ANALISIS KEBIJAKAN PEMBERIAN SUBSIDI PERIKANAN (SOLAR) TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI NASI DAN PENDAPATAN NELAYAN PAYANG GEMPLO

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikanan menjadi sektor penting yang berkontribusi dalam pertumbuhan

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

3. METODE PENELITIAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PELESTARIAN SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

3. METODOLOGI PENELITIAN

SURVEI PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DEFINISI & KLASIFIKASI DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERHITUNGAN BIAYA KERUGIAN AKIBAT TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI PESISIR NUSA TENGGARA TIMUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2012 Seri : C

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

ANALISIS KERAGAAN KAPASITAS PERIKANAN TANGKAP NELAYAN KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU SUMATERA UTARA MAILINA HARAHAP

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

Transkripsi:

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBERIAN SUBSIDI PERIKANAN (SOLAR) TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI NASI DAN PENDAPATAN NELAYAN PAYANG GEMPLO (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan) WIKANIATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

RINGKASAN WIKANIATI. Analisis Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi Dan Pendapatan Nelayan Payang Gemplo (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan). Dibawah bimbingan AKHMAD FAUZI dan BENNY OSTA NABABAN. TPI Wonokerto merupakan salah satu tempat pelelangan ikan di Kabupaten Pekalongan dengan hasil tangkapan dominan adalah ikan petek, kuniran, dan ikan teri nasi. Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh subsidi perikanan, khususnya solar di TPI Wonokerto terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bioekonomi Walter-Hilborn, analisis laju degradasi, dan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Analisis kontras juga dilakukan untuk mengetahui kondisi sebelum dan setelah subsidi solar di TPI Wonokerto. Persamaan Walter-Hilborn yang diperoleh dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah Y t = 0,9180670-19,7392972X 1t - 0,0001331X 2t. Analisis bioekonomi untuk setiap rezim pengelolaan sumberdaya ikan teri nasi menggunakan model Walter-Hilborn menghasilkan parameter biologi, yaitu laju pertumbuhan alami (r) sebesar 0,9180670% per tahun, koefisien kemampuan tangkap (q) sebesar 0,0001331 1/unit effort, dan daya dukung lingkungan (K) sebesar 349,5568075 ton. Parameter ekonomi yang digunakan dalam penelitian adalah harga ikan teri nasi tahunan dan biaya trip nelayan dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kabupaten Pekalongan. Hasil analisis simulasi pengenaan subsidi solar secara langsung menurunkan biaya trip nelayan, sehingga menyebabkan perubahan tingkat effort, hasil tangkapan, dan keuntungan nelayan pada setiap rezim pengelolaan perikanan (MSY, MEY, dan Open Access). Pada rezim pengelolaan Maximum Sustainable Yield (MSY), effort dan hasil tangkapan nelayan tidak mengalami perubahan, yaitu masing-masing sebesar 3.450 trip dan 80,229 ton. Hal ini dikarenakan pada kondisi MSY hanya memperhitungkan aspek biologi tanpa memperhitungkan aspek ekonomi. Pada kondisi Maximum Economic Yield, effort yang digunakan mengalami peningkatan dari 2.322 trip menjadi 2.364 trip dan hasil tangkapan juga meningkat dari 71,651 ton menjadi 72,276 ton. Sedangkan pada kondisi Open Access, effort yang digunakan mengalami peningkatan dari 4.644 trip menjadi 4.728 trip, namun hasil tangkapan mengalami penurunan dari 70,624 ton menjadi 69,227 ton. Keuntungan atau rente ekonomi pada kondisi MSY mengalami peningkatan dari Rp 491.254.534,24 menjadi Rp 525.754.562,79. Pada kondisi MEY rente ekonomi meningkat dari Rp 643.062.563,05 menjadi Rp 666.490.877,51. Sedangkan pada kondisi Open Access keuntungan nelayan tetap sama sebelum dan setelah subsidi solar, yaitu Rp 0,00. Hasil analisis laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi menunjukkan bahwa sumberdaya ikan teri nasi belum mengalami degradasi dengan koefisien laju degradasi rata-rata 0,246. Berdasarkan analisis kontras antara produksi lestari dan produksi aktual ikan teri nasi sebelum dan setelah subsidi solar menunjukkan bahwa pengaruh subsidi solar dengan pembangunan SPDN TPI Wonokerto tidak berpengaruh besar atau tidak mempengaruhi sumberdaya ikan teri nasi di perairan

Kabupaten Pekalongan. Pada analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan payang gemplo di TPI Wonokerto adalah jumlah trip melaut, produksi nelayan, dan dummy dengan taraf kepercayaan 5%. Dari hasil penelitian, nelayan yang memanfaatkan subsidi (Dummy = 1) menunjukkan keuntungan/pendapatan nelayan akan meningkat. Kata kunci : subsidi perikanan (solar), bioekonomi, ikan teri nasi, payang gemplo, Kabupaten Pekalongan, laju degradasi, pendapatan nelayan

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBERIAN SUBSIDI PERIKANAN (SOLAR) TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI NASI DAN PENDAPATAN NELAYAN PAYANG GEMPLO (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan) WIKANIATI H44070030 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan Payang Gemplo (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2011 Wikaniati H44070030

Judul Sripsi Nama NIM : Analisis Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan Payang Gemplo (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan) : Wikaniati : H44070030 Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP. 19620421 198603 1 003 Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si Diketahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003 Tanggal Lulus :

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, serta waktu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Meti Ekayani, S.hut, M.Sc selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis atas kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 3. Seluruh dosen dan staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB atas waktu dan pelayanan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Orang tua dan adik-adik tercinta, Nofi, Kiki, dan Dimas yang selalu memberikan doa, waktu, perhatian, dan kasih sayang. 5. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan, KUD Mino Soyo, Bapedda Kabupaten Pekalongan, Kecamatan Wonokerto, TPI Wonokerto, HNSI Kabupaten Pekalongan, dan nelayan payang gemplo atas waktu dan informasi yang telah diberikan kepada penulis. 6. Dede Hendrik M. atas perhatian dan semangat, serta sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.

7. Keluarga besar ESL 44, Riri, Agung, Shifa, Wahyu, Wezia, Fiandra, Linda, Kiki, Anggun, Ario, Putri, Lidya, Tria, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat, doa, dan sharing selama ini. 8. Keluarga besar Pondok Nova, Astri, Triani, Yoshita, Ashna, Rizqi, Maulina, Dina, Syifa, Fitri, Dewi, Intan, dan Lifta atas semangat, perhatian, dan sharing selama ini. Bogor, September 2011 Penulis

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan Payang Gemplo (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan), yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Sektor perikanan merupakan sektor yang unik jika dibandingkan dengan sektor lainnya, seperti pertanian maupun pertambangan. Sektor perikanan dihadapkan pada karakterisrik yang common property dan open access, sehingga dalam pengelolaannya lebih sulit dilakukan. Orang dapat dengan bebas memanfaatkan sumberdaya perikanan ini karena sifatnya yang open acces, sehingga pemanfaatannya dapat menimbulkan degradasi pada sumberdaya perikanan jika dimanfaatkan secara berlebihan. Subsidi merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam memberikan dukungan pada sektor perikanan. Program subsidi merupakan salah satu program yang harapannya dapat membantu nelayan dalam hal kebutuhan BBM, sehingga diharapkan dapat mengatasi kemiskinan yang terjadi pada masyarakat pesisir. Isu subsidi perikanan selama ini menjadi perdebatan, dimana subsidi perikanan sebagai penyebab sumberdaya perikanan berada pada kondisi over exploited. Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk mengkaji implikasi kebijakan pemberian subsidi perikanan, khususnya solar terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, demi penyempurnaan skripsi. Bogor, September 2011 Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN... RINGKASAN... LEMBAR PENGESAHAN... UCAPAN TERIMA KASIH... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 6 1.3 Tujuan Penelitian... 8 1.4 Manfaat Penelitian... 8 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA... 12 2.1 Definisi dan Karakteristik Perikanan... 12 2.2 Sumberdaya Perikanan... 14 2.2.1 Sumberdaya Ikan Teri... 15 2.3 Kebijakan Subsidi Perikanan di Indonesia... 16 2.4 Penangkapan Berlebih (Overfishing) dan Degradasi Sumberdaya Perikanan... 18 2.5 Pendugaan Produksi Perikanan yang Optimal... 20 2.6 Model Walter-Hilborn... 21 2.5 Penelitian Terdahulu yang Terkait... 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 27 IV. METODE PENELITIAN... 32 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 32 4.2 Jenis dan Sumber Data... 32 4.3 Penentuan Jumlah Responden... 33 4.4 Pengumpulan Data... 33 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 34 4.5.1 Analisis Deskriptif... 34 4.5.2 Pendugaan Parameter Biologi... 35 4.5.3 Pendugaan Parameter Ekonomi... 35 i ii iv vi vii viii xi xiii xiv viii

4.5.4 Analisis Bioekonomi... 36 4.5.5 Estimasi Laju Degradasi Sumberdaya Ikan... 37 4.5.6 Regresi Linier Berganda untuk Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan... 38 4.5.7 Analisis Implikasi Kebijakan Subsidi Perikanan Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan Payang Gemplo... 40 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 41 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Pekalongan... 41 5.2 Kondisi Perikanan Kabupaten Pekalongan... 41 5.2.1 Hasil Produksi dan Nilai Produksi Ikan... 42 5.2.2 Armada Perikanan dan Alat Tangkap... 42 5.3 Kondisi Geografis dan Demografis Kecamatan Wonokerto.. 44 5.3.1 TPI Wonokerto... 45 5.3.2 Hasil Produksi dan Nilai Produksi Ikan di TPI Wonokerto... 45 5.3.3 Proses Pelelangan Ikan di TPI Wonokerto... 47 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 50 6.1 Karakteristik Responden... 50 6.2 Unit Penangkapan Payang Gemplo... 51 6.2.1 Payang Gemplo dan Perkembangannya... 52 6.2.2 Kapal... 54 6.2.3 Nelayan (ABK) dan Sistem Bagi Hasil... 54 6.2.4 Fishing Ground dan Musim Penangkapan Ikan... 56 6.3 Subsidi BBM (Solar) di TPI Wonokerto... 57 6.3.1 KUD Mino Soyo... 57 6.3.2 Sistem Pemberian Subsidi Solar... 58 6.3.3 Pengelolaan SPDN TPI Wonokerto... 59 6.4 Potensi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Wonokerto... 60 6.4.1 Produksi Ikan Teri Nasi... 60 6.4.2 Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Nasi... 62 6.5 Pendugaan Parameter Sumberdaya Ikan Teri Nasi... 64 6.5.1 Pendugaan Parameter Biologi... 64 6.5.2 Pendugaan Parameter Ekonomi... 66 6.5.2.1 Pendugaan Biaya Penangkapan (Trip)... 67 6.5.2.2 Standarisasi Harga Ikan Teri Nasi... 68 6.6 Analisis Bioekonomi Ikan Teri Nasi... 69 6.7 Estimasi Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan... 72 6.8 Simulasi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri Nasi dengan Pemberian Subsidi Solar... 74 6.8.1 Pendugaan Biaya Penangkapan (Trip) dengan Pemberian Subsidi Solar... 75 6.8.2 Analisis Bioekonomi Sebelum dan Setelah Pemberian Subsidi Solar... 76 ix

6.8.3 Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari Sebelum dan Setelah Pemberian Subsidi Solar... 80 6.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo... 84 6.10 Implikasi Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan di Kabupaten Pekalongan... 89 6.10.1 Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Kabupaten Pekalongan... 90 6.10.2 Pendapatan Nelayan Payang Gemplo... 91 VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 92 7.1 Kesimpulan... 92 7.2 Saran... 94 DAFTAR PUSTAKA...... 96 LAMPIRAN... 99 RIWAYAT HIDUP... 117 x

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian yang Digunakan... 34 2 Formula Perhitungan Pengelolaan Ikan dengan Pendekatan Model Walter-Hilborn... 37 3 Produksi dan Nilai Produksi Ikan di TPI Wonokerto dan TPI Jambean... 42 4 Perkembangan Jumlah Armada Perikanan di Kabupaten Pekalongan Tahun 2001-2010... 43 5 Perkembangan Jumlah Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Pekalongan Tahun 2001-2010... 43 6 Mata Pencaharian Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Kecamatan Wonokerto Tahun 2009... 44 7 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Ikan Di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010... 46 8 Perkembangan Produksi Ikan Dominan yang Didaratkan di TPI Wonokerto Tahun 2001-2010... 47 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Penglaman Nelayan, Rata-rata Trip per Tahun, Jumlah Tanggungan Anak, dan Pendidikan... 51 10 Jumlah Rumah Tangga Payang Gemplo Tahun 2001-2010. 52 11 Pembagian Hasil Tangkapan Ikan Payang Gemplo... 55 12 Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010... 60 13 Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi per Bulan di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010... 61 14 Jumlah Effort (Trip) Tahunan Alat Tangkap Payang Gemplo di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010... 63 15 Produksi (Ton), Effort (Trip), CPUE Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010... 65 16 Nilai (Ut+1/Ut)-1, Ut, dan Et Ikan Teri Nasi... 66 17 Parameter Biologi (r, q, dan K) Sumberdaya Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto... 66 18 Total Biaya Rata-rata Penangkapan Ikan Teri Nasi per Trip Nelayan Payang Gemplo... 67 19 Total Biaya Nominal per Trip dan Total Biaya Riil per Trip 68 xi

20 Harga Riil Rata-rata per Ton Ikan Teri Nasi di Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 (IHK Bahan Makanan)... 68 21 Nilai Parameter Biologi dan Parameter Ekonomi Ikan Teri Nasi... 69 22 Analisis Bioekonomi Ikan Teri Nasi Pada Rezim Pengelolaan MSY, MEY, dan (Open Access)... 70 23 Tingkat Produksi Aktual, Produksi Lestari, dan Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010... 74 24 Nilai Parameter Biologi dan Parameter Ekonomi Ikan Teri Nasi Setelah Pengenaan Subsidi Solar... 76 25 Perbandingan Nilai Effort, Harvest, Biomas, dan Rente Ekonomi Ikan Teri Nasi Kondisi Sebelum dan Setelah Pengenaan Pemberian Subsidi Solar pada Rezim MSY, MEY, dan Open Access... 78 26 Perbandingan Tingkat Produksi Aktual dan Produksi Lestari Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010... 80 27 Hasil Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan... 86 28 Nilai VIF dan Durbin-Watson Model... 89 xii

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Ikan Teri (Stolephorusn sp)... 16 2 Kerangka Pemikiran Penelitian... 31 3 Grafik Perbandingan antara Produksi dan Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010... 63 4 Perbandingan Effort Ikan Teri Nasi pada Kondisi MSY, MEY, Open Access, dan Aktual di Perairan Kabupaten Pekalongan... 71 5 Perbandingan Produksi Ikan Teri Nasi pada Kondisi MSY, MEY, Open Access, dan Aktual di Perairan Kabupaten Pekalongan... 72 6 Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari pada Tingkat Effort yang Sama... 81 7 Perbandingan Tingkat Produksi Aktual dan Tingkat Produksi Lestari Ikan Teri Nasi Sebelum dan Setelah Subsidi Solar di Perairan Kabupaten Pekalongan... 83 xiii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Pekalongan... 100 2 Alat Tangkap Payang Gemplo... 101 3 Analisis Pendugaan Parameter Biologi (r, q, dan K) Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan dengan Menggunakan Model W-H... 102 4 Hasil Analisis Pendugaan Parameter Biologi (r, q, dan K) Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan dengan Menggunakan Model W-H... 103 5 Analisis Rata-rata Biaya Trip Total Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan... 104 6 Analisis Biaya Riil Trip Total Nelayan Payang Gemplo Tahun 1997-2010 di Kabupaten Pekalongan (IHK Umum). 106 7 Analisis Harga Riil Ikan Teri Nasi Periode Tahun 1997-2010 di Kabupaten Pekalongan (IHK Bahan Makanan)... 107 8 Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan... 108 9 Nilai Produksi Aktual, Produksi Lestari, dan Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan... 109 10 Hasil Simulasi Pengenaan Subsidi Solar dengan Pembangunan SPDN Terhadap Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan... 110 11 Data Pendapatan Nelayan, Jumlah Trip, Biaya Trip Total, dan Dummy antara Nelayan yang Memperoleh Manfaat Subsidi Solar dan Nelayan yang Tidak Memperoleh Manfaat Subsidi Solar... 111 12 Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan... 112 13 Dokumentasi Penelitian... 116 xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor ini mendukung dan berkontribusi dalam pembangunan nasional. Pendapat ini tidak lepas dari kontribusi sektor perikanan dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor perikanan dalam PDB 2010 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 148,159 triliun, dengan presentase 3,13% terhadap PDB Nasional, dan 3,40% terhadap PDB tanpa migas. Jika dilihat dari kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional dapat dikatakan relatif rendah dan tidak menunjukkan potensi perikanan yang melimpah. Dengan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang luas, seharusnya sektor perikanan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar. Hal ini seringkali dikaitkan dengan teknologi yang masih rendah jika dibandingkan dengan nelayan negara lain, faktor cuaca, pelanggaran terhadap aturan, seperti illegal fishing, dan kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak mendukung pertumbuhan perikanan. Subsidi merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam memberikan dukungan pada sektor perikanan, khususnya untuk nelayan kecil. Kondisi kesejahteraan nelayan akan semakin menurun jika pemerintah gagal dalam perannya sebagai pengambil kebijakan dalam mendorong ekonomi sektor perikanan. Hal ini akan diperburuk dengan berkurangnya aktivitas nelayan untuk melaut akibat iklim yang tidak menentu dan keadaan perikanan yang sudah dieksploitasi penuh yang dinyatakan oleh FAO, bahwa lebih dari 75% stok ikan 1

dunia sudah dieksploitasi penuh. Akibatnya produktivitas tangkapan menurun dan pendapatan nelayan akan semakin jauh dari kesejahteraan. Untuk itu perlu tindakan pemerintah yang maksimal dalam mencapai kesejahteraan nelayan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan subsidi perikanan tangkap, seperti subsidi BBM (bahan bakar minyak), alat tangkap, penguatan sistem informasi wilayah penangkapan ikan, pemberian insentif untuk penjualan hasil tangkapan, modal yang dapat dengan mudah diakses nelayan, serta pemotongan jalur distribusi input dan output perikanan. Ketersediaan BBM menjadi penting karena BBM merupakan faktor input dalam produksi perikanan yang vital, selain ketersediaan alat tangkap dan teknologi, dimana nelayan tidak akan bisa melaut tanpa adanya BBM. BBM yang merupakan faktor input perikanan ini kadang harus didapatkan nelayan dari tengkulak karena persediaan yang terbatas di pasaran, dimana menyebabkan semakin tingginya biaya produksi dari aktivitas perikanan itu sendiri. Kondisi ini diperparah ketika BBM yang dibeli oleh nelayan telah dicampur atau dioplos, sehingga mengakibatkan mesin kapal nelayan menjadi cepat rusak, maka semakin tinggi biaya produksi yang harus ditanggung oleh nelayan. Biaya produksi aktivitas perikanan yang tinggi, dapat ditutup dari hasil produksi nelayan ketika melaut. Namun, kondisinya seringkali hasil produksi memiliki harga yang rendah, tidak sesuai dengan harapan yang menyebabkan semakin rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan. Program subsidi merupakan salah satu program yang harapannya dapat membantu nelayan dalam hal kebutuhan BBM, sehingga diharapkan dapat mengatasi kemiskinan yang terjadi pada masyarakat pesisir. Program peningkatan 2

kesejahteraan masyarakat pesisir sendiri tidak hanya subsidi BBM. Program subsidi lainnya adalah subsidi alat tangkap, bantuan dalam hal modal, pengembangan kewirausahaan, dan kedai pesisir. Pada penelitian ini akan lebih difokuskan pada kebijakan pemerintah dalam hal pemberian subsidi BBM (solar) secara tidak langsung. Subsidi BBM ini berupa subsidi dalam hal penyediaan kebutuhan solar bagi nelayan, dimana Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pertamina dalam penyediaan solar untuk nelayan secara berkelanjutan. Menurut Hermawan (2006), subsidi dalam kegiatan perikanan tangkap yang menggunakan mesin sangat diperlukan. Subsidi tersebut adalah bahan bakar minyak (BBM), seperti solar, minyak tanah, dan pelumas. Jika subsidi tidak diberikan, maka akan meningkatkan biaya produksi sehingga akan menurunkan penerimaan atau keuntungan para nelayan. Subsidi BBM atau bahan bakar minyak merupakan keharusan mutlak karena BBM merupakan input yang membutuhkan biaya yang besar. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian Hermawan (2006), bahwa rata-rata pengaruh faktor BBM terhadap biaya produksi pada usaha perikanan yang mengoperasikan 4 alat tangkap, yaitu payang bugis, jaring rampus, payang gemplo, dan bundes di Kabupaten Tegal sebesar 47,40%. Sejak terjadi kenaikan harga BBM (solar) dari harga rata-rata Rp 2.300 per liter di tingkat nelayan menjadi Rp 4.300 per liter, biaya BBM untuk usaha perikanan meningkat menjadi 59,11%. Hal ini menunjukkan sebenarnya diperlukan subsidi perikanan terutama BBM yang pada umumnya merupakan faktor terbesar dari biaya produksi. Sehingga harapannya dengan adanya subsidi BBM, nelayan dapat meningkatkan hasil produksinya 3

karena stok BBM yang selalu tersedia dan nelayan dapat mengurangi biaya produksi perikanan. Isu subsidi perikanan selama ini menjadi perdebatan diantara negara maju dan negara berkembang, dimana subsidi perikanan sebagai penyebab sumberdaya perikanan berada pada kondisi over exploited. Pada akhirnya menyebabkan sumberdaya perikanan dalam kondisi krisis dan tidak dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang. Menurut Fauzi (2005), kapasitas perikanan global sudah mencapai lebih dari 250% dari yang dibutuhkan untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan. Subsidi juga dianggap sebagai faktor yang dapat mendistorsi perdagangan. Laporan dari sumber resmi seperti APEC, OECD, dan WTO, memperkirakan bahwa subsidi perikanan sudah mencapai US$ 15 hingga US$ 20 miliar per tahun. Kondisi ini menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat pesisir, seperti kemiskinan dan degradasi sumberdaya perikanan yang pada akhirnya menyebabkan pengangguran. Subsidi perikanan yang dilakukan oleh negara-negara maju menjadi tidak fair berkaitan dengan ekstrasi sumberdaya karena armada perikanan negara berkembang harus bersaing dengan armada perikanan negara maju yang memperoleh subsidi. Oleh karena itu, WTO menghendaki subsidi perikanan harus dikurangi (Fauzi, 2005). Kondisi ini menjadi sulit bagi Indonesia, di lain pihak harus mengikuti peraturan WTO sebagai lembaga dunia yang mengatur perdagangan internasional. Di lain pihak Indonesia harus memperhatikan kondisi nelayan sebagai pelaku dalam sektor perikanan, dimana sebagian besar nelayan Indonesia adalah nelayan kecil yang masih membutuhkan subsidi. Hal ini mengingat masih rendahnya produksi perikanan pada nelayan kecil yang disebabkan tidak menentunya hari 4

melaut karena cuaca yang tidak mendukung dan ketidakpastian suplai BBM, modal yang rendah, peralatan tangkap yang terkadang tidak sesuai dengan daerah tangkapan, dan teknologi serta inovasi perikanan yang kurang. Melihat kondisi tersebut, menunjukkan masih pentingnya subsidi bagi nelayan Indonesia, khususnya nelayan kecil untuk meningkatkan hasil produksi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan nelayan. TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Wonokerto merupakan salah satu tempat pendaratan ikan di Kabupaten Pekalongan yang memiliki SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan) sebagai bentuk subsidi solar bagi nelayan. SPDN yang dibangun di sekitar lokasi TPI memudahkan nelayan untuk memperoleh solar sebagai input dalam kegiatan perikanan dan harapannya dapat membantu nelayan untuk meningkatkan pendapatannya dalam jangka panjang. Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh subsidi solar dengan pembangunan SPDN di TPI Wonokerto terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo. Harapannya dengan kajian ini dapat diketahui seberapa besar pengaruh subsidi solar bagi nelayan payang gemplo di TPI Wonokerto. Pengkajian stok sumberdaya ikan dilakukan dengan analisis bioekonomi untuk mengetahui jumlah tangkapan lestari dan keuntungan optimum yang dapat diperoleh nelayan sebelum dan setelah subsidi solar. Penelitian juga mengkaji bagaimana laju degradasi sumberdaya ikan, sehingga secara keseluruhan dapat diketahui pengaruh subsidi terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo. 5

