BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Locus Of Control 2.1.1.1 Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1954) dalam Bruno I. Igbeneghu dan S.O. Popoola (2011), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Teori belajar sosial kepribadian yang mengendalikan bahwa perilaku merupakan fungsi dari harapan dan penguatan nilai dalam situasi tertentu. Dengan kata lain, perilaku tertentu lebih mungkin terjadi jika hal ini terkait dengan penguatan nilai tinggi dan harapan. Penguatan nilai adalah tingkat preferensi untuk penguatan tertentu jika berbagai penguat alternatif yang tersedia. Menurut Robbins (2007:139) Locus of Control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Demikian juga locus of control pada peserta pelatihan dianggap mempengaruhi besarnya kemampuan mentransfer keterampilan yang baru mereka pelajari. Teori ini menyatakan bahwa pilihan-pilihan yang dijatuhkan individu berasal dari berbagai potensi perilaku yang mungkin atau tersedia baginya. Menurut Hjele dan Ziegler, Baron dan Byren, dalam Ngatemin (2009) locus of control diartikan sebagai persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personality), yang didefenisikan sebabagi keyakinan diri sendiri setiap indvidu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. 11
12 Locus of contol mengacu pada sejauh mana seseorang individu mengubungkan peristiwa kehidupan pribadinya kepada faktor-faktor eksternal atau orang lain (eksternal atau terhadap deposisi mereka sendiri (internal). Locus of control adalah istilah yang digunakan untuk mengacu kepada persepsi indvidu tentang pengendalian pribadi, khususnya berkaitan dengan kontrol atas hasil-hasil yang penting. Dalam kutipan yang sama Benson mendefinisikan locus of control sebagai keyakinan seseorang tentang bagaimana upaya indvidu dalam mencapai hasil yang diinginkan. Berdasarkan berbagai macam definisi yang berbeda-beda dapat ditarik kesimpulan bahwa locus of control adalah keyakinan seseorang tentang sejauh mana seseorang merasakan ada atau tidaknya hubungan antara usaha yang dilakukan dengan hasil yang diterima, sehingga mereka mampu mengontrol peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi hidupnya. 2.1.1.2 Dimensi Locus of Control 2.1.1.2.1 Locus of Control Internal Menurut Robbins (2007:138) Locus of control internal adalah Individu yang percaya bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa pun yang terjadi pada diri mereka, dikatakan memiliki locus of control internal. Individu dengan locus of control internal mempunyai persepsi bahwa lingkungan dapat di kontrol oleh dirinya sehingga mampu melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan keinginannya, termasuk dalam menerapkan hasil pelatihan yang diperoleh ke dalam pekerjaannya. Karena individu merasa dapat mengontrol dirinya sendiri maka ada kecenderungan mempunyai keyakinan yang tinggi bahwa mereka mampu dalam menyerap isi program pelatihan sehingga selanjutnya dapat menerapkan hasil pelatihan tersebut ke
13 dalam pekerjaan. Faktor internal individu yang di dalamnya mencakup kemampuan kerja, kepribadian, tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan bekerja, kepercayaan diri dan kegagalan kerja individu bukan disebabkan karena hubungan dengan mitra kerja. 2.1.1.2.2 Locus of Control Eksternal Menurut Robbins (2007,p138), individu yang berkeyakinan bahwa apa pun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan atau kesempatan, dikatakan sebagai individu yang memiliki locus of control eksternal. Individu dengan locus of control eksternal tinggi cenderung akan pasrah terhadap apa yang menimpa dirinya tanpa usaha untuk melakukan perubahan, sehingga cenderung untuk menyukai perilaku penyesuaian diri terhadap lingkungan agar tetap bertahan dalam situasi yang ada. Faktor eksternal individu yang di dalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan lingkungan kerja. 2.1.1.3 Perbedaan Individual Locus of Control Internal dan Eksternal Menurut Demirkan, Selcan (2006) dalam Kutanis, Mesci & Ovdur (2011) ada perbedaan antara individu dengan locus of control internal dan eksternal, yaitu: Tabel 2.1 Perbedaan Individu Locus of Control Internal dan Eksternal Variabel Internal Locus of Control Eksternal Locus of Control Kemampuan Menampilkan mereka. kemampuan Menunjukan peran akan kesempatan pada
14 kehidupan mereka dibandingkan kemampuan mereka Dapat bertanggung jawab atas Mereka mencoba untuk keputusan mereka sendiri, dan meningkatkan kondisi Tanggung Jawab mereka menganggap bahwa nasib mereka tidak terpengaruh yang baik dalam hidup mereka, di sisi lain mereka oleh faktor-faktor di luar kendali mereka, tetapi oleh keputusan mereka sendiri. berusaha mengurangi kondisi yang buruk. untuk tingkat Perubahan Memiliki kendali atas nasib mereka karena mereka merasa bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. Mereka tidak bisa mengendalikan perubahan dirinya sendiri. Mereka menggunakan kontrol Mereka menampilkan Lingkungan lebih di lingkungan mereka dan mereka menampilkan kinerja belajar yang lebih baik. sikap kurang tanggap dari individu dengan locus of control internal. Stres Lebih baik mengatasi stres dan kesulitan lainnya dalam kerja. Kurang mampu mengatasi stres dan kesulitan lainnya dalam kerja. Kepuasan Kerja Memiliki kepuasan kerja lebih tinggi dan cenderung memiliki Cenderung tidak puas terhadap pekerjaannya.
