BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
VALIDASI METODA PENGUKURAN KADAR AIR BUBUK PERISA MENGGUNAKAN MOISTURE ANALYZER HALOGEN HB43-S, SEBAGAI ALTERNATIF METODA OVEN DAN KARL FISCHER

IV. METODOLOGI PENELITIAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

Kemampuan yang ingin dicapai:

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

DAFTAR TABEL. 1. Kandungan gizi tepung ubi jalar per 100 g Karakteristik amilosa dan amilopektin... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN

III. METODELOGI. Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT KH Roberts Indonesia dan

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1 FORMULIR UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK) 3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setelah selesai mencicipi satu sampel.

METODE. Materi. Rancangan

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data. kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 12 jam untuk

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi

Mulai. Dihaluskan bahan. Ditimbang bahan (I kg) Pemanasan alat sesuai dengan suhu yang ditentukan. Dioperasikan alat. Dimasukkan bahan dan dipress

FORMAT MENAMPILKAN DATA TABEL, GAMBAR & TEHNIK MEMBAHAS

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

Epoxy Floor Coating :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Skema Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

V. HASIL DA PEMBAHASA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupaka pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan

BAB III BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lampiran 1. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit

Proses Pembuatan Madu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB III METODE PENELITIAN

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri

RANGKUMAN STUDI PENINGKATAN MUTU GARAM DENGAN PENCUCIAN

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

Peranan a w dalam Pendugaan dan Pengendalian Umur Simpan

PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

METODE. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Dendeng Ayam Broiler Pada Berbagai Suhu dan Lama Pengeringan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

5.1 Total Bakteri Probiotik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pewarna Alami untuk Pangan MERAH BIT

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

Perhatikan gambar diagram P-T berikut:

Laporan Tetap Praktikum Penetapan Kadar Abu

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan, tepung tapioka dikondisikan dengan menempatkan sampel ini di dalam wadah yang berisi larutan garam jenuh dan disimpan dalam inkubator 25 o C selama 3 minggu. Adapun garam jenuh yang digunakan adalah MgCl 2 dengan RH 25 o C = 32,73%, NaCl dengan RH 25 o C = 75,32%, KCl dengan RH 25 o C = 84,32%. Larutan garam dinyatakan jenuh apabila sebagian dari kristal garam tersebut tidak dapat larut lagi di dalam air atau membentuk endapan. Tabel 7 Peningkatan kadar air tepung tapioka pada suhu 100 o C dengan MA pada berbagai a w Kadar Air Tapioka diukur dengan MA 100 o C Jenis Garam MgCl 2 NaCl KCl RH 32,73 75,32 84,32 Hari ke 0 9,63 9,63 9,63 Hari ke 1 9,25 12,75 13,23 Hari ke 7 8,47 14,13 15,74 Hari ke 9 8,68 14,48 16,34 hari ke 12 8,78 14,26 16,54 hari ke 21 8,75 14,43 16,30 Pada pengujian pendahuluan ini beberapa sampel diambil dari wadah yang berisi larutan garam jenuh untuk melihat apakah tepung tapioka yang ditaruh di dalamnya telah mencapai kesetimbangan atau belum. Penyimpanan dilakukan selama 21 hari karena belum diketahui berapa lama tepung tapioka perlu disimpan sampai kesetimbangan tercapai. Dari tabel 7 didapatkan informasi baru bahwa tepung tapioka yang dikondisikan pada berbagai RH tersebut telah mencapai kesetimbangan pada hari ke-9 penyimpanan pada suhu 25 o C. Berikut ini adalah hasil rata-rata perhitungan kadar air tepung tapioka basis kering dan basis basah yang telah dikondisikan pada berbagai RH yang telah mencapai kesetimbangan ERH (equilibrium relative humiditt) yang diukur pada berbagai suhu pengukuran yang berbeda untuk mendapatkan suhu pengukuran

