BAB V KESIMPULAN. Ngadas, merupakan sebuah desa pertanian yang terletak di Kabupaten

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN Ngadas, merupakan sebuah desa pertanian yang terletak di Kabupaten Malang Jawa Timur. Bersama desa Ranu Pani di Kabupaten Lumajang, Ngadas menjadi daerah enclave di dalam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Enclave merupakan salah satu bentuk pemanfaatan taman nasional oleh masyarakat. keberadaan enclave sendiri merupakan konsekuensi dari pembentukan taman nasional yang didalamnya telah didiami oleh masyarakat adat dalam jangka waktu yang lama. Pembentukan zona enclave memunculkan satu masalah baru yaitu terputusnya akses masyarakat Ngadas terhadap hutan dan seisinya termasuk lahan yang ikut berkurang. Hal ini juga dirasakan oleh masyarakat Tengger di sekitar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pembentukan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru praktis mempersempit ruang masyarakat Ngadas dalam memanfaatkan hutan dan tanah untuk dijadikan ladang. Keberadaan enclave dalam Taman Nasional bagai dua mata pisau. Di sisi lain, enclave merupakan bentuk tanggung jawab pihak Taman Nasional kepada masyarakat yang telah lama mendiami kawasan tersebut lengkap dengan seluruh elemen kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari hutan, di sisi lain enclave 95

2 menjadi ancaman bagi Taman Nasional karena adanya kecenderungan masyarakat untuk merambah ruang dan masuk kedalam kawasan Taman Nasional. Ketergantungan masyarakat Ngadas terhadap hutan taman nasional yang tinggi membuat Taman Nasional menyiasatinya dengan menetapkan zona pemanfaatan tradisional berupa pemanfaatan lahan di sekitar enclave. Sementara untuk pemanfaatan non-lahan, pihak taman nasional memperbolehkan masyarakat memungut hasil hutan dengan syarat tertentu. Hutan sebagai sumber kebutuhan masyarakat Ngadas ditunjukkan dari ketergantungannya dalam hal pemenuhan kebutuhan akan lahan serta tanaman. Pemanfaatan hasil hutan sebagian besar berupa alang-alang dan rumput-rumputan yang digunakan sebagai pakan ternak. Pemanfaatan ini merupakan pemanfaatan sumber daya hutan yang paling besar menginat hampir seluruh rumah tangga di Ngadas mempunyai binatang ternak. Kebutuhan akan kayu bakar juga menjadi salah satu pemanfaatan yang cukup tinggi mengingat hawa dingin di Ngadas yang membuat orang betah berlama-lama duduk dekat dengan api. Pemanfaatan sumber daya hutan yang paling penting adalah untuk keperluan ritual keagamaan. Hampir sebagian besar kebutuhan ritual untuk sesaji berasal dari hutan di kawasan Taman Nasional. Pemanfaatan lahan juga menjadi penting ketika keberadaan tanah di Ngadas menjadi semakin sempit karena pertumbuhan penduduk Ngadas yang tidak diimbangi dengan bertambahnya luas 96

3 lahan. Jalur hijau menjadi salah satu upaya yang dilakukan Taman Nasional dalam mengatasi keterbatasan lahan dengan ketentuan yang berlaku. Masuknya Taman Nasional dengan segala aturan yang berlaku membuat masyarakat Ngadas tidak lagi bisa secara leluasa memanfaatkan tanah di kawasan hutan. Dengan luas desa Ngadas yang tetap sementara pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi menyebabkan lahan yang biasa digunakan untuk berladang semakin menyempit. Krisis lahan yang dialami oleh masyarakat Ngadas tidak membuat mereka berdiam diri. Berbagai laku adaptif dilakukan untuk mendapatkan lahan yang subur serta memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Kondisi lahan pertanian yang curam memaksa mereka membuat teras-teras yang digunakan sebagai penahan laju erosi. Cangkul dan sapi menjadi alat pengolah lahan yang cukup rasional mengingat topografi ladang Ngadas yang berbukit sehingga tidak memungkinkan alat berat seperti traktor masuk ke ladang mereka. Sistem tumpangsari juga digunakan untuk memperbesar hasil produksi ladang. Sistem tumpangsari di Ngadas menggabungkan tanaman bawang prei, sawi dan kentang bersamaan dengan jagung. Sebagian dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, sebagian lagi dibudidayakan untuk dipasarkan. Kehidupan masyarakat Ngadas menjadi berubah sejak adanya transformasi pertanian berupa pertumbuhan pertanian dan perubahan corak pertanian dari 97

