BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PERATURAN PERENCANAAN

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB V PERHITUNGAN STRUKTUR

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

TUGAS AKHIR PERENCANAAN VARIASI RANGKA BAJA PADA JEMBATAN TANJUNG SELAMAT MEDAN (STUDI KASUS) Disusun Oleh : STEPHANY G. SURBAKTI

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

TUBAGUS KAMALUDIN DOSEN PEMBIMBING : Prof. Tavio, ST., MT., Ph.D. Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, M.S.

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

Data data perencanaan: 1. Bentang jambatan : 2. Lebar jembatan : 3. Lebar trotoar : 4. Jarak gelegar memanjang : 5. Jenis lantai :

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

Gambar 5.51 Sandaran Pada Jembatan. - Beban mati = berat sendiri pipa baja,taksir adalah 10 kg/m - Beban hidup = qh = qv = 0,75 N/mm =75 kg/m

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB III METODOLOGI DESAIN

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 3. PERENCANAAN TRAP TRIBUN DIMENSI

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Underpass berbentuk kotak Sumber:

TUGAS AKHIR RC

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

BAB IV ANALISA STRUKTUR

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II STUDI PUSTAKA

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

BAB V PERHITUNGAN KONSTRUKSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

5.4 Perencanaan Plat untuk Bentang 6m

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

TUGASAKHffi PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR Y.KP.P. DENGAN SISTEM PRACETAK. Luas bagian penampang antara muka serat lentur tarik dan titik berat

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB II STUDI PUSTAKA

ANALISIS PENGHUBUNG GESER (SHEAR CONNECTOR) PADA BALOK BAJA DAN PELAT BETON

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

PERHITUNGAN KONSTRUKSI

ANALISIS BEBAN JEMBATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

MODUL 4 STRUKTUR BAJA II S E S I 1 & S E S I 2. Perencanaan Lantai Kenderaan. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Permasalahan Yang Akan Diteliti 7

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA DUA TUMPUAN BENTANG 120 METER Razi Faisal 1 ) Bambang Soewarto 2 ) M.

Transkripsi:

5 2.1 TINJAUAN UMUM Di Indonesia, dahulu perencanaan jembatan jalan raya menggunakan peraturan PPPJJR 1987, konsep perencanaanya masih mengandalkan desain elastis (ASD). Akan tetapi pada tahun 1992 mulai dijajaki dengan memakai peraturan yang baru yakni BMS 1992 yang merupakan hasil kerjasama antara DPU-RI dengan Australian International Development Assistance Bureau, yang mempunyai konsep desain kekuatan batas (LRFD). 2.2. DESAIN ASD (ALLOWABLE STRESS DESIGN) Desain ini sudah lama dipakai baik di Indonesia maupun di luar negeri, filosofi perencanaanya sudah dipakai kurang lebih 120 tahun. Perencanaan struktur bajanya masih menggunakan konsep desain elastis atau desain ASD (Allowable Stress Design) atau WSD (Woking Stress Design) yang menitik beratkan pada beban kerja (Service Load) dengan menganggap struktur tetap elastis. Konsep ini mempunyai batasan keamanan struktur berupa tegangan dasar σ y ijin sebesar (σ = ), dan tidak menggunakan faktor beban atau faktor reduksi SF kekuatan. Untuk analisanya penulis menggunakan beberapa literatur yang dipakai, antara lain : 1. PPPJJR 1987 2. PPBBI 1984 3. SNI 03-1729-2002, dan lain-lain. 2.2.1 Pembebanan Struktur pada Desain ASD dengan PPPJJR Pada desain ASD, penentuan beban yang bekerja pada jembatan disesuaikan dengan PPPJJR Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan

6 Jalan Raya SKBI 1.3.28.1987 Dirjen Bina Marga DPU. Di bawah ini akan di bahas mengenai beban-beban yang berhubungan dengan perencanaan bangunan atas jembatan yaitu : 2.2.1.1 Beban Primer Beban primer atau muatan primer adalah beban atau muatan yang merupakan muatan utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Yang termasuk muatan primer adalah : a. Beban Mati Yaitu merupakan beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Dalam menentukan besarnya muatan mati tersebut, harus dipergunakan nilai berat isi untuk bahan bangunan dibawah ini : 1. Baja tuang 7,85 t / m 3 2. Alumunium paduan 2,80 t / m 3 3. Beton bertulang 2,50 t / m 3 4. Beton biasa, beton cyclop 2,20 t / m 3 5. Pasangan batu 2,00 t / m 3 6. Kayu 1,00 t / m 3 7. Tanah, pasir, kerikil (dalam keadaan padat)2,00 t / m 3 8. Perkerasan jalan beraspal 2,00 2,50 t / m 3 9. Air 1,00 t / m 3 b. Beban Hidup Muatan hidup adalah semua muatan yang berasal dari berat kendaraankendaraan bergerak/ lalu lintas dan atau berat pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. 1. Macam-macam Beban Hidup Muatan hidup pada jembatan yang harus ditinjau dinyatakan dalam dua macam, yaitu muatan T yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan muatan D yang merupakan beban jalur untuk gelagar.

7 2. Lantai Kendaraan dan lajur Lalu Lintas Lajur lalu lintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter. Lebar lajur minimum ini harus untuk menentukan muatan D per lajur. Jumlah lajur lalu lintas untuk lantai kendaraan dengan lebar 5,50 meter atau lebih ditentukan menurut Tabel 2.1,untuk selanjutnya ini digunakan dalam menentukan muatan D pada perhitungan reaksi perletakan. Tabel 2.1 Jumlah lajur Lalu Lintas NO LEBAR LANTAI KENDARAAN JUMLAH LAJUR LALU LINTAS 1 5,50 sampai 8,25 m 2 Lebih dari 8,25 m sampai dengan 2 3 11,25 m Lebih dari 11,25 m sampai dengan 3 4 15,00 m Lebih dari 15,00 m sampai dengan 4 5 18,75 m Lebih dari 18,75 m sampai dengan 5 6 32,50 m Catatan : Daftar tersebut di atas hanya digunakan dalam menentukan jumlah lajur pada jembatan. 3. Beban T Untuk perhitungan kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan jembatan, harus digunakan beban T seperti dijelaskan berikut ini : Beban T adalah muatan yang merupakan kendaraan truk semitriller yang mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton, dengan ukuran-ukuran seperti gambar berikut: a1 = a2 = 30 cm b1 = 12,50 cm b2 = 50,00 cm Ms = Muatan rencana sumbu = 20 ton

8 275 kerb 400 500 50 175 50 0,25 Ms Ms Ms b1 b2 a1 a2 275 cm 0,5Ms 0,5Ms 0,125Ms 275 cm Gambar 2.1 Ketentuan beban T yang terjadi pada jembatan jalan raya 4. Beban D - Untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar harus digunakan beban D. Beban D atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar q ton per meter panjang per jalur, dan beban garis P ton per jalur lalu lintas tersebut. Besar q ditentukan sebagai berikut : q = 2,2 t/m untuk L < 30 m q = 2,2 t/m 1,1/60 *(L 30) t/m untuk 30 m < L < 60 m q = 1,1 *(1+30/L) t/m untuk L > 60 m L = panjang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan sesuai tabel III (PPPJJR hal 11) t/m = ton per meter panjang, per jalur

