 1 s.d. 1,5 ha, dimana sebanyak kurang lebih 20 pohon bambang lanang tumbuh bersama hamparan jagung dan kopi/kakao. Pola agroforestri karet bambang lanang banyak terjadi pada lahan seluas 1 s.d 2 ha, dimana sebanyak kurang lebih 40 pohon bambang lanang diposisikan teratur di antara larikan tanaman karet. Pola agroforestri karet (alam) durian bambang lanang adalah pola paling tradisional di Kabupaten Empat Lawang, dimana sekitar 40 pohon bambang lanang tumbuh tak beraturan bersama karet alam dan durian. 93

4 2. Kontribusi ekonomi model pola agroforestri Masing-masing model pola agroforestri adaptif ini menunjukkan kelayakan finansial untuk diusahakan. Pada dasarnya, bambang lanang hanya bersifat menambahkan nilai ekonomi yang keluar dari unit lahan usaha. Modelmodel ini dinilai masyarakat tidak merugikan secara ekonomi, meskipun dianggap mengurangi hasil komoditas utama. 3. Faktor pembatas agroforestri bambang lanang Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa jumlah pohon bambang lanang yang ditanam dan dipelihara masyarakat dalam setiap pola-pola agroforestri berkorelasi secara positif dengan luas kepemilikan lahan usahatani dan belanja rumah tangga per minggu. Ini berarti pola agroforestri bambang lanang akan sangat cocok dikembangkan di daerah-daerah yang penguasaan lahan usahatani warganya cukup luas dan relatif sejahtera. Daerah di sepanjang sisi timur bukit barisan berpotensi untuk menjadi wilayah pengembangan agroforestri bambang lanang. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Tersedia 4 (empat) model pola agroforestri bambang lana ng yang sesuai dengan preferensi dan kapasitas masyarakat, yaitu pola tanam kopi/kakao bambang lanang, kopi/kakao jagung bambang lanang, karet bambang lanang, karet alam durian bambang lanang. Secara umum, jumlah tanaman bambang lanang yang ditanam dan dipelihara petani di antara komoditas pertanian mereka adalah sebanyak 20 s.d. 40 pohon saja. Pelajaran terpenting dari beragam model pola agroforestri adaptif ini adalah bahwa jumlah pohon bambang lanang yang diinginkan petani untuk dikembangkan dalam unit usahatani adalah terbatas. Oleh karena itu, program-program pemerintah yang menggunakan metode pengembangan agroforestri, seperti Kebun Bibit Rakyat (KBR) sebaiknya menyesuaikan dengan batasan jumlah ini. Hasil penelitian ini dapat menghindari kegagalan program-program penanaman bambang lanang bersama rakyat, seperti bibit yang dibuang atau tidak ditanam dan tanaman yang dihilangkan pasca kegiatan penanaman. 94

5 Lampiran Bambang lanang Kopi/kakao Gambar 1. Model pola umum agroforestri kopi/kakao bambang lanang (kiri = photo model di lapangan; kanan = sketsa pola tanam). Bambang lanang Kopi/kakao jagung Gambar 2. Model pola agroforestri kopi/kakao bambang lanang - jagung (kiri = photo model di lapangan; kanan = sketsa pola tanam) kare t Bambang lanang Gambar 3. Model pola agroforestri karet bambang lanang (kiri = photo model di lapangan; kanan = sketsa pola tanam) 95

6 kare t Bambang lanang duria n Gambar 5. Model pola agroforestri karet bambang lanang - durian (kiri = photo model di lapangan; kanan = sketsa pola tanam) 96