52 yang sesuai yang dapat digunakan pada pengujian selanjutnya. Hasil kadar air yagn didapat dapat disebut sebagai EMC (equilibrium moisture content). Perhitungan ANOVA dan Dunnett dilakukan pada tepung tapioka yang disimpan pada larutan garam jenuh MgCl 2 (RH=32,72) pada tabel 9 dan 10 hasil perhitungan kadar air basis basah, sedangkan tabel 12 dan 13 yang merupakan hasil perhitungan menggunakan basis kering. Tabel 8 Kadar air kesetimbangan (EMC) tepung tapioka basis basah di berbagai ERH pada 7 suhu pengukuran yang berbeda Garam RH a w Rata-rata kadar air basis basah pada Tapioka diukur dengan alat dan suhu yang berbeda Oven MA MA MA MA MA MA MA 105 95 100 105 110 115 120 125 MgCl 2 32,72 0,33 9,1534 8,6500 8,7567 9,2533 9,4100 9,6867 9,8800 10,1050 NaCl 75,32 0,75 14,5486 14,0867 14,4667 14,7433 14,8900 15,0400 15,2533 15,4000 KCl 84,32 0,84 16,4765 16,1267 16,2700 16,4567 16,7767 16,9567 17,0133 17,2533 Tabel 9 ANOVA tepung tapioka basis basah pada Garam MgCl 2 (RH=32,72) pada 7 suhu pengukuran yang berbeda Sumber Keragaman DB JK KT Fhitung F 5% F 1% Perlakuan 7.00 5.57 0.80 110.15 2.92 3.73 Galat 16.00 0.12 0.01 Total 23.00 5.69 Tabel 10 Hasil Dunnett Test pada tepung tapioka basis basah pada Garam MgCl 2 (RH=32,72) pada 7 suhu pengukuran yang berbeda Perbandingan Beda Mutlak Kontrol Sample vs ( Y i -Y j ) Nilai d Hasil MA 95 o C Oven 105 o C 0.503 0.203 Beda Nyata MA 100 o C Oven 105 o C 0.397 0.203 Beda Nyata MA 105 o C Oven 105 o C 0.100 0.203 Tidak Nyata MA 110 o C Oven 105 o C 0.257 0.203 Beda Nyata MA 115 o C Oven 105 o C 0.533 0.203 Beda Nyata MA 120 o C Oven 105 o C 0.727 0.203 Beda Nyata MA 125 o C Oven 105 o C 0.952 0.203 Beda Nyata Tabel 11 Kadar air kesetimbangan (EMC) tepung tapioka basis kering (g/100 g padatan) diberbagai ERH pada 7 suhu pengukuran yang berbeda Garam RH a w Rata-rata kadar air basis kering pada Tapioka diukur dengan alat dan suhu yang berbeda Oven MA MA MA MA MA MA 105 MA 95 100 105 110 115 120 125 MgCl 2 32,7 0,33 10,0757 9,4692 9,5971 10,1970 10,3875 10,7257 10,9632 11,2409 NaCl 75,3 0,75 17,0257 16,3966 16,9135 17,2929 17,4950 17,7025 17,9988 18,2034 KCl 84,3 0,84 19,7270 19,2274 19,4316 19,6984 20,1588 20,4191 20,5013 20,8508

53 Tabel 12 ANOVA tepung tapioka basis kering pada Garam MgCl 2 (RH=32,72) pada 7 suhu pengukuran yang berbeda Sumber Keragaman DB JK KT Fhitung F 5% F 1% Perlakuan 7,00 8,25 1,18 111,06 2,92 3,73 Galat 16,00 0,17 0,01 Total 23,00 8,42 Tabel 13 Hasil Dunnett Test pada tepung tapioka basis kering pada Garam MgCl 2 (RH=32,72) pada 7 suhu pengukuran yang berbeda Perbandingan Beda Mutlak Kontrol Sample vs ( Y i -Y j ) Nilai d Hasil MA 95 o C Oven 105 o C 0,606 0,246 Beda Nyata MA 100 o C Oven 105 o C 0,479 0,246 Beda Nyata MA 105 o C Oven 105 o C 0,121 0,246 Tidak Nyata MA 110 o C Oven 105 o C 0,312 0,246 Beda Nyata MA 115 o C Oven 105 o C 0,650 0,246 Beda Nyata MA 120 o C Oven 105 o C 0,887 0,246 Beda Nyata MA 125 o C Oven 105 o C 1,165 0,246 Beda Nyata Dari tabel data di atas terlihat bahwa hasil pengukuran EMC menggunakan moisture analyzer yang diatur pada suhu 105 C menunjukkan hasil yang paling mendekati hasil pengukuran menggunakan oven konveksi UM-400 yang diperlakukan sebagai kontrol. Uji ANOVA terhadap data data tersebut membuktikan bahwa sekurang kurangnya terdapat 95% yang memiliki hasil F hitung kurang dari F tabel 2.92 seperti tampak pada tabel 10 dan 12. Selanjutnya dengan uji lanjutan Dunnett dapat dibuktikan bahwa hasil pengukuran EMC tepung tapioka menggunakan moisture analyzer HB43-S yang diatur pada suhu 105 C adalah secara statistik setara dengan hasil pengukuran menggunakan oven konveksi UM-400. Hasil pengukuran dengan MA 105 C tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran pada oven 105 C seperti tampak pada tabel 11 dan 13. Untuk detail perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4. Dari hasil percobaan pendahuluan ini maka dapatkan suhu yang akan dipakai untuk pengujian selanjutnya adalah 105 o C beserta suhu di bawah dan diatasnya +/- 5 o C.