9 P Beban garis P = 12 ton 1 Jalur q Beban terbagi rata q t/m' Gambar 2.2 Distribusi beban D yang bekerja pada jembatan jalan raya - Ketentuan penggunaan beban D dalam arah melintang jembatan adalah sebagai berikut : Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 meter, muatan D sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari 5,50 meter, muatan D sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 meter sedang lebar selebihnya dibebani hanya separuh dari muatan D (50%). 1/2 p 1/2 q p q 1/2 p 5,5 1/2 q 5,5 Gambar 2.3 Ketentuan penggunaan beban D pada jembatan jalan raya

10 - Dalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu diperhitungkan ketentuan bahwa : Muatan hidup per meter lebar lajur lalu lintas jembatan menjadi sebagai berikut : q ton / meter Beban terbagi rata = 2,75 meter Beban garis = P 2,75 ton meter Angka pembagi 2,75 meter di atas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar lajur lalu lintas. 5. Beban pada Trotoir, Kerb dan Sandaran Konstruksi trotoir harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/m 2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar karena pengaruh beban hidup pada trotoir, diperhitungkan beban sebesar 60% beban hidup trotoir. Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lantai kendaraan harus diperhitungkan untuk dapat menahan beban horisontal ke arah melintang jembatan sebesar 500 kg/m yang bekerja pada puncak kerb yang bersangkutan atau pada tinggi 25 cm di atas permukaan lantai kendaraan apabila kerb yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm. Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoir harus diperhitungkan untuk dapat menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m, yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas lantai trotoir. c. Beban Kejut Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran-getaran dan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban garis P harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata q dan beban T tidak dikalikan dengan koefisien kejut.

11 Koefisien kejut ditentukan dengan rumus : k = 1 + 20 ( 50 + L) Dimana : k = Koefisien kejut L = Panjang bentang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan (keadaan statis) dan kedudukan muatan garis P Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah apabila bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan. Bila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu kesatuan maka koefisien kejut diperhitungkan terhadap bangunan bawah. 2.2.1.1 Beban Sekunder Beban sekunder atau muatan sekunder adalah muatan pada jembatan yang merupakan muatan sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Yang termasuk muatan sekunder adalah beban angin. Pengaruh beban angin yang ditetapkan sebesar 150 kg/m 2 dalam arah horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Dalam menghitung luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut: 1. Ketentuan tanpa beban hidup - Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 15% luas bidang sisi lainnya. 2. Keadaan dengan beban hidup - Untuk jembatan diambil sebesar 50% terhadap luas bidang diatas. - Untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung terkena angin.

12 2.2.2 Penyaluran Beban/ Distribusi Gaya 2.2.2.1 Beban Mati 1. Beban Mati Primer Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan gelagar-gelagar (baik gelagar tengah maupun gelagar pinggir) adalah berat sendiri pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-masing gelagar tersebut. 2. Beban Mati Sekunder Beban mati sekunder yaitu kerb, trotoir, tiang sandaran dan lain-lain, yang dipasang setelah pelat di cor, dan dapat dianggap terbagi rata di semua gelagar. 2.2.2.2 Beban Hidup 1. Beban T Dalam menghitung kekuatan lantai akibat beban T dianggap bahwa beban tersebut menyebar ke bawah dengan arah 45 derajat sampai ke tengah-tengah tebal lantai. 2. Beban D Dalam menghitung momen dan gaya lintang dianggap bahwa gelagargelagar mempunyai jarak dan kekuatan yang sama atau hampir sama sehingga penyebaran beban D melalui lantai kendaraan ke gelagargelagar harus dihitung dengan cara sebagai berikut : 3. Perhitungan momen dan perhitungan gaya lintang a. Gelagar memanjang tengah Beban hidup yang diterima oleh tiap gelagar memanjang tengah adalah sebagai berikut : Beban merata : q = q/2,75 x α x s Beban garis : P = P/2,75 x α x s Dimana : s = jarak gelagar yang berdekatan (yang ditinjau) dalam meter, diukur dari sumbu ke sumbu. α = faktor distribusi.

13 α = 0,75 bila kekuatan gelagar melintang diperhitungkan. α = 1,00 bila kekuatan gelagar melintang tidak diperhitungkan. b. Gelagar memanjang pinggir Beban hidup yang diterima oleh gelagar memanjang pinggir adalah beban hidup tanpa memperhitungkan faktor distribusi (α = 1,00). Bagaimana pun juga gelagar memanjang pinggir harus direncanakan minimum sama kuat dengan gelagar memanjang tengah. Dengan demikian beban hidup yang diterima oleh tiap gelagar memanjang pinggir tersebut adalah sebagai berikut : Beban merata : q = q/2,75 x s Beban garis : P = P/2,75 x s Dimana : s = lebar pengaruh beban hidup pada gelagar memanjang pinggir. c. Gelagar melintang tengah. Beban hidup yang diterima oleh gelagar melintang tengah adalah sebagai berikut : Beban merata : q = q x s Beban garis : P = P Dimana : s = lebar pengaruh beban hidup pada gelagar melintang tengah. d. Gelagar melintang pinggir Beban hidup yang diterima oleh gelagar melintang pinggir adalah sebagai berikut : Beban merata : q = q x s Beban garis : P = P Dimana : s = lebar pengaruh beban hidup pada gelagar melintang pinggir.

14 2.2.3 Kombinasi Beban Karena tidak menggunakan faktor beban, kombinasi beban desain ASD disesuaikan dengan konsep AISC-ASD 1989, yakni dengan persamaan-persamaan seperti di bawah ini : 1. DL Dimana : DL = beban mati 2. DL + LL LL = beban hidup 3. DL + LL + WL WL = beban angin 4. DL + LL + EL EL = beban gempa 5. DL + EL 6. DL + WL 2.2.4 Kelangsingan Penampang Kelangsingan (λ) penampang adalah ukuran dari kecenderungan untuk menekuk pada lentur atau beban aksial atau kombinasi keduanya. Suatu unsur dengan kelangsingan besar akan lebih mudah menekuk dibanding unsur dengan kelangsingan kecil. 2.2.4.1 Kelangsingan Penampang Elemen Lentur b Nilai kelangsingan elemen lentur adalah λ = t dimana: b = lebar bersih dari elemen pelat tekan kearah luar dari permukaan elemen pelat pendukung t = tebal elemen 2.2.4.2 Kelangsingan Penampang Elemen Tekan Lk Nilai kelangsingan elemen tekan adalah λ = 200 r dimana: Lk = panjang tekuk elemen tekan = K*L r = jari-jari girasi profil = i min K = koefisien tekuk, besarnya seperti di bawah ini: Tumpuan ujung sendi-sendi K = 1 sendi-jepit K = 0,7 jepit-jepit K = 0,5 jepit-bebas K = 2,0

