IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

PEMBAHASAN Prosedur Gudang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

PEMBAHASAN Konsep Pemupukan Tepat Jenis

LEAF SAMPLING UNIT ( L S U )

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. SOCIATE FINANCIARE DES CHACILUS MEDANSA oleh bangsa belgia. Pada tahun 1996-

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Komponen Produksi (Faktor Pengali Produksi)

Produktivitas Optimal PENDAHULUAN 13/07/2017 PT PADASA ENAM UTAMA. Bahan Tanaman. Manajemen Kebun. Oleh: Lambok Siahaan.

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh Yeany M. Bara Mata, SP

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

LAPORAN MONITORING INTERNAL PROGRAM INSENTIF PKPP TAHUN 2012 TAHAP I. 1. Lokus : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN BIONUTRIEN S267 TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA SAWIT TM-03

Disampaikan oleh : Edison P. Sihombing dan Dimas H. Pamungkas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Transkripsi:

18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Tandan Buah Segar 4.1.1. Kebun Rimbo Satu Afdeling IV Hasil dari sensus pokok produktif pada tiap blok sampel di masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4. Blok 23 dan Blok 24 perlakuan yang memiliki nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi adalah perlakuan P3. Pada Blok 34 nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi diperoleh perlakuan P1. Gambar 4. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Gambar 5 adalah gambar hasil dari rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit pada Blok sampel. Dari data tersebut dapat diperoleh data potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit (Gambar 6). Secara keseluruhan dari Gambar 5 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada Blok 23 terdapat kesesuaian hasil tertinggi antara produksi di lapang dengan potensi produksi, yaitu perlakuan P3 merupakan perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi.

19 Gambar 5. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Gambar 6. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Dapat dilihat pada Blok 24 dan Blok 34 terdapat ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi. Pada Blok 24 produksi di lapang yang tertinggi adalah perlakuan P1, sedangkan potensi produksi yang tertinggi

20 terdapat pada perlakuan P3. Pada Blok 34 nilai produksi di lapang yang tertinggi adalah perlakuan P5 dan nilai potensi produksi yang tertinggi adalah perlakuan P1. Ketidaksesuaian tersebut terjadi karena jumlah pokok produktif yang berbeda pada tiap perlakuan dan kesalahan pada saat pengukuran. Hal tersebut dapat terjadi karena pada Blok 34 perlakuan P5 terdapat jumlah pokok produktif yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan P1. Sedangkan pada perlakuan P1 yang jumlah pokok produktifnya lebih sedikit tetapi potensi produksi tandan buah segarnya lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh lingkungan di sekitar perlakuan P1 banyak tumpukan daun-daun dan batangbatang sawit bekas penebangan untuk fasilitas kebun, sehingga pada daerah sekitar P1 lebih banyak terdapat bahan organik dibandingkan perlakuan P5. Pada Gambar 4, dapat dilihat pada Blok 23 antara perlakuan P1 dan P2 perbedaan berat tandan buah segar per pokok produktif tidak jauh. Perbedaan dosis pemupukan antara perlakuan P1 dan P2 dapat dilihat dapat Tabel 1. Jika dibandingkan dengan mengurangi pemberian dosis pupuk konvensional sebesar 50% dengan penambahan bahan humat 100 ml/pokok kelapa sawit dengan hasil yang tidak jauh, maka akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan pemberian dosis normal. Hal tersebut juga terjadi pada rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Blok 23 antara perlakuan P1 dan P2 (Gambar 6). Sehingga dapat diketahui pemberian bahan humat 100 ml/pokok tanaman kelapa sawit pada Rimbo Satu Afdeling IV dapat menghemat biaya pembelian pupuk konvensional. Selanjutnya untuk perlakuan yang dapat disarankan untuk Kebun Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel adalah menggunakan hasil dari rata-rata potensi produksi tertinggi, yaitu pada Blok 23 dan Blok 24 perlakuan P3 dan untuk Blok 34 perlakuan P1. 4.1.2. Kebun Rimbo Dua Afdeling III Gambar 7 merupakan hasil pengukuran rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III. Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa pada Blok C35 perlakuan P3 memiliki nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi, sedangkan pada Blok C38 nilai rata-