54 Kadar Air (oven) vs aw Tapioka suhu penyimpanan 25 o C selama 3 minggu Rata-rata KA Kadar Air Kesetimbangan(%) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 Aktifitas Air (aw ) Gambar 15 Grafik sorpsi isotermis tepung tapioka basis kering pada kondisi setimbang pada tapioka pada suhu penyimpanan 25 o C Menurut Andarwulan (2011) dan Koesnandar (2010), hubungan kadar air dan a w suatu bahan pangan mengikuti suatu pola tertentu yang dinamakan dengan sorpsi isotermis air. Kadar air kesetimbangan (ERH atau EMC) hasil perhitungan menggunakan basis kering dalam gram per 100 gram padatan pada Tabel 11 untuk sample yang dikondisikan pada RH tertentu yang diukur dengan oven dapat dibuat kurva sorpsi isotermis air tapioka seperti dapat dilihat pada Gambar 15 dengan aktifitas air sebagai sumbu x. Dari tabel kurva isotermis sorpsi air pada gambar tersebut dapat diperkirakan berapa kadar air tapioka pada keadaan kesetimbangan jika bahan ditaruh pada RH tertentu. Misalkan jika tepung tapioka diletakkan pada ruangan dengan RH 75% sampai bahan menjadi setimbang (a w = 0,75), maka kadar air kesetimbangan tepung terigu akan mencapai 16.86%. B. Penelitian Tahap Pertama: Pengukuran Kadar Air Bahan Dasar Bubuk Perisa Tahapan ini bertujuan untuk mengkonfirmasi lebih lanjut bahwa suhu pengukuran menggunakan alat moisture analyzer yang diperoleh dari tahapan penelitian sebelumnya, yaitu suhu 105 o C, bila diterapkan untuk pengukuran kadar air bahan baku bubuk perisa (tapioka, maltodekstrin, dan laktosa) dapat

55 memberikan hasil pengukuran yang setara dengan hasil pengukuran kadar air bahan-bahan tersebut menggunakan metoda standar yang selama ini digunakan. B.1. Tepung Tapioka Pada percobaan ini sampel sampel tepung tapioka diukur kadar airnya menggunakan satu Moisture Analyzer yang sama namun diukur pada 3 (tiga) suhu yang berbeda yaitu suhu 100, 105, 110 o C, hasil pengukuran yang didapat dibandingkan dengan hasil pengukuran kadar air menggunakan metoda oven konveksi (SNI 01-2891-1992 butir 5.1). Seperti tampak pada tabel 14, rata-rata pengukuran kadar air menggunakan Moisture Analyzer yang diukur pada suhu 105 o C memberikan hasil kadar air 9,78%, mendekati hasil pengukuran menggunakan oven yang diset pada suhu yang sama yaitu 9,7589%. Tabel 14 Kadar Air rata-rata Tepung Tapioka Kadar Air (%) Oven 105 o C MA 100 o C MA 105 o C MA 110 o C Rata-rata 9,7589 9,59 9,78 10,12 Standar Deviasi 0,1302 0,0859 0,0909 0,0662 Koefisien Varian 1,33% 0,90% 0,93% 0,65% Tabel 15 Perhitungan statistik dengan tes Dunnett untuk Tepung Tapioka Moisture analyzer vs oven Beda Mutlak Nilai d ( Y i -Y j ) Dunnett Hasil MA 100 o C vs Oven 105 o C 0,167 0,105 Beda Nyata MA 105 o C vs Oven 105 o C 0,020 0,105 Tidak Nyata MA 110 o C vs Oven 105 o C 0,368 0,105 Beda Nyata Uji ANOVA yang dilanjutkan dengan uji post hoc menggunakan tes Dunnett seperti tampak pada tabel 15 dan Lampiran 5 (5.1), membuktikan bahwa pengukuran kadar air sampel tapioka menggunakan alat Moisture Analyzer yang diatur pada suhu 105 o C secara statistik hasilnya tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran kadar air sampel tapioka yang diukur dengan oven 105 o C. Oleh karena itu dapat disimpulkan untuk tepung tapioka, metoda pengukuran kadar air menggunakan Moisture Analyzer yang diatur pada suhu 105 o C dapat menggantikan metoda oven konveksi yang selama ini digunakan sebagai metoda standar untuk pengukuran kadar air.