1.2 Perumusan Masalah Sektor perikanan merupakan sektor yang unik jika dibandingkan dengan sektor lainnya, seperti pertanian maupun pertambangan. Dimana dalam sektor perikanan dihadapkan pada karakteristik yang common property dan open access, sehingga dalam pengelolaannya lebih sulit dilakukan. Orang dapat dengan bebas memanfaatkan sumberdaya perikanan ini karena sifatnya yang open access, sehingga pemanfaatannya dapat menimbulkan degradasi pada sumberdaya perikanan tersebut. Perlu adanya suatu kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku sektor perikanan. Kebijakan ini dapat berupa subsidi perikanan, seperti alat tangkap dan BBM, penguatan modal, dan perlunya inovasi dalam perikanan. Dengan adanya subsidi ini harapannya produksi dapat meningkat dan akhirnya pendapatan juga meningkat. Namun, subsidi perikanan menjadi sebuah isu yang menyebabkan sumberdaya perikanan mengalami degradasi. Dampak subsidi yang dianggap positif untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, di sisi lain menyebabkan dampak negatif terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan. Hal ini diperkuat oleh berbagai sumber resmi, seperti APEC, OECD, dan WTO, bahwa subsidi perikanan menyebabkan degradasi sumberdaya karena dengan adanya subsidi perikanan laju penangkapan akan semakin besar yang mengakibatkan sumberdaya perikanan menjadi over exploited (Fauzi, 2005). Namun, melihat kondisi nelayan Indonesia yang masih dibawah garis kesejahteraan, maka subsidi menjadi suatu keharusan untuk membantu nelayan dalam meningkatkan pendapatannya. 6

Pada penelitian ini difokuskan pada subsidi perikanan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. Subsidi perikanan yang dimaksud adalah subsidi BBM (solar) secara tidak langsung, yaitu pembangunan SPDN yang berfungsi untuk mendekatkan SPBU/pom bensin sehingga dapat mengurangi biaya distribusi (biaya transportasi dan biaya kerja). Penelitian ini juga mengkaji bagaimana pengaruh subsidi tersebut terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan dari nelayan sebagai pelaku perikanan. BBM merupakan input produksi perikanan yang merupakan input yang menyita hingga hampir 60% biaya produksi perikanan (Hermawan, 2006), sehingga dengan adanya subsidi BBM diharapkan dapat mengurangi biaya produksi bagi nelayan dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Diharapkan dari penelitian ini dapat disimpulkan bagaimana implikasi dari kebijakan subsidi perikanan berupa solar (pembangunan SPDN) terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo dengan melihat perubahan effort, hasil tangkapan, nilai tangkapan, dan tangkapan yang lestari. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh pemberian subsidi perikanan (solar) terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan? 2. Bagaimana pengaruh pemberian subsidi perikanan terhadap pendapatan nelayan payang gemplo di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan? 3. Bagaimana laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi akibat aktivitas penangkapan perikanan di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan? 7

4. Bagaimana implikasi kebijakan pemberian subsidi perikanan terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis pengaruh pemberian subsidi perikanan (solar) terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. 2. Menganalisis pengaruh pemberian subsidi perikanan terhadap pendapatan nelayan payang gemplo di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. 3. Mengestimasi laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi akibat aktivitas penangkapan perikanan di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. 4. Mengkaji implikasi kebijakan pemberian subsidi perikanan terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tentang kebijakan subsidi perikanan terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan tangkap dan pendapatan nelayan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Peneliti, diharapkan penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan disiplin ilmu yang berkaitan dengan sumberdaya perikanan. 2. Akademisi, sebagai sumber informasi dan rujukan dalam pengembangan disiplin ilmu dan penelitian selanjutnya. 8

3. Masyarakat Nelayan, sebagai informasi mengenai produksi optimal, degradasi sumberdaya, sehingga nelayan menjadi lebih menyadari akan pentingnya menjaga keberlanjutan perikanan. 4. Pemerintah selaku pembuat kebijakan diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan dan evaluasi terhadap kebijakan yang telah dibuat. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian, maka penelitian ini difokuskan pada pengaruh kebijakan subsidi perikanan khususnya subsidi BBM (solar) terhadap kelestarian perikanan tangkap dan pendapatan nelayan. Penelitian ini mengambil studi kasus di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu wilayah yang berpotensi dalam kegiatan sektor perikanan. Wilayah Kabupaten Pekalongan yang sebagian besar terletak di Pesisir Laut Jawa menjadikannya wilayah yang kaya akan sumberdaya perikanan. Laut Jawa yang kaya akan sumberdaya perikanan, seperti ikan pelagis kecil dan ikan demersial yang luasnya mencapai 792.000 km 2 merupakan potensi sumberdaya perikanan bagi Kabupaten Pekalongan 1. Potensi perikanan ini didukung oleh dua buah tempat pelelangan ikan yang menjadi pusat kegiatan sektor perikanan di Pekalongan, diantaranya TPI Wonokerto dan TPI Jambean dengan total produksi perikanan tangkap sebesar ±1.714,60 ton/tahun. TPI Wonokerto juga merupakan TPI yang memiliki Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang berfungsi sebagai penyedia solar bersubsidi khusus untuk nelayan kecil di TPI Wonokerto. 1 http://www.pekalongankab.go.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=109&itemid=147 9

Analisis kebijakan subsidi ini memiliki batasan dan ruang lingkup sebagai berikut : 1. Wilayah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. 2. Penelitian hanya menganalisis implikasi kebijakan subsidi perikanan terhadap keberlanjutan perikanan tangkap teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo. 3. Analisis kebijakan subsidi perikanan (solar) terhadap sumberdaya perikanan menggunakan pendekatan bioekonomi yang berdasarkan data sekunder yaitu data effort dan hasil tangkapan selama 14 tahun. 4. Estimasi nilai degradasi sumberdaya perikanan menggunakan metode laju degradasi sumberdaya perikanan. 5. Pendugaan pengaruh subsidi tehadap pendapatan nelayan dan kelestarian sumberdaya perikanan dilakukan dengan pendekatan sebelum dan setelah subsidi perikanan. 6. Penelitian menggunakan responden nelayan payang gemplo yang hasil tangkapan utamanya adalah ikan teri. 7. Responden benar-benar memanfaatkan subsidi solar (SPDN) yang diberikan dan memberikan respon yang sama terhadap subsidi tersebut. 8. Informasi mengenai subsidi perikanan juga diambil dari pihak diluar nelayan, yaitu stakeholder yang terkait dengan sumberdaya perikanan dan memiliki informasi mengenai subsidi perikanan. 9. TPI Wonokerto merupakan satu-satunya tempat berlabuh responden. 10

10. Responden merupakan nelayan yang menangkap ikan atau beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan. 11. Subsidi BBM (solar) dalam penelitian ini adalah subsidi tidak langsung untuk perikanan tangkap di TPI Wonokerto, yaitu pembangunan SPDN dan bukan penurunan harga jual pasaran solar. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Karakteristik Perikanan Perikanan menjadi sektor penting yang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor perikanan pada PDB (Produk Domestik Bruto) nasional tahun 2010 berdasarkan harga berlaku yang mencapai 148,159 triliun rupiah. Perikanan itu sendiri diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (UU Nomor 45 Tahun 2009). Sedangkan menurut Lackey (2005) dalam Fauzi (2010), perikanan diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen, yakni biota perairan, habitat biota, dan manusia sebagai pengguna sumber daya tersebut. Menurut Fauzi (2005) sektor perikanan memiliki karakteristik yang unik, berbeda dengan sektor yang lainnya, seperti pertanian ataupun pertambangan. Sehingga dalam penanganan masalah sektor ini memerlukan pendekatan tersendiri. Selain berhadapan dengan fugitive resource (sumberdaya yang bergerak) dan kompleksitas biologi dan fisik perairan, pengelolaan sumberdaya perikanan juga dihadapkan pada masalah hak kepemilikan (common property resource). Hak kepemilikan dalam perikanan sulit untuk ditentukan, sehingga dalam pemanfaatannya selalu dihadapkan pada eksploitasi yang berlebih yang berakhir pada eksternalitas. Sebagaimana istilah bagi sumberdaya milik umum atau common property, yaitu everybody s property is nobody s property yang berarti bahwa karena sumberdaya perikanan milik semua orang atau bersifat common 12

property, maka sumberdaya tersebut tidak ada kepemilikan bagi seseorang. Menurut Fauzi (2010), kondisi seperti ini disebut ferae naturae, yaitu kondisi dimana hewan atau ikan memiliki sifat alamiah (wild by nature), tidak ada yang berhak mengklaim kepemilikannya dan kepemilikan hanya berlaku ketika seseorang menangkapnya. Dengan kata lain ikan menjadi milik seseorang ketika ikan tersebut telah ditangkap. Eksternalitas dalam perikanan merupakan dampak dari pemanfaatan yang berlebih, baik itu konsumsi, produksi, distribusi, maupun industri dari perikanan. Eksternalitas dalam perikanan cenderung ke arah eksternalitas negatif, dimana kegiatan yang dilakukan di sektor perikanan menimbulkan dampak yang merugikan bagi orang lain. Menurut Fauzi (2005), eksternalitas di sektor perikanan misalnya adalah eksternalitas dalam bentuk perebutan daerah tangkapan (space interception externality), dimana masing-masing nelayan ingin mendahului nelayan lainnya untuk mencapai fishing ground dan gear externality atau eksternalitas alat tangkap, dimana penggunaan satu alat tangkap dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan pada nelayan lain. Karakteristik lain yang juga merupakan karakteristik unik dari perikanan adalah apa yang disebut sebagai biological feedback (umpan balik biologi). Dimana dalam karakteristik ini ikan merupakan input dan juga output dari sektor perikanan. Sumberdaya ikan sangat reaktif terhadap eksploitasi dan kondisi alam yang menyediakan ikan, sehingga menentukan berapa ikan yang bisa diekstrasi. Jadi ketersediaan stok ikan (input) akan menentukan berapa ikan yang bisa ditangkap (Fauzi, 2010). 13

2.2 Sumberdaya Perikanan Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang terkandung di Perairan Indonesia cukup melimpah dan beraneka ragam. Potensi sumberdaya perairan Indonesia memiliki 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di seluruh di dunia yang meliputi 12% mamalia, 23,8% ampibhia, 31,8% reptilia, 44,7% ikan, 40% moluska, dan 8,6% rumput laut. Potensi sumberdaya ikan meliputi ikan pelagis, ikan demersial, sumberdaya udang penaeid dan krustasea lainnya, sumberdaya moluska dan teripang, sumberdaya cumi-cumi, sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan konsumsi perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut, sumberdaya mamalia laut, dan sumberdaya rumput laut (Simbolon, 2011). Menurut UU No. 45 Tahun 2009, ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan dan yang dimaksud jenis ikan adalah : 1. Ikan bersirip (pisces). 2. Udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (crustacea). 3. Kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (molluska). 4. Ubur-ubur dan sebangsanya (coelenterate). 5. Tripang, bulu babi, dan sebangsanya (echinodermata). 6. Kodok dan sebangsanya (amphibian) 7. Buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (reptilian). 8. Paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (mammalia). 9. Rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae). 14

10. Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas, semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi. Berdasarkan habitatnya, sumberdaya ikan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu ikan pelagis, ikan demersal, dan ikan karang. Ikan demersal adalah ikan-ikan yang sebagian besar hidupnya berada pada lapisan yang lebih dalam hingga dasar perairan dan pada umumnya hidup secara soliter dalam lingkungan spesiesnya. Berdasarkan lapisan renangnya, jenis ikan karang termasuk kelompok ikan demersal, namun habitatnya secara khusus terdapat di sekitar terumbu karang, sehingga sering dipisahkan dari ikan demersal. Sedangkan ikan pelagis adalah kelompok ikan yang sebagian besar hidupnya berada pada lapisan permukaan hingga kolom air (mid layer) (Simbolon, 2011). 2.2.1 Sumberdaya Ikan Teri Menurut Nontji (2005), ikan teri termasuk ke dalam marga Stolephorus sp dan di Indonesia sedikitnya ada sembilan jenis ikan teri. Ikan teri umumnya berukuran kecil berkisar 6-9 cm, misalnya Stolephorus hetelobus, Stolephorus insularis, dan Stolephorus zollingeri. Namun ada pula ikan teri yang berukuran besar, misalnya Stolephorus commersonii dan Stolephorus indicus yang lebih dikenal dengan teri kasar atau teri gelagah yang memiliki panjang hingga 17,5 cm. Ikan teri pada umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan. Sepanjang tubuhnya terdapat garis putih keperak-perakan yang memanjang dari kepala hingga ekor. Ikan teri biasanya hidup di daerah pantai atau dekat muara. Teri banyak ditangkap karena memiliki arti penting, yaitu sebagai bahan makanan, baik dimanfaatkan sebagai ikan segar maupun ikan kering. 15

Gambar 1. Ikan Teri (Stolephorus sp) Sumber : www.fish-fishes.com Ikan teri termasuk ke dalam kelompok ikan pelagis yang umumnya membentuk gerombolan (schooling). Menurut Simbolon (2011), ikan pelagis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Ikan pelagis besar merupakan ikan pelagis dengan ukuran 100-250 cm (ukuran dewasa) dan jenis ikan pelagis besar umumnya adalah perenang cepat, misalnya ikan tuna, cangkalang, tongkol, tengiri, dan lain-lain. Sedangkan ikan pelagis kecil adalah ikan pelagis yang berukuran 5-50 cm (ukuran dewasa), misalnya ikan layang, kembung, lemuru, selar, teri, ikan terbang, dan lainnya. 2.3 Kebijakan Subsidi Perikanan di Indonesia Subsidi merupakan tindakan atau kebijakan pemerintah yang masih perlu dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor di negaranya. Menurut WTO tentang subsidi tahun 2006, negara-negara yang melakukan subsidi mendasari tindakannya berdasarkan beberapa faktor, yaitu 2 : 1. Untuk menjamin perkembangan industri dalam negeri 2 http://www.kapanlagi.com/h/old/0000189398.html 16

2. Untuk inovasi dan dukungan atas produk lokal 3. Untuk redistribusi produk 4. Perlindungan lingkungan 5. Keamanan nasional 6. Alasan non-perdagangan dalam pertanian 7. Kebijakan budidaya Menurut WTO, subsidi merupakan suatu kebijakan yang dapat mengganggu perdagangan internasional dan persaingan bebas dalam pasar dunia (Fauzi, 2005). Namun, karena perbedaan sistem ekonomi dan kesejahteraan di tiap negara, maka tidak menutup kemungkinan subsidi tetap diberlakukan dengan pembatasan tertentu. Indonesia merupakan negara dengan potensi perikanan dan produk perikanan lainnya yang cukup besar dan didukung dengan wilayah strategis. Hal ini mendukung Indonesia dalam perdagangan internasional di sektor perikanannya. Namun, subsidi yang dilakukan dalam perikanan seringkali dipermasalahkan dalam WTO. Apabila Indonesia menghapus subsidi perikanan sesuai aturan WTO, maka tidak menutup kemungkinan produksi dan daya saing perikanan Indonesia di perdagangan internasional akan menurun. Subsidi perikanan mulai dibicarakan secara serius oleh WTO pada tahun 2001 setelah dikeluarkannya deklarasi tingkat menteri. Perikanan termasuk dalam kategori produk non-agrikultur dan bukan termasuk dalam kategori produkproduk utama (non-primary product) sehingga perihal subsidi perikanan merupakan bagian dari pengaturan Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM) 1995 3. Menurut Fauzi (2005), subsidi sering dianggap sebagai biang kerok terjadinya overcapacity di industri perikanan yang memicu krisis 3 http://www.kapanlagi.com/h/old/0000189398.html 17

perikanan global sebagaimana disebutkan sebelumnya. Subsidi juga dianggap sebagai faktor yang dapat mendistorsi perdagangan. Laporan dari berbagai sumber resmi seperti APEC, OECD, dan WTO, memperkirakan bahwa subsidi perikanan sudah mencapai US$ 15 hingga US$ 20 milyar per tahun. Namun, mengingat kondisi nelayan Indonesia yang sebagian besar adalah nelayan kecil, maka subsidi perikanan masih sangat dibutuhkan. Apalagi melihat produksi perikanan nelayan kecil yang masih rendah akibat kurangnya modal, teknologi yang kurang memadai, dan hari melaut yang tidak pasti akibat cuaca yang buruk. Sehingga kebijakan pemerintah dalam mempertahankan subsidi perikanan bagi nelayan kecil harus dipertahankan mengingat kondisi nelayan itu sendiri. 2.4 Penangkapan Berlebih (Overfishing) dan Degradasi Sumberdaya Perikanan Sumberdaya perikanan yang merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui mengakibatkan dalam pemanfaatannya seringkali berlebih, hal ini diperburuk dengan kepemilikan sumberdaya perikanan yang common property dan pemanfaatannya yang akses terbuka. Akibatnya stok sumberdaya perikanan menjadi semakin menipis atau terdegradasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan sektor perikanan nasional. Peristiwa kelebihan penangkapan ini disebut juga overfishing yang diartikan sebagai kelebihan penangkapan yang melebihi kapasitas stok ikan dari suatu wilayah tertentu. 18

Menurut Fauzi (2005), overfishing dikategorikan menjadi beberapa tipe, yaitu : 1. Recruitment overfishing, merupakan peristiwa penangkapan populasi ikan dewasa secara berlebihan, sehingga tidak mampu lagi melakukan reproduksi untuk memperbaharui spesiesnya. 2. Growth overfishing, terjadi ketika stok yang ditangkap rata-rata ukurannya lebih kecil daripada ukuran yang seharusnya untuk berproduksi pada tingkat yield per recruitment yang maksimum. 3. Economic overfishing, terjadi ketika rasio harga/biaya terlalu besar atau jumlah input yang dibutuhkan lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk berproduksi pada tingkat rente ekonomi yang maksimum. 4. Malthusian overfishing, terjadi ketika nelayan skala kecil yang biasanya miskin dan tidak memiliki alternatif pekerjaan memasuki industri perikanan namun menghadapi hasil tangkap yang menurun. Semakin meningkatnya kebutuhan konsumsi perikanan yang dipicu semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, mengakibatkan peningkatan dalam penangkapan berlebih (overfishing). Overfishing juga dipicu oleh teknologi penangkapan yang semakin maju, namun jika sumberdaya perikanan itu tidak mampu menyediakan stok, maka akibatnya kerusakan atau degradasi sumberdaya perikanan tidak dapat dihindari. Degradasi sumberdaya perikanan makin diperparah dengan adanya penangkapan yang merusak (destructive fishing) akibat upaya pemenuhan konsumsi ikan yang semakin tinggi dan karakteristik sumberdaya perikanan yang open access. 19

Overfishing selain berdampak pada degradasi sumberdaya perikanan dan penurunan produksi perikanan, juga berdampak pada illegal fishing. Menurut Fauzi (2005), hal ini dikarenakan dalam skala makro overfishing dapat menimbulkan fleet migration. Artinya dengan jumlah kapal yang terus meningkat, negara-negara yang mengalami penurunan stok dan produksi, serta peningkatan kompetisi, akan bereaksi mencari fishing ground yang lebih produktif, baik secara legal maupun ilegal. Hal inilah yang mengakibatkan timbulnya illegal fishing yang merugikan negara. 2.5 Pendugaan Produksi Perikanan yang Optimal Sumberdaya perikanan yang bersifat akses terbuka dapat menimbulkan pemanfaatan yang berlebihan atau tidak terkontrol. Dalam hal ini pemanfaatan sumberdaya perikanan menjadi tidak optimal, karena seringkali input atau effort yang digunakan dalam produksi perikanan lebih besar dari effort yang sebenarnya dibutuhkan dalam suatu wilayah tangkapan. Akibatnya hasil tangkapan tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan untuk produksi perikanan. Hal ini akan berdampak pada kerugian yang ditanggung oleh nelayan itu sendiri. Maka, diperlukan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang optimal agar dapat meningkatkan hasil produksi perikanan tanpa merusak sumberdaya perikanan. Menurut Fauzi (2006), pengelolaan sumberdaya perikanan pada awalnya hanya berdasarkan faktor biologis saja, yaitu dengan pendekatan Maximum Sustainable Yield (MSY). Inti dari pendekatan ini adalah setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus itu dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan. Namun, pendekatan 20

pengeloaan MSY ini banyak dikritik sebagai pendekatan yang terlalu sederhana dan tidak mencukupi. Kritik yang paling mendasar adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan aspek sosial ekonomi sumberdaya alam. Menurut Tinungki (2005), model awal dan paling sederhana dalam dinamika populasi perikanan adalah model produksi surplus atau model Schaefer. Model produksi surplus adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk pendugaan stok ikan, yaitu melalui penggunaaan data hasil tangkapan dan data effort. Sehingga akan diperoleh tiga parameter biologi, yaitu tingkat pertumbuhan alami (r), daya dukung lingkungan (K), dan koefisien kemampuan penangkapan (q). Menurut Gulland (1961), diacu dalam Tinungki (2005), model produksi surplus terdiri dari dua model dasar yaitu Model Schaefer (hubungan linier) dan Model Gompertz yang dikembangkan oleh Fox (hubungan eksponensial). Beberapa tipe model produksi surplus menggambarkan hubungan antara stok dan produksi. Masing-masing model memiliki keuntungan dan kerugian yang bergantung pada situasi dimana model tersebut digunakan. Model produksi surplus menurut Tinungki (2005) yang dapat digunakan untuk mengetahui parameter biologi perikanan adalah Schaefer (1954), Fox (1970), Gulland (1961), Pella-Tomlinson (1969), Walter-Hilborn (1976), Schnute (1977), Clarke- Yoshimoto-Pooley (1992), dan Cushing ( 2001). 2.6 Model Walter-Hilborn Menurut Tinungki (2005), model surplus produksi Walter-Hilborn merupakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Walter dan Hilborn (1976) yang dapat memberikan dugaan masing-masing parameter biologi r, q, dan K. Persamaan dalam model Walter-Hilborn adalah sebagai berikut : 21

