IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK


P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4)

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

BERITA RESMI STATISTIK

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BERITA RESMI STATISTIK

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Statistik KATA PENGANTAR

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Statistik KATA PENGANTAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

V. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

Transkripsi:

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario untuk simulasi kebijakan yang berkaitan dengan investasi sektor jalan dan jembatan. Simulasikebijakan dalam penulisan ini dimaksudkan guna mengetahui dampak masing-masing skenario terhadap output sektoral, peningkatan pendapatan dan distribusi pendapatan institusi khususnya rumahtangga di Jawa-Bali dan Sumatera. Berdasarkan prinsip bahwa jalan merupakan biaya modal/ kapital, dan mengingat jalan juga merupakan pengeluaran pemerintah (public spending), maka simulasi dilakukan dengan cara memberikan shock melalui neraca kapital pada kolom pengeluaran kerangka IRSAMJASUM 2007 pada tahun 2008, tahun 2009 dan tahun 2010. Skenario ditentukan berdasarkan nilai aktual investasi jalan nasional dan dimaksudkan untuk melihat variasi dampak shock/ guncangan output untuk Jawa-Bali dan Sumatera kondisi aktual hingga skenario keberpihakan pada wilayah Jawa-Bali atau Sumatera. Analisis dilakukan untuk memperoleh potret output, faktor produksi dan institusi dengan adanya beberapa skenario tersebut, khususnya kesenjangan yang terjadi. Pembiayaan jalan pada prinsipnya digunakan untuk capacity expansion (pengembangan kapasitas) dan preservasi mencakup rekonstruksi, rehabilitasi, dan pemeliharaan yang terdiri dari pemeliharaan berkala dan pemeliharaan rutin. Penganggaran yang diberikan sebagian besar digunakan untuk preservasi dan hanya sebagian kecil untuk meningkatkan kapasitas jalan, baik pembangunan jalan baru maupun pelebaran jalan. Alokasi biaya untuk pembangunan jalan nasional terutama di wilayah Barat Indonesia didasarkan oleh nilai Benefit Cost

181 Ratio (BCR) yang membandingkan keuntungan yang diperoleh berupa reduksi biaya operasional kendaraan, naiknya nilai waktu dan turunnya biaya kecelakaan, terhadap biaya fisik jalan atau pembangunan jalan. Apabila permintaan akan infrastruktur jalan meningkat, maka jalan sebagai suplai akan dibangun. Sebagaimana di wilayah Timur Indonesia khususnya Papua, prioritas penanganan jalan bukan berdasarkan nilai BCR atau konsep demand-supply, namun dengan pola supply-demand yaitu jalan dibangun lebih dulu (supply) sehingga kegiatan ekonomi meningkat di lokasi sekitar jalan tersebut (teori lokasi). Semakin besar nilai BCR berarti semakin layak jalan tersebut dibangun dan dijadikan prioritas penanganan jalan. Perbaikan prasarana jalan yang sudah beroperasi dilakukan dengan pendekatan analisis kondisi jalan (road condition) dengan menggunakan nilai International Roughness Index (IRI). Semakin besar nilai roughness (kekasaran) jalan, semakin rusak jalan tersebut dan menjadi prioritas alokasi anggaran. Penentuan alokasi biaya dan lokasi penanganan jalan tidak jarang didasarkan oleh faktor politis. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum mengalokasikan biaya perbaikan jalan nasional untuk setiap provinsi di Indonesia. Besarnya alokasi biaya biasanya ditentukan berdasarkan kebutuhan di lapangan. Alokasi masingmasing biaya jalan nasional di provinsi di Sumatera dan Jawa-Bali dilihat pada Lampiran 5 yang diperoleh dari Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Binamarga. Alokasi biaya penanganan jalan nasional merupakan kontribusi dari biaya pelaksanaan fisik, biaya pengawasan (supervisi), biaya perencanaan dan biaya program/ manajemen. Dalam pelaksanaan simulasi, nilai yang di shock adalah selisih biaya terhadap tahun dasar 2007. Rekapitulasi nilai investasi sektor konstruksi jalan dan jembatan nasional seperti tercantum pada Tabel 11.

182 Tabel 11. Rekapitulasi Kenaikan Nilai Investasi Tahun 2008 2010 terhadap Nilai Investasi Tahun 2007 PULAU Sumatera Jawa-Bali Sumatera+ Jawa Bali NILAI INVESTASI (Rp. juta) T.A. 2007 T.A. 2008 T.A. 2009 T.A. 2010 Jumlah 2 428 162.75 3 566 290.25 3 866 304.94 3 775 534.75 Selisih thd 2007-1 138 127.50 1 438 142.19 1 347 372.00 Jumlah 4 181 444.10 6 322 026.13 6 547 068.06 6 668 643.20 Selisih thd 2007-2 140 582.03 2 365 623.96 2 487 199.10 Selisih thd 2007-3 278 709.53 3 803 766.15 3 834 571.10 Sumber: Direktorat Bina Program, Ditjen Binamarga (diolah) Simulasi kebijakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 skenario yang dipandang dapat menggambarkan kondisi perekonomian Jawa-Bali dan Sumatera sebagai dampak investasi jalan dan jembatan nasional. Simulasi kebijakan skenario 1 dilakukan dengan investasi aktual sektor jalan dan jembatan hanya diberikan di Sumatera saja dengan peningkatan nilai investasi untuk tahun 2008, 2009 dan 2010 masing-masing sebesar 1 138.18 miliar rupiah, 1 438.14 miliar rupiah, dan 1.347.37 miliar rupiah (Lampiran 5). Skenario 1 merupakan kondisi yang dapat terjadi walau sangat kecil kemungkinannya, dimana pemerintah mengambil kebijakan memberi prioritas anggaran prasarana jalan nasional di wilayah Timur Indonesia, dan untuk wilayah Barat Indonesia, pulau Sumatera di tetap diberikan sebesar anggaran yang tersedia, sedang pulau Jawa-Bali sedikit (tidak ada) diberikan fasilitas anggaran jalan nasional mengingat kondisi jalan umumnya jauh lebih baik, tingkat kesejahteraan relatif sudah baik dan industri sudah berkembang. Skenario 2 adalah investasi aktual infrastruktur jalan diberikan hanya untuk Jawa-Bali, dengan peningkatan nilai investasi terhadap tahun dasar 2007 adalah sebesar 2 140.582 miliar rupiah, 2 365.623 miliar rupiah dan Rp 2 487.199 miliar