56 B.2. Maltodekstrin Kadar air maltodekstrin diukur dengan alat Moisture Analyzer HB43-S pada tiga suhu yang berbeda (100, 105, 110 o C) untuk mengetahui hasil kadar air mana yang mendekati hasil pengukuran dengan metode oven UM-400. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kadar air maltodekstrin yang diukur dengan alat Moisture Analyzer pada suhu 105 o C memberikan hasil kadar air 5,20% yang hasilnya mendekati dengan kadar air yang diukur dengan alat oven pada suhu yang sama yaitu 5.2055% seperti tampak pada Tabel 16. Tabel 16 Kadar air rata-rata Maltodekstrin Kadar Air (%) Oven 105 o C MA 100 o C MA 105 o C MA 110 o C Rata-rata 5,2055 4,70 5,20 5,30 Standar Deviasi 0,0393 0,0993 0,0769 0,0538 Koefisien Varian 0,75% 2,11% 1,48% 1,02% Tabel 17 Data hasil perhitungan statistik tes Dunnett untuk Maltodekstrin Moisture analyzer vs oven Beda Mutlak Nilai d Hasil ( Y i -Y j ) MA 100 o C vs Oven 105 o C 0,353 0,096 Beda Nyata MA 105 o C vs Oven 105 o C 0,005 0,096 Tidak Nyata MA 110 o C vs Oven 105 o C 0,093 0,096 Beda Nyata Hasil perhitungan statistik dengan tes Dunnett pada Tabel 17 menunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar air dengan menggunakan Moisture Analyzer pada suhu 105 o C memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan hasil dengan metode oven. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Moisture Analyzer pada suhu 105 o C memberikan hasil yang mendekati hasil metode oven sehingga moisture HB43-S pada suhu 105 o C dan dapat digunakan sebagai metode pengganti oven UM-400 untuk bahan baku maltodekstrin. Secara lengkap perhitungan statistik dengan tes Dunnett dapat dilihat di Lampiran 5 (5.2). B.3. Laktosa Menurut Andarwulan (2011), laktosa, sukrosa, dan maltosa merupakan senyawa disakarida yang juga merupakan senyawa polimer yang bersifat mengikat air, keberadaannya dalam sampel bahan pangan dapat menyebabkan air