15 2.2.4.3 Kelangsingan Penampang Elemen Tarik L Nilai kelangsingan elemen tarik adalah λ = 300...batang sekunder r dimana: L = panjang elemen tarik r = jari-jari girasi profil L λ = 240...batang primer r 2.2.5 Kekompakan Penampang Penampang kompak adalah penampang yang mampu mengembangkan kekuatan lentur plastis penuh dan memikul pengaruh persendian plastis tanpa menekuk. Penampang ini mempunyai persyaratan yaitu λ λp, sedangkan penampang tak kompak yaitu λp λ λr 2.2.5.1 Daya Dukung Komponen Struktur Tekan Jika penampang profil dinyatakan kompak, maka daya dukung komponen struktur tekan dapat dihitung sebagai berikut (PPBBI 1984): N = A g ω σ λ g = E π * λs = 0,7 * f y λ λ g Untuk λs 0,183 maka ω = 1 Untuk 0,183 λ s 1,0 1,41 maka ω = 1,593 λ s Untuk λ s 1,0 2 maka ω = 2,381* λ s Dimana : N = gaya tekan batang A g λ g λ s f y = luas penampang bruto = kelangsingan batas = rasio kelangsingan = tegangan leleh baja σ E ω = tegangan dasar ijin baja = modulus elastis baja (E = 2*10 5 Mpa) = faktor tekuk

16 2.2.5.2 Daya Dukung Komponen Struktur Tarik Tegangan rata-rata pada suatu penampang yang melaluai lobang dari suatu batang tarik tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar. Besarnya N tegangan rata-rata tersebut adalah (PPBBI 1984) σ r = 0,75*σ. A Dimana: A n = luas penampang bersih/ efektif N = gaya tarik batang σ r = tegangan rata-rata Dalam suatu potongan jumlah lobang tidak boleh lebih besar daripada 15% luas penampang utuh. Tabel 2.2 Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan Jenis elemen Pelat sayap balok I dan kanal dalam lentur Pelat sayap dari komponen struktur tekan Bagian-bagian pelat badan dalam tekan akibat lentur Sumber SNI 2002 Perbandingan lebar terhadap tebal (λ) Perbandingan maksimum untuk penampang kompak (λp) n Perbandingan maksimum untuk penampang tak kompak (λr) b/t 170/ fy 370/ fy fr b/t - 250/ fy h/t w 1680/ fy 2550/ fy 2.3. Pembebanan Struktur Dengan Bridge Management System Merupakan konsep baru dalam desain struktur, konsep desain ini pertama kali diperkenalkan di Amerika pada tahun 1986 dengan terbitnya AISC- LRFD. Di Indonesia khususnya untuk desain jembatan, konsep tersebut mulai dipakai tahun 1992 dengan ditandainya kerjasama antara Dinas Pekerjaan Umum dengan Australian International Development Assistance Bureau dengan

17 keluarnya Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan atau lebih dikenal dengan nama Bridge Management System (BMS 1992). Menurut para ahli, konsep ini lebih rasional karena antara lain menggunakan angka keamanan (faktor beban) yang berbeda untuk setiap macam beban, dan kekuatan penampang (faktor resistensi/ reduksi) yang berbeda untuk setiap kondisi pembebanan. Konsep ini merupakan teori kekuatan batas (Limit State Design) yakni perencanaan pada pembebanan sesaat sebelum terjadi keruntuhan dengan batasan mencapai tegangan leleh (σy), sedangkan untuk analisa strukturnya dapat dipakai analisa elastis (jika penampang profil baja tidak kompak) dan analisa plastis (jika penampang profil baja kompak). Perhitungan didasarkan pada desain faktor resistensi beban dengan asumsi bahwa dalam keadaan apapun struktur harus memiliki kekuatan yang cukup, baik sisi kekuatan maupun ketahanannya sehingga mampu berfungsi dengan baik selama umur rencana. Desain harus menyediakan cadangan diatas yang diperlukan untuk menanggung beban layan, yaitu kemungkinan terjadinya kelebihan beban. Kelebihan beban bisa saja terjadi akibat perubahan fungsi struktur, akibat terlalu rendahnya taksiran atas efek-efek beban karena penyederhanaan berlebihan dalam analisis strukturnya dan akibat variasi-variasi dalam prosedur konstruksinya. Disamping itu harus ada persediaan yang cukup terhadap kemungkinan kekuatan material yang lebih rendah. Penyimpangan dalam dimensi batang walaupun masih dalam batas toleransi yang bisa diterima, dapat mengakibatkan suatu batang memiliki kekuatan yang lebih rendah dari yang telah diperhitungkan sebelumnya. Sedangkan beberapa literatur yang dipakai antara lain: 1. PPTJ 1992 atau BMS 1992 2. SNI 03-1729-2002, dan lain-lain. 2.3.1 Pembebanan Struktur Penentuan beban yang bekerja pada struktur jembatan ini disesuaikan dengan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (PPTJ) 1992 atau yang lebih

18 dikenal sebagai Bridge Management System (BMS) 1992, ada dua kategori aksi berdasarkan lamanya beban bekerja : a. Aksi tetap atau beban tetap Merupakan aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin menempel pada jembatan. b. Aksi transien atau beban sementara Merupakan aksi yang bekerja dengan jangka waktu yang pendek, walaupun mungkin sering terjadi. Menurut BMS 1992, beban dibedakan menjadi : 1. Beban Permanen : a) Beban sendiri b) Beban mati tambahan 2. Susut dan rangkak 3. Tekanan tanah 4. Beban lalu lintas 5. Beban lingkungan, dan lain-lain. 2.3.1.1 Beban Permanen 1. Beban Sendiri Beban sendiri dari bagian bangunan yang dimaksud adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural yang dipikulnya, atau berat sendiri adalah berat dari bagian jembatan yang merupakan elemen struktural ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berat isi dari berbagai bahan adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Berat Isi untuk Berat Sendiri Bahan Berat/Satuan Isi kn/m 3 Aspal Beton 22,0 Beton Bertulang 25,0 Baja 77,0 Air Bersih 9,8

19 2. Beban Mati Tambahan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural dan mungkin besarnya berubah selama umur rencana. Beban mati tambahan diantaranya: - Perawatan permukaan khusus. - Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton (hanya digunakan dalam kasus menyimpang dan dianggap nominal 22 kn/m 3 ). - Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton. - Tanda-tanda. - Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap kosong atau penuh). 2.3.1.2 Beban Lalu Lintas 1. Beban Kendaraan Rencana a. Aksi kendaraan Beban kendaraan tediri dari tiga komponen : - Komponen vertikal - Komponen rem - Komponen sentrifugal (untuk jembatan melengkung) b. Jenis kendaraan Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan lajur D dan pembebanan truk T. Pembebanan lajur D ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalur lalu lintas pada jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan lajur D yang ditempatkan tergantung pada lebar jalur pada jembatan. Pembebanan truk T adalah kendaraan berat tunggal (semitriller) dengan tiga gandar yang ditempatkan dalam kedudukan jembatan pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat.