183 rupiah masing-masing untuk tahun 2008, 2009 dan tahun 2010. Kedua skenario simulasi kebijakan tersebut diatas dilakukan secara terpisah (parsial). Mirip dengan skenario 1, skenario 2 merupakan kondisi yang dapat terjadi walau sangat kecil kemungkinannya, dimana pemerintah mengambil kebijakan memberi prioritas anggaran prasarana jalan nasional di wilayah timur Indonesia. Untuk wilayah Barat Indonesia, pulau Jawa-Bali di utamakan sedang pulau Sumatera sedikit (tidak ada) diberikan fasilitas anggaran jalan nasional. Skenario 3 adalah nilai investasi aktual jalan peruntukan Sumatera dan Jawa-Bali diberikan pada sektor jalan dan jembatan secara bersamaan (simultan) pada kedua wilayah tersebut berdasarkan realitas tahun anggaran, yakni kenaikan terhadap tahun dasar 2007 masing-masing sebesar 1 138.127 miliar rupiah pada tahun anggaran 2008, sebesar 1 438.142 miliar rupiah pada tahun anggaran 2009 dan 1 347.371 miliar rupiah pada tahun anggaran 2010 untuk Sumatera. Untuk Jawa-Bali masing-masing 2 140.582 miliar rupiah pada tahun anggaran 2008, sebesar 2 365.623 miliar rupiah pada tahun anggaran 2009 dan sebesar 2 487.199 miliar rupiah pada tahun anggaran 2010. Skenario tiga ini merupakan skenario yang aktual terjadi. Skenario 4 adalah skenario keberpihakan ekstrim terhadap Sumatera dengan tidak menggangu peruntukan anggaran infrastruktur di wilayah Timur Indonesia. Nilai investasi actual jalan peruntukan Sumatera dan Jawa-Bali dijumlahkan, lalu diberikan hanya kepada sektor jalan dan jembatan di Sumatera sebesar 3 278.709 miliar rupiah pada tahun 2008, sebesar 3 803.766 miliar rupiah pada tahun 2009 dan sebesar 3 834.571 miliar rupiah pada tahun 2010. Skenario 5 adalah skenario keberpihakan ekstrim terhadap Jawa-Bali. Nilai investasi aktual jalan peruntukan pulau Sumatera dan Jawa-Bali dijumlahkan,

184 kemudian diberikan hanya kepada sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebesar 3 278.709 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 3 803.766 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 3 834.571 miliar rupiah pada tahun 2010. Kelima skenario tersebut dimaksudkan untuk memotret dampak jalan terhadap output dan pendapatan. 9.1. Skenario Kebijakan terhadap Output Sektoral Hasil simulasi skenario 1 dengan kenaikan sektor jalan dan jembatan pada tahun 2008 terhadap tahun 2007 disajikan pada Lampiran 32 dan 33. Kenaikan investasi pada tahun 2009 terhadap tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 34 dan 35, serta tambahan investasi pada tahun 2010 terhadap tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 36 dan 37. Simulasi dengan skenario 1 menunjukkan bahwa total output perekonomian Sumatera (intra-regional) meningkat sebesar 2.539.51 miliar rupiah tahun 2008 (Lampiran 32), sebesar 3.304.80 miliar rupiah pada tahun 2009 (Lampiran 34) dan sebesar 3.096.21 miliar rupiah pada tahun 2010 (Lampiran 36). Skenario 1 di Sumatera pada tahun 2008, berdampak terutama (tertinggi) kepada kenaikan output sektor konstruksi jalan dan jembatan yang memperoleh injeksi/ shock secara langsung, berkisar 43.7 persen yaitu naik sebesar 1.142.99 miliarrupiah dari total output Sumatera untuk tahun 2008 (Lampiran 32), naik sebesar 1.444.28 miliar rupiah tahun 2009 (Lampiran 34) dan tahun 2010 naik sebesar 1.353.12 miliar rupiah (Lampiran 36). Kenaikan output tertinggi selanjutnya untuk tahun 2008 sampai 2010 adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen serta sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya. Apabila ditinjau dalam kelompok sektor (intra-regional), pada sektor primerdengan skenario 1 dari tahun 2008 sampai 2010 di Sumatera, output

185 tertinggi pada tahun 2008 terjadi pada sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor pertambangan dan penggalian lainnya, dan sedikit dibawahnya sektor peternakan dan perikanan, sedang untuk tahun 2009 dan 2010, output tertinggi diperoleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya, lalu sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya dan menyusul sektor peternakan dan perikanan. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di Sumatera adalah 238.1 miliar tahun 2008, sebesar 346.98 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 325 miliar rupiah tahun 2010. Berdasarkan skenario 1 pada kelompok sektor industri tahun 2008 sampai 2010 di Sumatera, sektor industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 200.78 miliar rupiah pada tahun 2008, disusul sektor industri kertas, percetakan dengan peningkatan output 159.92 miliar. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor industri di Sumatera adalah 558.21 miliar tahun 2008, sebesar 707.36 miliar rupiah tahun 2009, dan 660.83 miliar rupiah tahun 2010. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 1, peningkatan output terbesar setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 238.22 miliar rupiah tahun 2008, menyusul sektor transportasi dan komunikasi meningkat 149.65 miliar rupiah. Total peningkatan output kelompok sektor jasa di Sumatera adalah 1 743.2 miliar tahun 2008, sebesar 2.252.46 miliar rupiah tahun 2009 dan 2.110.2 miliar rupiah tahun 2010. Berdasarkan analisis kelompok sektor di pulau Sumatera untuk skenario 1 (intra-regional), peningkatan output terbesar adalah sektor industri pengolahan, disusul sektor jasa dan terakhir sektor primer atau berpola I-J-P. Data ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan berpotensi kuat untuk mengubah

186 Sumatera sebagai daerah berbasis pertanian menuju industri, namun berdasarkan agregat, salah satu komponen sektor jasa yakni sektor perdagangan, restoran dan hotel memperoleh peningkatan terbesar dari guncangan output prasaran jalan. Investasi infrastruktur jalan dan jembatan hanya di Sumatera (skenario 1) juga berdampak kepada perekonomian di Jawa-Bali sebagai spill-over (limpahan), namun lebih kecil dibandingkan dampaknya terhadap pulau Sumatera, yaitu total perekonomian meningkat masing-masing sebesar 1.172.73 miliar rupiah tahun 2008 (Lampiran 33), sebesar 1481.87 miliar rupiah (Lampiran 35) pada tahun 2009 dan naik sebesar 1.388.34 miliar rupiah pada tahun 2010 (Lampiran 37). Dampak peningkatan output skenario 1 di Jawa-Bali (inter-regional) tahun 2008 sampai tahun 2010 secara agregat terutama pada kenaikan output sektor perdagangan, restoran dan hotel, lalu diikuti sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya, serta sektor bank dan asuransi. Peningkatan output terbesar tahun 2009 dan tahun 2010 juga diperoleh sektor perdagangan, restoran dan hotel. Gambaran ini menunjukkan sektor perdagangan, restoran dan hotel sangat terkait dan terpengaruh dengan pembangunan sektor jalan dan jembatan, dan cukup berperan dalam perekonomian di Jawa-Bali. Hasil ini selaras dengan teori demand-supply, semakin baik infrastruktur jalan, maka road user meningkat dan selanjutnya membutuhkan tempat istirahat dan makan selama perjalanan (demand). Restoran dan hotel dengan sendirinya tumbuh dan berkembang cepat untuk menyediakan kebutuhan tersebut (supply). Berdasarkan kelompok sektor, dampak kenaikan output sektoral di Jawa- Bali (inter-regional) pada sektor primer akibat skenario 1 tahun 2008 sampai tahun 2010 tidak sebesar kenaikan yang dialami oleh sektor jasa maupun industri.