57 sulit keluar dari sampel tersebut. Penggunaan suhu pemanasan yang cukup tinggi (suhu 70-100 o C) dapat menyebabkan laktosa mengalami dekomposisi dan terurai menghasilkan senyawa yang bersifat volatil, sehingga hal ini dapat mempengaruhi data kadar air yang diperoleh. Untuk menganalisis kadar air sampel bahan pangan yang mengandung gula khususnya fruktosa atau laktosa, AOAC (1984) merekomendasikan metoda LOD menggunakan oven vakum suhu 60-70 o C. Metode pemanasan sebenarnya kurang sesuai digunakan untuk mengukur kadar air laktosa, karena sifatnya yang peka dan mudah terdekomposisi bila terkena panas. Kadar air bahan seperti ini akan lebih tepat bila diukur menggunakan metode Karl Fischer yang tidak membutuhkan pemanasan pada proses analisisnya. Berdasar kekhususan sifat yang dimilikinya, untuk laktosa dan produk bubuk perisa yang dibuat dari bahan ini metode Karl Fischerlah yang dijadikan sebagai metoda referensi analisis kadar air, bukan metoda oven konveksi. Pereaksi Karl Fischer sangat sensitif terhadap air sehingga metode ini dapat diaplikasikan untuk analisis kadar air bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang sangat rendah seperti produk minyak/lemak, gula, madu dan bahan kering. Tabel 18 Kadar air laktosa diukur menggunakan beberapa jenis metode. Water Content Kadar Air (%) KF Oven 105 o C MA 100 o C MA 105 o C MA 110 o C Rata-rata 5,39 0,0604 0,84 0,91 1,54 Standar Deviasi 0,1479 0,0067 0,1078 0,1593 0,2059 Koefisien Varian 2,75% 11,13% 12,78% 17,49% 13,41% Hasil pengukuran kadar air dengan metode KF menggunakan autotitrator Mettler Toledo DL31 adalah 5,39% (Tabel 18), sangat jauh bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran menggunakan moisture analyzer dengan setting suhu 100, 105 dan 110 o C ataupun oven konveksi suhu 105 C. Karl Fischer merupakan metode yang sensitif yang dapat mendeteksi kelembaban apapun, bahkan dari lingkungan sekitarnya yang pengaruhnya harus dihilangkan sebanyak mungkin, itulah sebabnya mengapa kadar air hasil pengukuran menggunakan KF. Hal ini di perkuat dengan hasil pengujian statistik dengan menggunakan tes Dunnett (Tabel 19 dan Lampiran 5 bagian 5.3) dimana hasil

58 pengujian terhadap semua suhu pengukuran memberikan hasil berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa pengukuran kadar air dengan pemanasan bukanlah metode yang tepat untuk mengukur bahan tersebut dan tidak dapat menggantikan pengukuran dengan metode KF. Tabel 19 Data hasil perhitungan statistik dengan tes Dunnett untuk Laktosa Metoda lain vs Karl Fischer Beda Mutlak ( Y i -Y j ) Nilai d Hasil Oven 105 o C vs KF 5,326 0,166 Beda Nyata MA 100 o C vs KF 4,542 0,166 Beda Nyata MA 105 o C vs KF 4,475 0,166 Beda Nyata MA 110 o C vs KF 3,850 0,166 Beda Nyata C. Penelitian Tahap Kedua: Pengukuran Kadar Air Produk Bubuk Perisa Pengukuran kadar air dengan moisture analyzers sangatlah cepat, namun seringkali hasilnya sangat dipengaruhi oleh struktur dan komposisi sampel yang dianalisis, dibutuhkan upaya coba coba trial-and-error untuk menentukan setelan pemanasan dan waktu yang tepat agar diperoleh hasil analisis yang akurat. Dengan sangat beragamnya jenis bubuk perisa yang harus diuji kadar airnya, tentu akan sangat membebani operator bilamana harus menghafal prosedur untuk setiap jenis sampel. Pada tahapan ini akan dikaji kemungkinan penyeragaman metoda analisis kadar air bubuk perisa berdasarkan kandungan bahan baku penyusunnya yang paling dominan (tapioka, maltodekstrin, dan laktosa). C.1. Perisa HVP Perisa HVP adalah bubuk perisa yang mengandung 40% maltodekstrin sebagai bahan baku utama. Sama seperti maltodekstrin, bubuk perisa juga diukur kadar airnya menggunakan Moisture Analyzer yang diset pada tiga tingkat suhu yang berbeda yakni 100, 105, dan 110 C hasilnya dibandingkan dengan hasil pengukuran kadar air menggunakan oven konveksi 105 C. Tabel 20 Kadar air rata-rata perisa HVP Kadar Air (%) Oven 105 o C MA 100 o C MA 105 o C MA 110 o C Rata-rata 3,2348 3,09 3,26 3,66 Standar Deviasi 0,0616 0,0607 0,0471 0,0600 Koefisien Varian 1,91% 1,96% 1,44% 1,64%