20 Hanya satu truk T yang boleh ditempatkan per spasi lajur lalu lintas rencana. Umumnya, pembebanan D akan menentukan untuk bentang sedang sampai panjang dan pembebanan T akan menentukan untuk bentang pendek dan sistem lantai. 2. Beban Lajur D Beban lajur D terdiri dari : a. Beban terbagi rata (UDL) dengan intensitas q kpa, dengan q tergantung pada panjang yang dibebani total (L) sebagai berikut : L 30 m q = 8,0 kpa 15 L 30 m q = 8,0* 0,5 + kpa L Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini, L adalah jumlah dari panjang masing-masing beban terputus tersebut. Beban UDL ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas. b. Beban garis (KEL) sebesar p kn/m, ditempatkan pada kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas. Besar P = 44,0 kn/m. Pada bentang menerus, KEL ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum. b 100% Intensitas beban b kurang dari 5,5 m b 5,5 50 100

21 Intensitas beban b lebih dari 5,5 m 5,5 Penempatan alternatif Gambar 2.4 Skema Penyebaran Muatan D 3. Beban Truk T Hanya satu truk yang harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh dari jembatan. Truk T harus ditempatkan di tengah lajur lalu lintas. Lajur-lajur ini ditempatkan dimana saja antara kerb. Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut : 2,75 m kerb 5 m 4-9 m 0,5 m 1,75 m 0,5 m 50 kn 200 kn 200 kn 125 mm 500 mm 200 mm 200 mm 200 mm 25 kn 100 kn 100 kn 500 mm 275 cm Gambar 2.5 Penyebaran Beban Truk T Selain untuk perhitungan sistim pelat lantai, beban T juga berpengaruh pada gelagar memanjang dengan faktor distribusi sebagai berikut:

22 Tabel 2.4 Faktor Distribusi untuk Pembebanan Truk T Jenis Bangunan Atas Jembatan Jalur Tunggal Jembatan Jalur Majemuk Pelat lantai beton: - balok baja I atau balok beton pratekan - balok beton bertulang - balok kayu S/4,2 S/4,0 S/4,8 S/3,4 S/3,6 S/4,2 Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2 Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih S/3,3 S/2,7 Kisi-kisi baja: - kurang dari tebal 100 mm - tebal 100 mm atau lebih S/2,6 S/3,6 S/2,4 S/3,0 Catatan: 1. Dalam hal ini beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana 2. S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m) 3. Balok geser dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor > 0,5 Sedangkan penyebaran bidang kontak roda terhadap gelagar memanjang mempunyai sudut 22,5 o, lihat gambar berikut: Gelagar memanjang Bidang kontak roda α 22,5 o Gelagar memanjang Gambar 2.6 Penyaluran Beban Bidang Kontak T 4. Faktor Beban Dinamik Faktor beban dinamik (DLA) berlaku pada KEL lajur D dan truk T untuk simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada struktur jembatan. Faktor beban dinamik adalah untuk S.L.S dan U.L.S dan untuk semua bagian struktur

23 sampai pondasi. Untuk truk T nilai DLA adalah 0,3, untuk KEL nilai DLA diberikan dalam tabel berikut : Tabel 2.5 Nilai Faktor Beban Dinamik Bentang Ekivalen L E (m) DLA (untuk kedua keadaan batas) LE 50 0,4 50 < LE < 90 0,525 0,0025 LE LE 90 0,3 Catatan : 1. Untuk bentang sederhana L E = Panjang bentang aktual 2. Untuk bentang menerus L E = L rata rata Lmaksimum 5. Beban Pejalan Kaki Intensitas beban pejalan kaki untuk jembatan jalan raya tergantung pada luas beban yang dipikul oleh unsur yang direncanakan. Bagaimanapun, lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk 5 kpa. Intensitas beban untuk elemen lain, diberikan dalam tabel berikut : Tabel 2.6 Intensitas Beban Pejalan Kaki untuk Trotoir Jembatan Jalan Raya Luas Terpikul Oleh Unsur (m 2 Intensitas Beban Pejalan Kaki ) Nominal (kpa) A < 10 5 10 < A < 100 5,33 A/30 A > 100 2 Bila kendaraan tidak dicegah naik ke kerb oleh penghalang rencana, trotoir juga harus direncanakan agar menahan beban terpusat 20 kn 2.3.1.3 Beban Lingkungan Yang termasuk beban lingkungan untuk keperluan perencanaan bangunan atas jembatan adalah beban angin. Gaya angin pada bangunan atas tergantung pada luas ekivalen diambil sebagai luas padat jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini diambil 30% luas yang dibatasi oleh unsur rangka terluar. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh banguna atas. Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut: T EW = 0,0006*C W *(V W ) 2 *A b kn, dimana: V W = kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas yang ditinjau (lihat tabel 2.6)

24 C W = koefisien seret (lihat tabel 2.5) A b = luas koefisien bagian samping jembatan (m 2 ) Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arahhorisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti rumus berikut: T EW = 0,0012*C W *(V W ) 2 kn/m, dimana C W = 1,2 Tabel 2.7 Koefisien Seret (C W ) Tipe Jembatan Bangunan atas masif 2,1 1,5 1,25 Bangunan atas rangka 1,2 C W Tabel 2.8 Kecepatan Angin Rencana (V W ) Lokasi Keadaan batas Sampai 5 km dari pantai > 5km dari pantai Daya layan 30 m/s 25 m/s Ultimit 35 m/s 30 m/s 2.3.2 Kombinasi Beban Karena menggunakan faktor beban, kombinasi beban desain LRFD disesuaikan dengan konsep AISC-LRFD 1993, yakni dengan persamaanpersamaan seperti di bawah ini : 1. 1,4 DL Dimana : DL = beban mati 2. 1,2 DL + 1,6 LL LL = beban hidup 3. 1,2 DL + 0,5 LL + 1,3 WL WL = beban angin 4. 1,2 DL + 0,5 LL + 1,0 EL EL = beban gempa 5. 0,9 DL + 1,0 EL 6. 0,9 DL + 1,3 WL 7. 1,2 DL + 1,0 EL 8. 1,2 DL + 1,3 WL

25 2.3.3 Faktor Beban Menurut BMS 1992 faktor beban dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.9 Faktor Beban Keadaan Batas Ultimate Faktor Beban Keadaan Batas Ultimit Jenis Beban Keterangan Faktor Beban Berat sendiri Baja 1,1 Beton cor ditempat 1,3 Beban mati tambahan Kasus umum 2,0 Kasus khusus 1,4 Beban lajur D - 2,0 Beban truk T - 2,0 Beban pejalan kaki - 2,0 Beban angin - 1,2 2.3.4 Faktor Reduksi Menurut BMS 1992, faktor reduksi untuk baja dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.10 Faktor Reduksi Kekuatan U.L.S. untuk Baja Situasi Rencana Faktor Reduksi Unsur yang memikul lentur 0,90 Unsur yang memikul tekan aksial 0,90 Unsur yang memikul tarik aksial 0,90 Penghubung geser 1,00 Hubungan baut 0,70 Sedangkan faktor reduksi untuk beton menurut SKSNI T15-1991-03 adalah: Tabel 2.11 Faktor Reduksi untuk Beton Situasi Rencana Faktor Reduksi Beban lentur 0,80 Gaya tekan aksial 0,80 Gaya tarik aksial 0,65 Gaya lintang dan torsi 0,60