U t+1 U t 1 = r r Kq U t qe t (2.1) Persamaan di atas akan diperoleh dari hasil regresi liner dengan laju perubahan biomassa sebagai peubah tidak bebas dan peubah bebas adalah Ut (tangkapan per unit upaya/cpue) dan upaya penangkapan. Secara umum bentuk persamaan regresi dituliskan sebagi berikut : Y t = α + βx 1t + γx 2t + ε t (2.2) Dimana : Y t = U t+1 U t 1 ; X 1t = U t ; X 2t = E t ; α = r ; β = r Kq ; γ = q ; ε = error 2.7 Penelitian Terdahulu yang Terkait Penelitian yang berkaitan dengan subsidi perikanan, penilaian degradasi, dan analisis bioekonomi sudah pernah dilakukan sebelumnya. Studi mengenai penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ada dalam penelitian sebelumnya agar dapat diterapkan dalam penelitian. Pengambilan studi penelitian terdahulu didasarkan pada topik yang sama, yaitu mengenai perikanan tangkap dan analisisnya. Ekawati (2010) melakukan penelitian dengan judul Penilaian Depresiasi Sumberdaya Ikan Kembung dengan Pendekatan Penurunan Produktivitas di 22

Kabupaten Pandeglang. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung nilai depresiasi akibat aktivitas penangkapan, mengkaji pengelolaan secara optimal, dan mengidentifikasi kebijakan yang tepat. Dalam penelitian ini digunakan analisis bioekonomi dan penilaian laju degradasi sumberdaya perikanan yang akan diterapkan pada penelitian. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan sumberdaya ikan kembung di Kabupaten Pandeglang pada periode 2000-2009 belum mengalami degradasi dan deplesi dengan nilai rata-rata koefisien masing-masing sebesar 0,28 dan 0,29. Namun, pada tahun 2009 sumberdaya ikan kembung terindikasi mengalami degradasi dengan koefisien sebesar 0,66 dan depresiasi dengan koefisien 0,70. Bersadarkan penelitian Ekawati (2010), juga disimpulkan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan kembung pada kondisi MEY terjadi pada tingkat produksi sebesar 2.662 ton dengan jumlah effort sebanyak 13.971 trip per tahun, sedangkan pengelolaan ikan kembung dapat dilakukan pada kondisi MSY (Maximum Sustainable Yield) yaitu pada tingkat produksi sebesar 2.663 ton dengan jumlah effort sebanyak 14.259 trip per tahun. Sehingga pengelolaan sumberdaya ikan kembung menghasilkan tingkat keuntungan maksimal terjadi pada kondisi MEY, sedangkan untuk memperolah tingkat produksi maksimal yang lestari untuk kesejahteraan nelayan terjadi pada kondisi MSY. Pohan (2010) melakukan penelitian tentang Pengaruh Subsidi Perikanan (Pembangunan SPDN) Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Cakalang dan Nelayan Kecil (0-20 GT) di Teluk Pelabuhanratu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh kebijakan pembangunan SPDN terhadap kelestarian dan peningkatan pendapatan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan 23

bahwa perbandingan nilai effort, hasil produksi, dan rente ekonomi pada rezim pengelolaan MEY, MSY, dan OA. Pada penelitian dapat disimpulkan bahwa pembangunan SPDN di PPN Pelabuhanratu yang berdampak langsung pada penurunan biaya operasional nelayan akan menyebabkan peningkatan effort pada rezim OA dan MEY, sedangkan pada rezim MSY cenderung tetap. Pada rezim OA juga dapat dilihat bahwa peningkatan effort secara tidak langsung menyebabkan peningkatan pada harvest. Pengaruh kebijakan pembangunan SPDN juga akan berdampak langsung pada peningkatan keuntungan yang dapat dilihat pada rezim MSY dan OA. Pengaruh kebijakan pembangunan SPDN terhadap kelestarian sumberdaya ikan cakalang dianalisis dengan membandingkan produksi aktual dan produksi lestari. Berdasarkan penelitian disimpulkan kebijakan pembangunan SPDN di PPN Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi secara umum tidak menyebabkan produksi aktual melebihi produksi lestari. Hal ini terlihat pada analisis kontras antara produksi aktual dan produksi lestari setelah adanya SPDN (tahun 2002-2008), menunjukkan produksi lestari masih di atas laju pengambilan aktual. Nilai produksi aktual yang melebihi produksi lestari dalam periode ini hanya terjadi antara tahun 2002-2003. Artinya, secara umum kebijakan pembangunan SPDN tidak menyebabkan kelestarian sumberdaya ikan cakalang terganggu dilihat pada kondisi lestari (MSY). Hasil simulasi kebijakan pembangunan SPDN menyebabkan pengurangan biaya operasional nelayan sebesar Rp 100.000,- yang menyebabkan peningkatan effort, harvest, dan rente pada rezim MEY. Sedangkan pada rezim OA peningkatan hanya terjadi pada effort, untuk hasil tangkapan pada rezim ini mengalami 24

penurunan, dengan rente dalam jangka panjang adalah sama dengan kondisi awal, yaitu nol. Pada rezim MSY adanya SPDN hanya berpengaruh pada peningkatan rente ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan adalah biaya operasional dan keberadaan SPDN (dummy). Jadi, kebijakan pembangunan SPDN berpengaruh positif pada peningkatan pendapatan nelayan. Semakin besar nelayan menerima manfaat dari keberadaan SPDN akan menyebabkan pendapatan nelayan meningkat. Salmah (2010) juga melakukan penelitian yang menggunakan analisis bioekonomi dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Kabupaten Subang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil tangkapan, effort, dan rente ekonomi aktual serta optimal secara biologi dan ekonomi. Dalam penelitian ini juga menganalisis implikasi kebijakan, dalam hal ini adalah pajak dan pengaturan jadwal terhadap pemanfaatan ikan tembang. Hasil penelitian menyimpulkan kondisi tangkapan ikan tembang di perairan Kabupaten Subang secara aktual telah mengalami overcapacity, karena tingkat effort aktual telah melebihi jumlah effort pada pengelolaan MSY dan MEY. Pada pengelolaan MSY jumlah tangkapan sebesar 2.337,62 ton per tahun, effort sebesar 2.729 trip per tahun dan rente ekonomi sebesar Rp 3.206.066.795 per tahun. Sedangkan pada pengelolaan MEY jumlah tangkapan sebesar 2.134,24 ton per tahun, effort sebesar 1.924 trip per tahun, dan rente sebesar Rp 3.886.324.795 per tahun. Regulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pajak. Regulasi ini tidak dapat diterapkan pada nelayan karena nilainya terlalu tinggi, yaitu sebesar 54,44% pada pajak output dan 119,51% pada pajak input. Namun, 25

regulasi ini dapat diterapkan ketika terjadi dampak negatif dari kebijakan alternatif berupa penjadwalan hari melaut yang dikombinasikan dengan agroindustri. 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN Sektor perikanan merupakan sektor andalan mengingat sumberdaya perikanan Indonesia yang besar. Dengan sumberdaya yang besar seharusnya perikanan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan. Namun, ironisnya nelayan yang dekat dengan sumberdaya tersebut masih terbilang miskin, padahal jika mengingat besarnya potensi sumberdaya perikanan Indonesia seharusnya nelayan dapat hidup sejahtera. Hal ini dikarenakan skala perikanan Indonesia yang dominan adalah skala kecil sehingga modal yang digunakan kecil, teknologi rendah, dan pada akhirnya menghasilkan rente ekonomi yang rendah pula. Sehingga diperlukan kebijakan atau intervensi dari pemerintah yang dapat meningkatkan kontribusi sektor perikanan bagi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan nelayan, khususnya nelayan kecil. Subsidi perikanan merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah untuk membantu nelayan, khususnya nelayan kecil dalam memperoleh bahan bakar. Subsidi perikanan yang diberikan pemerintah antara lain subsidi BBM, alat tangkap, dan dalam modal perikanan. Subsidi BBM dalam hal ini adalah solar menjadi hal yang sangat penting bagi nelayan. Subsidi BBM ini membantu nelayan untuk memperoleh BBM dengan mudah dan dengan harga yang rendah sehingga biaya produksi perikanan dapat ditekan. Hal ini dikarenakan biaya produksi untuk BBM sangat besar dibandingkan dengan input produksi lainnya, dimana dapat mencapai 60% dari total biaya produksi. Ketersediaan BBM menjadi penting karena BBM merupakan faktor input perikanan yang vital, selain ketersediaan alat tangkap dan teknologi, dimana nelayan tidak akan dapat melaut 27

tanpa adanya BBM. Subsidi perikanan, khususnya BBM merupakan salah satu program yang harapannya dapat membantu nelayan dalam hal kebutuhan BBM dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. WTO sebagai lembaga internasional yang mengatur perdagangan menganggap subsidi perikanan sebagai sumber dari kerusakan sumberdaya. Dengan adanya subsidi akan memicu nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan secara berlebih karena effort yang digunakan menjadi mudah didapatkan dengan dukungan subsidi. Pada akhirnya kondisi seperti ini akan menimbulkan krisis perikanan pada jangka panjang dan berdampak pada kesejahteraan nelayan karena sumberdaya ikan yang menjadi sumber pendapatannya mengalami degradasi. Sehingga, menurut WTO subsidi perikanan harus dikurangi agar kelestarian sumberdaya perikanan dapat berkelanjutan. Kondisi ini menjadi sulit, mengingat nelayan Indonesia yang sebagian besar adalah nelayan skala kecil yang masih membutuhkan subsidi dalam aktivitas perikanan. Mengingat BBM merupakan input produksi perikanan yang dapat menghabiskan biaya produksi hingga 60% dari total biaya produksi. Sehingga dengan adanya subsidi BBM diharapkan dapat mengurangi biaya produksi nelayan dan akhirnya kesejahteraan nelayan juga meningkat. Namun, di sisi lain kebijakan subsidi juga mengakibatkan kegiatan ekstrasi yang berlebihan yang dapat menimbulkan degradasi sumberdaya perikanan yang pada akhinya berdampak negatif bagi kesejahteraan nelayan. Dalam penelitian ini, dampak dari adanya subsidi dilihat dari pengaruhnya terhadap pendapatan nelayan payang gemplo dan kelestarian sumberdaya ikan teri nasi. Data yang dibutuhkan dalam penelitian meliputi data harga ikan teri nasi 28

tahunan, biaya trip, effort tahunan, dan hasil tangkapan (produksi) ikan teri nasi tahunan, dan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kabupaten Pekalongan. Dari data yang dikumpulkan dalam penelitian, baik sekunder maupun primer dilakukan analisis bioekonomi perikanan untuk menentukan rezim pengelolaan yang optimal, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan payang gemplo, dan analisis laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi. Dalam analisis dimasukkan faktor subsidi perikanan (solar), sehingga dilakukan juga analisis kontras untuk menentukan kondisi sumberdaya ikan dan pendapatan nelayan sebelum dan setelah subsidi solar melalui pembangunan SPDN. Analisis bioekonomi dilakukan dengan melihat kondisi rezim pengelolaan sebelum dan setelah subsidi solar yang dilakukan dengan melihat data time series dari effort dan hasil tangkapan ikan selama 14 tahun. Selain data effort dan produksi, dalam analisis bioekonomi juga dibutuhkan data harga ikan tahunan dan biaya trip yang diperoleh dari data sekunder dan hasil wawancara responden, baik nelayan maupun pihak-pihak yang memiliki informasi mengenai perikanan. Dengan analisis kontras sebelum dan setelah subsidi solar, diharapkan dapat diketahui bagaimana pengaruh subsidi terhadap effort, hasil tangkapan, dan rente ekonomi yang optimal. Pada akhirnya akan diketahui bagaimana kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan implikasi adanya kebijakan subsidi perikanan (BBM). Analisis laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi dilakukan dengan membandingkan produksi aktual dan produksi lestari dari aktivitas perikanan. Dengan analisis degradasi akan diketahui apakah sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan telah terdegradasi atau belum. Analisis degradasi 29

dilakukan dengan melihat data time series dari hasil produksi ikan selama 14 tahun. Pengaruh subsidi juga dilihat dari pendapatan nelayan yang dapat diketahui melalui wawancara langsung dengan nelayan dan pengamatan langsung kondisi di lapangan. Data yang diperoleh dari nelayan kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh subsidi solar (pembangunan SPDN) terhadap pendapatan nelayan. Analisis pendapatan nelayan dilakukan dengan analisis regresi berganda dengan variabel dummy untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan. Variabel dummy merupakan variabel yang digunakan untuk melihat pengaruh subsidi solar terhadap pendapatan nelayan. Dummy bernilai satu diasumsikan sebagai nelayan yang menerima manfaat subsidi solar, sedangkan dummy bernilai nol diasumsikan sebagai nelayan yang tidak menerima manfaat subsidi solar. Analisis bioekonomi, analisis laju degradasi, dan analisis pendapatan nelayan akan menghasilkan kesimpulan bagaimana implikasi pemberian subsidi terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan nelayan payang gemplo. Sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan bagaimana pengaruh subsidi solar terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dan pendapatan nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. 30

Sumberdaya Ikan Wonokerto Subsidi Perikanan (BBM) Sebelum Sesudah Harga, Biaya Effort Produksi Aktual Parameter Parameter Sebelum Sesudah Analisis Bioekonom Produksi Lestari Rente Ekonomi Optimal E, h (MSY, MEY, OA) Analisis Degradasi D=0 D=1 Analisis Pendapatan Kelestarian Sumberdaya Ikan Koefisien Laju Degradasi > 0,5 Tidak Iya Sumberdaya Ikan Tidak Terdegradasi Analisis Kebijakan Sumberdaya Ikan Terdegradasi Rekomendasi = Feedback Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian 31

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto yang merupakan salah satu pusat kegiatan perikanan di Kabupaten Pekalongan dengan sumbangan hasil produksi perikanan tangkap yang besar di Kabupaten Pekalongan. Selain itu, TPI Wonokerto memiliki SPDN yang merupakan bentuk subsidi solar untuk nelayan kecil di Kabupaten Pekalongan, sehingga pengaruh subsidi solar terhadap kelestarian sumberdaya ikan dan pendapatan nelayan dapat dikaji. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2011 dengan pengambilan data primer maupun sekunder. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series, yaitu data effort dan hasil tangkapan selama 14 tahun. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan, TPI Wonokerto, Badan Pusat Statistik Daerah, Kecamatan Wonokerto, dan jurnal-jurnal yang terkait, serta hasil penelusuran internet. Data primer dalam penelitian diperoleh dari wawancara terhadap nelayan payang gemplo di TPI Wonokerto. Data yang dibutuhkan dari wawancara diantaranya adalah biaya operasional dan biaya tetap ketika melaut. 32

4.3 Penentuan Jumlah Responden Pemilihan responden dalam penelitian dilakukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan secara sengaja berdasarkan alasan dan kriteria yang telah ditetapkan peneliti. Responden adalah pelaku dalam kegiatan di sektor perikanan dan aktor yang mengerti informasi yang berkaitan dengan perikanan, yaitu nelayan payang gemplo maupun pemerintah daerah. Nelayan payang gemplo merupakan nelayan yang menerima subsidi solar dan berlabuh di TPI Wonokerto, serta hasil tangkapan utamanya adalah ikan teri nasi. 4.4 Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data sekunder dan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari pengamatan langsung di lapangan dan data hasil wawancara responden penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari pihak yang terkait dengan perikanan di Kabupaten Pekalongan, khususnya di TPI Wonokerto. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan, dan Kecamatan Wonokerto. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian secara jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 dapat dilihat terdapat data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam analisis bioekonomi ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan, seperti data produksi ikan, effort, biaya trip, harga ikan, dan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK Kabupaten Pekalongan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan menggunakan tahun dasar 2007. 33

Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Penelitian yang Digunakan Jenis Data Sumber Data Output Data Primer : 1. Biaya trip nelayan Besaran biaya trip nelayan 2. Faktor-faktor yang Wawancara nelayan dan Besaran pendapatan nelayan mempengaruhi pendapatan survey lapangan 3. Musim penangkapan ikan Musim penangkapan ikan teri 4. Sistem bagi hasil Besaran pendapatan ABK Data Sekunder : 1. Data Geografis dan Demografis Kecamatan Wonokerto Gambaran umum wilayah 2. Data Produksi Ikan DKP Kabupaten Pekalongan Produksi ikan tahunan 3. Data Effort (upaya Effort tahunan DKP Kabupaten Pekalongan penangkapan) 4. Data harga ikan DKP Kabupaten Pekalongan Harga nominal ikan 5. Indeks harga konsumen BPS Kabupaten Pekalongan Harga riil dan biaya trip riil 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian diolah secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007, SPSS 16.0 for Windows, Minitab 16, dan Maple 15. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, standarisasi harga dan biaya, analisis bioekonomi, analisis laju degradasi sumberdaya perikanan, analisis regresi berganda, dan analisis implikasi kebijakan perikanan. 4.5.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui karakteristik variabel-variabel dalam penelitian. Dalam penelitian, analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan potensi perikanan tangkap dan kondisi Kabupaten Pekalongan sehingga diperoleh informasi tentang kondisi tempat penelitian. Analisis deskriptif dilakukan pada data-data dalam penelitian, seperti tabel, grafik, dan gambar, serta kondisi yang secara langsung yang ditemui saat di lapangan. 34

4.5.2 Pendugaan Parameter Biologi Parameter biologi (r, q, dan K) dalam penelitian dapat diperoleh melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Walter dan Hilborn (1976). Persamaan Walter-Hilborn secara matematis dituliskan sebagai berikut: U t+1 U t 1 = r r Kq U t qe t (4.1) Dengan meregresikan tangkap per unit input (upaya) pada periode t yang disimbolkan dengan U t, E t (jumlah effort) pada periode t, dan laju perubahan biomassa yang disimbolkan dengan U t+1 U t 1, akan diperoleh koefisien α, β, dan γ secara terpisah. Secara umum bentuk persamaan regresi dituliskan sebagi berikut : Dimana : Y t = α + βx 1t + γx 2t + ε t (4.2) Y t = U t+1 U t 1 ; X 1t = U t ; X 2t = E t ; r = α ; K = r βq ; q = γ ; (4.3) 4.5.3 Pendugaan Parameter Ekonomi Pendugaan parameter ekonomi diperlukan dalam penelitian agar pengaruh inflasi terhadap harga dan biaya dalam penelitian dapat dieliminir. Menurut Fauzi dan Anna (2005), estimasi parameter ekonomi berupa harga per kg atau per ton dan biaya memanen per trip atau per hari melaut, serta sebaiknya diukur dalam ukuran riil. Artinya, nilai yang diperoleh dari hasil survei ataupun data sekunder harus dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Harga riil untuk harga dapat dituliskan sebagai berikut : P rt = P nt IHK t x 100 (4.4) 35

dimana P rt adalah harga riil pada tahun t, P nt adalah harga nominal pada tahun t yang akan dikonversi ke harga riil, dan IHK t adalah Indeks Harga Konsumen pada tahun t. Sedangkan untuk biaya riil dapat dituliskan sebagai berikut : C rt = C nt IHK t x 100 (4.5) dimana C rt adalah biaya riil pada tahun t, C nt adalah biaya nominal pada tahun t yang akan dikonversi ke harga riil, dan IHK t adalah Indeks Harga Konsumen pada tahun t. 4.5.4 Analisis Bioekonomi Analisis bioekonomi merupakan metode analisis atau pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara optimal, dimana menggabungkan parameter biologi dan parameter ekonomi dalam perikanan. Parameter biologi berkaitan dengan kelestarian sumberdaya perikanan, sedangkan parameter ekonomi berkaitan dengan manfaat ekonomi. Parameter biologi terdiri dari laju pertumbuhan ikan (r), koefisien kemampuan tangkap (q), dan daya dukung lingkungan (K). Sedangkan parameter ekonomi meliputi harga (p) dan biaya (c) dalam produksi perikanan. Analisis bioekonomi yang memasukkan parameter ekonomi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar manfaat ekonomi yang diperoleh dari sumberdaya perikanan ketika melakukan penangkapan atau produksi perikanan. Rente ekonomi atau besar manfaat ekonomi dari aktivitas perikanan diperoleh dengan mengurangkan penerimaan total dari hasil penangkapan dengan biaya total untuk melakukan penangkapan. Secara matematis manfaat atau rente ekonomi (π) yang diperoleh dari aktivitas perikanan dapat dituliskan sebagai berikut: 36

π = TSR TC = = pqke 1 qe r ce (4.6) dimana TSR adalah penerimaan total dan TC adalah biaya total. Pendekatan bioekonomi pada prinsipnya diarahkan untuk mencari solusi optimal pengelolaan perikanan baik dalam rezim akses terbuka (open access) maupun dalam rezim pengelolaan terkendali (pada tingkat MEY) (Fauzi, 2010). Model bioekonomi dapat dihitung dengan pendekatan model Walter- Hilborn yang dituliskan dalam Tabel 2 berikut : Tabel 2. Formula Perhitungan Pengelolaan Sumberdaya Ikan dengan Pendekatan Walter-Hilborn Kondisi Variabel MSY MEY Open access Hasil tangkapan (h) rk rk 4 4 1 + c pqk 1 c rc pqk pq 1 c pqk Effort(E) r 2q 1 2 r q 1 c pqk r q 1 c pqk Stok (x) K 2 hmey q. Emey hoa q. Eoa Rente ekonomi (π) p. hmsy c. Emsy p. hmey c. Emey p. hoa c. Eoa Sumber : Tinungki (2005) 4.5.5 Estimasi Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Laju degradasi dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui kelestarian sumberdaya perikanan. Menurut Fauzi dan Anna (2005), tingkat degradasi sumberdaya ikan dapat dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama, dilakukan pendataan mengenai input (effort) dan output (produksi) dari ikan di lokasi penelitian dalam bentuk data time series. Dari kedua data tersebut dapat dihitung estimasi stok dan tingkat panen lestari. Kemudian dengan membandingkan kondisi ekstraksi aktual dan sustainable dengan analisis trend dan contrast, dapat diketahui laju degradasi. Jika fungsi produksi lestari dari sumberdaya ikan adalah 37

h at = qke 1 qe r (4.7) Dimana : h at = produksi aktual pada periode t q = catchability coeffisien K = carrying capacity r = pertumbuhan alami E = input Maka degradasi sumberdaya ikan dihitung berdasarkan Anna (2003) : = 1 hst 1+e hat (4.8) Dimana : Ø = koefisien laju degradasi h st = produksi lestari h at = produksi aktual 4.5.6 Regresi Linear Berganda untuk Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Regresi linear berganda adalah regresi dimana variabel terikatnya (Y) dihubungkan atau dijelaskan lebih dari satu variabel bebas (X 1, X 2, X 3,...,Xn), namun masih menunjukkan diagram hubungan yang linear (Hasan, 2002). Bentuk umum dari persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut (Hasan, 2002) : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 +... + bnxn + e (4.9) Dimana : Y = variabel terikat a, b 1, b 2, b 3,..., bn = koefisien regresi X 1, X 2, X 3,..., Xn ε = variabel bebas = standard error 38