15 peningkatan yang lebih cepat. Motivasi Kerja Memiliki kepercayaan diri dengan kemampuan yang di miliki diri sendiri dan memiliki harapan atas kinerja yang dihasilkan akan diberikan penghargaan Memiliki ekspetasi yang tinggi jika kinerja yang baik akan mendapatkan penghargaan namun jika tidak di berikan penghargaan tidak akan menunjukan kinerja yang lebih baik Sumber: Demirkan, Selcan (2006) dalam Kutanis, Mesci & Ovdur (2011) 2.1.2 Teori Kepuasan Kerja 2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Hasibuan (2007:202) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan
16 lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Kepuasan kerja Menurut Robbins (2007:99) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Jadi kepuasan kerja adalah sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan- perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Dari definisi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif dimana seseorang dapat mengevaluasi dari hasil hasil penilaian pekerjaan tersebut. 2.1.2.2 Faktor faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja Tidak mudah untuk mengukur kepuasan kerja seseorang secara sempurna karena setiap orang memiliki ukuran yang berbeda tentang kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja juga berhubungan dengan persepsi karenanya kepuasan kerja dapat berubah sesuai dengan persepsi setiap orang. Kepuasan kerja dapat diteliti berdasarkan beberapa faktor, akan tetapi faktor-faktor tersebut dalam peranannya memberikan kepuasan yang berbeda- beda kepada setiap orang tergantung pada pribadi masing-masing.
17 Beberapa faktor penentu kepuasan kerja menurut Luthans (2005:212), adalah sebagai berikut: 1. Pekerjaan itu Sendiri Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan. Menurut Munandar (2006:357), Berdasarkan survei diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja, yaitu: 1. Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. 2. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas. 3. Tugas yang penting (task significance). Rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh karyawan, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
18 4. Otonomi. Pekerjaan memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. 5. Adanya timbal balik (feedback) pada pekerjaaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja. 2. Gaji Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji di persepsikan sebagai adil didasarkan tuntutantuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja. 3. Kesempatan Promosi Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena promosi mengambil beberapa bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang menyertai kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan naik jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan jabatannya dan kepuasan kerja karyawan tersebut juga meningkat. Menurut Hasibuan (2005:108), mengemukakan promosi berasaskan keadilan terhadap penilaian kejujuran, kemampuan dan kecakapan karyawan. Penilaian harus jujur dan objektif, tidak pilih kasih. Karyawan yang mempunyai peringkat terbaik hendaknya mendapatkan kesempatan pertama untuk dipromosikan tanpa melihat suku, golongan, dan keturunannya.
19 4. Atasan Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan, misalnya dengan memberikan pekerjaan yang menantang. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. 5. Rekan Kerja Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi. Rekan kerja memberikan sumber- sumber semangat, kenyamanan, nasihat, dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. 6. Kondisi Kerja Keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan- kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
20 Penelitian-penelitian secara umum membuktikan bahwa kepuasan karyawan meningkat ketika atasan mampu memahami bawahannya dan ramah, memberikan pujian untuk kinerja yang bagus, mendengarkan pendapat karyawan dan menunjukkan ketertarikan pribadi kepada karyawan. Berdasarkan beberapa definisi tentang kepuasan kerja maka penulis menyimpulkan bahwa kepuasan kerja karyawan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perasaan dan reaksi karyawan terhadap lingkungan kerja yang dialami seharihari. Komponen yang menentukan kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah jenis pekerjaan, imbalan kerja, kondisi kerja, dan mitra kerja. 2.1.2.3 Dampak Ketidakpuasan Kerja Robbins (2003:82), mengemukakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Gambar dibawah ini menunjukan empat respons yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi: Gambar 2.1 Respon Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja Sumber: Robbins (2003:82)
21 Respons-respon tersebut didefinisikan seperti berikut: 1. Keluar: Perilaku ketidakpuasan yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi: Secara aktif dan konstruksif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. 3. Kesetiaan: Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar. 2.1.3 Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Robins, dan Judge (2008:100) adalah tingkat dimana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotan dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan seorang pekerja sangat tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Menurut Luthans (2006:249) menyatakan bahwa, komitmen organisasi paling sering diartikan sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2000) dalam Sopiah (2008:155) Komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuantujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi.