26 2.3.5 Kelangsingan Penampang Kelangsingan (λ) penampang adalah ukuran dari kecenderungan untuk menekuk pada lentur atau beban aksial atau kombinasi keduanya. Suatu unsur dengan kelangsingan besar akan lebih mudah menekuk dibanding unsur dengan b kelangsingan kecil. λ = * t fy 250 dimana: b = lebar bersih dari elemen pelat tekan kearah luar dari permukaan elemen pelat pendukung t = tebal elemen fy = tegangan leleh elemen 2.3.5.1 Kekuatan Unsur Tehadap Lentur Kekuatan unsur terhadap momen lentur ultimit rencana (M u ) tergantung pada tekuk setempat dari elemen pelat yang membentuk penampang unsur. Dapat ditentukan dengan rumus M u Ø*M n. Jika unsur berpenampang kompak, yakni penampang yang mampu mengembangkan kekuatan lentur plastis penuh dan memikul pengaruh persendian plastis tanpa menekuk, atau dengan persyaratan λ λ p, maka besarnya momen nominal adalah sama dengan momen plastis (M n = M p ). Besarnya momen plastis sendiri (buku metode plastis, analisa dan desain Wahyudi, Sjahril A. Rahim) adalah : M p = Z*fy, Z = f*s Dimana : Z = modulus plastis penampang f = faktor bentuk penampang ( penampang I - f=1,12) S = modulus elastis penampang Ø = faktor reduksi kekuatan bahan M u M n = momen ultimit unsur = momen nominal penampang

27 Tabel 2.12 Nilai Batas Kelangsingan Elemen Pelat Deskripsi Ujung-ujung didukung Tegangan sisa Batas plastis λp Tekanan merata Satu HR 9 16 Tekana maksimum pada ujung tidak didukung, tekanan nol atau tarikan pada ujung didukung Batas leleh λy Satu HR 9 25 Tekanan merata Dua HR 30 45 Tekanan pada satu ujung, tarikan pada ujung lain Dua Any/ tiap 82 115 Penampang bulat - HR,CF 50 120 berongga Catatan HR= Hot Rolled sumber BMS 1992 2.3.5.2 Kekuatan Unsur badan Kekuatan unsur terhadap gaya geser ultimit rencana (V u ) ditentukan oleh ketahanan badan seperti kekuatan geser badan. Dapat dinyatakan dengan rumus: V u Ø*V n λ w 82, maka V n = 0,6*fy*A w (BMS 1992) Dimana : V u = kekuatan geser ultimit unsur V n = kekuatan geser nominal penampang Ø = faktor reduksi kekuatan bahan = luas elemen badan A w 2.3.5.3 Kekuatan Unsur terhadap Tekan Unsur yang memikul gaya tekan cukup besar dapat runtuh dalam salah satu dari dua cara yakni tekuk setempat dari elemen pelat yang membentuk penampang melintang dan tekuk lentur dari seluruh unsur. Jika penampang suatu unsur dinyatakan kompak, maka rumus yang dipakai adalah: N u Ø*N n N n = K f *A n *fy (BMS 1992) Dimana : N u = gaya tekan aksial terfaktor N n Ø A n = gaya tekan aksial nominal penampang = faktor reduksi kekuatan bahan = luas penampang bersih

28 K f = faktor bentuk = A e, untuk penampang kompak Kf =1 A g 2.3.5.4 Kekuatan Unsur terhadap Tarik Kekuatan unsur terhadap gaya tarik ultimit rencana (N u ) ditentukan oleh persyaratan sebagai berikut: N u Ø*N t nilai N t diambil terkecil dari N t = A g *fy (BMS1992) N t = 0,85*k t *A n *fu Dimana : N u = gaya tarik aksial terfaktor N t Ø A g A n fu fy k t = gaya tarik aksial nominal penampang = faktor reduksi kekuatan bahan = luas penampang penuh = luas penampang bersih = tegangan tarik/ putus bahan = tegangan leleh bahan = faktor koreksi untuk pembagian gaya = untuk hubungan yang simetris k t = 1 = untuk hubungan yang asimetris k t = 0,85 atau 0,9 = hubungan penampang I atau kanal pada kedua sayap k t = 0,85 2.4 PERENCANAAN STRUKTUR ATAS Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak pada bagian atas dari jembatan, seperti sandaran, trotoar, lantai kendaraan, gelagargelagar dan rangka. 2.4.1 Perencanaan Sandaran Sandaran merupakan pembatas antara daerah trotoar dan kendaraan dengan tepi jembatan, yang berfungsi sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas maupun pejalan kaki yang melewati jembatan tersebut. Konstruksi sandaran terdiri dari : 1. Tiang sandaran (Raill Post), biasanya dibuat dari konstruksi beton bertulang untuk jembatan dengan balok girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan struktur rangka utama.

29 2. Sandaran (Hand Raill), biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang. 2.4.1.1 Desain PPPJJR Menurut PPPJJR 1987 Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg/m yang bekerja dalam arah horizontal setinggi 0,9 meter. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menghitung panjang sandaran yang menumpu pada rangka jembatan: a. Menentukan tinggi total rangka jembatan (Ht) b. Menghitung tinggi sandaran dari as rangka jembatan terbawah (hs) c. Menentukan panjang per segmen rangka jembatan (b) d. Menghitung panjang sandaran dengan perbandingan segitiga (ls) H hs ls b ls l b Gambar 2.7 Panjang Sandaran Pada Jembatan 2. Menentukan mutu dan profil sandaran (pipa baja) 3. Menghitung pembebanan (q=100 kg/m + berat profil) 4. Analisa struktur (momen dan gaya lintang) M = 1/8*q*l 2 D = (q*l)/2 5. Cek kekuatan (tegangan) M σ = W σ dimana : σ = tegangan yang terjadi σ = tegangan ijin dasar M = momen luar W = momen tahanan penampang

30 D τ = τ dimana : τ = tegagan geser yang terjadi Aw 6. Cek kekakuan (lendutan) L = > 500 τ = tegangan geser ijin = 0,58*σ D = gaya lintang A w = luas pada badan penampang dimana: = lendutan yang terjadi = lendutan ijin 4 5* q * l = 384* E * I l = bentang q = beban merata E = modulus elastisitas bahan I = momen Inersia 2.4.1.2 BMS 1992 Menurut BMS 1992 sandaran untuk pejalan kaki harus direncanakan untuk dua pembebanan rencana daya layan yaitu q=0,75 kn/m, yang bekerja secara bersamaan dalam arah menyilang dan vertikal pada sandaran. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menghitung panjang sandaran yang menumpu pada rangka jembatan: idem 2. Menentukan mutu dan profil sandaran (pipa baja) 3. Menghitung dua pembebanan arah V dan H (q=0,75 kn/m *faktor beban) 4. Menghitung resultante dari dua beban V dan H (R= [quv/cosα]+[quh/cosα]+berat profil) 5. Analisa struktur (momen dan gaya lintang) Mu = 1/8*qu*l 2 Vu =(qu*l)/2 6. Cek kapasitas Kapasitas momen lentur nominal Mu Ø* Mn dimana: Mu = momen terfaktor

31 Mn = momen nominal penampang Ø = faktor reduksi elemen lentur Kapasitas geser Vu Ø*Vn dimana: Vn = kuat geser nominal Vu = gaya geser perlu Ø = faktor reduksi kuat geser 7. Cek kekakuan (lendutan) Sama dengan desain ASD yaitu tanpa faktor beban. 2.4.2 Perencanaan Trotoar Trotoar berfungsi untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki baik dari segi keamanan maupun kenyamanan. Konstruksi trotoar direncanakan sebagai pelat beton yang terletak di atas plat lantai tepi jembatan yang dalam perhitungan diasumsikan sebagai konstruksi kantilever yang tertumpu pada gelagar memanjang. Dilihat dari ukurannya konstruksi trotoar dianggap sebagai plat satu arah. 2.4.2.1 Desain PPPJJR Menurut PPPJJR 1987 konstruksi trotoar menerima beban hidup merata sebesar qh=500 kg/m 2. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan mutu beton (fc) dan mutu tulangan (fy) yang dipakai. 2. Menentukan dimensi plat trotoar yang direncanakan (h, L, b) 3. Menghitung pembebanan (qh=500 kg/m 2 ) tanpa berat sendiri plat trotoar, karena seluruhnya menumpu pada plat lantai jembatan. 4. Analisa struktur (momen) M = 0,5*q*l 2 5. Menghitung tulangan (desain plat satu arah) Penulangan pelat trotoir berdasarkan buku beton bertulang Ir.Gideon Kusuma dkk dengan urutan sebagai berikut : a. Tulangan utama (arah x) d = h p M/b*d 2 ρ ρ min, ρ maks As = ρ * b * d Ast