21 rata produksi per pokok produktif paling tinggi diperoleh pada perlakuan P5 dan Blok C43 nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi diperoleh pada perlakuan P1. Gambar 7. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel. Gambar 8 merupakan hasil rata-rata produksi tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III dan Gambar 9 merupakan hasil rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III. Terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9, Blok C35 dan Blok C43 terdapat kesesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi. Pada Blok C35 perlakuan P3 merupakan perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi, sedangkan pada Blok C43 perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi adalah perlakuan P1. Pada Blok C38 terdapat ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi. Produksi di lapang yang paling tinggi adalah perlakuan P2, sedangkan pada potensi produksi nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P5.

22 Gambar 8. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel. Gambar 9. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel. Ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi pada Blok C38 dikarenakan pada perlakuan P5 sebagian areanya adalah rawa yang tergenang pada musim hujan (Gambar 10), selain itu di daerah rawa tersebut banyak terdapat pokok yang tidak produktif, sehingga pada perlakuan P5 jumlah

23 pokok produktifnya lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan P2 dan di sekitar rawa tersebut terdapat beberapa pokok produktif yang ikut tergenang pada musim hujan. Hal tersebut dapat mempengaruhi produksi. Menurut Santoso dan Winarna (2004), walaupun secara umum tanaman kelapa sawit dapat toleran terhadap genangan air dan dapat tumbuh di areal rendahan tanpa dilakukan tindakan pengelolaan terhadap permasalahan yang ada, tapi pertumbuhannya tertekan dan tidak jagur. Akar kelapa sawit mudah membusuk jika terlalu lama terendam air (Sastrosayono, 2008). Oleh karena itu, drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang. yang dapat disarankan untuk Kebun Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel dapat menggunakan hasil dari rata-rata potensi produksi tertinggi, yaitu pada Blok 35 perlakuan P3, untuk Blok 38 perlakuan P5, dan Blok 43 perlakuan P5. Gambar 10. Contoh area tergenang pada musim hujan, Blok C38 Afdeling III Rimbo Dua. Selanjutnya dapat dilihat pada pola grafik Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9 pada Blok C38 hasil produksi tandan buah segar pada perlakuan P1 tidak jauh dengan perlakuan P2. Dosis dapat dilihat pada Tabel 1. Jika perbedaan produksi tandan buah segar pada perlakuan P1 dengan perlakuan P2 tidak jauh, maka dapat dikatakan bahwa hasil produksi tandan buah segar dengan

24 pemberian pupuk konvensional yang hanya 50% dari dosis normal dengan penambahan bahan humat 100 ml/pokok kelapa sawit tidak jauh berbeda dari dosis normal. Dapat dilihat juga pada Blok C43, hasil produksi tandan perlakuan P3 tidak jauh dengan hasil perlakuan P5. Hal tersebut diatas juga telah dibahas pada Kebun Rimbo Satu afdeling IV, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan humat 100 ml/pokok dapat mengurangi 50% dosis pemupukan konvensional. Pengurangan dosis pemupukan sebesar 50% merupakan penghematan yang besar pada skala perkebunan besar. 4.1.3. Kebun Batanghari Afdeling II Hasil dari sensus pokok produktif pada Batanghari Afdeling II disajikan pada Gambar 11, Blok 51 pada perlakuan P2 memiliki nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi, sedangkan pada Blok 52 nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi terdapat pada perlakuan P1 dan untuk Blok 66 nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi terdapat pada perlakuan P4. Gambar 11. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel. Rata-rata produksi tandan buah segar kelapa sawit Batanghari Afdeling II disajikan pada Gambar 12 dan rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Batanghari Afdeling II disajikan pada Gambar 13.