59 Tabel 21 Data hasil perhitungan statistik tes Dunnett untuk Perisa HVP Perbandingan Beda Mutlak Kontrol Sample vs ( Y i -Y j ) Nilai d Hasil MA 100 o C Oven 105 o C 0.353 0.096 Beda Nyata MA 105 o C Oven 105 o C 0.005 0.096 Tidak Nyata MA 110 o C Oven 105 o C 0.093 0.096 Beda Nyata Pada Tabel 20 terlihat kecenderungan trend hasil analisis kadar air perisa HVP, memiliki kemiripan dengan hasil analisis kadar air untuk maltodeksrin (tabel 15). Pemanasan sampel pada suhu 105 o C baik pada oven konveksi maupun Moisture Analyzer menghasilkan nilai kadar air perisa HVP yang berdekatan yakni 3,2348% untuk oven dan 3.26% untuk Moisture Analyzer. Sedangkan pengukuran kadar air sampel HVP yang dilakukan menggunakan Moisture Analyzer bersuhu 100, dan 110 C hasilnya berbeda dengan hasil analisis menggunakan oven konveksi 105 C. Hal ini diperkuat dengan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan tes Dunnett seperti tampak pada Tabel 21 dan Lampiran 6. Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan untuk perisa HVP, metode pengukuran kadar air menggunakan Moisture Analyzer 105 o C dapat menjadi alternatif pengganti bagi metode oven konveksi 105 o C. Untuk perisa yang memiliki kemiripan karakteristik dengan perisa HVP, metode pengukuran kadar airnya menggunakan Moisture Analyzer kemungkinan dapat didasarkan pada metode pengukuran kadar air maltodekstrin. C.2. Perisa Garlic Perisa Garlic mengandung campuran bahan baku maltodekstrin 40% dan 40% tapioka, perisa ini juga mengandung asam lemak tidak jenuh dan bahan baku lainnya sebesar dengan total jumlah 20%. Hasil pengukuran kadar air dengan mengunakan Moisture Analyzer untuk perisa Garlic memberikan tren yang berbeda saat dibandingkan dengan bahan bakunya (tapioka dan maltodekstrin).

60 Tabel 22 Kadar air rata-rata perisa Garlic Kadar Air (%) Oven 105 o C MA 90 o C MA 100 o C MA 105 o C MA 110 o C Rata-rata 5.4985 5.07 5.45 5.69 5,80 Standar Deviasi 0.0782 0.0526 0.0951 0.0638 0,1290 Koefisien Varian 1.42% 1.04% 1.74% 1.12% 2,22% Tabel 23 Data hasil perhitungan statistik tes Dunnett untuk Perisa Garlic Perbandingan Beda Mutlak Kontrol Sample vs ( Y i -Y j ) Nilai d Hasil MA 90 o C Oven 105 o C 0,428 0,100 Beda Nyata MA 100 o C Oven 105 o C 0,047 0,100 Tidak Nyata MA 105 o C Oven 105 o C 0,187 0,100 Beda Nyata MA 110 o C Oven 105 o C 0,301 0,100 Beda Nyata Pada perisa Garlic, hasil pengukuran kadar air (Table 22) dengan menggunakan Moisture Analyzer pada suhu 100 o C (5,45%) memberikan hasil yang mendekati hasil pengukuran dengan metode oven (5,4985%) sebagaimana diperkuat dengan hasil pada perhitungan statistik tes Dunnett (Tabel 23). Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena dua hal, perisa garlic selain mengandung 10% asam lemak tidak jenuh juga bahan baku lainnya yang sensitif terhadap panas dan intensitas pemanasan yang lebih tinggi pada alat moisture analyser halogen. Menurut Andarwulan 2011, senyawa yang mudah menguap seperti etanol, minyak esensial dan senyawa mudah menguap lainnya serta senyawa yang mudah teroksidasi seperti asam lemak tidak jenuh dan tanin dapat menyebabkan nilai kadar air yang diperoleh menjadi lebih besar dari sesungguhnya karena kehilangan berat yang terjadi dianggap sebagai air yang hilang. Pemanasan pada moisture analyser dapat berlangsung lebih intens dibanding pada oven konveksi, meskipun alat ini dioperasikan pada suhu yang lebih rendah (100 C). Pada moisture analyser pemanasan sampel tidak hanya sebatas permukaannya saja, karena sistem pemanasan pada alat ini memanfaatkan gelombang elektromagnetik pada spektrum inframerah yang mampu menembus ke bagian dalam sampel sehingga didapatkan pemanasan yang lebih merata. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa untuk perisa garlic pengukuran kadar air menggunakan moisture analyser dengan suhu pemanasan 100 C dapat menggantikan metoda oven 105 C, kedua metoda tersebut dianggap dapat memberikan hasil pengukuran yang setara.