Dalam penelitian analisis regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Model dalam analisis regresi dalam penelitian ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma natural (Ln). Persamaan yang menggambarkan pendapatan nelayan (LnY) dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya dituliskan sebagai berikut : LnY = β0 + β 1 LnX 1 + β 2 LnX 2 + β 3 LnX 3 + β 4 LnX 4 + β 5 D + ε (4.10) Dimana : LnY β0 β 1, β 2, β 3, β 4, β 5 X 1 X 2 X 3 X 4 D = pendapatan nelayan (Rp/tahun) = Intercept = koefisien regresi = jumlah trip (trip/tahun) = pengalaman nelayan (tahun) = biaya trip total (Rp/tahun) = produksi nelayan (Ton/Tahun) = dummy (dummy bernilai 1 adalah bagi nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan dummy bernilai 0 adalah bagi nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar) Hipotesis sementara hasil analisis regresi linier berganda adalah sebagai berikut : 1. Nilai koefisien untuk jumlah trip nelayan adalah positif. Artinya, peningkatan jumlah trip nelayan akan meningkatkan hasil tangkapan nelayan, sehingga pendapatan nelayan akan naik seiring dengan jumlah trip yang meningkat. 2. Nilai koefisien untuk jumlah pengalaman nelayan adalah positif. Artinya, semakin berpengalaman nelayan dalam melaut, maka nelayan dapat mengetahui saatnya musim ikan dan fishing ground ikan teri nasi yang tepat. Sehingga secara langsung akan meningkatkan hasil tangkapan nelayan, maka pendapatan nelayan akan naik seiring dengan jumlah trip yang meningkat. 39

3. Nilai koefisien untuk biaya trip total nelayan adalah negatif. Artinya, peningkatan biaya trip nelayan akan menurunkan effort dalam melakukan penangkapan ikan. Nelayan akan cenderung mengurangi effort ketika biaya yang harus ditanggung meningkat, apalagi jika hasil tangkapan tidak menentu, sehingga hasil tangkapan nelayan menurun dan menyebabkan pendapatan nelayan turun. Selain itu, biaya yang tinggi akan menyebabkan keuntungan yang diperoleh semakin kecil. 4. Nilai koefisien untuk produksi nelayan adalah positif. Artinya, peningkatan produksi nelayan akan meningkatkan pendapatan nelayan secara langsung. 5. Nilai koefisien untuk dummy adalah positif. Artinya, diantara nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar, nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar memiliki pendapatan yang lebih besar. 4.5.7 Analisis Implikasi Kebijakan Subsidi Perikanan Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan Payang Gemplo Analisis implikasi kebijakan subsidi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak subsidi solar terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri dan pendapatan nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan. Analisis dilakukan dengan membandingkan hasil produksi, effort, stok sumberdaya ikan, dan rente ekonomi dari aktivitas penangkapan ikan sebelum dan setelah subsidi solar. Sehingga dengan melihat perubahan dan perbedaan hasil produksi, effort, stok sumberdaya ikan, dan rente ekonomi dapat diketahui sejauh mana implikasi kebijakan pemberian subsidi solar di Kabupaten Pekalongan. 40

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Laut Jawa. Berdasarkan letak geografis, Kabupaten Pekalongan terletak antara 6 o -7 o 23 Lintang Selatan dan antara 109 o -109 o 78 Bujur Timur. Batas Kabupaten Pekalongan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota Pekalongan, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Batang dan Kota Pekalongan, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, serta di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pemalang. Berdasarkan Kabupaten Pekalongan dalam Angka (2009), Kabupaten Pekalongan memiliki luas kurang lebih 836,13 km 2, yang terdiri dari 19 Kecamatan dan 285 Desa/Kelurahan. Dari 285 desa/kelurahan yang ada, 6 desa merupakan desa pantai dan 279 desa bukan desa pantai. Menurut topografi desa, terdapat 60 desa/kelurahan (20%) yang berada di dataran tinggi dan selebihnya 225 desa/kelurahan (80%) berada di dataran rendah. Dari 19 kecamatan yang dimiliki Kabupaten Pekalongan, tiga diantaranya adalah kecamatan pantai, yaitu Kecamatan Tirto, Wonokerto, dan Sragi. 5.2 Kondisi Perikanan Kabupaten Pekalongan Usaha perikanan di Kabupaten Pekalongan memiliki potensi yang besar jika dilihat dari hasil ikan tiap tahunnya. Fasilitas perikanan yang memadai, seperti tempat pendaratan, menjadikan Kabupaten Pekalongan sebagai tempat berlabuh kapal nelayan yang berasal dari luar Kabupaten Pekalongan. Pada 41

umumnya nelayan asli Kabupaten Pekalongan mendaratkan hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Wonokerto dan TPI Jambean. 5.2.1 Hasil Produksi dan Nilai Produksi Ikan Produksi ikan yang dilelang melalui TPI Wonokerto pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 9,46% dibandingkan produksi pada tahun sebelumnya. Untuk TPI Jambean juga mengalami hal yang sama, dimana produksi ikan 2010 yang yang dilelang mengalami penurunan sebesar 11,82% dibandingkan tahun 2009. Namun, nilai produksi TPI Wonokerto mengalami peningkatan sebesar 11,50%, sedangkan TPI Jambean mengalami penurunan sebesar 1,23%. Berikut pada Tabel 3 disajikan data produksi dan nilai produksi ikan di TPI Wonokerto dan TPI Jambean. Tabel 3. Produksi dan Nilai Produksi Ikan di TPI Wonokerto dan TPI Jambean TPI Wonokerto TPI Jambean Tahun Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) 2009 489.468 2.800.610.900 526.750 2.461.422.500 2010 443.157 3.122.755.800 464.468 2.431.031.000 Perubahan (%) -9,46 11,50-11,82-1,23 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) 5.2.2 Armada Perikanan dan Alat Tangkap Jenis armada perikanan di Kabupaten Pekalongan sebagian besar adalah perahu motor tempel. Sedangkan alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan adalah payang gemplo dan cantrang (dogol). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. 42

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Armada Perikanan di Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 Armada Perubahan Tahun Perahu Motor Jumlah Kapal Motor (%) Tempel 1997 202 12 214-1998 290 16 306 42,99 1999 386 16 402 31,37 2000 455 16 471 17,16 2001 472 18 490 4,03 2002 477 21 498 1,63 2003 478 21 499 0,20 2004 483 21 504 1,00 2005 487 20 507 0,60 2006 487 20 507 0,00 2007 490 23 513 1,18 2008 485 19 504-1,75 2009 472 15 487-3,37 2010 463 11 474-2,67 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) Tabel 5. Perkembangan Jumlah Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Pekalongan Tahun 2001-2010 Tahun Cantrang (Dogol) Pukat Pantai (Bundes) Jenis Alat Tangkap Purse Seine Trammel Net Payang/ Gemplo Gill Net Jumlah Peruba han (%) 2001 361 18 16 79 116 0 590-2002 369 21 21 81 119 0 611 3,56 2003 370 21 21 83 122 0 617 0,98 2004 370 21 21 83 122 5 617 0,00 2005 356 2 20 79 122 52 579-6,16 2006 357 2 21 79 123 53 582 0,52 2007 360 2 21 79 129 63 591 1,55 2008 360 2 19 79 133 67 593 0,34 2009 384 2 15 66 118 61 585-1,35 2010 352 0 11 71 112 71 546-6,67 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5, jumlah armada dan alat tangkap di Kabupaten Pekalongan pada tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009, masing-masing sebesar 2,67% dan 6,67%. 43

5.3 Kondisi Geografis dan Demografis Kecamatan Wonokerto Kecamatan Wonokerto merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang terletak di dataran rendah dan merupakan daerah Pantai Utara Pulau Jawa. Berdasarkan letak geografis, Kecamatan Wonokerto terletak antara 6 o -7 o Lintang Selatan dan antara 109 o -110 o Bujur Timur. Batas Kecamatan Wonokerto di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tirto, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wiradesa, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Siwalan. Tabel 6. Mata Pencaharian Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Kecamatan Wonokerto Tahun 2009 Desa Pertanian Pangan Perk ebun an Perik anan Peter nakan Perta nian Lainn ya Industri Pengola han Perdag angan Jasa Keuang an Werdi 204-699 - 16 644 398 345-27 Rowoyoso 334 5 499 9 425 421 883 1.011-226 Bebel 101-1.734 4 71 990 808 1.054-187 Wonokerto Wetan 59 11 90 3 31 160 452 1.129-303 Sijambe 340 6 1.117 6 26 871 467 187-74 Pasanggrahan 74-259 1 1 219 286 858-85 Pecakaran 148 12 259 17 390 216 1.039 533-46 Api Api 134 7 439-77 578 1.118 650-372 Wonokerto Kulon 257 21 1.285 34 40 1.121 834 619 9 57 Tratebang 51 2 434 5 35 437 170 221-35 Semut 246 4 467 5 126 467 150 50-27 Jumlah 1.948 68 7.282 84 1.238 6.124 6.605 6.657 9 1.439 Sumber : Kecamatan Wonokerto Dalam Angka (2009) Berdasarkan Kecamatan Wonokerto dalam Angka (2009), Kecamatan Wonokerto memiliki luas kurang lebih 15,91 km 2, yang terdiri dari 11 Desa. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Wonokerto yang paling dominan adalah di bidang perikanan (Tabel 6), hal ini didukung dengan wilayah Kecamatan Lain nya 44

Wonokerto yang dekat dengan laut dan didukung dengan sarana prasarana yang memadai, seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN). 5.3.1 TPI Wonokerto TPI Wonokerto merupakan salah satu Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kabupaten Pekalongan yang terletak diantara 6 0 50 LS dan -109 0 37 BT dan berada di wilayah Desa Api Api, Kecamatan Wonokerto. TPI Wonokerto memiliki panjang pantai 12 km dan berada di sisi Barat muara Sungai Sragi. TPI Wonokerto dibangun pada tahun 2000 dan mulai tahun 2009 TPI Wonokerto berada di bawah pengelolaan Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan. Dimana sebelumnya dikelola oleh KUD Mino Soyo. Jarak TPI Wonokerto dari jalan raya kurang lebih 2 km. Jumlah kapal yang masuk ke TPI Wonokerto pada bulan April 2011 sebanyak 772 unit dan jumlah kapal yang keluar sebanyak 1118 unit. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Wonokerto terdiri dari payang gemplo, bundes, gill net, dan dogol. Jenis ikan yang dominan dilelang di TPI Wonokerto antara lain ikan kuning, petek, beloso, teri nasi, tongkol, cumi, dan udang. 5.3.2 Hasil Produksi dan Nilai Produksi Ikan di TPI Wonokerto Produksi ikan di TPI Wonokerto merupakan ikan yang didaratkan dan dilelang di TPI Wonokerto oleh nelayan Wonokerto maupun nelayan pendatang. Nelayan pendatang yang mendaratkan hasil tangkapannya di TPI Wonokerto sebagian besar berasal dari Tawang, Pemalang, Batang, dan Kendal. 45

Tabel 7. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Ikan di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Perubahan Perubahan Tahun Produksi (kg) Raman (Rp) (%) (%) 1997 1.116.587-965.750.500-1998 1.452.018 30,04 2.000.401.400 107,13 1999 1.790.918 23,34 2.505.894.000 25,27 2000 1.381.763-22,85 1.773.427.600-29,23 2001 1.575.129 13,99 2.462.402.400 38,85 2002 1.833.453 16,40 3.207.692.600 30,27 2003 1.218.319-33,55 2.107.553.600-34,30 2004 1.206.361-0,98 2.841.568.400 34,83 2005 1.177.650-2,38 2.866.624.400 0,88 2006 746.293-36,63 3.044.134.700 6,19 2007 605.675-18,84 3.062.025.300 0,59 2008 429.018-29,17 2.789.888.300-8,89 2009 489.468 14,09 2.800.610.900 0,38 2010 443.157-9,46 3.122.755.800 11,50 Total 15.465.809 35.550.729.900 Rata-rata 1.104.701 2.539.337.850 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) Produksi ikan yang didaratkan dan dilelang di TPI Wonokerto dari tahun 1997-2010 mengalami fluktuasi, dimana dari tahun 2003 hingga tahun 2010 ratarata produksi ikan mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2006, dimana turun sebesar 36,63% dari 1.177.650 kg pada tahun 2005 menjadi 746.293 kg pada tahun 2006. Produksi ikan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 1.833.453 kg. Jumlah produksi ikan yang didaratkan dan dilelang di TPI Wonokerto didominasi oleh ikan petek, kuniran, dan ikan teri nasi yang dapat dilihat pada Tabel 8. 46

Jenis Ikan Tabel 8. Perkembangan Produksi Ikan Dominan yang Didaratkan di TPI Wonokerto Tahun 2001-2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tongkol 0 1,11 0 16,89 36,41 39,57 38,64 19,94 13,85 18,51 Tengiri 0 1,81 0 3,75 18,38 24,72 11,25 11,28 6,68 9,55 Kuniran 150,65 141,44 177,82 69,63 68,36 64,33 53,92 65,59 84,54 80,62 Petek 667,92 667,14 57,55 39,80 55,40 50,88 60,03 71,26 82,57 67,82 Beloso 91,39 67,03 102,94 82,84 70,20 49,13 40,57 44,19 31,65 31,04 Tigawaja 30,55 24,18 37,82 19,67 20,48 14,18 21,27 3,26 0 0,25 Kuro 7,15 8,70 12,18 4,69 3,84 0,90 0,90 0 0 1,92 Pari 43,90 17,14 18,33 14,64 9,45 16,13 23,93 11,73 8,07 16,70 Cumi 10,16 5,93 34,56 9,86 17,49 14,17 28,81 26,38 28,36 44,33 Udang 2,11 2,70 5,14 1,33 1,18 2,50 1,13 0,24 0 3,80 Simping 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Terinasi 67,85 74,66 85,19 115,35 48,35 41,88 56,97 28,01 31,58 13,15 Ceplis 0 0 0 0 0 0 0 0 4,08 2,99 Rebon 0 0 0 0 3,70 0 0 0 0 6,00 Lainnya 503,45 818,98 1246,61 827,92 820,10 427,92 268,25 147,15 198,10 151,02 Jumlah 1575,13 1830,82 1778,13 1206,36 1173,34 746,29 605,68 429,02 489,47 447,70 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) 5.3.3 Proses Pelelangan Ikan di TPI Wonokerto Pelelangan ikan di TPI Wonokerto dimulai pukul 13.00-16.00 WIB. Sehingga sebelum waktu tersebut TPI Wonokerto terlihat sepi dan belum begitu ramai oleh aktivitas nelayan. Nelayan yang mendarat sebelum waktu pelelangan akan menyiapkan hasil tangkapan mereka ke dalam keranjang-keranjang yang nantinya akan ditimbang oleh petugas TPI. Saat memasukkan ikan ke dalam keranjang, nelayan akan memilah ikan sesuai dengan jenis ikan karena satu alat tangkap, misal gemplo tidak hanya dapat menangkap satu jenis ikan, namun dapat menangkap beberapa jenis ikan. 47

Setelah ikan ditimbang oleh petugas TPI, nelayan akan diberikan nomor urut lelang ikan. Proses pelelangan dilakukan oleh Juru Tawar dari petugas TPI. Juru Tawar akan menawarkan hasil tangkapn nelayan kepada bakul yang sudah siap membeli hasil tangkapan nelayan. Ketika harga ikan didapatkan, bakul akan menerima karcis lelang dari petugas TPI yang berguna untuk menandai bakul. Kemudian bakul harus segera membayar ikan hasil tangkapan ke Juru Bayar sebelum mengambil ikan hasil lelang. Setelah selesai lelang, nelayan yang menjual hasil tangkapannya di TPI menuju Juru Bayar untuk mengambil uang hasil tangkapan dengan membawa nomor urut lelang. Nelayan yang menerima hasil tangkapan tidak seratus persen menerima hasil penjualan ikan, karena harus dipotong 3% dari hasil penjualan. Potongan 3% dari hasil penjualan tangkapan ikan nelayan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Jawa Tengah No. 3 Tahun 2000, dimana dalam pelaksanaannya, TPI menarik retribusi sebesar 5% yang berasal dari potongan sebesar 3% dikenakan kepada nelayan dan 2% dikenakan kepada bakul (pedagang) dengan rincian sebagai berikut : 1. Dana paceklik nelayan : 0,50% 2. Dana asuransi nelayan : 0,15% 3. Biaya lelang : 0,80% 4. Perawatan PPI /TPI : 0,10% 5. Pengembangan PUSKUD MINA : 0,10% 6. Tabungan nelayan : 0,50% 7. Pengembangan KUD Mina : 0,30% 8. Dana kecelakaan di laut : 0,45% 48

9. Pemerintah Propinsi : 0,90% 10. Pemerintah Kabupaten : 0,95% Nelayan akan menerima Surat Permintaan Uang (SPU) pada setiap melakukan pelelangan di TPI yang dapat digunakan setiap akhir tahun, biasanya sebelum lebaran untuk mengambil uang simpanan atau tabungan nelayan yang disisihkan dari hasil penjualan sebesar 0,50%. Sehingga, nelayan harus menyimpan SPU setiap kali melakukan lelang agar dapat mengambil uang tabungan tersebut. 49

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian adalah nelayan yang menangkap ikan atau beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI Wonokerto menjadi satu-satunya tempat berlabuh dan mendaratkan ikan hasil tangkapan. Responden yang ditemui oleh penelitian sebanyak 34 responden yang bertempat tinggal di Kecamatan Wonokerto, yang meliputi Desa Wonokerto Kulon, Desa Wonokerto Wetan, Desa Api Api, Desa Pecakaran, dan Desa Tratebang. Namun, sebagian responden berasal dari Desa Api Api. Responden juga merupakan nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan Payang Gemplo dan tangkapan utamanya adalah ikan teri nasi. Berdasarkan hasil wawancara responden, didapatkan karakteristik responden berdasarkan umur responden, pengalaman menjadi nelayan, trip ratarata per tahun, jumlah tanggungan anak, dan pendidikan responden. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan umur responden yang memiliki presentase tertinggi adalah umur yang berkisar antara 51-61 tahun, yaitu sebesar 38%, sedangkan karakteristik responden berdasarkan pengalaman menjadi nelayan presentase tertinggi berkisar antara 31-40 tahun, yaitu sebesar 38%. Ratarata trip per tahun yang dilakukan responden adalah 160-170 trip, 171-180 trip, 181-190 trip, 191-200 trip, dan 201-210 trip, dengan trip sebanyak 191-200 trip per tahun yang memiliki presentasi tertinggi, yaitu 41%. Pada Tabel 9 juga dapat dilihat bahwa rata-rata responden memiliki pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD) dengan presentase sebanyak 88% dan rata-rata memiliki tanggungan lebih dari 3 anak. 50

Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pengalaman Nelayan, Trip Rata-rata per Tahun, Jumlah Tanggungan Anak, dan Pendidikan Uraian Jumlah Responden Presentase (%) A. Umur (Tahun) 30-40 tahun 10 29 41-50 tahun 6 18 51-60 tahun 13 38 61-70 tahun 4 12 71-80 tahun 1 3 B. Pengalaman (Tahun) 10-20 tahun 8 23,5 21-30 tahun 8 23,5 31-40 tahun 13 38 41-50 tahun 3 9 51-60 tahun 2 6 C. Trip Rata-rata per Tahun (Trip) 160-170 trip 5 15 171-180 trip 6 18 181-190 trip 9 26 191-200 trip 11 32 201-210 trip 3 9 D. Jumlah Tanggungan Anak 3 anak 13 38 > 3 anak 21 62 E. Pendidikan SD 30 88 SMA 4 12 6.2 Unit Penangkapan Payang Gemplo Unit penangkapan payang gemplo merupakan suatu kesatuan teknis dalam pengoperasian alat tangkap payang gemplo. Unit payang gemplo meliputi alat tangkap payang gemplo, kapal yang digunakan dalam pengoperasian payang gemplo, nelayan payang gemplo, musim penangkapan, dan fishing ground payang gemplo. 51

6.2.1 Payang Gemplo dan Perkembangannya Payang gemplo merupakan salah satu alat tangkap ikan pelagis kecil, khususnya ikan teri nasi yang digunakan di sebagian besar nelayan kecil di Perairan Kabupaten Pekalongan (Lampiran 2). Payang gemplo dalam pengoperasiannya masih sangat sederhana tanpa menggunakan mesin untuk menarik alat tangkap payang gemplo, dimana kurang lebih 12 nelayan bertugas menarik payang gemplo ketika melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan hasil wawancara, masih ada kendala bagi nelayan payang gemplo, dimana mereka hanya bergantung pada satu jenis alat tangkap, yaitu payang gemplo. Akibatnya pada saat hasil tangkapan ikan teri nasi kurang maksimal, nelayan payang gemplo hanya mengistirahatkan kapal mereka tanpa melakukan penangkapan. Dan kondisi ini semakin sulit dihadapi nelayan payang gemplo ketika mereka tidak memiliki penghasilan tambahan selain nelayan. Tabel 10. Jumlah Rumah Tangga Payang Gemplo Tahun 1997-2010 Tahun Payang/Gemplo Perubahan (%) 1997 49-1998 57 16,33 1999 57 0,00 2000 100 75,44 2001 116 16,00 2002 119 2,59 2003 122 2,52 2004 122 0,00 2005 122 0,00 2006 123 0,82 2007 129 4,88 2008 133 3,10 2009 118-11,28 2010 112-5,08 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa Jumlah Rumah Tangga Payang Gemplo (RTPG) dari tahun 1997-2010 mengalami fluktuasi. Tahun 1998 hingga 52

tahun 2008 jumlah RTPG mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2000 jumlah RTPG mengalami kenaikan terbesar, yaitu sebesar 75,44%. Namun, jumlah RTPG tertinggi terdapat pada tahun 2008 dan pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2009 dan tahun 2010 jumlah RTPG mengalami penurunan masing-masing sebesar 11,28% dan 5,08%. Berdasarkan wawancara, penurunan RTPG diakibatkan nelayan payang gemplo menjual kapal mereka karena hasil tangkapan ikan teri nasi yang semakin menurun dan cuaca yang tidak mendukung untuk nelayan melakukan penangkapan ikan. Informasi mengenai konstruksi payang gemplo hanya didapatkan dari hasil wawancara. Secara umum, konstruksi payang gemplo di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan terdiri dari tiga bagian, yaitu badan, sikil (kaki), dan kantong. 1. Sikil (Kaki) Bagian kaki (sikil) merupakan jaring memanjang yang berfungsi untuk menghalau gerombolan ikan untuk menuju mulut jaring payang gemplo. Bahan yang digunakan pada bagian sikil adalah jaring plastik dan memilki mata jaring kurang lebih 6 inchi. 2. Badan Badan pada payang gemplo berfungsi untuk menghadang ikan yang telah masuk mulut jaring payang gemplo. Bahan yang digunakan pada bagian sikil adalah jaring nilon dan memilki mata jaring kurang lebih 4 inchi. 3. Kantong Kantong pada payang gemplo berfungsi sebagai penampung ikan yang telah terperangkap dari kaki dan badan payang gemplo. Bahan yang digunakan pada bagian sikil adalah waring dengan mata jaring yang halus. 53