187 Peningkatan output terbesar di sektor primer tahun 2008 adalah sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor sektor peternakan dan penggalian. Peningkatan sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya sebesar 67.06 miliar rupiah di Jawa-Bali pada tahun 2008, sebesar 84.74 miliar rupiah di Jawa-Bali pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 meningkat sebesar 79.39 miliar rupiah di Jawa-Bali.Untuk kelompok sektor industri pengolahan kenaikan output terbesar tahun 2008 adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau mengalami kenaikan output sebesar 188.51 miliar rupiah, disusul sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan yang naik sebesar 173.63 miliar rupiah. Dampak peningkatan output pada sektor jasa tahun 2008 paling tinggi adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel naik 215.74 miliar serta sektor bank dan asuransi naik 130.43 miliar rupiah. Dengan demikian maka dampak skenario 1 di Jawa-Bali lebih dominan menaikkan output sektor jasa serta sektor industri pengolahan dibandingkan menaikkan output sektor primer atau berpola (J-I-P). Skenario 2 dengan shock hanya di pulau Jawa-Bali menunjukkan total output perekonomian di Jawa-Bali meningkat sebesar 5 883.10 miliar rupiah pada tahun 2008 (Lampiran 33), sebesar 6 501.59 miliar rupiah tahun 2009 (Lampiran 35) dan sebesar 6 835.74 miliar rupiah tahun 2010 (Lampiran 37). Peningkatan output tertinggi secara agregat terjadi pada sektor konstruksi jalan dan jembatan yang menerima injeksi (shock) secara langsung berkisar 36.5 persen yaitu naik sebesar 2 148.63 miliar rupiah tahun 2008, lalu meningkat 2 374.51 miliar rupiah tahun 2009 dan pada tahun 2010 meningkat 2 495.55 miliar rupiah. Peningkatan output tertinggi selanjutnya adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, lalu sektor industri makanan, minuman dan tembakau, serta sektor sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya.

188 Apabila ditinjau dalam kelompok sektor primer, skenario 2 tahun 2008 sampai 2010 di Jawa-Bali, output tertinggi pada sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor peternakan dan perikanan, dan jauh dibawahnya sektor pertambangan dan penggalian lainnya, sementara sektor kehutanan dan perburuan sedikit sekali dampaknya. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di Jawa-Bali adalah 348.61 miliar tahun 2008, sebesar 385.25 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 405.06 miliar rupiah tahun 2010. Guncangan output skenario 2 kelompok sektor industri tahun 2008 sampai 2010 di Jawa-Bali menunjukkan sektor industri makanan, minuman dan tembakau memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 529.87 miliar rupiah tahun 2008, lalu sektor industri kertas, percetakan dengan peningkatan output 481.06 miliar. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor industri di Jawa-Bali adalah 1.483.39 miliar tahun 2008, sebesar 1.639.34 miliar rupiah tahun 2009, dan 1.825.58 miliar rupiah tahun 2010. Peningkatan output terbesar di Jawa-Bali akibat guncangan prasarana jalan adalah logis pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau disebabkan semakin baik fasilitas jalan, maka arus pergerakan manusia semakin meningkat yang cenderung mengubah pola menjadi lebih komsumtif, disamping jumlah penduduk Jawa-Bali yang sangat besar. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 2 di Jawa-Bali, peningkatan output terbesar setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 811.16 miliar rupiah pada tahun 2008, menyusul sektor transportasi dan komunikasi meningkat 369.40 miliar rupiah. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor jasa di Jawa-

189 Bali adalah 4.051.11 miliar tahun 2008, sebesar 4.476.99 miliar rupiah tahun 2009 dan 4.707.09 miliar rupiah tahun 2010. Berrdasarkan analisis kelompok sektor di Jawa-Bali untuk skenario 2, peningkatan output terbesar adalah sektor jasa, disusul sektor industri dan terakhir sektor primer atau berpola J-I-P. Data ini menunjukkan bahwa sektor jasa cukup dominan saat ini di Jawa-Bali. Data ini juga menunjukkan bahwa sektor primer atau sektor pertanian kurang mendapat dukungan cukup signifikan dengan adanya perbaikan dan pembangunan prasarana jalan. Sementara itu dampak skenario 2 di Sumatera sebagai spill-over effect menunjukkan bahwa total output perekonomian meningkat sebesar 513.02 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 561.96 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 593.54 miliar rupiah tahun 2010. Peningkatan output terbesar skenario 2 secara agregat di Sumatera dari tahun 2008 sampai 2010 terdapat pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau diikuti oleh sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya serta sektor perdagangan, restoran dan hotel. Berdasarkan peninjauan kelompok sektor, maka yang mendapat peningkatan dari yang terbesar adalah kelompok sektor industri, sektor primer dan sektor jasa atau berpola I-P-J. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa skenario 2 dengan investasi jalan hanya (dominan) di Jawa-Bali, maka peningkatan output terbesar di Sumatera sebagai limpahan (spill-over) pada sektor industri dan selanjutnya sektor primer dan terakhir sektor jasa, sementara di Jawa-Bali, skenario 2 lebih meningkatkan output sektor jasa dan sektor industri pengolahan dibandingkan sektor primer. Skenario 3 yang merupakan skenario yang aktual terjadi menunjukkan hasil bahwa total ouput perekonomian di pulau Sumatera dan Jawa-Bali meningkat

190 cukup tajam dibandingkan kedua skenario kebijakan sebelumnya, artinya kombinasi investasi jalan nasional di Sumatera dan Jawa-Bali secara bersamaan menghasilkan output yang tinggi. Peningkatan total output tersebut dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 di Sumatera masing-masing sebesar 3123.89 miliar rupiah, sebesar 3.866.76 miliar rupiah dan sebesar 3.687.05 miliar rupiah, sementara di Jawa-Bali meningkat sebesar 7055.83 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 3.996.67miliar rupiah tahun 2009 dan 8.224.07 miliar rupiah tahun 2010. Peningkatan output sektoral tertinggi baik di Sumatera maupun Jawa-Bali selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 secara agregat adalah output sektor yang menerima injeksi, yakni sektor konstruksi jalan dan jembatan masingmasing di Sumatera naik 1.144.40 miliar rupiah tahun 2008, naik 1.445.84 tahun 2009, dan naik 1.354.76 miliar rupiah tahun 2010. Sementara peningkatan output sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali naik 2.150.74 miliar rupiah tahun 2008, naik 1.445.84 miliar rupiah tahun 2009 dan naik 2.499.06 tahun 2010. Peningkatan output terbesar di pulau Sumatera tahun 2008 selanjutnya adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor industri makanan, minuman dan tembakau serta sektor industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen. Sementara untuk Sumatera tahun 2009 sampai tahun 2010, posisi sektor industri makanan, minuman dan tembakau turun menjadi urutan ke empat sementara sektor industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen naik ke urutan ke 3. Dampak terhadap output sektoral yang sama dengan Sumatera juga terjadi di Jawa-Bali untuk tahun 2008, 2009 dan tahun 2010, yang berbeda adalah besarannya. Bila ditinjau dari kelompok sektor dengan skenario 3 di Sumatera, untuk sektor primer tahun 2008 sampai 2010 diperoleh output tertinggi pada sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor pertambangan dan