4 subsisten ke pertanian intensif padat modal yang berorientasi pasar pada tahun 1990-an. Tanaman pokok berupa jagung berganti menjadi tanaman komersil seperti kentang, bawang prei dan kubis. Perubahan pertanian ini bagai dua sisi mata uang. Dilihat dari sisi positif, perubahan pertanian ini berakibat pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat, di sisi lain adalah degradasi lahan yang menjadi dampak ekologis dari perubahan ini. Penyempitan lahan yang terjadi di Ngadas membuat para petani kemudian terpaksa mengesampingkan perhatian mereka dari sisi ekologis. Komersialisasi pertanian yang terjadi di Ngadas memunculkan babak baru dimana tanah menjadi sumber daya yang sangat diperhitungkan. Harga tanah semakin melonjak dan mulai marak diperjual-belikan. Dalam kompetisi untuk mendapatkan tanah, orang-orang dengan tingkat ekonomi yang lebih matang mempunyai kesempatan lebih besar untuk membeli tanah, sementara bagi petani miskin yang tadinya dapat hidup mandiri dari hasil pertanian sendiri pelan-pelan mulai kehilangan tanahnya karena dijual untuk memenuhi kebutuhan. Komersialisasi pertanian mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat Ngadas. Mereka dengan tingkat ekonomi mapan bisa mendapatkan sumber daya yang bisa digunakan untuk mengakumulasikan modal kapital mereka sehingga kehidupan mereka lebih sejahtera. Semakin banyak lahan yang mereka miliki akan semakin membuat mereka dengan leluasa memutarkan uang untuk penggunaan yang lebih produktif. 98

5 Tulisan ini mengungkapkan bahwa terdapat ketergantungan antara masyarakat Ngadas terhadap sumber daya alam hutan dimana mereka mempunyai rasionalitas pemikiran dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya hutan.melalui ketersediaan sumber daya, masyarakat dapat mengerjakan pertanian, mengambil kayu, rumput serta bahan-bahan untuk ritual keagamaan. Sebagai desa yang sudah cukup terbuka, Ngadas mempunyai perbedaan pola adaptasi yang berbeda di tiap kelas sosial. Kelas bawah yang hidup dalam garis kemiskinan memilih untuk bersifat realistis dalam mengusahakan ladang mereka. Mereka cenderung memilih pekerjaan yang menjamin pemenuhan kebutuhan subsisten meski hasilnya sedikit daripada memulai usaha baru tetapi mengandung resiko kerugian yang dapat mengancam kehidupan subsisten mereka. Kelas menengah memiliki pola yang berbeda. Beberapa diantara mereka memanfaatkan jaringan seperti kelompok tani untuk mengakumulasikan modal dalam bentuk tabungan serta mendapat keuntungan dari kelompok tani berupa berupa kemudahan mendapatkan pupuk. Beberapa diantara mereka menggunakan modal sosial yang dimiliki untuk membangun jaringan dan memperkuat posisi untuk mengakses sumber daya. Kelas atas di Ngadas merupakan kelas dengan dengan sumber daya dan modal yang memadai. Alokasi mereka tidak lagi hanya memenuhi kebutuhan subsisten tetapi juga mengalokasikan modal mereka untuk kegiatan yang produktif seperti membuat usaha baru atau diinvestasikan dalam bentuk usaha penggadhuhan 99

6 ternak. Tidak jarang kelas ini menggunakan mekanisme sewa-menyewa dan bagi hasil pada ladang mereka untuk melepaskan tanggung jawab mereka dalam memeliara sapi meski harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. 100