32 dimana : d = tinggi efektif trotoir M = momen h = tebal trotoir ρ = rasio tulangan p = tebal selimut beton As = Luas tulangan analisa b = lebar trotoir per meter Ast = Luas tulangan terpakai b. Tulangan pembagi/ susut (arah y) Menurut SKSNI T15-1991-03 dalam arah tegak lurus terhadap tulangan utama harus disediakan tulangan pembagi sebesar: Untuk fy=240 Mpa : A s =25%*b*h Untuk fy=400 mpa : A s =18%*b*h 2.4.2.2 Desain LRFD Menurut BMS 1992 trotoar harus direncanakan untuk menahan beban rencana ultimit sebesar qu=15 kn/m yang bekerja sepanjang bagian atas trotoar. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan mutu beton (fc) dan mutu tulangan (fy) yang dipakai 2. Menentukan dimensi plat trotoar yang direncanakan (h, L, b) 3. Menghitung pembebanan (qu=15 kn/m) tanpa berat sendiri plat trotoar, karena seluruhnya menumpu pada plat lantai jembatan. 4. Analisa struktur (momen) Mu = 0,5*qu*l 2 5. Menghitung tulangan (desain plat satu arah) idem 2.4.3 Perencanaan Pelat Lantai Pelat lantai berfungsi sebagai konstruksi penahan beban lalu lintas. Konstruksi pelat lantai dicor dan menumpu seluruhnya pada metal dek, sehingga pelat lantai hanya menahan beban tekan saja dari beban lalu lintas dan tidak mengalami lentur karena sudah ditahan oleh metal dek tadi. Artinya perencanaan tulangan pelat lantai hanya pada daerah tekan saja.

33 Sebenarnya konstruksi pelat lantai bagian tengah diasumsikan tertumpu menerus pada gelagar-gelagar di empat sisi-sisinya, sedangkan pada bagian tepi dianggap sebagai konstruksi kantilever yang menumpu pada gelagar memanjang. 2.4.3.1 Perencanaan Metal Dek Metal dek di sini hanya berfungsi sebagai cetakan plat lantai permanen sekaligus sebagai penahan lentur plat lantai. Dan tidak direncanakan sebagai konstruksi komposit, karena tidak dipasangnya elemen penyatu antara beton dengan baja sebagai penahan gelincir/ geser antar bahan di atas (shear connector). Metal dek yang dipakai dalam jembatan ini mempunyai ukuran dan spesifikasi sebagai berikut: 1. Mutu baja σ y = 360 Mpa 2. Tinggi total hr = 10 cm 3. Tebal tp = 4,5 mm 4. Tinggi puncak Yt = 5,359 cm 5. Tinggi bawah Yb = 4,641 cm 6. Momen inersia I = 344,195 cm 4 Yt Yb 8cm 16cm 8cm 9cm 8cm 16cm 8cm GN 9cm hr:10cm Gambar 2.8 Penampang Metal dek Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menghitung pembebanan a. Beban mati, berupa berat sendiri metal dek, berat sendiri pelat lantai, dan beban perkerasan b. Beban hidup, berupa beban truk T dan beban air hujan c. Beban angin pada kendaraan (dikonversikan ke beban truk T ) 2. Analisa struktur (momen) 3. Memilih momen yang menentukan (terbesar) antara kombinasi (DD+LL) atau (DD+LL+WL)

34 4. Cek kekuatan (tegangan) a. Pada serat atas σts = (M*Yt)/ I < σ ijin b. Pada serat bawah σbs = (M*Yb)/ I < σ ijin 5. Cek kekakuan (lendutan) idem 2.4.3.2 Desain PPPJJR Menurut PPPJJR 1987 beban pada pelat lantai jembatan berupa beban truk T yang merupakan beban roda ganda sebesar 10 ton, dari kendaraan truk semitriller. Beban ini mempunyai bidang kontak pada pelat (30*50 cm2) dan disebarkan 45 o kearah bawah sampai ketengah-tengah tebal pelat. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan mutu beton (fc) dan mutu tulangan (fy) yang dipakai 2. Menentukan tebal plat yang direncanakan (tebal total + tebal ekivalen) 3. Menghitung pembebanan a. Beban mati, berupa beban perkerasan dan beban trotoar b. Beban hidup, berupa beban truk T dan beban air hujan c. Beban angin pada kendaraan (dikonversikan ke beban truk T ) 4. Analisa struktur (momen), perencanaan pelat dua arah seperti pada buku beton bertulang Ir.Gideon Kusuma dkk (metode amplop dan koefisien momen) 5. Memilih momen yang menentukan (terbesar) antara kombinasi (DD+LL) atau (DD+LL+WL) 6. Menghitung tulangan dua arah pada daerah serat atas/tekan saja (idem) 2.4.3.3 Desain BMS Menurut BMS 1992 beban pada pelat lantai jembatan berupa beban truk T yang merupakan beban roda ganda sebesar 100 kn, dari kendaraan truk semitriller. Beban ini mempunyai bidang kontak pada pelat (20*50 cm2) dan disebarkan 45 o kearah bawah sampai ketengah-tengah tebal pelat. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah:

35 1. Menentukan mutu beton (fc) dan mutu tulangan (fy) yang dipakai 2. Menentukan tebal plat yang direncanakan (tebal total + tebal ekivalen) 3. Menghitung pembebanan a. Beban mati, berupa beban perkerasan dan beban trotoar (*faktor beban) b. Beban hidup, berupa beban truk T (*faktor beban dan beban dinamik) dan beban air hujan (*faktor beban) c. Beban angin pada kendaraan (dikonversikan ke beban truk T ) *faktor beban 4. Analisa struktur (momen), perencanaan pelat dua arah seperti pada buku beton bertulang Ir.Gideon Kusuma dkk (metode amplop dan koefisien momen) 5. Memilih momen yang menentukan (terbesar) antara kombinasi (1,2DD+1,6LL) atau (1,2DD+0,5LL+1,3WL) 6. Menghitung tulangan dua arah pada daerah serat atas/tekan saja (idem) 2.4.4 Perencanaan Gelagar Memanjang Gelagar memanjang berfungsi menahan beban pelat lantai, beban perkerasan, beban lalu lintas D dan beban air hujan, kemudian menyalurkannya ke gelagar utama/melintang. Gelagar ini tidak direncanakan sebagai struktur komposit karena bentangnya pendek (l=5m) namun tetap saja diberikan elemen pengikat (baut) antara profil gelagar dengan metal dek yang berfungsi juga sebagai pengikat lateral gelagar memanjang. 2.4.4.1 Desain PPPJJR Menurut PPPJJR 1987 untuk perhitungan gelagar-gelagar pada beban hidup lalu lintas yang digunakan adalah beban D saja. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan (metode amplop/ penyaluran beban pada gelagar terdekat)