191 penggalian lainnya, dan jauh dibawahnya sektor peternakan dan perikanan. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di Sumatera adalah 435.89 miliar tahun 2008, naik sebesar 525.23 miliar rupiah pada tahun 2009 dan sebesar 532.75 miliar rupiah tahun 2010. Guncangan output dengan skenario 3 pada kelompok sektor industri tahun 2008 sampai 2010 di Sumatera menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman dan tembakau memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 255.23 miliar rupiah tahun 2008, sedikit dibawahnya menyusul industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen dengan peningkatan 250.18 miliar rupiah, lalu sektor industri kertas, percetakan dengan peningkatan output 198.23 miliar rupiah. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor industri di Sumatera adalah 754.28 miliar rupiah tahun 2008, naik sebesar 922.03 miliar rupiah tahun 2009 dan 888.64 miliar rupiah pada tahun 2010. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 3 di Sumatera, peningkatan output terbesar setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 294.74 miliar rupiah pada tahun 2008, menyusul sektor transportasi dan komunikasi meningkat 195.78 miliar rupiah. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor jasa di Sumatera adalah 1.933.73 miliar rupiah tahun 2008, naik sebesar 2.419.49 miliar rupiah tahun 2009 dan 2.285.92 miliar rupiah pada tahun 2010. Berdasarkan analisis kelompok sektor di Sumatera untuk skenario 3, peningkatan output terbesar adalah sektor jasa, disusul sektor industri dan terakhir sektor primer atau berpola J-I-P. Sama seperti skenario 1 dan 2, guncangan output infrastruktur jalan kurang mendukung sektor primer atau sektor pertanian.

192 Bila ditinjau dari kelompok sektor dengan skenario 3 di Jawa-Bali, untuk sektor primer tahun 2008 sampai 2010 diperoleh output tertinggi pada sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor peternakan dan perikanan, dan jauh dibawahnya sektor pertambangan dan penggalian lainnya. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di Jawa-Bali adalah 435.89 miliar tahun 2008, naik sebesar 525.23 miliar rupiah pada tahun 2009 dan sebesar 532.75 miliar rupiah tahun 2010. Guncangan output dengan skenario 3 pada kelompok sektor industri tahun 2008 sampai 2010 di Sumatera menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman dan tembakau memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 255.23 miliar rupiah tahun 2008, menyusul industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen dengan peningkatan 250.18 miliar rupiah, lalu sektor industri kertas, percetakan dengan peningkatan 198.23 miliar rupiah. Total peningkatan output kelompok sektor industri di Sumatera adalah 754.28 miliar rupiah tahun 2008, naik 922.03 miliar rupiah tahun 2009 dan 888.64 miliar rupiah pada tahun 2010. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 3 di Jawa-Bali, peningkatan output terbesar setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 294.74 miliar rupiah pada tahun 2008, menyusul sektor transportasi dan komunikasi meningkat 195.78 miliar rupiah. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor jasa di Jawa- Bali adalah 4 452.15 miliar rupiah tahun 2008, naik sebesar 2 549.4 miliar rupiah tahun 2009 dan 5 331.06 miliar rupiah pada tahun 2010. Berdasarkan analisis kelompok sektor produksi di Jawa-Bali untuk skenario 3, peningkatan output terbesar adalah sektor jasa, disusul sektor industri dan terakhir sektor primer atau berpola J-I-P. Sama seperti skenario 1 dan 2,

193 guncangan output infrastruktur jalan kurang mendukung sektor primer atau sektor pertanian. Skenario 3 yang sebenarnya terjadi memberi gambaran bahwa kebijakan memperbesar anggaran infrastruktur jalan nasional di Sumatera dan Jawa-Bali sangat tepat untuk akselerasi pertumbuhan sektor jasa dan industri. Dengan demikian peningkatan investasi jalan nasional di Sumatera kurang mendukung sektor pertanian. Peningkatan investasi jalan kelihatannya tidak signifikan meningkatkan sektor industri di Jawa-Bali yang memang merupakan daerah basis industri. Justru peningkatan investasi jalan berkontribusi positif terutama terhadap sektor jasa khususnya sektor perdagangan, restoran dan hotel. Skenario 4 dengan keberpihakan anggaran yang lebih ekstrem pada wilayah Sumatera menyebabkan lonjakan total output dalam perekonomian di Sumatera cukup tinggi dibandingkan skenario sebelumnya, dan lebih tinggi dibanding Jawa- Bali. Dampak peningkatan output tersebut (intra-regional) sebesar 7 534.37 miliar rupiah pada tahun 2008, lalu naik sebesar 8 740.94 miliar rupiah tahun 2009 dan pada tahun 2010 naik sebesar 8 859.90 miliar rupiah. Apabila dilihat dari masing-masing agregasi sektoral, urutan peningkatan output terbesar hasil simulasi skenario 4 tidak berbeda dengan skenario 1, hanya besar nilai peningkatan output saja yang berbeda. Sektor yang memiliki peningkatan output terbesar selain sektor yang terkena shock di pulau Sumatera adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, yaitu sebesar 686.27 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 721.02 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 802.62 miliar rupiah tahun 2010. Skenario 4 menimbulkan peningkatan output kelompok sektor dari yang terbesar adalah sektor industri, jasa dan primer atau berpola (I-J-P).

194 Peningkatan output perekonomian di Jawa-Bali dengan skenario 4 (interregional) kurang dari separuh peningkatan output perekonomian di Sumatera, yakni sebesar 3.378.40 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 3.917.61 miliar rupiahtahun 2009 dan sebesar 3.951.16 miliar rupiah tahun 2010. Sektor di Jawa- Bali yangmemiliki peningkatan output terbesar sebagai spill-over adalah pada sektor perdagangan, restoran danhotel yaitu sebesar 621.49 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 721.02 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 726.85miliar rupiah tahun 2010. Skenario 4 menimbulkan peningkatan output perkelompok sektor di Jawa-Bali dari yang terbesar adalah sektor industri pengolahan, sektor jasa dan sektor primer atau berpola (I-J-P) Skenario 5 merupakan kondisi dengan keperpihakan anggaran yang lebih ekstrem pada wilayah Jawa-Balimenunjukkan peningkatan output perekonomian di Jawa-Bali (intra-regional) masing-masing sebesar 9.011.10 miliar rupiah tahun 2008, 10.454.16 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 10.538.81miliar rupiah tahun 2010. Berdasarkan agregasi output sektoral yang paling meningkat setelah sektor konstruksi jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, serta sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Berdasarkan skenario 5 peningkatan output perkelompok sektor di Jawa-Bali (intra-regional) dari yang terbesar adalah sektor industri, jasa dan primer atau berpola (I-J-P). Peningkatan output perekonomian di pulau Sumatera (inter-regional)yang merupakan spill-over effect jauh lebih kecil dibandingkan pulau Jawa-Bali dan tidak satupun mencapai 1 trilliun rupiah, yakni meningkat sebesar 778.87 miliar rupiahpada tahun 2008, meningkat sebesar 903.59 miliar rupiah pada tahun 2009 dandan meningkat 910.91 miliar rupiahpada tahun 2010. Urutan peningkatan output sektoral tertinggi hasil simulasi skenario 5 tidak berbeda dengan skenario