Payang gemplo juga dilengkapi dengan alat lainnya, yaitu tali, pemberat, dan pelampung. Pelampung dan pemberat pada payang gemplo digunakan untuk membuka mulut jaring seoptimal mungkin, sehingga hasil tangkapan yang diharapkan dapat dicapai. 6.2.2 Kapal Kapal yang digunakan dalam pengoperasian payang gemplo oleh nelayan Wonokerto adalah jenis perahu sopek yang berukuran panjang 10-11 meter, lebar kurang lebih 3 meter, dan tinggi 0,8-1 meter. Mesin yang digunakan sebagai tenaga penggerak kapal umumnya berkekuatan 16 PK hingga 23 PK. Mesin yang digunakan berbahan bakar solar dan biasanya nelayan menggunakan mesin bermerk Dong Feng dan Kubota. 6.2.3 Nelayan (ABK) dan Sistem Bagi Hasil Pengoperasian payang gemplo membutuhkan tenaga nelayan (ABK) berkisar 10 hingga 12 nelayan dengan tugas masing-masing. Meskipun telah memiliki tugas masing-masing saat melakukan penangkapan, nelayan juga bekerjasama dan saling membantu. Pembagian tugas nelayan dalam pengoperasian payang gemplo antara lain : 1. Nakhoda atau Juru Mudi, bertugas sebagai pengemudi kapal serta menentukan kapan dan dimana mulai menurunkan jaring. 2. Juru Mesin, bertugas menjalankan mesin saat melaut dan memperbaiki mesin jika dalam proses melaut terjadi kerusakan. 3. Juru Buridan, bertugas menurunkan jaring pada saat menangkap ikan. 4. Juru Watu, bertugas menurunkan pemberat batu. 5. Juru Masak, bertugas memasak bekal yang telah disiapkan. 54

6. Juru Pilih, bertugas memilah ikan hasil tangkapan sesuai dengan jenis ikan. 7. Pendega Biasa, bertugas menarik jaring. Pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan utama bagi sebagian besar masyarakat Wonokerto. Nelayan payang gemplo di Wonokerto pada umumnya juga memiliki pekerjaan sampingan, seperti buruh tambak, petani, dan pedagang. Perkerjaan sampingan tersebut dikerjakan ketika musim paceklik ataupun ketika waktu-waktu tidak melaut lainnya (libur melaut). Sistem bagi hasil nelayan payang gemplo di Wonokerto yaitu sepertiga bagian hasil tangkapan untuk kapal (juragan/pemilik) dan duapertiga bagian untuk ABK (Anak Buah Kapal) dengan pembagian yang disesuaikan dengan tugas masing-masing. Jika dimisalkan ABK berjumlah 12 nelayan dan hasil bersih penjualan ikan yang diperoleh 1,8 juta rupiah, maka setelah dikurangkan dengan bagian juragan sepertiga bagian, hasil bersih untuk ABK adalah 1,2 juta. Berikut adalah pembagian hasil untuk ABK berdasarkan tugas masing-masing : Tabel 11. Pembagian Hasil Tangkapan Ikan Payang Gemplo Bagian ABK ABK Bagian Jumlah Bagian Masing-masing (Nelayan) ABK (Rp) Total Bagian (Rp) Juru Mudi 1,75 1 131.250 131.250 Juru Mesin 1,50 1 112.500 112.500 Juru Buridan 1,50 2 112.500 225.000 Juru Watu 1,50 2 112.500 225.000 Juru Masak 1,25 1 93.750 93.750 Juru Pilih 1,25 2 93.750 187.500 Pendega 1,00 3 75.000 225.000 Duapertiga bagian dari Rp 1,8 Juta 1.200.000 55

Pembagian hasil seperti di atas tidak berlaku jika hasil tangkapan ikan kecil dan tidak cukup dibagi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari sesama ABK. Maka, biasanya juragan hanya mendapatkan bagian untuk biaya perbekalan atau bahkan tidak mendapatkan bagian sama sekali. 6.2.4 Fishing Ground dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan (fishing ground) ikan teri nasi nelayan Wonokerto tersebar di sepanjang perairan Kabupaten Pekalongan. Nelayan Wonokerto tidak hanya melakukan penangkapan di perairan Kabupaten Pekalongan saja, jika hasil tangkapan di perairan Pekalongan kurang bagus, maka nelayan akan melakukan penangkapan ke daerah lain, seperti Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Pemalang. Jarak fishing ground dengan tempat berlabuh kapal kurang lebih satu hingga dua mil, dengan waktu tempuh 15 menit hingga satu setengah jam perjalanan. Nelayan Wonokerto biasanya mulai melaut pada pukul 05.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB, terkadang hingga pukul 15.00 WIB. Hal inilah yang menyebabkan pelelangan ikan di TPI Wonokerto dimulai pukul 13.00 WIB. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa hampir semua nelayan Wonokerto memiliki fishing ground yang sama, baik itu musim panen/ramai, musim paceklik, dan musim biasa. Bahkan nelayan Wonokerto cenderung tidak mengubah fishing ground mereka sesuai musim, sehingga musim apapun mereka tetap melakukan penangkapan ikan di fishing ground yang sama. Hal ini disebabkan kemampuan untuk melakukan trip yang lebih jauh lagi dan kemampuan untuk mencari daerah yang memungkinkan lebih banyak lagi sumberdaya ikan teri nasi kurang mendukung, seperti kapal yang kecil dan mesin yang lemah. 56

Musim penangkapan ikan teri nasi untuk sekarang ini sulit ditetapkan karena cuaca yang berubah tidak menentu. Tetapi, berdasarkan wawancara musim penangkapan biasanya dimulai dari bulan Maret hingga bulan Mei, dimana dimulai pada awal kemarau hingga menjelang musim hujan. Pada saat musim hujan, biasanya nelayan Wonokerto tidak melakukan penangkapan karena arus yang besar. 6.3 Subsidi BBM (Solar) di TPI Wonokerto Subsidi BBM di TPI Wonokerto merupakan subsidi perikanan dalam bentuk subsidi solar dengan nelayan kecil sebagai sasarannya. Subsidi solar di TPI Wonokerto dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mino Soyo. 6.3.1 KUD Mino Soyo KUD Mino Soyo adalah Koperasi Unit Desa Kabupaten Pekalongan yang salah satu fungsinya adalah sebagai penanggung jawab dalam penyediaan solar bersubsidi khusus untuk nelayan kecil di Wonokerto. Penyediaan solar bersubsidi khusus nelayan ini disalurkan melalui Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang berada di dekat TPI Wonokerto. Pengoperasian SPDN ini mulai dijalankan pada April 2004 atas permintaan nelayan Wonokerto yang saat itu diwakili oleh KUD Mino Soyo. Ijin pengoperasian SPDN diperoleh KUD Mino Soyo dari PT. Pertamina Unit Pemasaran IV, dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain : 1. Surat permohonan pengelolaan dan penggunaan SPDN 2. Akte pendirian KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan serta pengesahan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan 57

3. Surat Keputusan/Rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan dan Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Pedesaan 4. Surat Ijin Timbun, Surat Ijin Gangguan, Surat Ijin Tempat Usaha, dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dari instansi yang berwenang 5. Biodata Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 6. Fotocopy KTP Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 7. Fotocopy NPWP a.n KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 8. Fotocopy Sertifikat Tanah 9. Surat Keterangan Kelakuan Baik Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 10. Referensi Bank a.n KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 11. Pas Foto Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 12. Surat Pernyataan bermaterai yang menyatakan : Tanah dan bangunan fasilitas SPDN yang berada di lingkungan areal SPDN diperuntukkan untuk usaha BBM dari PT. Pertamina (Persero) untuk waktu 10 tahun Bersedia menaati/mematuhi ketentuan PT. Pertamina (Persero) KUD Mino Soyo sebagai penanggung jawab dalam pengoperasian SPDN juga bertanggung jawab dalam memberikan laporan penjualan tiap bulan kepada Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan. Dalam laporan penjualan dicantumkan nama pembeli, banyaknya solar yang dibeli, dan tonase kapal. 6.3.2 Sistem Pemberian Subsidi Solar Pemberian subsidi solar melalui SPDN di Wonokerto dikhususkan hanya untuk nelayan kecil dengan tonase kapal dibawah 10 GT. Bagi nelayan kecil, 58

untuk dapat membeli solar di SPDN Wonokerto tidak ada persyaratan khusus. Nelayan yang ingin membeli solar cukup membawa dirigen atau tempat solar lainnya ke SPDN dan akan dilayani oleh petugas SPDN yang dipekerjakan oleh KUD Mino Soyo. Dalam pembelian solar, nelayan tidak dibatasi liter harus membeli solar, meskipun begitu nelayan rata-rata hanya membeli solar sebanyak 20 liter hingga 30 liter. 6.3.3 Pengelolaan SPDN TPI Wonokerto Pengelolaan SPDN Wonokerto dikelola oleh KUD Mino Soyo dan dioperasikan oleh pekerja yang secara khusus dipekerj akan oleh KUD Mino Soyo. Selama 6 tahun pengoperasian SPDN, KUD Mino Soyo tidak pernah mengalami masalah yang serius. Adapun masalah yang terjadi hanya ketika kekurangan solar pada saat frekuensi melaut nelayan tinggi. Ketika kekurangan solar, KUD akan segera mengajukan penambahan kuota solar kepada PT. Pertamina sehingga kekurangan solar di Wonokerto dapat diatasi. Stok solar yang diberikan PT. Pertamina dalam sekali DO (Delivery Order) adalah 40.000 liter solar dengan syarat dalam sebulan SPDN Wonokerto harus mampu menghabiskan stok satu kali DO. Jika tidak, maka pada bulan berikutnya stok akan diturunkan sebesar jumlah solar yang habis dalam waktu satu bulan sebelumnya. Dan jika pada bulan berikutnya lagi SPDN Wonokerto memerlukan tambahan stok, maka harus mengajukan penambahan lagi dengan syarat harus ada surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Hal inilah yang membuat stok solar di SPDN Wonokerto terkadang mengalami kekurangan. 59

Musim melaut nelayan Wonokerto mempengaruhi habisnya stok solar di SPDN Wonokerto. Pada saat musim panen stok solar mencapai 40.000 liter, bahkan terkadang hingga 48.000 liter. Sedangkan pada musim peralihan stok solar hanya mencapai 16.000 liter dan akan semakin menurun ketika musim paceklik atau sepi, yaitu hanya 8.000 liter solar. 6.4 Potensi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Wonokerto 6.4.1 Produksi Ikan Teri Nasi Ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan, khususnya TPI Wonokerto merupakan salah satu ikan yang dominan yang didaratkan di TPI Wonokerto. Perkembangan produksi ikan teri nasi di TPI Wonokerto dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Tahun Produksi (ton) Perubahan (%) 1997 78,959-1998 54,137-31,44 1999 116,584 115,35 2000 43,417-62,76 2001 67,846 56,27 2002 74,663 10,05 2003 85,185 14,09 2004 115,353 35,41 2005 48,348-58,09 2006 41,876-13,39 2007 56,970 36,04 2008 28,010-50,83 2009 31,579 12,74 2010 12,899-59,15 Rata-rata 61,130 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) Dari Tabel 12 dapat diketahui rata-rata hasil tangkapan ikan teri nasi tiap tahunnya sebesar 61,130 ton dan hasil tangkapan ikan tesi nasi tertinggi terjadi pada tahun 1999 sebesar 116,584 ton, sedangkan hasil tangkapan terendah terjadi 60

pada tahun 2010 sebesar 12,899 ton. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini diakibatkan cuaca tahun 2010 tidak menentu, menurut nelayan musim-musim yang dulunya dapat ditentukan sekarang menjadi sulit ditentukan, sehingga nelayan sering tidak melaut. Jika nelayan tetap melaut, maka hasil tangkapan yang didapatkan tidak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan. Berdasarkan Tabel 12 juga dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan teri berfluktuasi selama periode tahun 1997-2010, dimana mengalami peningkatan dari tahun 2001 hingga tahun 2004 dan setelah itu mengalami penurunan hingga tahun 2010. Namun, pada tahun 2007 dan 2009 mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 36,04% dan 12,74%. Tabel 13. Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi per Bulan di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Produksi (ton) Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des 0,59 0 9,18 9,08 30,89 6,32 2,11 3,61 4,08 6,38 3,16 3,56 0 0 0,73 16,28 5,12 8,93 1,88 4,14 3,25 5,40 2,72 5,70 0,10 0 18,29 33,30 22,30 16,16 0 9,38 0,50 5,13 5,21 6,21 1,84 2,53 7,49 6,87 5,25 2,89 5,50 1,15 7,16 0 1,13 1,62 0,17 0,73 10,20 6,85 14,88 9,82 5,09 2,18 4,18 1,85 4,63 7,27 0,75 0,55 5,66 7,54 20,85 22,98 6,70 3,16 1,88 0,95 0,31 3,35 4,67 0,59 17,69 14,78 19,77 3,90 7,99 4,47 7,00 0,49 0,94 2,91 5,08 0,48 3,66 12,99 11,47 17,14 22,90 24,63 2,74 8,61 5,03 0,65 0,13 1,58 4,13 15,99 12,32 5,64 0,29 3,87 0,65 0,65 3,11 0 0 0,94 3,60 3,76 16,88 4,40 0,09 1,37 6,10 3,01 0,18 1,56 0 0 3,96 6,58 17,41 9,11 2,82 2,25 9,80 3,40 0 1,65 1,53 0,36 7,20 1,38 2,72 4,13 3,63 2,59 2,46 0,84 0,32 0,85 0 0 2,67 9,04 9,38 5,91 0 1,02 0,24 0,22 1,62 1,48 0 0 3,20 1,64 2,58 1,95 0 0 0 2,70 0,55 0,28 Rata-rata 1,06 0,55 6,97 10,43 13,70 8,52 4,21 4,56 3,57 2,83 2,06 2,65 Perubahan (%) - -47,82 1159,42 49,63 31,29-37,82-50,53 8,17-21,59-20,83-27,06 28,33 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan teri melimpah pada bulan-bulan tertentu saja, yaitu pada bulan Maret hingga bulan Mei. Pada bulan Maret-Mei inilah nelayan mengalami musim panen dan pada bulan 61

Oktober-Februari, nelayan mengalami musim paceklik, dimana hasil tangkapan ikan teri nasi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan cuaca pada bulan-bulan tersebut tidak mendukung nelayan untuk melaut. 6.4.2 Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Nasi Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan adalah payang gemplo. Effort yang digunakan dalam penelitian ini adalah hari melaut nelayan dalam setiap melakukan penangkapan. Jumlah effort (trip) nelayan Wonokerto per bulannya sulit ditentukan, namun berdasarkan wawancara terhadap nelayan Wonokerto, nelayan payang gemplo rata-rata setiap hari melakukan penangkapan ikan kecuali cuaca tidak mendukung. Umumnya jumlah trip nelayan berbeda tiap bulannya, tergantung dari musim. Pada saat musim ramai atau panen, nelayan hampir tiap hari melakukan trip. Sedangkan pada musim paceklik dan biasanya adalah pada saat musim hujan, nelayan hanya melakukan trip saat cuaca mendukung, bahkan dalam sebulan nelayan tidak melakukan trip sama sekali. Namun, jika kendala cuaca tidak ada, hampir setiap hari nelayan Wonokerto melakukan trip. Berikut adalah jumlah effort (trip) nelayan payang gemplo di Wonokerto dari tahun 1997 hingga tahun 2010. Berdasarkan Tabel 14, jumlah effort dari tahun ke tahun berfluktuasi. Effort tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 4970 trip, dimana bertepatan dengan beroperasinya SPDN Wonokerto. Sedangkan jumlah effort terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 671 trip, hal ini dikarenakan cuaca pada tahun 2010 ini tidak mendukung nelayan untuk melaut. 62

Tabel 14. Jumlah Effort (Trip) Tahunan Alat Tangkap Payang Gemplo di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Tahun Payang/Gemplo Perubahan (%) 1997 1.957-1998 1.152-41,13 1999 2.263 96,44 2000 1.854-18,07 2001 1.543-16,77 2002 1.974 27,93 2003 3.200 62,11 2004 4.970 55,31 2005 2.843-42,80 2006 1.904-33,03 2007 1.816-4,62 2008 1.161-36,07 2009 1.249 7,58 2010 671-46,28 Rata-rata 2.040 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010) Dari Tabel 13 dan Tabel 14 dapat dibuat grafik perbandingan antara produksi dan upaya penangkapan (effort) ikan teri nasi selama periode tahun 1997-2010 yang disajikan dalam Gambar 3. Gambar 3. Grafik Perbandingan antara Produksi dan Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 63

Pada Gambar 3 diatas menujukkan bahwa grafik perbandingan antara produksi dan effort ikan teri nasi selama periode tahun 1997-2010 pergerakannya sama, yaitu ketika effort meningkat akan diikuti dengan jumlah produksi yang meningkat. Dan ketika effort ikan teri nasi menurun, maka diikuti dengan produksi ikan teri nasi yang menurun. 6.5 Pendugaan Parameter Sumberdaya Ikan Teri Nasi Parameter dalam sumberdaya perikanan terdiri dari parameter biologi dan parameter ekonomi. Kedua parameter tersebut digunakan dalam analisis bioekonomi sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan, sehingga dapat diketahui pengelolaan sumberdaya ikan teri nasi yang optimal. 6.5.1 Pendugaan Parameter Biologi Parameter biologi dalam penelitian diperoleh dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Walter dan Hilborn. Metode ini lebih dikenal dengan model W-H, dimana parameter biologi yang diduga adalah laju pertumbuhan alami (r), koefisien kemampuan tangkap (q), dan daya dukung lingkungan (K). Parameter biologi tersebut diketahui berdasarkan data perubahan biomassa, upaya penangkapan, dan nilai CPUE (Catch Per Unit of Effort). CPUE merupakan perbandingan antara output (hasil tangkapan) yang dihasilkan dan input (upaya atau effort) yang digunakan. Data produksi dan upaya ikan teri nasi yang digunakan dalam penelitian di Wonokerto merupakan data dari tahun 1997 hingga tahun 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 15. 64

Tabel 15. Produksi (Ton), Effort (Trip), CPUE Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Tahun Effort (Trip) Produksi (Ton) CPUE 1997 1.957 78,959 0,04034696 1998 1.152 54,137 0,04699392 1999 2.263 116,584 0,05151745 2000 1.854 43,417 0,02341802 2001 1.543 67,846 0,04397019 2002 1.974 74,663 0,03782320 2003 3.200 85,185 0,02662031 2004 4.970 115,353 0,02320986 2005 2.843 48,348 0,01700598 2006 1.904 41,876 0,02199370 2007 1.816 56,970 0,03137115 2008 1.161 28,010 0,02412575 2009 1.249 31,579 0,02528343 2010 671 12,899 0,01922355 Rata-rata 2.040 61,130 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Parameter biologi diperoleh dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square), dimana meregresikan nilai U t (CPUE) pada periode t dan E t (effort) pada periode t, serta perubahan bimassa ( U t+1 U t 1 ) yang dapat dilihat pada Tabel 16. Pada analisis regresi untuk parameter biologi E t dan U t merupakan variabel bebas dan U t+1 U t 1 merupakan variabel tak bebas. Nilai yang dihasilkan sesuai dengan persamaan matematis W-H seperti pada persamaan (4.1). Persamaan (4.1) dapat disederhanakan dengan menggunakan OLS, sehingga persamaan menjadi : Y t = α βx 1t γx 2t (6.1) Hasil OLS dengan menggunakan software Microsoft Excel diperoleh nilai α = 0,9180670, β = -19,7392972, dan γ = -0,0001331 (Lampiran 3). Sehingga persamaan (6.1) menjadi Y t = 0,9180670-19,7392972X 1t - 0,0001331X 2t. 65