22 Menurut Greenberg & Robert A. Baron (2007:124) merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik komitmen organisasi antara lain adalah loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi dan keinginan untuk menjadikan anggota organisasi. Dari definisi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat seseorang untuk memihak sebuah perusahaan dan keinginan untuk mempertahanan di dalam perusahaan tersebut. 2.1.3.1 Dimensi Dimensi Komitmen Organisasi Menurut Robins dan Judge (2008:101) ada tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi, sehingga karyawan memilih tetap tinggal atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya, tiga (3) komponen tersebut adalah 1. Komitmen Afektif Merupakan keterikatan emosional karyawan, identifikasi sikap karyawan, dan keterlibatan dalam organisasi. 2. Komitmen Kelanjutan Merupakan komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atau promosi atau benefit. 3. Komitmen Normatif Merupakan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu, tindakan tersebut merupakan hal yang benar yang harus dilakukan.
23 2.2 Kajian Penelitian Terdahulu Untuk melakukan peneliatian ini, maka penulis melakukan penelurusuran lebih lanjut dari penelitian terdahulu yang relevan. Berikut ini adalah penelitian terdahulu : 1. Penelitian oleh Bruno I. Igbeneghu dan S.O. Popoola (2011) yang berjudul Influence of Locus of Control and Job Satisfaction on Organizational Commitment: A Study of Medical Records Personnel in University Teaching Hospitals in Nigeria. Dalam penelitian ini memberikan bukti empiris yang menunjukkan bahwa Locus of Control kerja yang merupakan variabel kepribadian, memiliki hubungan terbalik yang signifikan dengan komitmen organisasi. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris untuk mendukung model teoritis yang menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan positif yang signifikan dengan komitmen organisasi. Dan juga, penelitian ini memberikan bukti untuk menunjukkan bahwa kombinasi dari lokus kontrol kerja dan kepuasan kerja secara signifikan dapat mempengaruhi komitmen organisasi. 2. Penelitian oleh Javad Eslami dan Davood Gharakhani (2012) yang berjudul Organizational Commitment and Job Satisfaction. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki dampak positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Temuan ini menyoroti peran penting dari Komponen kepuasan kerja dalam komitmen organisasi. Implikasi praktis dari hasil adalah bahwa manajer perlu untuk secara aktif meningkatkan kepuasan kerja perusahaan mereka kepada Karyawan akan mencapai tingkat yang lebih tinggi komitmen organisasi. Selain itu, penelitian menunjukkan investasi yang tepat dalam kepuasan kerja dapat meningkatkan komitmen organisasi.
24 3. Penelitian oleh Saima Munir dan Mehsoon Sajid (2010) yang berjudul Locus of Control as a Determinant of Organizational Commitment among University Professors in Pakistan. Berdasarkan penelitian ini bahwa pengaruh Locus of Control dan komitmen organisasi menunjukan keterlibatan yang positif artinya jika tingkat locus tinggi maka tingkat komitmen juga akan meningkat dan akan menunjukkan hasil yang positif. 2.3 Kerangka Pemikiran Untuk lebih memperjelas dari penelitian yang menunjukkan bahwa adanya suatu hubungan antara Locus of Control Internal dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional dapat digambarkan dengan bagan, sebagai berikut: Locus of Control Internal (X1) H1 Komitmen Organisasional H3 (Y) Kepuasan Kerja H2 (X2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2013
25 2.4 Hipotesis Menurut Sugiyono (2005, p51), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru pada teori belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini adalah: Untuk T 1 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Locus of Control Internal (X1) dengan Komitmen Organisasi (Y). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Locus of Control Internal (X1) dengan Komitmen Organisasi (Y). Untuk T 2 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Kerja (X2) dengan Komitmen Organisasi (Y). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Kerja (X2) dengan Komitmen Organisasi (Y). Untuk T 3 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Locus of Control Internal (X1) dan Kepuasan Kerja (X2) dengan Komitmen Organisasi (Y). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Locus of Control Internal (X1) dan Kepuasan Kerja (X2) dengan Komitmen Organisasi (Y).