195 2, hanya berbeda dalam nilai peningkatan output saja. Pada pulau Sumatera, sektor-sektor tersebut adalah industri makanan, minuman dan tembakau, lalu sektor pertanian tanaman pangan dan di urutan ketiga sektor perdagangan, restoran dan hotel. Skenario 5 di pulau Sumatera memberikan peningkatan output lebih besar di sektor primer dibandingkan sektor jasa. Skenario 5 menimbulkan peningkatan output per kelompok sektor di Sumatera (intra-regional) dari yang terbesar adalah sektor industri, jasa dan primer atau berpola (I-J-P). Berdasarkan skenario 1 sampai skenario 5 tahun 2008 sampai 2010, Sektor jasa paling mendapat keuntungan dari shock prasarana jalan, disusul kelompok sektor industri pengolahan dan terakhir sektor primer. Dalam setiap skenario, sektor primer yang mencakup sektor pertanian dan tanaman pangan lainnya tidak memperoleh peningkatan output melebihi sektor jasa maupun industri pengolahan. Rekapitulasi dampak shock prasarana jalan adalah seperti Tabel 12. Tabel 12. Dampak Guncangan Prasarana Jalan terhadap Kelompok Sektor Skenario Guncangan Output di Sumatera Dampak intraregional (Sumatera) Dampak inter-regional (Jawa-Bali) Dampak intraregional (Jawa-Bali) Guncangan output di Jawa-Bali Dampak interregional (Sumatera) 1 I - J-P J - I-P - - 2 - - J-I-P I - P - J 3 J - I - P J - I - P 4 I-J-P J-I-P - - 5 - - J-I-P I - P-J Keterangan - P = Kelompok sektor primer - I = Kelompok sektor industri pengolahan - J = Kelompok sektor Jasa - Pada skenario 3, injeksi terjadi bersamaan sehingga dampak intra-regional dan inter-regional saling berinteraksi Apabila dikaitkan dengan struktur ekonomi di Sumatera yang berpola Jasa Primer Industri dan di Jawa-Bali dengan pola Jasa Industri Primer, prasarana

196 jalan cenderung mengubah pola struktur ekonomi di Sumatera yang semula dominasisektor jasa menjadi dominasi sektor industri pengolahan bilamana dilakukan keberpihakan anggaran ke Sumatera. Sementara bila dilakukan shock prasarana jalan dengan konsep penganggaran seperti sekarang dimana adanya perimbangan biaya (Skenario 3), serta bila dilakukan keberpihakan anggaran di Jawa-Bali, maka prasarana jalan akan semakin menguatkan dominasi sektor jasa dan industri di Jawa-Bali. Berdasarkan semua konsep skenario, tidak ada skenario yang berpotensi mengangkat dominasi sektor primer. 9.2. Analisis Dampak Sebar dan Dampak Serap Balik Berdasarkan skenario 1 dengan pemberian injeksi 1 138.13 miliar rupiah di Sumatera pada tahun 2008, terjadi peningkatan output total Sumatera dan Jawa- Bali tahun 2008 sebesar 3 712.24 miliar rupiah yang didistribusikan ke Sumatera (self generated effect) sebesar 2 539.51 miliar rupiah (Lampiran 32) dan sebesar 1 172.73 miliar rupiah ke Jawa-Bali sebagai spill-over (Lampiran 33) atau sebesar 103.4 persen dari nilai injeksi. Nilai self generated effect ini terdiri dari dampak langsung sebesar nilai injeksi awal yaitu 1 138.13miliar rupiah (44.82 persen) dan dampak tidak langsung1401.38miliar rupiah (55.18 persen) merupakan dampak serap balik dari Sumatera kembali ke Sumatera cukup berimbang dibandingkan dampak sebar dari Sumatera ke Jawa-Bali 1 388.34 miliar rupiah. Skenario 1 tahun 2009 dengan injeksi 1 438.14 miliar rupiah di Sumatera meningkatkan output total Sumatera dan Jawa-Bali 4 786.67 miliar rupiah (332 persen), terdiri dari self generated effect di Sumatera3 304.80 miliar rupiah (Lampiran 34) dan spill-over effect sebagai dampak sebesar 1 481.87 miliar rupiah (Lampiran 35) atau 103 persen dari injeksi. Self generated effect skenario 2 di

197 Sumatera terdiri dari dampak langsung 1 438.14 miliar rupiah dan dampak tidak langsung sebagai dampak serap balik 1.866.66 miliar rupiah (129 persen). Pada tahun 2010 dengan menggunakan skenario 1 yaitu injeksi 1 347.37 miliar rupiah, terjadi peningkatan output total Sumatera dan Jawa-Bali tahun 2008 sebesar 4 484.55 miliar rupiah (330 persen) yang di distribusikan ke Sumatera (self generated effect) sebesar 3 096.21 miliar rupiah atau 230 persen (Lampiran 36) dan sebesar 1 388.34 miliar rupiahke Jawa-Bali sebagai spill-over (Lampiran 37) atau sebesar 103.04 persen dari nilai injeksi di sumatera. Nilai self generated effect ini terdiri dari dampak langsung yaitu 1 347.37miliar rupiah dan dampak tidak langsung sebesar 1 748.84 miliar rupiah (129.8 persen) merupakan dampak serap balik dari Sumatera kembali ke Sumatera yang cukup berimbang dibandingkan dampak sebar dari Sumatera ke Jawa-Bali 1 347.84 miliar rupiah. Berdasarkan skenario 1 dengan pembiayaan berpihak di Sumatera, diketahui dampak total dari injeksi prasarana jalan sebesar 330 persen, besaran dampak sebar prasarana jalan ke Jawa-Bali lebih dari 103 persen terhadap nilai injeksi di Sumatera, sedangkan dampak serap balik yang diperoleh berkisar 130 persen. Besaran nominal dampak serap balik berimbang atau hanya sedikit lebih tinggi dengan dampak sebar. Dampak perekonomian skenario 1 sama dengan skenario 4 hanya besarannya meningkat disebabkan nilai injeksinya juga meningkat. Kelihatan bahwa sebaran dampak injeksi prasarana jalan dengan skenario 1 berimbang antara dampak langsung, dampak tidak langsung (backwash effect) dan dampak sebar, artinya injeksi yang diberikan di Sumatera dinikmati hasilnya oleh Sumatera relatif sama besarnya dengan yang diperoleh Jawa-Bali. Skenario 2 dengan keberpihakan anggaran pada Jawa-Bali untuk tahun 2008 diberi injeksi prasarana jalan sebesar 2 140.58 miliar rupiah. Total output yang