25 Pada Blok 51 dan Blok 52 terdapat kesesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi. Untuk Blok 51 P2 merupakan perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi, sedangkan pada Blok 52 perlakuan P1 merupakan perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi. Gambar 12. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel. Gambar 13. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel.

26 Pada Blok 66 terdapat ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi. Produksi di lapang nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P5 Sedangkan pada potensi produksi nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P4. Pada daerah perlakuan P4 ditemukan banyak terdapat pokok sisipan, sehingga jumlah pokok produktif lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan P5, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P4 memang lebih berpotensi menghasilkan produksi tandan buah segar kelapa sawit lebih besar. yang dapat disarankan untuk Kebun Batanghari Afdeling II pada Blok sampel dapat menggunakan hasil dari rata-rata potensi produksi tertinggi, yaitu pada Blok 51 perlakuan P2, untuk Blok 52 perlakuan P1, dan Blok 66 perlakuan P4. 4.2. Perkembangan Vegetatif Daun merupakan organ yang penting pada tanaman, karena pada umumnya proses fotosintesis dilakukan di daun. Fotosintesis merupakan sumber penghasil energi dan biomasa bagi pertumbuhan tanaman (Harahap, 2000). Ada dua faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis, yaitu faktor tanaman dan lingkungan. Faktor tanaman meliputi; struktur daun, kedudukan daun, usia daun dan naungan. Faktor lingkungan meliputi; tersedianya ketersediaan air, hara,suhu dan cahaya (Xie dan Luo, 2003). 4.2.1. Rimbo Satu Afdeling IV 4.2.1.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat pada Blok 23 perlakuan P5 merupakan perlakuan yang rata-rata panjang pelepah paling panjang dibandingkan perlakuan lainnya. Pada Blok 24 perlakuan P2 dan P5 adalah perlakuan yang rata-rata panjang pelepah paling panjang. Sedangkan Blok 34 yang rata-rata panjang pelepah paling panjang adalah pada perlakuan P1.

27 Tabel 3. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Panjang Pelepah Kelapa Sawit (cm) Blok 23 Blok 24 Blok 34 P1 460 499 520 P2 503 500 460 P3 498 482 486 P4 468 484 492 P5 507 500 468 4.1.1.2. Panjang Daun Kelapa Sawit Pada Tabel 4 dapat dilihat pada Blok 23 dan Blok 24 yang memiliki ratarata panjang daun paling panjang adalah perlakuan P2. Sedangkan pada Blok 34 perlakuan P1 dan P4 memiliki rata-rata panjang daun yang paling panjang. Tabel 4. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Panjang Daun Kelapa Sawit (cm) Blok 23 Blok 24 Blok 34 P1 87 96 93 P2 97 101 89 P3 85 93 89 P4 87 88 93 P5 89 98 86 4.1.1.3. Lebar Daun Kelapa Sawit Lebar daun kelapa sawit yang paling lebar pada Blok 23 terdapat pada perlakuan P3 dan P5. Pada Blok 24 rata-rata lebar daun yang paling lebar adalah perlakuan P5. Sedangkan pada Blok 34 rata-rata lebar daun yang paling lebar adalah perlakuan P4 (Tabel 5). Tabel 5. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Lebar Daun Kelapa Sawit (cm) Blok 23 Blok 24 Blok 34 P1 4.8 5.3 5.2 P2 4.8 5.3 5.0 P3 5.1 5.3 4.7 P4 4.7 5.4 5.4 P5 5.1 5.7 4.8