Tabel 16. Nilai (Ut+1/Ut)-1, Ut, dan Et Ikan Teri Nasi Tahun Effort (Trip) Produksi (Ton) CPUE (Ut+1/Ut)-1 Ut (CPUE) Et (Effort) 1997 1.957 78,959 0,04034696 0,164745 0,04034696 1957 1998 1.152 54,137 0,04699392 0,096258 0,04699392 1152 1999 2.263 116,584 0,05151745-0,545435 0,05151745 2263 2000 1.854 43,417 0,02341802 0,877622 0,02341802 1854 2001 1.543 67,846 0,04397019-0,139799 0,04397019 1543 2002 1.974 74,663 0,03782320-0,296191 0,03782320 1974 2003 3.200 85,185 0,02662031-0,128115 0,02662031 3200 2004 4.970 115,353 0,02320986-0,267295 0,02320986 4970 2005 2.843 48,348 0,01700598 0,293292 0,01700598 2843 2006 1.904 41,876 0,02199370 0,426370 0,02199370 1904 2007 1.816 56,970 0,03137115-0,230957 0,03137115 1816 2008 1.161 28,010 0,02412575 0,047985 0,02412575 1161 2009 1.249 31,579 0,02528343-0,239678 0,02528343 1249 2010 671 12,899 0,01922355 0,01922355 671 Rata-rata 2.040 61,130 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Nilai α, β, dan γ yang telah diperoleh, kemudian dimasukkan dalam persamaan (4.3) sehingga dapat diduga laju pertumbuhan alami (r), koefisien kemampuan tangkap (q), dan daya dukung lingkungan (K). Nilai-nilai dari parameter biologi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17. Parameter Biologi (r, q, dan K) Sumberdaya Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto Parameter Biologi Satuan Nilai Laju Pertumbuhan Alami (r) % per tahun 0,9180670 Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 1/unit effort 0,0001331 Daya Dukung Lingkungan (K) ton 349,5568075 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) 6.5.2 Pendugaan Parameter Ekonomi Pendugaan parameter ekonomi dilakukan dengan menghitung biaya penangkapan ikan nelayan yang diperoleh dari hasil wawancara dan melakukan standarisasi harga ikan teri nasi selama periode 1997-2010. Pendugaan parameter 66

ekonomi dilakukan untuk menduga biaya trip riil dan harga ikan rata-rata riil dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). 6.5.2.1 Pendugaan Biaya Penangkapan (Trip) Biaya penangkapan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh nelayan untuk melakukan satu kali penangkapan ikan (trip). Besar biaya per trip setiap nelayan berbeda, dimana dipengaruhi banyaknya trip, kondisi kapal, dan alat tangkap payang gemplo. Biaya penangkapan total per trip rata-rata diperoleh dari penjumlahan rata-rata biaya operasional per trip, rata-rata biaya tetap per tahun, dan rata-rata biaya variabel per bulan (Lampiran 4). Biaya operasional per trip terdiri dari biaya solar dan perbekalan (makanan, minuman, dan es balok). Biaya tetap per tahun terdiri dari biaya perbaikan kapal dan biaya PAS kecil, sedangkan biaya variabel per bulan terdiri dari biaya perbaikan mesin, perbaikan alat tangkap, dan biaya oli. Rincian total biaya rata-rata per trip dapat dilihat dalam Tabel 18. Tabel 18. Total Biaya Rata-rata Penangkapan Ikan Teri Nasi per Trip Nelayan Payang Gemplo Komponen Biaya Besar Biaya Rata-rata (Rp) Biaya Operasional per Trip 179.705,88 Biaya Tetap per Tahun 8.020,98 Biaya Variabel per Bulan 19.961,60 Total Biaya per Trip 207.688,46 Sumber : Data Hasil Wawancara (2011) Tabel 18 menunjukkan bahwa total biaya rata-rata per trip sebesar Rp 207.688,46 dan biaya tersebut merupakan harga nominal. Agar pengaruh inflasi terhadap biaya penangkapan dapat dieliminir, maka total biaya rata-rata per trip tersebut terlebih dahulu dikonversikan ke dalam pengukuran riil dengan menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) umum dengan tahun 67

dasar 2007, sehingga diperoleh biaya riil sebesar Rp 269.132,14 (Lampiran 5). Hasil pendugaan biaya riil dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Total Biaya Nominal per Trip dan Total Biaya Riil per Trip Komponen Nilai (Rp) Total Biaya per Trip Nominal (Rp) 207.688,46 Total Biaya per Trip Riil (Rp) 269.132,14 Sumber : Data Hasil Wawancara (2011) 6.5.2.2 Standarisasi Harga Ikan Teri Nasi Harga ikan teri nasi merupakan harga tahunan yang diperoleh dari data time series selama periode 1997-2010 TPI Wonokerto. Harga yang diperoleh dari data time series ini merupakan harga nominal yang masih perlu dikonversikan ke dalam harga riil sebagaimana pendugaan biaya. Pendugaan harga riil dilakukan dengan menggunakan IHK Kabupaten Pekalongan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Kabupaten Pekalongan. IHK yang digunakan adalah IHK bahan makanan dengan tahun dasar 2007. Harga riil ikan teri nasi selama periode 1997-2010 dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Harga Riil Rata-rata per Ton Ikan Teri Nasi di Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 (IHK Bahan Makanan) Tahun IHK (2007=100) Harga Ikan (Rp/ton) Harga Riil (Rp/Ton) 1997 38,65 5.817.126,61 15.049.313,90 1998 75,73 11.216.903,41 14.811.551,03 1999 46,15 5.649.294,14 12.240.569,84 2000 50,21 7.876.714,19 15.688.399,70 2001 53,16 12.397.245,23 23.321.996,63 2002 56,09 20.398.390,10 36.366.249,87 2003 51,87 10.424.608,32 20.098.276,90 2004 62,36 11.959.792,98 19.179.561,87 2005 77,09 14.738.644,83 19.119.592,52 2006 89,29 14.632.940,11 16.388.745,84 2007 100,00 12.827.049,32 12.827.049,32 2008 112,01 18.379.864,33 16.409.245,40 2009 124,95 15.743.532,09 12.599.865,62 2010 150,80 20.581.440,42 13.648.170,04 Rata-rata 17.696.327,75 Sumber : BPS (1997-2010) dan Hasil Analisis Data (2011) 68

6.6 Analisis Bioekonomi Ikan Teri Nasi Analisis bioekonomi dilakukan setelah dua parameter diduga, yaitu parameter biologi dan parameter ekonomi. Parameter biologi sebelumnya telah diduga dengan menggunakan model Walter-Hilborn, sehingga diperoleh r, q, dan K. Sedangkan parameter ekonomi merupakan total biaya per trip dan harga ikan teri nasi yang dikonversikan menjadi harga riil dan biaya riil. Nilai parameter biologi dan parameter ekonomi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai Parameter Biologi dan Parameter Ekonomi Ikan Teri Nasi Parameter Biologi dan Ekonomi Satuan Nilai Laju Pertumbuhan Alami (r) % per tahun 0,9180670 Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 1/unit effort 0,0001331 Daya Dukung Lingkungan (K) ton 349,5568075 Harga Ikan (p) Rp/Ton 17.696.327,75 Biaya (c) Rp/Trip 269.132,14 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Tingkat pemanfaatan ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan dapat dilihat melalui rezim pengelolaan MSY (Maximum Sustainable Yield), MEY (Maximum Economic Yield), dan rezim OA (Open Access). Tingkat pemanfaatan ikan teri di Kabupaten Pekalongan dapat diduga melalui parameter biologi dan ekonomi dengan melihat tingkat effort (E), hasil tangkapan (h), dan rente ekonomi (π) dari masing-masing rezim. Nilai biomas optimal (x), effort optimal yang diperbolehkan (E), hasil tangkapan optimal (h) pada rezim MSY (Maximum Sustainable Yield) berturutturut adalah 174,778 ton, 3.450 trip, dan 80,229 ton. Pada rezim MEY (Maximum Economic Yield), nilai biomas optimal adalah 231,930 ton, effort optimal yang diperbolehkan adalah 2.322 trip, dan hasil tangkapan optimal adalah 71,651 ton. Sedangkan pada rezim OA (Open Access), nilai biomas, effort, dan tangkapan optimal berturut-turut adalah 114,303 ton, 4.644 trip, dan 70,624 ton. Hal ini 69

menunjukkan bahwa effort optimal yang dibutuhkan pada rezim open access lebih tinggi dari rezim MSY dan MEY. Sedangkan hasil tangkapan optimal, rezim MSY memiliki nilai yang paling besar diantara rezim MEY dan open access. Effort dan hasil tangkapan yang tinggi pada rezim open access tidak sebanding dengan rente ekonomi yang didapatkan, karena rente ekonomi pada rezim open access adalah Rp 0,00. Sedangkan pada rezim MEY dengan menggunakan effort yang lebih efisien dan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dua rezim lainnya dapat menghasilkan rente ekonomi yang maksimal, yaitu Rp 643.062.563,05 dan nilai ini lebih besar dibandingkan rente rezim MSY yang bernilai Rp 491.254.534,24. Hasil analisis bioekonomi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Analisis Bioekonomi Ikan Teri Nasi Pada Rezim Pengelolaan MSY, MEY, dan Open Access Rezim Pengelolaan Parameter MSY MEY OA E (Trip) 3.450 2.322 4.644 h (Ton) 80,229 71,651 70,624 x (Ton) 174,778 231,930 114,303 Rente Ekonomi (Rp) 491.254.534,24 643.062.563,05 0 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Gambar 4 menunjukkan bahwa effort atau tingkat upaya penangkapan aktual rata-rata penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan lebih lebih kecil dibandingkan effort pada rezim MSY, MEY, dan OA, dimana effort aktual rata-rata penangkapan ikan teri nasi sebesar 2.040 trip. Hal ini menunjukkan bahwa effort yang digunakan oleh nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan belum melebihi tingkat penggunaan effort optimal yang diperbolehkan secara lestari (MSY). 70

5000 4500 4.644 4000 3500 3.450 3000 Effort (Trip) 2500 2000 2.322 2.040 1500 1000 500 0 MSY MEY OA Aktual Gambar 4. Perbandingan Effort Ikan Teri Nasi pada Kondisi MSY, MEY, Open Access, dan Aktual di Perairan Kabupaten Pekalongan Pada Gambar 5 terlihat bahwa tingkat produksi aktual rata-rata ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan sebesar 61,130 ton belum melebihi tingkat produksi (harverst) dari rezim pengelolaan MEY, MSY dan Open Access masingmasing sebesar 71,651 ton, 80,229 ton, dan 70,624 ton. Dari Gambar 4 dan Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa pengelolaan ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan belum mengalami biological overfishing dan belum optimal. Oleh karena itu, effort ikan teri nasi dapat ditingkatkan hingga mencapai effort pada kondisi lestari (MSY), yaitu sebesar 3.450 trip dengan hasil produksi sebesar 80,229 ton. 71

90 80 70 60 80,229 71,651 70,624 61,130 Produksi (Ton) 50 40 30 20 10 0 MSY MEY OA Aktual Gambar 5. Perbandingan Produksi Ikan Teri Nasi pada Kondisi MSY, MEY, Open Access, dan Aktual di Perairan Kabupaten Pekalongan 6.7 Estimasi Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Pendugaan laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan berdasarkan data produksi ikan teri nasi dan effort yang digunakan selama periode waktu 14 tahun. Pendugaan terjadinya degradasi ikan teri dapat dilihat dari analisis kontras antar produksi aktual dan produksi lestari ikan teri dalam waktu 14 tahun. Produksi aktual ikan teri nasi merupakan dari data sekunder yang diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan. Sedangkan produksi lestari ikan teri nasi dapat diduga dengan menggunakan formula berikut (Fauzi, 2010) : h = qke 1 qe r (6.2) 72

Dengan mengetahui nilai r, q, dan K, maka fungsi produksi lestari sumberdaya ikan teri Kabupaten Pekalongan adalah : h = 0,04652601108. E 1 0,0001449785255. E sehingga dapat diketahui tingkat produksi lestari per tahun yang dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai produksi aktual dan produksi lestari yang telah diketahui dapat digunakan untuk menghitung laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan. Nilai laju degradasi ikan teri nasi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.8), sehingga perhitungan nilai koefisien laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan disajikan secara ringkas pada Tabel 23. Dari Tabel 23 terlihat bahwa tingkat produksi aktual sejak tahun 1997 hingga tahun 2004 lebih tinggi dari tingkat produksi lestari, sedangkan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 tingkat produksi aktual lebih rendah jika dibandingkan tingkat produksi lestari. Namun, pada tahun 2000 tingkat produksi aktual lebih rendah dari produksi lestari. Degradasi sumberdaya merupakan penurunan kualitas/kuantitas sumberdaya. Sumberdaya dikatakan telah terdegradasi jika nilai koefisien laju degradasinya lebih dari 0,5. Dari Tabel 23 menunjukkan bahwa koefisien laju degradasi ikan teri nasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Rata-rata nilai koefisien laju degradasi ikan teri nasi di perairan Kabupapten Pekalongan selama periode tahun 1997-2010 sebesar 0,246. Nilai koefisien laju degradasi ikan teri menunjukkan bahwa ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan belum 73

mengalami degradasi, hal ini ditunjukkan nilai koefisien laju degradasi yang kurang dari 0,5. Tabel 23. Tingkat Produksi Aktual, Produksi Lestari, dan Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 Tahun Et Produksi Aktual (Hat) (ton) Produksi Lestari (Hst) (ton) Laju Degradasi 1997 1.957 78,959 65,218 0,304 1998 1.152 54,137 44,646 0,305 1999 2.263 116,584 70,745 0,353 2000 1.854 43,417 63,074 0,190 2001 1.543 67,846 55,730 0,305 2002 1.974 74,663 65,558 0,294 2003 3.200 85,185 79,812 0,282 2004 4.970 115,353 64,620 0,364 2005 2.843 48,348 77,754 0,167 2006 1.904 41,876 64,132 0,178 2007 1.816 56,970 62,246 0,251 2008 1.161 28,010 44,925 0,167 2009 1.249 31,579 47,588 0,181 2010 671 12,899 28,182 0,101 Rata-rata 2.040 61,130 0,246 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) 6.8 Simulasi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri Nasi dengan Pemberian Subsidi Solar Pemberian subsidi perikanan berupa subsidi solar khusus untuk nelayan kecil di Kabupaten Pekalongan, khususnya di TPI Wonokerto diduga secara langsung dapat menurunkan biaya penangkapan (trip) nelayan. Nelayan yang diteliti dalam penelitian ini adalah nelayan payang gemplo yang menangkap jenis ikan teri nasi. Nelayan payang gemplo merupakan nelayan kecil yang umumnya melakukan trip dalam sehari (one day fishing). 74

6.8.1 Pendugaan Biaya Penangkapan (Trip) dengan Pemberian Subsidi Solar Pemberian subsidi solar untuk nelayan TPI Wonokerto ini dalam bentuk pembangunan SPDN, sehingga mengurangi biaya nelayan untuk membeli solar ke SPDN di luar Wonokerto ataupun membeli solar di pengecer yang tentunya lebih mahal. Sebelum adanya pembangunan SPDN di TPI Wonokerto, nelayan TPI Wonokerto harus membeli solar ke SPDN di luar wilayah Wonokerto, yaitu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Wiradesa. Nelayan yang membeli solar ke SPBU Wiradesa terbebani dengan biaya tambahan berupa biaya transportasi menuju SPBU Wiradesa untuk membeli solar dan biaya charge tiap jirigen sebesar Rp 3.000,00 Rp 5.000,00. Namun, hampir seluruh nelayan payang gemplo yang menjadi responden lebih memilih membeli solar melalui pengecer daripada harus membeli ke SPBU Wiradesa. Biaya pembelian solar melalui pengecer lebih dipilih oleh nelayan payang gemplo karena tempat atau toko pengecer lebih dekat dengan tempat labuh kapal (fishing base), sehingga memudahkan nelayan untuk mengangkut solar ke kapal. Setiap kali melaut (satu kali trip), nelayan payang gemplo membutuhkan solar rata-rata 15-30 liter dan jika harus membeli solar di pengecer nelayan harus mengeluarkan biaya Rp 5.000,00 per liternya. Namun, jika nelayan membeli solar di SPDN Wonokerto yang dekat dengan tempat labuh kapal, nelayan hanya mengeluarkan biaya Rp 4.500,00 per liter solar. Sehingga nelayan harus mengeluarkan biaya tambahan karena membeli solar di pengecer sebesar Rp 7.500,00 hingga Rp 15.000,00 per trip. SPDN Wonokerto yang sengaja dibangun di kompleks TPI Wonokerto bertujuan untuk memudahkan nelayan dalam pengisian bahan bakar solar. 75

Artinya, dengan dibangunnya SPDN di kompleks TPI Wonokerto dapat menghemat biaya penangkapan per trip sebesar Rp 7.500,00 hingga Rp 15.000,00. Penghematan biaya penangkapan ini diduga akan menyebabkan perubahan pada effort, hasil tangkapan, dan rente ekonomi (keuntungan) nelayan payang gemplo pada kondisi awal analisis bioekonomi sebelum dikenakan simulasi pemberian subsidi solar yang dapat dilihat pada Tabel 26. Simulasi pengenaan pemberian subsidi solar pada penelitian ini diduga akan menyebabkan pengurangan biaya penangkapan per trip sebesar Rp 10.000,00 dengan kebutuhan solar rata-rata responden sebesar 20 liter setiap kali trip. Sehingga biaya total rata-rata per trip yang awalnya sebesar Rp 269.132,14 per trip menjadi Rp 259.132,14 per trip. Hasil pendugaan nilai parameter biologi dan ekonomi setelah pengenaan pemberian subsidi dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Nilai Parameter Biologi dan Parameter Ekonomi Ikan Teri Nasi Setelah Pengenaan Subsidi Solar Parameter Biologi dan Ekonomi Nilai (Sebelum Nilai (Setelah Subsidi) Subsidi) Laju Pertumbuhan Alami (r) 0,9180670 0,9180670 Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 0,0001331 0,0001331 Daya Dukung Lingkungan (K) 349,5568075 349,5568075 Harga Ikan (p) (Rp/Ton) 17.696.327,75 17.696.327,75 Biaya (c) (Rp/Trip) 269.132,14 259.132,14 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) 6.8.2 Analisis Bioekonomi Sebelum dan Setelah Pemberian Subsidi Solar Analisis bioekonomi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui pemanfaatan sumberdaya ikan yang optimal pada rezim MSY, MEY, dan open access dengan menggabungkan parameter biologi dan parameter ekonomi. Adanya perubahan pada parameter ekonomi dalam suatu analisis bioekonomi, tentunya akan menyebabkan adanya perubahan pada hasil analisis 76

sebelumnya. Simulasi pengenaan subsidi solar untuk nelayan sebesar Rp 10.000,00 per trip akan menyebabkan biaya penangkapan per trip yang merupakan parameter ekonomi mengalami penurunan. Dan pada akhirnya akan menyebabkan perubahan pada effort, hasil tangkapan (harvest), keuntungan nelayan, dan nilai biomas sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan. Hasil simulasi setelah pengenaan subsidi solar dapat dilihat pada Tabel 25, dimana terjadi perubahan effort pada kondisi MEY dan open access, sedangkan pada kondisi MSY tetap. Pada kondisi MEY penggunaan effort paling kecil dibandingkan dengan kondisi MSY dan open access, dimana setelah pengenaan subsidi solar penggunaan effort mengalami perubahan sebesar 42 trip, dari 2.322 trip menjadi 2.364 trip. Peningkatan effort juga terjadi pada kondisi open access dengan peningkatan sebesar 84 trip, dari 4.644 trip menjadi 4.728 trip. Sedangkan pada kondisi MSY penggunaan effort tidak berubah. Hal ini dikarenakan pada kondisi MSY hanya memperhitungkan aspek biologi tanpa memperhitungkan aspek ekonomi. Sementara pada penelitian ini dikenakan simulasi pengenaan subsidi solar yang berpengaruh pada biaya trip yang merupakan aspek ekonomi. Sedangkan pada kondisi open access dan MEY, pemberian subsidi solar menebabkan perubahan pada penggunaan effort karena pada kondisi tersebut aspek ekonomi diperhitungkan, sehingga dengan penurunan biaya trip yang disebabkan subsidi solar, memungkinkan nelayan untuk meningkatkan effort dengan harapan dapat meningkatkan hasil tangkapannya. 77

Tabel 25. Perbandingan Nilai Effort, Harvest, Biomas, dan Rente Ekonomi Ikan Teri Nasi pada Kondisi Sebelum dan Setelah Pengenaan Subsidi Solar pada Rezim MSY, MEY, dan Open Access Parameter Rezim Pengelolaan MSY MEY OA E (Trip) Sebelum Subsidi 3.450 2.322 4.644 h (Ton) Sebelum Subsidi 80,229 71,651 70,624 x (Ton) Sebelum Subsidi 174,778 231,930 114,303 Rente Ekonomi (Rp) Sebelum Subsidi 491.254.534,24 643.062.563,05 0 E (Trip) Subsidi 3.450 2.364 4.728 h (Ton) Subsidi 80,229 72,276 69,227 x (Ton) Subsidi 174,778 229,806 110,056 Rente Ekonomi (Rp) Subsidi 525.754.562,79 666.490.877,51 0 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Peningkatan penggunaan effort memungkinkan nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan, sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Hasil simulasi pengenaan subsidi solar menunjukkan bahwa hasil tangkapan pada kondisi MEY mengalami meningkatan setelah dikenakan subsidi solar, yaitu dari 71,651 ton menjadi 72,276 ton dengan perubahan tangkapan sebesar 0,626 ton. Pada kondisi open access peningkatan hasil tangkapan tidak terjadi dan yang terjadi adalah penurunan hasil tangkapan sebesar 1,397 ton, dari hasil tangkapan 70,624 ton menjadi 69,227 ton. Sedangkan pada kondisi MSY hasil tangkapan tetap karena effort yang digunakan tidak berubah. Pada kondisi open access peningkatan effort tidak menunjukkan adanya peningkatan hasil tangkapan karena pada kondisi open access perikanan cenderung dikelola secara terbuka atau bebas. Jadi, siapapun dapat dengan bebas mengambil sumberdaya ikan tersebut. Kondisi open access akan membuat pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi tidak terkontrol, dimana selama perikanan itu menguntungkan, maka nelayan akan cenderung peningkatkan laju penangkapan tanpa melihat daya dukung lingkungan. Hal ini akan mengakibatkan laju penangkapan ikan pada kondisi open 78

access melebihi laju penangkapan pada kondisi MSY yang justru akan berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan dalam jangka panjang. Pada Tabel 25 juga dapat dilihat bahwa pemberian subsidi menyebabkan peningkatan keuntungan (rente ekonomi) pada kondisi MEY dan MSY, sedangkan pada kondisi open access keuntungan tetap sama, yaitu nol. Pada kondisi MEY keuntungan meningkat dari Rp 643.062.563,05 menjadi Rp 666.490.877,51 dengan perubahan keuntungan sebesar Rp 23.428.314,46. Sedangkan pada kondisi MSY keuntungan meningkat dari Rp 491.254.534,24 menjadi Rp 525.754.562,79,48 dengan perubahan sebesar Rp 34.500.028,55. Dari data dan hasil perhitungan pengenaan pemberian subsidi solar pada nelayan di Kabupaten Pekalongan dapat disimpulkan bahwa pemberian subsidi solar secara langsung berpengaruh pada penurunan biaya trip nelayan. Penurunan biaya trip yang merupakan aspek ekonomi menyebabkan peningkatana effort pada kondisi open access dan MEY, sedangkan pada kondisi MSY tetap karena pada kondisi ini tidak memperhitungkan aspek ekonomi. Peningkatan effort secara langsung meningkatkan hasil tangkapan pada kondisi MEY dan tidak berpengaruh langsung pada kondisi open access karena hasil tangkapan cenderung turun, sedangkan pada kondisi MSY hasil tangkapan tetap. Pengenaan subsidi solar yang menurunkan biaya trip nelayan juga berpengaruh pada keuntungan (rente ekonomi) nelayan pada kondisi MSY dan MEY, sementara pada kondisi open access keuntungan tetap nol. 79

6.8.3 Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari Sebelum dan Setelah Pemberian Subsidi Solar Produksi lestari ikan teri dapat diduga dengan mengetahui nilai r, q, dan K, maka perbandingan produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya ikan teri Kabupaten Pekalongan dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Perbandingan Tingkat Produksi Aktual dan Produksi Lestari Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 Tahun Et Produksi Aktual Produksi Lestari (Hat) (ton) (Hst) (ton) 1997 1.957 78,959 65,218 1998 1.152 54,137 44,646 1999 2.263 116,584 70,745 2000 1.854 43,417 63,074 2001 1.543 67,846 55,730 2002 1.974 74,663 65,558 2003 3.200 85,185 79,812 2004 4.970 115,353 64,620 2005 2.843 48,348 77,754 2006 1.904 41,876 64,132 2007 1.816 56,970 62,246 2008 1.161 28,010 44,925 2009 1.249 31,579 47,588 2010 671 12,899 28,182 Rata-rata 2.040 61,130 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Pemberian subsidi solar kepada nelayan kecil, khususnya di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan dapat dilihat dari adanya pembangunan SPDN, sehingga nelayan payang gemplo dapat memperoleh solar dengan lebih mudah. Sebelum dibangunnya SPDN di TPI Wonokerto, nelayan harus membeli solar di luar wilayah Wonokerto, sehingga menyebabkan biaya tambahan bagi nelayan yaitu berupa biaya transportasi. Selain itu, sebagian nelayan juga ada yang membeli solar di pengecer dengan harga solar yang lebih mahal. Dengan adanya biaya transportasi dan biaya lebih ketika membeli solar di pengecer menyebabkan rente ekonomi nelayan juga menurun. 80