198 diperoleh 6 396.12 miliar rupiah (298.8 persen) didistribusikan ke Jawa-Bali (self generated effect) sebesar 5 883.10 miliar rupiah atau 275 persen (Lampiran 33), dan hanya sedikit ke Sumatera sebagai spill-over yaitu sebesar 513.02 miliar rupiah (Lampiran 32) atau 23.8 persen dari nilai injeksi. Nilai self generated effect terdiri dari dampak langsung sebesar nilai injeksi yaitu 2 140.58 miliar rupiahdan dampak tidak langsung sebagai dampak serap balik yang kembali ke Jawa-Bali sebesar 3 742.52 miliar rupiah (175 persen). Skenario 2 pada tahun 2009 dengan injeksi sebesar 2 365.62 miliar rupiah di Jawa-Bali menghasilkan total output sebesar 7 063.55 miliar rupiah yang terdistribusikan ke Jawa-Bali sebagai self generated effect sebesar 6 501.59 miliar rupiah (Lampiran 35) dan spill-over effect ke Sumatera sebesar 561.96 miliar rupiah (Lampiran 34) atau 23.76 persen terhadap nilai injeksi. Dampak langsung dari skenario 2 tahun 2009 adalah sebesar injeksi awal dan dampak langsung sebagai dampak serap balik sebesar 4 135.97 miliar rupiah (174.8 persen). Pada tahun 2010 dengan skenario 2 menggunakan injeksi prasarana jalan sebesar 2 487.2 miliar rupiah menghasilkan total output 7 429.28 miliar rupiah (298 persen), didistribusikan ke Jawa-Bali (self generated effect) sebesar 6 835.74 miliar rupiah dan ke Sumatera sebagai spill-over sebesar 593.54 miliar rupiah. Nilai self generated effect ini terdiri dari dampak langsung sebesar 2 487.2 miliar rupiah dan dampak tidak langsung sebesar 4 348.54 miliar rupiah (175 persen). Skenario 2 memberi gambaran bahwa terjadi kebalikan dengan skenario 1. Total output yang diperoleh mencapai 298 persen terhadap nilai injeksi dan khusus di daerah sendiri (self generated), dampaknya mencapai 275 persen dan dampak sebar hanya mencapai 23.8 persen. Kelihatan bahwa injeksi pada skenario 2 dengan keberpihakan ke Jawa Bali, dampak serap balik mencapai lebih dari 7

199 kali dampak sebar, dengan kata lain hanya sedikit yang diberikan ke Sumatera sebagai spill-over dan sebagian besar dari total output kembai ke Jawa-Bali. Berdasarkan analisis dampak serap balik dan dampak sebar masing-masing pulau Sumatera dan Jawa-Bali, diketahui bahwa dampak serap balik yang diterima Jawa-Bali dengan adanya guncangan prasarana jalan di Jawa-Bali mencapai 175 persen sedangkan dampak serap balik yang diterima Sumatera dari guncangan di Sumatera lebih kecil yaitu 130 persen. Dampak sebar yang diterima Sumatera dengan adanya guncangan prasarana jalan di Jawa-Bali hanya sebesar 23 persen, sedangkan yang diterima Jawa-Bali dari guncangan di Sumatera mencapai 103 persen dari besar injeksi. Hal ini berarti bahwa perekonomian Jawa- Bali sangat sensitif dengan perubahan ekonomi Sumatera yang ditimbulkan prasarana jalan karena besarnya spill-over effect yang diterima Jawa-Bali, sedang perekonomian Sumatera kurang sensitif dengan adanya kemajuan ekonomi di pulau Jawa-Bali. Analisis pada skenario 2 menunjukkan besarnya dampak serap balik yang terjadi yaitu sebesar 175 persen dibandingkan dengan dampak sebar yang hanya 23.8 persen. Nilai dampak serap balik yang jauh lebih besar tersebut merupakan indikasi ketimpangan/ kesenjangan ekonomi antar kedua wilayah. Besaran dampak serap balik dan dampak sebar yang relatif seimbang akan memperkecil disparitas ekonomi antar kedua wilayah seperti yang ditunjukkan skenario 1 dengan keberpihakan anggaran prasarana jalan di Sumatera. Besaran dampak sebar pada skenario 2 menunjukkan sektor di Jawa-Bali masih menggunakan sebagian bahan baku (intermediate goods) yang di impor dari Sumatera, namun final goods yang dihasilkan Jawa-Bali di ekspor kembali ke Sumatera sebagai market area dan ini menimbulkan dampak serap balik yang

200 tinggi bagi Jawa-Bali. Untuk mengurangi dampak serap balik dan meningkatkan dampak sebar sehingga kesenjangan lebih kecil, sebaiknya dibangun pusat-pusat kegiatan ekonomi (growth pole theory) di Sumatera, dan alokasi pembiayaan pembangunan jalan dalam rangka mendukung pusat-pusat kegiatan ekonomi tersebut dapat di prioritaskan ke pulau Sumatera. Bilamana pusat kegiatan ekonomi tidak dibangun, maka pembangunan prasarana jalan tidak akan optimum. 9.3. Analisis Dampak Pendapatan Faktor Produksi. Stimulus ekonomi berupa peningkatan investasi pada sektor konstruksi jalan dan jembatan tidak saja berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan blok sektor tersebut (sektor target) dan sektor yang terkait dengan proses distribusi produk barang yang dihasilkan oleh setiap sektor, namun juga akan berpengaruh terhadap sektor atau institusi/ neraca lain melalui proses keterkaitan antar institusi/ neraca dan multiplier. Dengan adanya peningkatan output sektor produksi sebagai dampak investasi dari hasil suatu kebijakan, berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan tenagakerja maupun modal, yang menyebabkan meningkatnya pendapatan faktor produksi tersebut. Kenaikan pendapatan tenagakerja berupa upah gaji dan pendapatan bukan tenagakerja seperti modal ataupun surplus usaha berupa pendapatan sewa (rent). Pendapatan balas jasa tenagakerja seluruhnya ditransmisikan kepada institusi rumahtangga. Sementara itu, pendapatan berupa sewa modal (rent) ditransmisikan kepada institusi (rumahtangga, perusahaan dan pemerintah) sebagai pemilik sesungguhnya faktor produksi berupa peningkatan pendapatan institusi. Simulasi dengan skenario 1 pada tahun 2008 memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan balas jasa tenagakerja dan bukan tenagakerja (modal) di Sumatera (intra-regional impact) sebesar 1 200.57 miliar rupiah dan sebagian