36 Ly 45 o 1/2Lx Lx Gambar 2.9 Penyaluran Beban ke Tumpuan a. Beban mati, berupa beban sendiri profil, beban perkerasan, beban pelat lantai dan beban metal dek b. Beban hidup, berupa beban D dan beban air hujan (analisa dan penyebarannya terhadap gelagar memanjang seperti pada penjelasan awal pada PPPJJR 1987) c. Perataan beban (mencari h ) pada beban trapesium RA P1 P2 P2 P1 2/3h L Gambar 2.10 Perataan Beban Gelagar Memanjang h h P1 = 1/2*h*h = 1/2h 2 P2 = (1/2L-h)*h = (1/2Lh-h 2 ) RA = P1+ P2 = 1/2h 2 + (1/2Lh-h 2 ) = (1/2Lh-1/2h 2 ) M = RA*1/2L P1*(1/2L-2/3h) P2*(1/2L-h)*1/2 = (1/2Lh-h 2 )*1/2L - 1/2h 2 *(1/2L-2/3h - (1/2Lh-h 2 )* (1/4L-1/2h) = 1/4L 2 h 1/4Lh 2 1/4Lh 2 + 1/3h 3 1/8L 2 h 1/4Lh 2 + 1/4Lh 2 1/2h 3 = 1/8L 2 h 1/6h 3 M = 1/8h L 2 1/8h L 2 = 1/8L 2 h 1/6h 3 h ' 2 1/8L h 1/ 6h 2 1/8L 3 4h = h 3L 4h = h 1 3L = 2 2 3 3

37 h ' 4h h 1 3L 3 = 2 3. Analisa struktur (momen dan gaya lintang) yang paling menentukan/ terbesar Mmax = (1/8*q*l 2 )+(1/4*p*l) D = (q*l)/2 + (p) 4. Cek kekompakan penampang (seperti penjelasan awal pada SNI 2002) 5. Cek kekuatan (tegangan) a. Pada serat atas σts = (Mmax*Yt)/ Is < 0,66*σy b. Pada serat bawah σbs = (Mmax*Yb)/ Is < 0,66*σy 6. Cek kekakuan (lendutan) idem 2.4.4.2 Desain BMS Menurut BMS 1992 untuk perhitungan gelagar memanjang pada beban hidup lalu lintas yang digunakan adalah beban D dan beban T. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan (metode amplop/ penyaluran beban pada gelagar terdekat) a. Beban mati, berupa berat sendiri profil, beban perkerasan, beban pelat lantai dan beban metal dek (*faktor beban) b. Beban hidup, berupa beban D, beban T dan beban air hujan (*faktor beban), analisa dan penyebarannya terhadap gelagar memanjang seperti pada penjelasan awal pada BMS 1992 c. Perataan beban (mencari h ) idem 3. Analisa struktur (momen dan gaya lintang) yang paling menentukan/ terbesar 4. Cek kekompakan penampang (seperti penjelasan awal pada BMS 1992) 5. Cek kapasitas dan kekakuan (idem)

38 2.4.5 Perencanaan Gelagar Melintang Gelagar melintang berfungsi menahan beban pelat lantai, beban perkerasan, beban lalu lintas D, beban reaksi gelagar memanjang dan beban air hujan, kemudian menyalurkannya ke rangka utama jembatan. Gelagar ini direncanakan sebagai struktur komposit karena bentangnya panjang (l±9m). Ditandai dengan adanya hubungan antara profil gelagar dengan pelat lantai beton berupa paku (stud) yang berfungsi sebagai penghubung geser (shear connector) untuk pengikat lateral gelagar. 2.4.5.1 Desain PPPJJR Menurut PPPJJR 1987 untuk perhitungan gelagar-gelagar pada beban hidup lalu lintas yang digunakan adalah beban D saja. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan (metode amplop/ penyaluran beban pada gelagar terdekat) idem a. Beban mati, berupa beban sendiri profil, beban perkerasan, beban pelat lantai, beban metal dek dan beban reaksi gelagar memanjang b. Beban hidup, berupa beban D dan beban air hujan (analisa dan penyebarannya terhadap gelagar memanjang seperti pada penjelasan awal pada PPPJJR 1987) c. Perataan beban (mencari h ) pada beban segitiga h h h RA P 1/6L P RA 1/3L P L L Gambar 2.11 Perataan Beban Gelagar Melintang

39 Untuk segitiga sama kaki Untuk segitiga siku P = 1/2*1/2L*h = 1/4Lh P = 1/2*L*h RA = P = 1/4Lh RA = P*(2/3L/L) M = RA*1/2L P*1/6L = 1/2Lh*(2/3L/L) = 1/4Lh*1/2L 1/4Lh*1/6L = 2/6Lh = 1/8L 2 h 1/24L 2 h = 1/12L 2 h M = RA*1/3L M = 1/8h L 2 = 2/6Lh *1/3L = 2/18L 2 h 1/8h L 2 = 1/12L 2 h = 1/9L 2 h 2 1/12L h h' = = 2 / 3h M = 1/8h L 2 2 1/ 8L h'= 2 / 3h 1/8h L 2 = 1/9L 2 h 2 1/ 9L h h' = = 8 / 9h 2 1/ 8L h'= 8 / 9h 3. Analisa struktur (momen dan gaya lintang) yang paling menentukan/ terbesar 4. Mencari ukuran-ukuran komposit (be, n, Ytk, Yc, Ys, Ybk, Ik) a. Menghitung lebar efektif pelat beton (be), menurut BMS 1992 diambil nilai terkecil dari: - Untuk gelagar tengah be L/5, be 12*t min, be A - Untuk gelagar tepi be (L/10)+c, be 6*t min, be (a/2)+c Dimana : A = jarak antar gelagar melintang t min = tebal pelat lantai minimum c = jarak bebas tepi pelat Es b. Menghitung nilai n, n = Ec Dimana : Es = modulus elastis baja (2*10 5 Mpa) Ec = modulus elastis beton (4700* fc Mpa) c. Ukuran-ukuran komposit :

40 Yc Ys = jarak antara serat teratas beton sampai garis netral = jarak antara serat teratas baja sampai garis netral Ybk = jarak garis netral bagian bawah penampang komposit Ybk = ( Ac * Yd ) + ( As * Yb ) Ac + As Ac be = luas beton efektif = * tb n tb = tebal pelat beton As = luas profil Is = momen inersia profil Yd = jarak titik berat pelat beton terhadap serat terbawah Yb = jarak titik berat profil terhadap serat terbawah Ytk = jarak garis netral bagian atas penampang komposit Ik = momen inersia komposit = Is + (As*es 2 )+(Ac*ec 2 )+(1/12* n be *tb 3 ) 5. Cek kekompakan penampang (seperti penjelasan pada SNI 2002) 6. Cek kekuatan (tegangan) Tegangan lentur: a. Pada saat prakomposit - Pada serat atas σts = (M D *Yt)/Is < 0,66*σy - Pada serat bawah σbs = (M D *Yb)/Is < 0,66*σy b. Pada saat postkomposit - Pada serat atas σtc = (M D+L *Yc)/(n*Ik) < 0,45*fc σbc = (M D+L *Ys)/(n*Ik) < 0,45*fc σts = (M D+L *Ys)/Ik < 0,66*σy - Pada serat bawah σbs = (M D+L *Ybk)/Ik < 0,66*σy