7 Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Pembudidayaan Jenis Gelam Sub Judul Kegiatan : Aspek Agroforestry Pelaksana Kegiatan : Ir. Bastoni Sairun Marsuan Abstrak Gelam (Melaleuca leucadendron L.) adalah salah satu jenis pohon andalan yang sudah lama dan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di Indonesia, termasuk di wilayah Sumatera Selatan. Konversi habitat gelam untuk pengembangan perkebunan dan penggunaan lain akan sangat mengancam kesinambungan kelestarian jenis dan pasokan kayu gelam di masa mendatang. Untuk mengurangi ancaman tersebut perlu dibuat desain pengembangan hutan tanaman gelam yang dikombinasikan dengan beberapa jenis pohon unggulan lain yang menghasilkan kayu dan bukan kayu dalam pola agroforestry. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh pola tanam dan komposisi yang tepat kombinasi budidaya gelam dengan jenis-jenis pohon unggulan penghasil kayu dan bukan kayu. Metodologi yang digunakan adalah percobaan lapangan dan uji statistik. Kegiatan penelitian yang dilakukan terdiri dari pembuatan plot agroforestry, pengamatan dan pengumpulan data. Kata kunci: gelam, agroforesty, jenis pohon unggulan, pola tanam A. Latar Belakang Konversi habitat gelam untuk pengembangan perkebunan dan penggunaan lain akan sangat mengancam kesinambungan kelestarian jenis dan pasokan kayu gelam di masa mendatang. Untuk mengurangi ancaman tersebut perlu dibuat desain pengembangan hutan tanaman gelam yang dikombinasikan dengan beberapa jenis pohon unggulan lain yang menghasilkan kayu dan bukan kayu dalam pola agroforestry. Pola tanam tersebut diharapkan bisa layak baik secara ekonomis maupun ekologis. Pola tanam dan bentuk pengusahaannya perlu diteliti dan dikaji lebih lanjut untuk melipatgandakan hasil yang diperoleh dalam satu hamparan lahan. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pola tanam dan komposisi yang tepat kombinasi budidaya gelam dengan jenis-jenis pohon unggulan penghasil kayu dan bukan kayu. Sedangkan sasaran penelitian adalah diperolehnya data dan informasi awal pola tanam dan komposisi yang tepat 97

8 kombinasi budidaya gelam dengan jenis-jenis pohon unggulan penghasil kayu dan bukan kayu. C. Metode Penelitian Kegiatan penelitian terdiri dari: (1) pembuatan plot, (2) penyiapan lahan dan penanaman, (3) pengamatan pertumbuhan dan pemeliharaan tanaman. Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Petak Terbagi. Petak Utama adalah pola tanam, terdiri dari 5 taraf, yaitu: Gelam + Jelutung, Gelam + Meranti, Gelam + Jabon, Gelam + Punak, Gelam + Gaharu. Anak Petak adalah frekuensi pemupukan, terdiri dari 3 taraf, yaitu: 1 kali per tahun, 2 kali per tahun, dan 3 kali per tahun. Dosis pupuk yang diberikan adalah 10 gram NPK/batang per periode pemupukan. Plot percobaan dibuat pada lahan seluas 1 hektar dan disusun dalam 3 kelompok, masing-masing pada lahan yang memiliki genangan dangkal (< 25 cm), genangan sedang (25 50 cm) dan genangan dalam (> 50 cm). Pada keliling plot dibuat parit dimensi lebar 1 m dan dalam 0,5 meter. Parit keliling berfungsi sebagai pembatas areal untuk perkembangbiakan ikan dan tempat berkumpulnya ikan alam di musim kemarau. Pola ini merupakan salah satu bentuk dari agroforestry, yaitu silvofishery. D. Hasil yang Telah Dicapai (2011) Plot ujicoba pola campuran gelam dengan jenis-jenis pohon unggulan hutan rawa penghasil kayu dan bukan kayu dan parit dalam pola silvofishery seluas 1 hektar di daerah Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Data tinggi dan diameter awal tanaman ujicoba: Jelutung ( Dyera lowii): tinggi 33 cm, diameter 0,62 cm. Meranti ( Shorea belangeran): tinggi 73,33 cm, diameter 0,53 cm. Punak ( Tetrameristra glabra): tinggi 40,5 cm, diameter 1,07 cm. Jabon (Antochepalus cadamba) : tinggi 55,40 cm, diameter 0,75 cm. Gaharu (Aquilaria malaccensis): tinggi 80,40 cm, diameter 0,87 cm. E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Pola tanam campuran gelam dengan jenis-jenis pohon unggulan penghasil kayu dan bukan kayu dalam pola agroforestry (silvofishery) merupakan langkah awal upaya diversifikasi dalam rangka penyelamatan jenis dan habitat serta peningkatan produktivitas lahan. 2. Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk memperoleh data dan informasi yang lebih lengkap untuk menilai kelayakan pola tanam yang terapkan baik secara ekonomis maupun ekologis. 98

9 Lampiran : Gambar 1. Plot Percobaan Agroforestry Gelam dan Pohon Unggulan Gambar 2. Jenis-jenis pohon unggulan yang digunakan untuk pola campuran dengan gelam, Jelutung (kiri), Meranti (tengah), Punak (kanan) 99