61 C.3. Perisa Vanilla Perisa vanilla mengandung 80% laktosa. Hampir sama dengan perilaku atau tren hasil pengukuran kadar air laktosa, seperti tampak pada Table 24 hasil pengukuran kadar air perisa vanilla dengan alat Moisture Analyzer memberikan hasil yang tidak konsisten dengan hasil pengukuran menggunakan perangkat KF, sebaliknya pengukuran kadar air dengan menggunakan metode oven UM-400 (4,9179%) mendekati rata-rata kadar air dengan metode KF (4,43%). Tabel 24 Data kadar air Perisa Vanilla pada beberapa jenis metode. Water Content Kadar Air (%) KF Oven 105 o C MA 100 o C MA 105 o C MA 110 o C Rata-rata 4,43 4,9179 16,11 12,51 17,91 Standar Deviasi 0,1610 0,1584 2,2606 2,1041 1,4921 Koefisien Varian 3,64% 3,22% 14,03% 16,82% 8,33% Tabel 25 Data hasil perhitungan statistik tes Dunnett untuk Perisa Vanilla Perbandingan Beda Mutlak Kontrol Sample vs ( Y i -Y j ) Nilai d Hasil Oven 105 o C KF 0,491 1,741 Tidak Nyata MA 100 o C KF 11,681 1,741 Beda Nyata MA 105 o C KF 8,083 1,741 Beda Nyata MA 110 o C KF 13,478 1,741 Beda Nyata Perhitungan statistik tes Dunnett pada Tabel 25 menunjukkan hasil pengukuran kadar air metode KF menggunakan Mettler Toledo DL31 tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran kadar air metode oven, namun berbeda nyata dengan hasil pengukuran menggunakan alat Moisture Analyzer pada seluruh tingkatan suhu yang diuji. Intensitas pemanasan yang tinggi (70-100 o C) dapat menyebabkan senyawa-senyawa dalam perisa vanilla mengalami dekomposisi dan terurai menjadi senyawa lainnya yang bersifat volatil, hal ini membuat hasil pembacaan kadar air Moisture Analyzer lebih tinggi dari dua metoda lainnya.. Hasil ini menunjukkan bahwa pengukuran kadar air menggunakan alat Moisture Analyzer bukanlah metode yang tepat untuk perisa vanilla dan tidak dapat menggantikan metode KF. Sedangkan metoda oven konveksi meski juga menggunakan pemanasan suhu tinggi, tetapi karena intensitas pemanasannya

62 lebih rendah, metoda ini masih mungkin digunakan untuk mengukur kadar air produk perisa vanilla. Dari pengujian pengukuran kadar air yang dilakukan terhadap beberapa jenis bahan baku dan produk perisa, diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran bahan bahan tersebut menggunakan metode LOD. Faktor-faktor itu dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, golongan pertama adalah faktor yang berhubungan dengan proses pemanasan yaitu prinsip pemanasan (langsung dan tak langsung), suhu pemanasan, dan pemvakuman. Sedangkan golongan kedua adalah faktor yang berhubungan dengan sifat bahan, yang termasuk golongan ini adalah struktur dan komposisi bahan. D. Uji Efisiensi Salah satu tujuan penggantian metoda oven dengan metoda analisis cepat menggunakan moisture analyzer adalah penghematan waktu. Dari catatan penelitian diperoleh fakta bahwa waktu analisis bervariasi tergantung pada jenis sampelnya (tabel 26 kolom 1). Moisture analyzer dan perangkat KF hanya dapat digunakan untuk menganalisis 1 (satu) sampel saja dalam setiap siklus operasi, sedangkan oven dapat menampung sampai 30 sampel per siklus operasi. Untuk menganalisis 1 sampel maltodekstrin dengan moisture analyzer dibutuhkan waktu 0,087 jam (5 menit 13,2 detik), bila dilakukan dengan oven akan membutuhkan waktu 3,26 jam (3 jam 15 menit 36 detik). Bila jumlah sampel ditingkatkan menjadi 30 sampel maka analisis kadar air menggunakan moisture analyzer akan membutuhkan waktu 2,6 jam (2 jam 36 menit) sementara dengan metoda oven diperlukan 3,347 jam (3 jam 20 menit 49,2 detik), seperti ditunjukkan pada tabel 26 kolom 2. Apabila waktu 3,347 jam, waktu yang dibutuhkan untuk menganalisis 30 sampel jika digunakan metoda oven, dijadikan patokan waktu. Maka dalam kurun waktu yang sama bila digunakan moisture analyzeruntuk maltodekstrin dapat dianalisis sebanyak 38 sampel sedangkan untuk perisa vanilla hanya dapat dianalisis sebanyak 4 sampel. Sebagai pembanding bila digunakan perangkat KF dalam waktu 3,347 jam dapat dianalisis sebanyak 30 sampel vanilla. Untuk produk/bahan yang lain, jumlah sampel yang dapat dianalisis per 3,347 jam dapat dilihat pada tabel 26 kolom 3.