41 be/n σtc= 0,45*fc Ytk Yc GN tb Ys ec σts 0,66*σy Yt es Yd Ybk Yb σbs 0,66*σy Gambar 2.12 Ukuran-Ukuran Komposit dan Tegangan Elastis Postkomposit Tegangan geser: Menghitung statis momen terhadap sumbu komposit (GN) - Pada plat beton Sx1 = tb*(be/n)*ec - Pada profil baja Sx2 = As*es Sx = Sx1+ Sx2 D D + L Sx τ = tw** Ik < 0,58*σ 7. Cek kekakuan (lendutan) idem 2.4.5.2 Desain BMS Menurut BMS 1992 untuk perhitungan gelagar melintang pada beban hidup lalu lintas yang digunakan adalah beban D saja. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan (metode amplop/ penyaluran beban pada gelagar terdekat) a. Beban mati, berupa berat sendiri profil, beban perkerasan, beban pelat lantai, beban metal dek (*faktor beban) dan beban reaksi gelagar memanjang b. Beban hidup, berupa beban D dan beban air hujan (*faktor beban) c. Perataan beban (mencari h ) idem

42 3. Analisa struktur (momen dan gaya lintang) yang paling menentukan/ terbesar 4. Cek kapasitas momen positif pada penampang komposit dengan distribusi tegangan plastis (AISC-LRFD) a. Cek kekompakan penampang (seperti penjelasan pada BMS 1992) b. Menghitung lebar efektif pelat beton (be) idem c. Menghitung besar gaya tekan beton (C) diambil nilai terkecil dari: - Ac = be*tb Ac = luas beton - C1 = As*fy As = luas profil - C2 = 0,85*fc*Ac tb = tebal pelat beton d. Menghitung jarak-jarak centroid gaya-gaya yang bekerja Tinggi tekan efektif pada pelat beton (a = C/(0,85*fc*be) d1 = hr + (a/2) hr = tinggi metal dek d2 = 0 karena pada profil baja direncanakan tidak ada tekan d3 = H/2 H = tinggi profil e. Menghitung kapasitas penampang - Terhadap kapasitas lentur Py = fy*as Mn = C*(d1+d2)+Py*(d3-d2) Mu Ø*Mn - Terhadap kapasitas geser V u Ø*V n λ w 82, maka V n = 0,6*fy*A w (BMS 1992) be σc=0,85*fc C Ytk tb d1 σts=fy GN Ybk Yt d3 Py Yb σts=fy Gambar 2.13 Distribusi Tegangan Plastis

43 5. Cek kekakuan/ lendutan (idem) 2.4.5.3 Perencanaan Penghubung Geser (Shear Connector) Qn = Menurut AISC-LRFD kekuatan nominal paku/ stud (Qn) adalah: 0,0005* As * fc * Ec SF kn Untuk perencanaan struktur komposit penuh, maka gaya geser horisontal ditentukan oleh kapasitas tekan beton (Vhc) atau kapasitas tarik baja (Vhs), diambil yang terkecil: 0,85* fc * be * tb Vhc = SF As * fy Vhs = SF Karena metal dek tidak direncanakan sebagai komposit (hr = 100 mm, terlalu tinggi dari yang ditetapkan AISC, maks 3 = 76 mm), maka dalam perhitungan penghubung geser maupun struktur komposit pada gelagar melintang, Vh pengaruhnya tidak diperhitungkan, sehingga jumlah paku n =. Qn Pemasangan paku : memanjang s 6*d melintang s 4*d 2.4.6 Perencanaan Rangka Baja Rangka baja berfungsi menahan semua beban yang bekerja pada jembatan dan menyalurkannya pada tumpuan untuk disalurkan ke tanah dasar melalui pondasi. 2.4.6.1 Desain ASD Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan yang terjadi: a. Beban mati berupa berat sendiri profil, beban trotoir, beban pelat lantai, beban perkerasan, beban gelagar-gelagar, beban ikatan angin, dan lainlain.

44 b. Beban hidup berupa beban satu satuan/ beban berjalan yang dikonversikan terhadap beban D c. Beban akibat tekanan angin (dari hasil perhitungan ikatan angin) d. Semua beban dikonversikan per joint/ simpul rangka 3. Menghitung gaya-gaya batang, dengan manual maupun bantuan program (SAP) untuk tiap pembebanan 4. Menghitung kombinasi beban yang terjadi akibat DD,LL,WL, ambil gaya yang terbesar untuk batang tekan atau batang tarik 5. Cek kekuatan/ tegangan (idem) 6. Menghitung alat penyambung 2.4.6.2 Desain LRFD Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan yang terjadi: a. Beban mati berupa berat sendiri profil, beban trotoir, beban pelat lantai, beban perkerasan, beban gelagar-gelagar, beban ikatan angin, dan lainlain (*faktor beban) b. Beban hidup berupa beban satu satuan/ beban berjalan yang dikonversikan terhadap beban D (*faktor beban) e. Beban akibat tekanan angin (*faktor beban) f. Semua beban dikonversikan per joint/ simpul rangka 3. Menghitung gaya-gaya batang, dengan manual maupun bantuan program (SAP) untuk tiap pembebanan 4. Menghitung kombinasi beban yang terjadi akibat DD,LL,WL, ambil gaya yang terbesar untuk batang tekan atau batang tarik 5. Cek kekuatan/ tegangan (idem) 6. Menghitung alat penyambung

45 2.4.7 Perencanaan Ikatan Angin Ikatan angin berfungsi untuk menahan gaya yang diakibatkan oleh tekanan angin samping, sehingga struktur dapat lebih kaku. Untuk pekerjaan jembatan Kali Tuntang Gubug ini, yang direncanakan hanya ikatan angin bagian atas saja, karena tekanan angin bawah sudah dianggap ditahan oleh gelagargelagar. 2.4.7.1 Desain PPPJJR Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan akibat tekanan angin yang terjadi: ( seperti penjelasan awal PPPJJR1987), semua beban dikonversikan per joint/ simpul ikatan angin, dimana konstruksi ikatan angin dianggap sebagai konstruksi sederhana yang terletak pada dua tumpuan sendi-rol 3. Menghitung gaya-gaya batang, dengan manual maupun bantuan program (SAP) 4. Menentukan batang tekan atau batang tarik 5. Cek kekuatan/ tegangan dan kelangsingan (idem) 6. Menghitung alat penyambung 2.4.7.2 Desain BMS Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah: 1. Menentukan profil yang digunakan beserta mutu bajanya (σy) 2. Menghitung pembebanan akibat tekanan angin yang terjadi*faktor beban ( seperti penjelasan awal BMS 1992), semua beban dikonversikan per joint/ simpul ikatan angin, dimana konstruksi ikatan angin dianggap sebagai konstruksi sederhana yang terletak pada dua tumpuan sendi-rol 3. Menghitung gaya-gaya batang, dengan manual maupun bantuan program (SAP) 4. Menentukan batang tekan atau batang tarik 5. Cek kekuatan/ tegangan dan kelangsingan (idem) 6. Menghitung alat penyambung

46