201 besar merupakan pendapatan untuk balas jasa modal yaitu sebesar 702.98 miliar rupiah. Balas jasa modal adalah berupa sewa modal atau capital rent (Tabel 13). Sementara itu, dampak tidak langsung (inter-regional impact) yaitu peningkatan pendapatan faktor produksi di Jawa-Bali akibat adanya investasi jalan dan jembatan yang dilakukan di Sumatera adalah sebesar 574.78 miliar rupiah yang terdiri dari peningkatan penerimaan untuk balas jasa modal sebesar 320.33 miliar rupiah dan sisanya merupakan peningkatan pendapatan upah dan gaji. Untuk simulasi investasi infrastruktur jalan dan jembatan tahun 2009 dan tahun 2010 juga menunjukkan hasil yang sama dimana faktor produksi bukan tenagakerja (modal) sebagai penerima pendapatan terbesar akibat adanya investasi di Sumatera (Tabel 14 dan Tabel 15). Skenario 2 dengan investasi dilakukan di Jawa-Bali memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan terbesar terjadi pada faktor produksi bukan tenagakerja (modal) walau tidak terlalu besar perbedaannya terhadap tenagakerja. Skenario 3, 4 dan 5 pada Tabel 13 (tahun 2008), Tabel 14 (tahun 2009) dan Tabel 15 (tahun 2010) dapat menunjukkan besarnya dampak pendapatan di Jawa-Bali atau Sumatera untuk besaran simulasi dengan total kenaikan nilai investasi kedua pulau yang sama yaitu sebesar 3.278.709 miliar rupiah untuk tahun 2008, Rp 3.803.766 miliar (tahun 2009) dan Rp. 3 834.571 tahun 2010. Dari ketiga skenario simulasi kebijakan tersebut, skenario 4 yaitu simulasi kebijakan investasi hanya dilakukandi Sumatera memberikan dampak total (intra-regional dan interregional impact) tertinggi terhadap penerimaan faktor produksi dibandingkan skenario 3 dan skenario 5. Ini menunjukkan investasi jalan di Sumatera sangat kontributif terhadap peningkatan faktor produksi tenagakerja dan modal.

202 Khusus skenario 3 yang aktual terjadi, dampak injeksi sektor jalan dan jembatan di wilayah Sumatera dan Jawa-Bali terhadap faktor produksi lebih banyak dinikmati oleh faktor modal dibandingkan tenagakerja, namun dengan persentase yang tidak jauh berbeda. Di Sumatera dampak rata-rata terhadap tenagakerja berkisar 41.1 persen sementara terhadap kapital 58.8 persen. Sementara di Jawa-Bali dampak terhadap tenagakerja berkisar 48 persen dan kapital 52 persen. Dari gambaran terlihat penggunaan tenagakerja cukup signifikan di Jawa-Bali sesuai jumlah penduduk yang memang dominan di pulau ini. Dampak injeksi prasarana jalan terhadap faktor produksi pada skenario 3 seperti Gambar 44. 70 60 50 40 58.88 41.16 41.12 41.13 41.13 58.87 51.99 52.08 48.01 47.92 48.01 51.99 30 20 10 0 2008 2009 2010 2008 2009 2010 Sumatra Jaw a Bali Tenagakerja Kapital Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 44. Persentase Dampak Skenario 3 terhadap Faktor Produksi Pada skenario 4 tahun 2008 (Tabel 13), simulasi kebijakan peningkatan investasi jalan dan jembatan bila dilakukan di Sumatera saja berdampak pada peningkatan penerimaan faktor produksi di pulau Sumatera (intra-regional) sebesar 3 458.58 miliar dan pendapatan faktor produksi di pulau Jawa-Bali (interregional) sebesar 1.655.83 miliar.

203 Tabel 13. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap Distribusi Pendapatan Faktorial Tahun 2008 (miliar Rp) Dampak INSTITUSI Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5 Sumatera Tenagakerja 497.59 110.28 607.87 1 433.46 168.91 Bukan tenagakerja 702.98 167.19 870.16 2 025.12 256.08 Total Sumatera 1 200.57 277.46 1 478.03 3 458.58 424.99 Jawa-Bali Tenaga Kerja 254.45 1.381.24 1 635.69 733.02 2 115.64 Bukan tenagakerja 320.33 1.450.79 1 771.12 922.81 2 222.16 Total Jawa -Bali 574.78 2 832.03 3 406.81 1 655.83 4 337.80 Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah). Dampak skenario 4 terhadap penerimaan faktor produksi merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan skenario 3 dan skenario 5. Apabila dilakukan simulasi kebijakan skenario 3 tahun 2008, maka penerimaan faktor produksi meningkat sebesar 1.478.03 miliar di Sumatera dan 3.406.81 miliar di Jawa-Bali. Sementara penerimaan faktor produksi di Sumatera meningkat sebesar 424.99 miliardan di Jawa-Bali meningkat sebesar 4337.80 miliar rupiah jika dilakukan simulasi kebijakan skenario 5. Simulasi kebijakan tahun 2009 (Tabel 14) untuk skenario 4 menghasilkan peningkatan pendapatan faktor produksi di Sumatera 4.012.45 miliar rupiah dan peningkatan faktor produksi di Jawa-Bali 1.921.00 miliar rupiah. Sedangkan skenario 3 meningkatkan pendapatan faktor produksi di Sumatera 1823.67 miliar rupiah dan di Jawa-Bali sebesar Rp. 3.856.06 miliar rupiah. Simulasi skenario 5 merupakan peningkatan investasi jalan dan jembatan yang dilakukan hanya di Jawa-Bali saja (nilai investasi merupakan penjumlahan dari Sumatera dan Jawa- Bali) berdampak pada peningkatan penerimaan faktor produksi di Sumatera sebesar 493.05 miliar rupiah dan di Jawa-Bali sebesar 5.032.46 miliar rupiah.

204 Tabel 14. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap Distribusi Pendapatan Faktorial Tahun 2009 (miliar Rp) INSTITUSI Dampak Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario 1 2 3 4 5 Sumatera Tenagakerja 628.76 121.87 750.63 1 663.01 195.96 Bukan tenagakerja 888.28 184.76 1.073.04 2 349.43 297.09 TotalSumatera 1 517.04 306.63 1 823.67 4 012.45 493.05 Jawa-Bali Tenagakerja 321.52 1 526.45 1 847.98 850.40 2 454.44 Bukan tenagakerja 404.77 1 603.31 2 008.08 1 070.59 2 578.02 Total Jawa-Bali 726.30 3 129.76 3 856.06 1 921.00 5 032.46 Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Hasil simulasi kebijakan yang dilakukan pada besaran nilai investasi jalan dan jembatan tahun 2010 (Tabel 15) memberikan dampak terbesar jika dilakukan investasi di Sumatera saja (Skenario 4) dengan nilai investasi sama seperti skenario 3 dan skenario 5. Semakin besar nilai investasi semakin tinggi dampak terhadap penerimaan faktor produksinya. Dampak penerimaan faktor produksi akibat adanya simulasi kebijakan yang dilakukan pada skenario 4 adalah 4 044.94 miliar rupiah di Sumatera dan 1 936.55 miliar rupiah di Jawa-Bali. Tabel 15. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap Distribusi Pendapatan Faktorial Tahun 2010 (miliar Rp) Dampak INSTITUSI Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5 Sumatera Tenaga kerja 589.07 128.14 717.21 1 676.48 197.55 Bukan tenagakerja 832.22 194.26 1 026.47 2 368.46 299.49 Total Sumatera 1 421.29 322.39 1 743.68 4 044.94 497.04 Jawa-Bali Tenaga kerja 301.23 1 604.91 1 906.14 857.29 2 474.32 Bukan tenagakerja 379.23 1 685.71 2 064.93 1 079.26 2 598.89 Total Jawa - Bali 680.45 3 290.61 3 971.07 1 936.55 5 073.21 Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)