63 Tabel 26 Waktu untuk analisis kadar air bubuk dan bahan baku perisa Metode Waktu analis/sample (jam) Waktu analisis/30 sampel (jam) Jumlah Sampel yang dpt dianalisis per 3,347 jam Oven Konveksi 105 o C Semua jenis sample 3,260 3,347 30 Moisture Analyzer 105 o C Tapioka 0,196 5,883 17 Maltodextrin 0,087 2,600 38 HVP 0,114 3,425 29 Garlic 0,162 4,858 17 Vanilla 0,721 21,633 4 Karl Fischer Laktosa 0,157 4,717 21 Vanilla 0,107 3,200 30 Dari hasil tersebut tampak waktu analisis maltodekstrin dan perisa HVP menggunakan Moisture Analyzer suhu 105 o C lebih cepat atau sebanding dengan metode oven, demikian pula untuk pengujian menggunakan metode Karl Fischer bagi perisa vanilla. Untuk jumlah sampel lebih dari 30, lama pengujian menggunakan Moisture Analyzer suhu 105 o C menjadi tidak efektif bagi tapioka, Garlic, dan vanilla dikarenakan waktu pengujian menjadi lebih lama dari pada metode oven. Hal yang sama dijumpai pada laktosa yang dianalisis menggunakan perangkat KF. Dari pengamatan terhadap kerja analis ditemukan bahwa selama waktu pengeringan 3 jam menggunakan oven, analis bisa melakukan analisis lainnya. Sangat berbeda keadaannya jika menggunakan Moisture Analyzer atau perangkat KF, dimana analis harus menunggu di depan alat saat pengujian sampai analisis selesai dilakukan, sehingga penanganan pekerjaan lainnya banyak yang terpotong-potong. Secara teknis metode oven efektif untuk menganalisis sampel dalam jumlah banyak, sedangkan alat moisture analyzer dan perangkat KF efektif jika digunakan untuk jumlah sampel sedikit. Analisis kadar air menggunakan metoda Karl Fischer juga butuh perhatian ekstra karena bahan pereaksinya berbahaya dan tidak aman untuk lingkungan. Disarankan perangkat KF hanya

64 diperuntukan bagi produk berbahan baku turunan gula atau bahan yang kadar airnya sangat rendah yang tidak mungkin dianalisis menggunakan metoda lainnya. E. Pembuatan Template Laporan Validasi Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah memberikan hasil sebuah template dalam bentuk Excel yang dapat dipergunakan untuk mempermudah pelaporan validasi alat maupun metode. Template tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11, dimana analis hanya perlu memasukkan nama metode yang akan dibandingkan dan kontrol, nama penguji, tanggal, kondisi atau perlakuan kontrol, serta hasil pengukuran 10 ulangan untuk baik untuk metode yang akan divalidasi maupun kontrol. Data masukan diketikkan pada bagian yang berwarna kuning. Uji statistik yang digunakan untuk proses validasi adalah uji Dunnett. Suatu alat/metoda dikatakan dapat menggantikan alat/metoda yang dianggap sebagai kontrol apabila hasil uji Dunnett menyatakan hasil pengukuran keduanya tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan pada template dalam bentuk excel tersebut telah dibandingkan dengan hasil perhitungan statistik menggunakan program SPSS dan hasil perhitungannya memberikan hasil yang sama seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13.