Produksi (Ton) Pada Gambar 6 ditunjukkan produksi aktual dan lestari ikan teri nasi pada tingkat effort yang sama. Produksi aktual yang melebihi produksi lestari ikan teri nasi selama periode tahun 1997-2010 terjadi pada tahun 1997 hingga tahun 2004, namun pada tahun 2000 produksi aktual lebih kecil dari produksi lestari ikan teri nasi. Rezim pengelolaan pada kondisi MEY dan MSY dengan effort yang digunakan selama 14 tahun berkisar antara 2.500 trip hingga 3.500 trip. 120 1999 2004 Variable Produksi Lestari Produksi Aktual 100 2003 80 1997 2002 2001 60 1998 2007 2005 40 2009 2000 2006 20 2010 2008 0 0 1000 2000 3000 4000 Effort (Trip) 5000 6000 7000 Gambar 6. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari pada Tingkat Effort yang Sama Pada gambar 6 juga dapat dilihat bahwa terjadi kontraksi yang besar jika ditarik garis lurus dari tahun 2010 hingga tahun 2004. Perbedaan produksi aktual antara tahun 2004 dan 2010 terlihat besar, dimana pada tahun 2010 produksi aktual berada di dalam kurva produksi lestari, sedangkan tahun 2004 produksi aktual jauh di atas produksi lestari. Kondisi ini juga terjadi pada tahun 1999, dimana produksi aktual jauh berada di luar kurva produksi lestari. Pada tahun sebelum subsidi, yaitu tahun 1997-2003 produksi ikan teri nasi di Kabupaten 81

Pekalongan meningkat sepanjang tahunnya hingga mencapai puncak produksi aktual pada tahun 2004, dimana bertepatan dengan tahun pendirian SPDN (subsidi solar) di TPI Wonokerto. Namun, pada tahun 2005 produksi aktual kembali pada kondisi di bawah kurva produksi lestari. Hal ini diduga karena pada akhir tahun 2005, yaitu pada bulan Oktober terjadi kenaikan harga BBM (solar) yang mencapai 100% dari harga Rp 2.100,00 menjadi Rp 4.300,00. Sehingga effort nelayan mengalami penurunan dari tahun 2004 sebesar 4.970 trip menjadi 2.843 trip pada tahun 2005 yang berdampak pada penurunan produksi aktual nelayan payang gemplo. Adanya kenaikan harga solar selain berdampak pada penurunan produksi nelayan, juga berdampak positif pada sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan. Hal ini dapat dilihat dari produksi aktual nelayan setelah kenaikan harga solar, dimana produksi kembali berada di dalam kurva produksi lestari. Dilihat dari kondisi yang terjadi di Kabupaten Pekalongan dapat diduga jika harga solar tetap berada pada harga Rp 2.100,00 maka produksi aktual nelayan akan semakin meningkat dari tahun ke tahun dan hal ini dapat menyebabkan sumberdaya ikan teri nasi pada kondisi terdegradasi. Tabel 26 menunjukkan bahwa pada periode sebelum adanya SPDN di TPI Wonokerto, yaitu tahun 1997-2003, produksi aktual lebih besar daripada produksi lestari. Pada tahun 2004 yang merupakan awal dibangunnya SPDN TPI Wonokerto, produksi aktual lebih besar dibandingkan dengan produksi lestari dan penggunana effort jauh lebih besar dibandingkan dengan penggunaan effort tahun sebelum dan sesudahnya. Penggunaan effort aktual yang lebih besar dari effort yang diperbolehkan agar ikan tetap dalam kondisi lestari inilah yang menyebabkan produksi aktual lebih besar dibandingkan dengan produksi lestari. 82

Selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya produksi lestari lebih besar dibandingkan dengan produksi aktual yang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 7. 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0.000 Sebelum subsidi Setelah subsidi Produksi Aktual (Hat) (ton) Produksi Lestari (Hst) (ton) 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 7. Perbandingan Tingkat Produksi Aktual dan Tingkat Produksi Lestari Ikan Teri Nasi Sebelum dan Setelah Subsidi Solar di Perairan Kabupaten Pekalongan Pengaruh pembangunan SPDN terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi akan terlihat dari peningkatan penggunan effort yang diikuti dengan peningkatan produksi aktual ikan teri nasi. Namun, pengaruh pembangunan SPDN di TPI Wonokerto hanya terlihat pada tahun 2004 (awal pembangunan SPDN). Pada tahun 2004 effort meningkat dari 3.200 trip menjadi 4.970 trip yang diikuti dengan peningkatan produksi aktual dari 85,185 ton pada tahun 2003 menjadi 115,353 ton pada tahun 2004. Pada tahun 2004 juga terlihat bahwa produksi aktual lebih besar dari produksi lestari yang bernilai 64,620 ton. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pembangunan SPDN di TPI Wonokerto hanya terlihat pada tahun 2004 yang ditandai dengan peningkatan penggunaan effort dan diikuti dengan peningkatan produksi aktual yang melebihi produksi lestari. 83

Dari data dan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa pengaruh adanya pemberian subsidi solar berupa pembangunan SPDN di TPI Wonokerto tidak berpengaruh besar atau tidak mengganggu terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan. Hal ini terlihat dari rata-rata effort aktual dan rata-rata produksi aktual ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan masih dibawah tingkat effort dan produksi pada kondisi MSY. 6.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Pekalongan diduga adalah jumlah trip per tahun (X 1 ), pengalaman nelayan (X 2 ), biaya trip total (X 3 ), produksi nelayan (X 4 ), dan dummy. Jumlah trip per tahun merupakan rata-rata trip per tahun yang dilakukan oleh nelayan (responden) payang gemplo di Kabupaten Pekalongan. Pengalaman nelayan merupakan pengalaman dalam tahun nelayan selama menjadi nelayan dan biaya trip total merupakan biaya yang dikeluarkan nelayan setiap trip yang dihitung per tahun. Variabel dummy merupakan variabel yang digunakan untuk melihat pengaruh subsidi solar terhadap pendapatan nelayan payang gemplo. Dummy bernilai satu diasumsikan nelayan payang gemplo yang mendapatkan manfaat subsidi solar di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan dan dummy bernilai nol diasumsikan nelayan payang gemplo yang tidak menerima manfaat dari adanya subsidi solar. Pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan difokuskan pada seberapa besar pengaruh subsidi solar terhadap pendapatan nelayan. Untuk melihat pengaruh tersebut, maka dalam penelitian ini dibedakan nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar. Nelayan yang memperoleh manfaat subsidi 84

solar merupakan nelayan yang membeli solar di SPDN TPI Wonokerto, sedangkan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar adalah nelayan yang membeli solar di pengecer. Nelayan yang menjadi responden merupakan nelayan yang sama-sama menggunakan alat tangkap payang gemplo dan memiliki daerah operasi yang sama, yaitu di perairan Kabupaten Pekalongan dan sekitarnya. Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan variabel dummy. Model dalam analisis regresi dalam penelitian ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma natural (Ln). Transformasi ini bertujuan untuk mempermudah analisis data dan interpretasi hasil analisis data. Selain itu, model dalam bentuk Ln akan mengurangi masalah multikolinieritas dalam model dan koefisien masing-masing variabel bebas menunjukkan nilai elastisitas variabel tersebut. Model faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Pekalongan dapat diduga dengan persamaan berikut : LnY = β0 + β 1 LnX 1 + β 2 LnX 2 + β 3 LnX 3 + β 4 LnX 4 + Dummy Berdasarkan hasil analisis regresi variabel-variabel bebas dan pendapatan (Lampiran 11), maka didapatkan persamaan sebagai berikut : LnY=14,792+0,476LnX 1 +0,009LnX 2-0,009LnX 3 +0,826LnX 4 +0,035Dummy Hasil regresi linear berganda yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan dapat dilihat pada Tabel 27. 85

Tabel 27. Hasil Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan Variabel Koefisien Regresi Std. Error T-Hitung Sig Konstanta 14,792 0,840 17,612 0,000 Jumlah Trip 0,476 0,124 3,828 0,001 Pengalaman Nelayan 0,009 0,013 0,722 0,476 Biaya Trip Total -0,009 0,072-0,130 0,897 Produksi Nelayan 0,826 0,039 21,351 0,000 Dummy 0,035 0,013 2,779 0,010 R 2 0,968 R 2 (adj) 0,962 F Hitung 166,755 0,000 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Berdasarkan Tabel 27 diketahui bahwa model yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 96,8%. Nilai R 2 tersebut menjelaskan bahwa keragaman pendapatan nelayan 96,8% mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model, yaitu jumlah trip nelayan, pengalaman nelayan, biaya trip total, dan dummy. Sedangkan sisanya sebesar 3,2% dijelaskan variabel-variabel lain di luar model. Berdasarkan model yang diduga dapat diketahui variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan payang gemplo, berikut adalah variabel bebas yang berpengaruh nyata : 1. Jumlah Trip Nelayan Variabel jumlah trip nelayan payang gemplo berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Sig sebesar 0,001, artinya jumlah trip nelayan signifikan pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien variabel jumlah trip sebesar 0,476 dan positif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% jumlah trip nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar 0,476%, ceteris paribus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika nelayan meningkatkan jumlah 86

tripnya, maka hasil tangkapan akan meningkat yang pada akhirnya pendapatan juga meningkat. 2. Produksi Nelayan Variabel produksi nelayan payang gemplo berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Sig sebesar 0,000, artinya jumlah trip nelayan signifikan pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien variabel jumlah trip sebesar 0,826 dan positif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% jumlah produksi (tangkapan) nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar 0,826%, ceteris paribus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika hasil tangkapan nelayan meningkat, maka pendapatan akan meningkat. 3. Dummy Variabel dummy berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Sig sebesar 0,010, artinya dummy signifikan pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien variabel dummy positif sebesar 0,035 dan berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan, artinya antara nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar, nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar pendapatannya akan lebih besar 0,035 (dalam juta) daripada nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar, ceteris paribus. Sedangkan variabel bebas dalam model yang tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah pengalaman nelayan dan biaya trip total nelayan. Berikut adalah penjelasannya : 87

1. Pengalaman Nelayan Varibel pengalaman nelayan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan dengan nilai Sig 0,476 lebih besar dari taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien variabel pengalaman nelayan sebesar 0,009 dan bernilai positif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% pengalaman nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar 0,009%, ceteris paribus. Dengan kata lain semakin berpengalaman nelayan, maka nelayan akan lebih tahu fishing ground dan musim penangkapan ikan, sehingga jumlah tangkapan ikan nelayan akan semakin meningkat yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan. 2. Biaya Trip Total Nelayan Varibel biaya trip total nelayan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan dengan nilai Sig 0,897 lebih besar dari taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien variabel pengalaman nelayan sebesar 0,009 dan bernilai negatif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% biaya trip total nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan turun sebesar 0,009%, ceteris paribus. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan, sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap pendapatan. Nilai F hitung sebesar 166,755 dengan Sig 0,000 lebih kecil dari nilai taraf nyata (α=5%) menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas (jumlah trip nelayan, pengalaman nelayan, biaya trip total, produksi nelayan, dan dummy) dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan. 88

Tabel 28. Nilai VIF dan Durbin-Watson Model Variabel VIF Jumlah Trip Nelayan 2,973 Pengalaman Nelayan 1,027 Biaya Trip Total 3,015 Produksi Nelayan 1,472 Dummy 1,511 Durbin-Watson 1,620 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui bahwa model yang diduga tidak ada indikasi terjadi multikolinieritas pada model. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF masing-masing variabel bebas yang kurang dari 10. Sedangkan nilai Durbin- Watson hasil regresi sebesar 1,620 menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi dalam model yang diduga. Indikasi adanya heteroskedastisitas pada model dilakukan dengan Uji Park, yaitu dengan melihat hasil regresi residual pangkat dua dengan variabelvariabel bebas dalam model. Dari Uji Park (Lampiran 11) diperoleh nilai Sig sebesar 0,163 lebih besar dari taraf kepercayaan (α) 5%, maka dapat disimpulkan tidak ada indikasi heteroskedastisitas pada model. Uji kenormalan (asumsi sisaan menyebar normal) pada model dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 11) untuk mengetahui residual menyebar normal. Dari hasil Uji Kolmogorov-Smirnov nilai Sig sebesar 0,994 lebih besar dari taraf kepercayaan (α) 5%, maka dapat disimpulkan bahwa residual menyebar normal. 6.10 Implikasi Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan di Kabupaten Pekalongan Pemberian subsidi perikanan (solar) dalam aktivitas perikanan akan berpengaruh pada kelestarian sumberdaya ikan karena subsidi perikanan akan mendorong nelayan untuk meningkatkan effort. Peningkatan effort secara 89

langsung akan menyebabkan intensitas melaut nelayan bertambah dan akhirnya kelestarian sumberdaya ikan akan terganggu. Selain itu, pemberian subsidi berupa solar akan menurunkan biaya penangkapan nelayan, sehingga secara langsung dapat meningkatkan pendapatan atau keuntungan nelayan. 6.10.1 Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Kebijakan pemberian subsidi perikanan di Kabupaten Pekalongan, tepatnya adalah subsidi solar yang berupa pembangunan SPDN di TPI Wonokerto terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dapat dilihat dari analisis kontras produksi aktual dan produksi lestari. Dengan melihat analisis kontras produksi aktual dan produksi lestari ikan teri sebelum dan setelah adanya subsidi solar di Kabupaten Pekalongan dapat diketahui bagaimana implikasi kebijakan pemberian subsidi solar di Kabupaten Pekalongan. Produksi lestari ikan teri merupakan produksi yang diperbolehkan agar ikan teri tetap lestari, sedangkan produksi aktual merupakan peroduksi ikan teri yang sebenarnya di Kabupaten Pekalongan. Sehingga dapat disimpulkan jika produksi aktual ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan melebihi produksi lestari, maka sumberdaya ikan teri nasi sudah tidak lestari. Dari analisis kontras yang dilakukan (Lampiran 8) menunjukkan pengaruh atau implikasi kebijakan pemberian subsidi terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi hanya terlihat pada tahun 2004 yang merupakan tahun awal pembangunan SPDN di TPI Wonokerto. Pada tahun-tahun berikutnya pengaruh subsidi tidak terlihat jika dilihat dari produksi aktual yang lebih rendah dibandingkan produksi lestari. Subsidi solar di Kabupaten Pekalongan juga tidak mempengaruhi peningkatan 90

effort dan hasil tangkapan nelayan payang gemplo. Artinya pengaruh subsidi solar di Kabupaten Pekalongan tidak menyebabkan sumberdaya ikan teri terganggu. 6.10.2 Pendapatan Nelayan Payang Gemplo Implikasi kebijakan pemberian subsidi solar dengan pembangunan SPDN di TPI Wonokerto terhadap pendapatan nelayan payang gemplo Kabupaten Pekalongan dapat disimpulkan dari hasil simulasi pemberian subsidi solar. Pemberian subsidi solar diduga secara langsung akan menurunkan biaya trip nelayan. Penurunan biaya trip nelayan akan menyebabkan effort yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan akan meningkat dan diikuti dengan peningkatan pendapatan. Hasil simulasi pemberian subsidi solar menunjukkan bahwa dengan adanya subsidi biaya trip nelayan mengalami penurunan, sehingga trip nelayan meningkat dan diikuti dengan peningkatan pendapatan nelayan. Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan juga menunjukkan subsidi solar berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hasil analisis menunjukkan jika nelayan meningkatkan tingkat pemanfaatan subsidi solar, maka pendapatan akan meningkat. Subsidi solar dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan ditunjukkan oleh variabel dummy, dimana dummy bernilai satu diasumsikan nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan dummy bernilai nol diasumsikan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa subsidi solar di Kabupaten Pekalongan berimplikasi positif terhadap peningkatan pendapatan nelayan payang gemplo. 91

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kabupaten Pekalongan, maka dapat dihasilkan beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Pengaruh pemberian subsidi solar di perairan Kabupaten Pekalongan secara umum tidak menyebabkan kelestarian sumberdaya ikan teri terganggu. Hal ini dapat dilihat dari analisis kontras antara produksi aktual dan produksi lestari ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan sebelum dan setelah adanya pemberian subsidi solar. Pengaruh pemberian subsidi solar terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi akan terlihat dari peningkatan jumlah effort yang digunakan nelayan dan diikuti dengan peningkatan hasil tangkapan nelayan. Nilai produksi aktual melebihi produksi lestari setelah adanya subsidi solar hanya terjadi pada tahun 2004. Peningkatan penggunaan effort juga terlihat pada tahun 2004, dimana merupakan tahun pendirian SPDN di TPI Wonokerto. Pada tahun 2004 effort meningkat dari 3.200 trip menjadi 4.970 trip yang diikuti dengan peningkatan produksi aktual dari 85,185 ton pada tahun 2003 menjadi 115,353 ton pada tahun 2004, sedangkan produksi lestari pada tahun 2004 sebesar 64,620 ton. 2. Pengaruh pemberian subsidi solar terhadap pendapatan nelayan dapat diduga dengan sebelum dan setelah simulasi pemberian subsidi solar. Hasil simulasi kebijakan pemberian subsidi diduga secara langsung akan menyebabkan biaya trip turun sebesar Rp 10.000,00 dan pada akhirnya akan meningkatkan effort, hasil produksi, dan rente ekonomi nelayan payang gemplo pada setiap rezim pengelolaan sumberdaya. Pada rezim pengelolaan MEY terjadi peningkatan 92

effort yang diikuti peningkatan hasil tangkapan dan rente ekonomi. Sedangkan pada rezim pengelolaan open access terjadi peningkatan effort dengan penurunan pada hasil tangkapan dan rente ekonomi jangka panjang adalah sama dengan rente ekonomi sebelum adanya pemberian subsidi solar, yaitu nol. Pada rezim pengelolaan MSY subsidi hanya berpengaruh pada peningkatan rente ekonomi jangka panjang, sedangkan effort dan hasil tangkapan tetap. Hal ini dikarenakan pada rezim MSY tidak memperhitungkan aspek ekonomi yang dalam penelitian ini adalah penurunan biaya trip karena pemberian subsidi solar. Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan, variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah jumlah trip nelayan, produksi nelayan, dan dummy yang menunjukkan pengaruh subsidi solar terhadap nelayan. Artinya, subsidi solar dengan pembangunan SPDN berpengaruh nyata dan positif terhadap pendapatan nelayan. Sehingga semakin besar nelayan meningkatkan tingkat pemanfaatan subsidi solar, maka pendapatan akan meningkat. 3. Hasil estimasi laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan menunjukkan bahwa sumberdaya ikan teri nasi belum mengalami degradasi. Meskipun dari tahun ke tahun laju degradasi mengalami peningkatan, namun nilai rata-rata koefisien laju degradasi ikan teri selama periode 1997-2010 yaitu sebesar 0,246 masih dibawah 0,5. 4. Implikasi kebijakan pemberian subsidi solar dengan pembangunan SPDN di TPI Wonokerto secara umum tidak menyebabkan kelestarian sumberdaya ikan teri nasi terganggu. Hal ini dapat dilihat dari produksi aktual yang melebihi produksi lestari hanya terlihat pada tahun 2004. Sedangkan implikasi 93

kebijakan subsidi solar terhadap pendapatan nelayan secara langsung dapat menurunkan biaya trip nelayan yang direspon dengan peningkatan effort, hasil tangkapan, dan rente ekonomi nelayan dalam jangka panjang. 5. Pengaruh subsidi solar terhadap nelayan payang gemplo berdasarkan kondisi lapang tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan nelayan karena masih ada sebagian nelayan payang gemplo yang masih membeli solar di pengecer. Hal ini disebabkan karena dengan membeli solar di pengecer, nelayan dapat sekaligus membeli perbekalan dan nelayan juga dapat berhutang pada pengecer yang nantinya akan dibayar nelayan setelah memperoleh uang dari hasil tangkapan ikan. 7.2 Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan, agar pemanfaatan ikan teri nasi dapat optimal dan kesejahteraan nelayan kecil tercapai, maka beberapa rekomendasi berikut dapat dijadikan bahan pertimbangan stakeholder di Kabupaten Pekalongan : 1. Pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan dan KUD Mino Soyo hendaknya memberikan pengarahan kepada nelayan agar membeli solar di SPDN. Karena sebagian nelayan di Kabupaten Pekalongan, khususnya nelayan yang berlabuh di TPI Wonokerto masih membeli solar di pengecer. Meskipun perbedaan harga tidak terlalu jauh, namun dapat mempengaruhi pendapatan nelayan dalam jangka panjang. 2. KUD Mino Soyo sebagai pengelola SPDN hendaknya selalu menjaga persediaan stok solar di SPDN agar nelayan tidak beralih membeli solar di pengecer. 94

3. Pemerintah atau stakeholder Kabupaten Pekalongan hendaknya memberikan bantuan langsung kepada nelayan, namun dalam pelaksanaannya harus dipastikan bantuan benar-benar digunakan nelayan dalam aktivitas perikanan. Bantuan langsung tersebut dapat berupa dana operasional dalam melakukan trip karena biaya operasional yang mahal. Harapannya dapat meningkatkan intensitas nelayan membeli solar di SPDN dan mengurangi sistem ijon yang terjadi antara nelayan dan bakul. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan adanya subsidi solar (pembangunan SPDN) terhadap pendapatan nelayan selain nelayan payang gemplo. 95

DAFTAR PUSTAKA Anna, S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan- Pencemaran. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2007. Potensi Perikanan Tangkap Indonesia Tinggal 20%. http://www.kapanlagi.com/h/old/0000189398.html. diakses pada tanggal 4 Februari 2011. Anonim. 2009. Potensi Sektor Kelautan dan Perikanan. http://www.pekalongankab.go.id/web/index.php?option=com_content&tas k=view&id=109&itemid=147. diakses pada tanggal 10 maret 2011. Anonim. 2010. Anchovy Fish : Northern Anchovy (lat. Engraulis mordax), Striped Anchovy (lat. AnchOA hepsetus). www.fish-fishes.com. diakses pada tanggal 6 Agustus 2011. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 1997. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 1998. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 1999. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2000. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2001. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2002. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2003. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2004. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2005. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. 96

BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2006. Kecamatan Wonokerto Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2007. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2008. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2009. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Pekalongan. 2010. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Pekalongan dengan Bappeda Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan. 2010. Statistik Perikanan Kabupaten Pekalongan. DKP Kabupaten Pekalongan. Pekalongan. Ekawati, Riana. 2010. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Ikan Kembung dengan Pendekatan Penurunan Produktivitas di Kabupaten Pandeglang. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Fauzi, Akhmad dan Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan : untuk Analisis Kebijakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Perikanan : Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gulland, J.A. 1961. Fishing and the Stock of Fish at Iceland. Min. Af:ric. Fish., Fish. Invest. U.K. (Ser.2), 23 (4) : 52 pp. Pranggono, Hadi. 2003. Analisis Potensi dan Pengelolaan Perikanan Teri di Perairan Kabupaten Pekalongan. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Statistik 1 : Statistik Deskriptif. Bumi Aksara. Jakarta. Hermawan, Maman. 2006. Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil : Studi Perikanan Pantai di Serang dan Tegal. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Iman dan Yusuf. 1993. Teri Nasi dari Pidodo. Majalah Dinas Perikanan No. 23. Dinas Perikanan Propinsi Dati I Jawa Tengah. Semarang. Lackey, Robert T. 2005. Fisheries : history, science, and management. Water Encyclopedia : Surface and Agricultural Water. eds. Jay H. Lehr and Jack Keeley. John Wiley and Sons, Inc. New York. Hal. 121-129. 97