205 9.4. Analisis Dampak terhadap Distribusi Pendapatan Institusi Peningkatan permintaan tenagakerja dan modal akan menambah pendapatan faktor produksi sebagai dampak peningkatan output sektoral, yang selanjutnya berdampak kepada institusi sebagai pemilik faktor produksi. Berdasarkan hasil penghitungan skenario 1 sampai 5, diketahui bahwa dengan scenario kebijakan kenaikan investasi di sektor jalan dan jembatan di tahun 2008 (Lampiran 38), tahun 2009 (Lampiran 39), dan tahun 2010 (Lampiran 40), maka institusi rumahtangga, perusahaan dan pemerintah baik di Sumatera maupun di Jawa-Bali dan secara total (nasional), mengalami peningkatan pendapatan. Skenario peningkatan investasi jalan dan jembatan di Sumatera (skenario 1) dibandingkan peningkatan investasi di Jawa-Bali (skenario 2) secara parsial memberikan dampak terhadap pendapatan tertinggi jika investasi dilakukan di Jawa-Bali, baik dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan institusi dimana investasi dilaksanakan (intra-regional) maupun dampak tidak langsung terhadap pendapatan institusi wilayah lainnya (inter-regional). Kenaikan investasi sektor jalan dan jembatan di Sumatera (skenario 1) pada tahun 2008, meningkatkan pendapatan institusi (rumahtangga, perusahaan dan pemerintah) di Sumatera sebesar 1.217.05 miliar. Berdasarkan rincian institusi maka akibat kenaikan investasi jalan dan jembatan di Sumatera, total institusi rumahtangga (rumahtangga buruh tani sampai dengan pengusaha golongan atas di kota) menerima pendapatan tertinggi dibandingkan institusi lain (perusahaan dan pemerintah). Sementara akibat dampak peningkatan investasi jalan di Sumatera terhadap pendapatan institusi di Jawa-Bali (spillover) ternyata meningkatkan pendapatan (rumahtangga, perusahaan dan pemerintah) sebesar 661.37 miliar rupiah. Sementara itu, kenaikan investasi yang dilakukan di Jawa-Bali (skenario

206 2), ternyata meningkatkan pendapatan institusi di Jawa-Bali sebesar 3.034.32 miliar rupiah, sedang pendapatan institusi di Sumatera meningkat 581.13 miliar rupiah akibat kenaikan investasi jalan dan jembatan di Jawa-Bali. Selanjutnya, apabila investasi jalan dan jembatandi Sumatera dan Jawa-Bali dilakukan secara simultan (skenario 3) atau nilai investasi di Sumatera dan nilai investasi di Jawa-Bali dijumlahkan dan selanjutnya dilakukan investasi di pulau Sumatera saja (skenario 4), maka dampak terhadap pendapatan institusi akan lebih besar bila investasi dilakukan secara simultan di Sumatera dan Jawa-Bali (skenario 3). Pada lampiran 38 skenario 3 dengan investasi dilakukan di Sumatera dan Jawa-Bali secara simultan tahun 2008, maka pendapatan institusi di Jawa-Bali meningkat 3.695.69 miliar rupiah, sementara institusi di Sumatera meningkat sebesar 1.798.18 miliar rupiah. Namun apabila investasi jalan dan jembatan dilakukan di Sumatera saja (skenario 4) maka berdampak pada pendapatan institusi di Sumatera naik sebesar 3.506.05 miliar rupiah dan pendapatan institusi di Jawa-Bali naik1 905.69 miliar rupiah. Apabila total jumlah nilai investasi di Sumatera dan Jawa-Bali dilakukan di Jawa-Bali saja (skenario 5), maka pendapatan institusi di Jawa-Bali meningkat sebesar 4.647.64 miliar rupiah dan pendapatan institusi di Sumatera meningkat sebesar 890.12 miliar rupiah. Berdasarkan analisis skenario 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk tahun 2008, terlihat bahwa skenario investasi jalan dan jembatan pada skenario 5 (investasi dilakukan di Jawa-Bali saja) dengan nilai investasi 3 278.709 miliar rupiah memberikan peningkatan secara total (dampak inter-regional ditambah dampak intra-regional) terhadap pendapatan institusi yang tertinggi dibandingkan dengan skenario 3 dengan shock investasi dilakukan bersamaan di Sumatera dan di Jawa-Bali, atau shock investasi hanya di Sumatera saja (skenario 4). Dampak total terhadap

207 pendapatan institusi di Jawa-Bali pada skenario 5 adalah sebesar 4.647.64 miliar dan di Sumatera sebesar 890.12 miliar rupiah. Skenario serupa (skenario 1, 2, 3, 4 dan 5) juga diterapkan terhadap perubahan investasi jalan dan jembatan pada tahun 2009 dan tahun 2010 dengan nilai investasi yang berbeda dengan tahun 2008. Dampak perubahan pendapatan institusi tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 39 dan dampak perubahan pendapatan institusi pada tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 40. Perubahan investasi pada tahun 2009 pada skenario 5 memberikan dampak terhadap pendapatan institusi sebesar 5 391.93 miliar rupiah di Jawa-Bali dan 1.032,66 miliar rupiah di Sumatera. Skenario 5 ini merupakan skenario kebijakan investasi jalan dan jembatan tahun 2009 yang memberikan dampak pendapatan institusi yang tertinggi dibandingkan dengan skenario-skenario lainnya. Demikian pula skenario kebijakan peningkatan investasi jalan dan jembatan pada tahun 2010 memberikan kenaikan pendapatan institusi di Jawa-Bali sebesar 5.435.59 miliar rupiah dan pendapatan institusi di Sumatera sebesar1041.02 miliar rupiah pada skenario 5.Sementara itu, jika nilai investasi dalam jumlah yang sama pada tahun 2010 dilakukan di Sumatera saja (skenario 4) akan meningkatkan pendapatan institusi sebesar 4.100.45 miliar rupiah di Sumateradan 2.228.28 miliar rupiah. Selanjutnya jika investasi dilakukan secara simultan di Sumatra dan di Jawa-Bali (skenario 3) berdampak pada peningkatan pendapatan institusi di Jawa-Bali sebesar 4.308.62 miliar rupiah dan pendapatan institusi di Sumatera meningkat sebesar 2.116.03 miliar rupiah. Dari ketiga institusi sebagai pelaku ekonomi dan pemilik faktor produksi yaitu rumahtangga, perusahaan dan pemerintah, maka dampak pendapatan terhadap pendapatan institusi rumahtangga (total rumahtangga) adalah yang