Nontji, Anugrerah. 2005. Laut Nusantara. PT. Penerbit Djambatan. Jakarta. Pohan, Jamaludin. 2010. Pengaruh Subsidi Perikanan (Pembangunan SPDN) Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Cakalang dan Nelayan Kecil (0-20 GT) di Teluk Pelabuhanratu. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Salmah, R. 2010. Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Kabupaten Subang. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Simbolon, Domu. 2011. Biologi dan Dinamika Daerah Penangkapan Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB. Bogor. Tinungki, G.M. 2005. Evaluasi Model Produksi Surplus dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimal Lestari untuk Menunjang Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Walters, C. and R. Hilborn. 1976. Adaptive Control of Fishing System. Journal Fish. Resource. Board Can 33 : 145-159. 98

LAMPIRAN 99

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Pekalongan 100

Lampiran 2. Alat Tangkap Payang Gemplo Sumber : Iman dan Yusuf (1993) diacu dalam Pranggono (2003) 101

Lampiran 3. Analisis Pendugaan Parameter Biologi (r, q, dan K) Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan dengan Menggunakan Model Walter-Hilborn Produksi Tahun Effort (Trip) CPUE (Ut+1/Ut)-1 Ut (CPUE) Et (Effort) (Ton) 1997 1.957 78,959 0,04034696 0,164745 0,04034696 1.957 1998 1.152 54,137 0,04699392 0,096258 0,04699392 1.152 1999 2.263 116,584 0,05151745-0,545435 0,05151745 2.263 2000 1.854 43,417 0,02341802 0,877622 0,02341802 1.854 2001 1.543 67,846 0,04397019-0,139799 0,04397019 1.543 2002 1.974 74,663 0,03782320-0,296191 0,03782320 1.974 2003 3.200 85,185 0,02662031-0,128115 0,02662031 3.200 2004 4.970 115,353 0,02320986-0,267295 0,02320986 4.970 2005 2.843 48,348 0,01700598 0,293292 0,01700598 2.843 2006 1.904 41,876 0,02199370 0,426370 0,02199370 1.904 2007 1.816 56,970 0,03137115-0,230957 0,03137115 1.816 2008 1.161 28,010 0,02412575 0,047985 0,02412575 1.161 2009 1.249 31,579 0,02528343-0,239678 0,02528343 1.249 2010 671 12,899 0,01922355 0,01922355 671 Rata-rata 2.040 61,130 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) 102

Lampiran 4. Hasil Analisis Pendugaan Parameter Biologi (r, q, dan K) Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan dengan Menggunakan Model Walter-Hilborn SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,581390188 R Square 0,338014551 Adjusted R Square 0,205617461 Standard Error 0,33347651 Observations 13 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 2 0,567828843 0,283914421 2,553036105 0,127128294 Residual 10 1,112065829 0,111206583 Total 12 1,679894672 Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0% Intercept 0,918066984 0,421401342 2,178604797 0,054373571-0,020873713 1,857007682-0,020873713 1,857008 X Variable 1-19,7392972 9,203445761-2,144772481 0,057569843-40,24585218 0,767257787-40,24585218 0,767258 X Variable 2-0,000133053 9,75725E-05-1,363633014 0,202590507-0,000350458 8,4352E-05-0,000350458 8,44E-05 α = 0, 91806698 β = -19,7392972 γ = -0,00013305 103

Lampiran 5. Analisis Rata-rata Biaya Trip Total Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan Biaya Operasional per Trip (Rp) Biaya Tetap (Rp/Tahun) Biaya Variabel (Rp/Bulan) Res pon den Trip/Ta hun Trip/ Bulan Perbekal an dan Es (Rp) Solar (Rp) Total Biaya Tetap/T rip (Rp) Kapal (Rp) PAS (Rp) Total Biaya Tetap (Rp) Total Biaya Tetap/Trip (Rp/Tahun) Mesin (Rp) Alat Tangka p (Rp) Biaya Oli (Rp) Total Biaya Variabel (Rp) Total Biaya Variabel/Tri p (Rp/Bulan) Biaya Total/Trip (Rp) 1 208 17 80.000 100.000 180.000 1.500.000 80.000 1.580.00.0 7.596,15 150.000 100.000 40.000 290.000 16.730,77 204.326,92 2 208 17 100.000 100.000 200.000 1.500.000 80.000 1.580.000 7.596,15 100.000 100.000 45.000 245.000 14.134,62 221.730,77 3 186 16 105.000 75.000 180.000 1.800.000 80.000 1.880.000 10.107,53 150.000 100.000 40.000 290.000 18.709,68 208.817,20 4 163 14 52.000 98.000 150.000 1.200.000 80.000 1.280.000 7.852,76 300.000 100.000 55.000 455.000 33.496,93 191.349,69 5 186 16 90.000 90.000 180.000 1.500.000 80.000 1.580.000 8.494,62 200.000 150.000 36.000 386.000 24.903,23 213.397,85 6 198 17 77.500 112.500 190.000 1.500.000 80.000 1.580.000 7.979,80 200.000 120.000 40.000 360.000 21.818,18 219.797,98 7 166 14 82.500 67.500 150.000 1.000.000 80.000 1.080.000 6.506,02 150.000 80.000 44.000 274.000 19.807,23 176.313,25 8 184 15 80.000 100.000 180.000 1.800.000 80.000 1.880.000 10.217,39 250.000 150.000 57.500 457.500 29.836,96 220.054,35 9 183 15 82.500 67.500 150.000 1.000.000 80.000 1.080.000 5.901,64 200.000 150.000 38.000 388.000 25.442,62 181.344,26 10 198 17 100.000 100.000 200.000 1.500.000 80.000 1.580.000 7.979,80 150.000 80.000 47.500 277.500 16.818,18 224.797,98 11 198 17 80.000 100.000 180.000 1.000.000 80.000 1.080.000 5.454,55 100.000 100.000 45.000 245.000 14.848,48 200.303,03 12 163 14 106.500 73.500 180.000 2.000.000 80.000 2.080.000 12.760,74 200.000 150.000 50.000 400.000 29.447,85 222.208,59 13 183 15 90.000 90.000 180.000 2.000.000 80.000 2.080.000 11.366,12 150.000 80.000 40.000 270.000 17.704,92 209.071,04 14 195 16 110.000 90.000 200.000 1.000.000 80.000 1.080.000 5.538,46 100.000 100.000 50.000 250.000 15.384,62 220.923,08 15 195 16 87.500 112.500 200.000 1.500.000 80.000 1.580.000 8.102,56 100.000 80.000 36.000 216.000 13.292,31 221.394,87 16 166 14 82.000 98.000 180.000 1.000.000 80.000 1.080.000 6.506,02 200.000 90.000 44.000 334.000 24.144,58 210.650,60 17 198 17 105.000 75.000 180.000 1.500.000 80.000 1.580.000 7.979,80 250.000 150.000 50.000 450.000 27.272,73 215.252,53 18 175 15 80.000 90.000 170.000 1.500.000 80.000 1.580.000 9.028,57 200.000 50.000 50.000 300.000 20.571,43 199.600,00 19 178 15 67.500 122.500 190.000 1.200.000 80.000 1.280.000 7.191,01 180.000 90.000 36.000 306.000 20.629,21 217.820,22 20 186 16 90.000 90.000 180.000 1.200.000 80.000 1.280.000 6.881,72 150.000 100.000 36.000 286.000 18.451,61 205.333,33 104

Lampiran 5. Analisis Rata-rata Biaya Trip Total Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan (Lanjutan) Res pon den Trip/Ta hun Trip/ Bulan Biaya Operasional per Trip (Rp) Biaya Tetap (Rp/Tahun) Biaya Variabel (Rp/Bulan Perbekal an dan Es (Rp) Solar (Rp) Total Biaya Tetap/T rip (Rp) Kapal (Rp) PAS (Rp) Total Biaya Tetap (Rp) Total Biaya Tetap/Trip (Rp/Tahun) Mesin (Rp) Alat Tangka p (Rp) Biaya Oli (Rp) Total Biaya Variabel (Rp) Total Biaya Variabel/Tri p (Rp/Bulan) Biaya Total/Trip (Rp) 21 196 16 90.000 100.000 190.000 1.500.000 80.000 1.580.000 8.061,22 150.000 100.000 40.000 290.000 17.755,10 215.816,33 22 204 17 112.500 67.500 180.000 1.500.000 80.000 1.580.000 7.745,10 200.000 120.000 38.000 358.000 21.058,82 208.803,92 23 172 14 76.500 73.500 150.000 1.000.000 80.000 1.080.000 6.279,07 100.000 50.000 38.000 188.000 13.116,28 169.395,35 24 166 14 75.000 125.000 200.000 1.000.000 80.000 1.080.000 6.506,02 100.000 80.000 40.000 220.000 15.903,61 222.409,64 25 186 16 110.000 90.000 200.000 1.000.000 80.000 1.080.000 5.806,45 100.000 70.000 50.000 220.000 14.193,55 220.000,00 26 198 17 53.000 147.000 200.000 1.500.000 80.000 1.580.000 7.979,80 100.000 100.000 44.000 244.000 14.787,88 222.767,68 27 178 15 67.500 112.500 180.000 1.500.000 80.000 1.580.000 8.876,40 150.000 150.000 36.000 336.000 22.651,69 211.528,09 28 175 15 82.500 67.500 150.000 1.000.000 80.000 1.080.000 6.171,43 100.000 120.000 45.000 265.000 18.171,43 174.342,86 29 172 14 102.500 67.500 170.000 1.500.000 80.000 1.580.000 9.186,05 180.000 100.000 50.000 330.000 23.023,26 202.209,30 30 186 16 80.000 100.000 180.000 2.000.000 80.000 2.080.000 11.182,80 200.000 110.000 50.000 360.000 23.225,81 214.408,60 31 198 17 82.500 67.500 150.000 2.000.000 80.000 2.080.000 10.505,05 220.000 120.000 50.000 390.000 23.636,36 184.141,41 32 195 16 75.000 125.000 200.000 1.300.000 80.000 1.380.000 7.076,92 120.000 70.000 38.000 228.000 14.030,77 221.107,69 33 198 17 80.000 100.000 180.000 1.500.000 80.000 1.580.000 7.979,80 150.000 80.000 55.000 285.000 17.272,73 205.252,53 34 190 16 80.000 100.000 180.000 1.500.000 80.000 1.580.000 8.315,79 120.000 100.000 40.000 260.000 16.421,05 204.736,84 186 16 Rata-rata 207.688,46 Sumber : Hasil Analisis Data dan Wawancara (2011) 105

Lampiran 6. Analisis Biaya Riil Trip Total Nelayan Payang Gemplo Tahun 1997-2010 di Kabupaten Pekalongan (IHK Umum) Biaya Nominal Rp 207.688,46/Trip Tahun IHK (2007=100) Biaya Rill (Rp/Trip) 1997 45,62 455.248,17 1998 76,46 271.645,23 1999 78,53 264.465,29 2000 55,58 373.674,45 2001 61,72 336.521,40 2002 68,03 305.302,04 2003 70,29 295.476,76 2004 76,18 272.615,45 2005 89,08 233.143,98 2006 94,92 218.807,46 2007 100,00 207.688,46 2008 110,61 187.774,18 2009 116,54 178.212,17 2010 124,16 167.274,86 Rata-rata 269.132,14 Sumber : BPS (1997-2010) dan Hasil Analisis Data (2011) 106

Lampiran 7. Analisis Harga Riil Ikan Teri Nasi Periode Tahun 2001-2010 di Kabupaten Pekalongan (IHK Bahan Makanan) Tahun IHK (2007=100) Harga Ikan (Rp/ton) Harga Riil (Rp/Ton) 1997 38,65 5.817.126,61 15.049.313,90 1998 75,73 11.216.903,41 14.811.551,03 1999 46,15 5.649.294,14 12.240.569,84 2000 50,21 7.876.714,19 15.688.399,70 2001 53,16 12.397.245,23 23.321.996,63 2002 56,09 20.398.390,10 36.366.249,87 2003 51,87 10.424.608,32 20.098.276,90 2004 62,36 11.959.792,98 19.179.561,87 2005 77,09 14.738.644,83 19.119.592,52 2006 89,29 14.632.940,11 16.388.745,84 2007 100,00 12.827.049,32 12.827.049,32 2008 112,01 18.379.864,33 16.409.245,40 2009 124,95 15.743.532,09 12.599.865,62 2010 150,80 20.581.440,42 13.648.170,04 Rata-rata 17.696.327,75 Sumber : BPS (1997-2010) dan Hasil Analisis Data (2011) 107

Lampiran 8. Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Parameter Biologi dan Ekonomi Nilai Laju Pertumbuhan Alami (r) 0,9180670 Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 0,0001331 Daya Dukung Lingkungan (K) 349,5568075 Harga Ikan (p) (Rp/Ton) 17.696.327,75 Biaya (c) (Rp/Trip) 269.132,14 Parameter Rezim Pengelolaan MSY MEY OA E (Trip) 3.450 2.322 4.644 h (Ton) 80,229 71,651 70,624 x (Ton) 174,778 231,930 114,303 Rente Ekonomi (Rp) 491.254.534,24 643.062.563,05 0 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) 108

Lampiran 9. Nilai Produksi Aktual, Produksi Lestari, dan Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun Et Produksi Aktual (Hat) (ton) Produksi Lestari (Hst) (ton) Hst/Hat Exp 1+Exp Laju Degradasi 1997 1.957 78,96 65,218 0,826 2,284 3,284 0,304 1998 1.152 54,14 44,646 0,825 2,281 3,281 0,305 1999 2.263 116,58 70,745 0,607 1,835 2,835 0,353 2000 1.854 43,42 63,074 1,453 4,275 5,275 0,190 2001 1.543 67,85 55,730 0,821 2,274 3,274 0,305 2002 1.974 74,66 65,558 0,878 2,406 3,406 0,294 2003 3.200 85,19 79,812 0,937 2,552 3,552 0,282 2004 4.970 115,35 64,620 0,560 1,751 2,751 0,364 2005 2.843 48,35 77,754 1,608 4,994 5,994 0,167 2006 1.904 41,88 64,132 1,531 4,625 5,625 0,178 2007 1.816 56,97 62,246 1,093 2,982 3,982 0,251 2008 1.161 28,01 44,925 1,604 4,972 5,972 0,167 2009 1.249 31,58 47,588 1,507 4,513 5,513 0,181 2010 671 12,90 28,182 2,185 8,889 9,889 0,101 Rata-rata 2.040 61,130 0,246 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) 109

Lampiran 10. Hasil Simulasi Pengenaan Subsidi Solar dengan Pembangunan SPDN Terhadap Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Perbandingan Parameter Biologi dan Parameter Ekonomi Ikan Teri Nasi Sebelum dan Setelah Pengenaan Subsidi Parameter Biologi dan Ekonomi Nilai (Sebelum Subsidi) Nilai (Setelah Subsidi) Laju Pertumbuhan Alami (r) 0,9180670 0,9180670 Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 0,0001331 0,0001331 Daya Dukung Lingkungan (K) 349,5568075 349,5568075 Harga Ikan (p) (Rp/Ton) 17.696.327,75 17.696.327,75 Biaya (c) (Rp/Trip) 269.132,14 259.132,14 Perbandingan Nilai Effort, Hasil Tangkapan, Biomas, dan Rente Ekonomi pada Rezim Pengelolaan MSY, MEY, Open Access Sebelum dan Setelah Pengenaan Subsidi Parameter Rezim Pengelolaan MSY MEY OA E (Trip) Sebelum Subsidi 3.450 2.322 4.644 h (Ton) Sebelum Subsidi 80,229 71,651 70,624 x (Ton) Sebelum Subsidi 174,778 231,930 114,303 Rente Ekonomi (Rp) Sebelum Subsidi 491.254.534,24 643.062.563,05 0 E (Trip) Subsidi 3.450 2.364 4.728 h (Ton) Subsidi 80,229 72,276 69,227 x (Ton) Subsidi 174,778 229,806 110,056 Rente Ekonomi (Rp) Subsidi 525.754.562,79 666.490.877,51 0 Sumber : Hasil Analisis Data (2011) 110

Lampiran 11. Data Pendapatan Nelayan, Jumlah Trip, Biaya Trip Total, dan Dummy antara Nelayan yang Memperoleh Manfaat Subsidi Solar dan Nelayan yang Tidak Memperoleh Manfaat Subsidi Solar Nama Kapal Pendapatan/Ta hun (Rp) Trip/ Tahu n Pengala man (Tahun) Biaya Total/Trip (Rp/Tahun) Ratarata Produ ksi/ta hun (Ton) Subsidi Solar (1=subsi di solar; 0=tidak) SIDO DADI 228.316.774,40 208 40 41.616.507,94 12,10 0 SIDO MULYA 192.642.278,40 208 50 45.330.793,65 9,90 0 ADEM AYEM 216.928.377,60 186 53 37.436.190,48 11,20 1 REMEN ARTHO 167.738.736,00 163 20 30.989.404,76 9,37 0 TAMBAH BAROKAH 204.167.884,80 186 40 38.065.047,62 10,20 1 JAYA SENTOSA BARU 298.842.508,80 198 39 42.255.714,29 15,70 1 BHINNEKA 176.520.150,40 166 35 27.921.200,00 10,05 0 DEWI FORTUNA 214.595.814,40 184 12 38.770.333,33 11,90 1 MUTIARA 200.874.854,40 183 12 33.281.600,00 10,62 0 ARUM SAMUDRA 224.131.881,60 198 20 43.457.857,14 11,90 1 SUMBER MAKMUR 298.842.508,80 198 56 38.798.571,43 15,70 1 GUNA JAYA 178.921.318,40 163 30 35.570.222,22 9,65 0 ARDI SELA 163.210.819,20 183 45 36.803.333,33 8,12 0 SINAR JAYA 2 200.669.040,00 195 28 42.802.500,00 10,00 1 BERKAH LANCAR 200.669.040,00 195 42 42.581.190,48 10,10 1 SRIKANDI 239.156.332,80 166 25 34.572.266,67 13,85 1 MULYO REJEKI 176.588.755,20 198 25 43.318.000,00 8,84 0 BALI ASIL 204.099.280,00 175 20 33.527.083,33 11,00 1 MAJU JAYA 183.174.816,00 178 27 37.492.733,33 10,15 0 TAMBAH HASIL 185.027.145,60 186 38 38.349.066,67 9,86 0 ARUM ADI 188.251.571,20 196 15 41.175.555,56 9,94 0 SENTOSA 195.935.308,80 204 15 41.714.600,00 10,60 0 SINAR MULYA 188.800.409,60 172 30 29.215.428,57 11,02 0 MULYA SENTOSA 165.131.753,60 166 34 35.773.000,00 9,77 0 SINAR JAYA 1 204.167.884,80 186 31 40.083.000,00 10,92 1 SRI PANDAN 230.923.756,80 198 15 43.142.000,00 11,64 0 SUMBER REJEKI 213.703.952,00 178 32 36.202.233,33 11,68 1 SUMBER WARAS 192.093.440,00 175 30 29.356.250,00 10,25 0 TUNGGAL IKA 271.400.588,80 172 34 33.210.333,33 16,25 1 BUDI JAYA 204.167.884,80 186 38 38.203.809,52 10,92 0 MANUNGGAL ABADI 210.548.131,20 198 35 35.277.000,00 10,74 1 BERKAH JAYA 173.913.168,00 195 36 42.649.285,71 9,20 0 SRI REJEKI 163.005.004,80 198 40 39.765.000,00 8,44 0 SUMBER URIP 195.523.680,00 190 28 37.743.650,79 9,97 1 Sumber : Hasil Analisis Data dan Wawancara (2011) 111

Lampiran 12. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan Regression Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N Pendapatan 19.1244.15115 34 Jumlah Trip 5.2244.07147 34 Pengalaman 3.3761.40742 34 Biaya Trip Total 17.4415.12417 34 Produksi 2.3780.16149 34 Dummy.4412.50399 34 Model R R Square Model Summary b Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1.984 a.968.962.02958 1.620 a. Predictors: (Constant), Dummy, Jumlah Trip, Pengalaman, Produksi, Biaya Trip Total b. Dependent Variable: Pendapatan Uji-t (Menguji Pengaruh Masing-masing Peubah Bebas terhadap Pendapatan) Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Toleranc e VIF 1 (Constant) 14.792.840 17.612.000 Jumlah Trip.476.124.225 3.828.001.336 2.973 Pengalaman.009.013.025.722.476.974 1.027 Biaya Trip Total -.009.072 -.008 -.130.897.332 3.015 Produksi.826.039.883 21.351.000.679 1.472 Dummy.035.013.116 2.779.010.662 1.511 a. Dependent Variable: Pendapatan H 0 : Variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan H 1 : Variabel bebas berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan Jika Sig < dari α (5%) maka tolak H 0, artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan 112

Uji-F (Menguji Model Secara Keseluruhan) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression.729 5.146 166.755.000 a Residual.024 28.001 Total.754 33 a. Predictors: (Constant), Dummy, Jumlah Trip, Pengalaman, Produksi, Biaya Trip Total b. Dependent Variable: Pendapatan Uji Asumsi Klasik 1. Uji Homoskedastisitas (Uji Park) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression.000 5.000 1.717.163 a Residual.000 28.000 Total.000 33 a. Predictors: (Constant), Dummy, Jumlah Trip, Pengalaman, Produksi, Biaya Trip Total b. Dependent Variable: resid2 H 0 : Homoskedastisitas H 1 : Heteroskedastisitas Jika Sig > α (5%) maka terima H 0 113

2. Uji Kenormalan (Uji Kolmogorov-Smirnov) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 34 Normal Parameters a Mean.0000000 Std. Deviation.02724449 Most Extreme Differences Absolute.072 Positive.072 Negative -.064 Kolmogorov-Smirnov Z.420 Asymp. Sig. (2-tailed).994 a. Test distribution is Normal. H 0 : residual menyebar normal H 1 : residual tidak menyebar normal Jika nilai Sig > α (5%) maka terima H 0 114

3. Uji Multikolinieritas Tolerance Collinearity Statistics VIF.336 2.973.974 1.027.332 3.015.679 1.472.662 1.511 Jika nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas 115

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian Jalan Menuju Lokasi TPI Wonokerto Kapal yang Berlabuh di TPI Wonokerto Suasana Pelelangan di TPI Wonokerto Ikan yang Telah Ditimbang oleh Juru Timbang TPI Wonokerto Ikan yang telah Ditimbang dan Menunggu untuk Dilelang oleh Petugas Lelang TPI Wonokerto Nelayan Payang Gemplo yang sedang Memperbaiki Alat Tangkap Payang Gemplo 116