28 4.1.1.4. Luas Daun Kelapa Sawit Jika dilihat pada Tabel 6, rata-rata nilai luas daun yang paling luas pada Blok 23 adalah pada perlakuan P2. Sedangkan pada Blok 24 perlakuan P5 merupakan perlakuan yang rata-rata luas daunnya paling luas, dan pada Blok 34 perlakuan P4 yang memiliki rata-rata nilai luas daun yang paling luas. Tabel 6. Rata-rata luas daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Luas Daun Kelapa Sawit (cm) Blok 23 Blok 24 Blok 34 P1 414 506 485 P2 462 538 447 P3 437 490 415 P4 405 477 498 P5 453 561 416 Hasil yang didapatkan dari mengukur panjang pelepah, panjang daun, lebar daun dan luas daun terjadi ketidaksesuaian. Sebagai contoh pada Blok 23, panjang pelepah, panjang daun, dan luas daun memiliki nilai panjang pelepah paling panjang, panjang daun paling panjang dan luas daun paling luas pada perlakuan P2, sedangkan lebar daun perlakuan P3 memiliki nilai paling tinggi. Perkembangan vegetatif tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari luas daun. Data yang diperoleh pada Blok 23 perkembangan vegetatif tertinggi terdapat pada perlakuan P2. Sedangkan pada Blok 24 perlakuan P5 merupakan perlakuan yang memiliki perkembangan vegetatif paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya dan Blok 34 perlakuan P4 yang perkembangan vegetatifnya paling tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat Salisbury dan Ross (1992), bahwa makin luas daun dan jumlahnya (pada batas tertentu) makin banyak jumlah asimilat yang dihasilkan. Dari pernyataan tersebut dapat ditentukan luas daun sebagai faktor yang menentukan perkembangan vegetatif. Hasil fotosintesis digunakan untuk respirasi dan produksi bahan kering vegetatif serta generatif. Pada kondisi lingkungan yang baik pembagian hasil fotosintesis untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif dibagi secara merata (Pahan, 2008). Prasetyo (2004) juga menyatakan bahwa luas daun pada tanaman akan berdampak pada kemampuan tanaman tersebut membentuk fotosintat.

29 Hirose et al. (1997) juga berpendapat bahwa semakin meningkat indeks luas daun maka aktivitas fotosintesis akan meningkat juga. Luas daun akan konstan setelah tanaman kelapa sawit berumur Sembilan hingga sepuluh tahun (Maskuddin, 1992). 4.2.2 Rimbo Dua Afdeling III 4.2.2.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit Pada Blok C35 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang pelepah paling panjang. Sedangkan Blok C38 yang memiliki rata-rata panjang pelepah paling panjang adalah perlakuan P1 dan pada Blok C43 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang pelepah paling panjang (Tabel 7). Tabel 7. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel. Panjang Pelepah Kelapa Sawit (cm) Blok 35 Blok 38 Blok 43 P1 632 641 622 P2 593 634 622 P3 607 614 621 P4 620 620 645 P5 653 637 658 4.2.2.2. Panjang Daun Kelapa Sawit Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa pada Blok C35 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang daun terpanjang. Sedangkan pada Blok C38 perlakuan P2 dan P5 adalah perlakuan yang memiliki rata-rata panjang daun terpanjang dan pada Blok C43 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang daun yang paling panjang. Tabel 8. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel. Panjang Daun Kelapa Sawit (cm) Blok 35 Blok 38 Blok 43 P1 98 99 94 P2 90 101 93 P3 88 94 96 P4 94 98 92 P5 104 101 101

30 4.2.2.3. Lebar Daun Kelapa Sawit Dapat dilihat pada Tabel 9 Blok C35 perlakuan P1 dan P5 memiliki ratarata lebar daun terlebar. Sedangkan pada Blok C38 perlakuan P1 dan P4 memiliki rata-rata lebar daun terlebar dan untuk Blok C43 perlakuan P1 dan P3 memiliki rata-rata lebar daun paling lebar. Tabel 9. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III. Lebar Daun Kelapa Sawit (cm) Blok 35 Blok 38 Blok 43 P1 6.4 6.3 6.1 P2 5.5 6.2 5.6 P3 5.6 5.9 6.1 P4 5.6 6.3 5.8 P5 6.4 5.8 6.0 4.2.2.4. Luas Daun Kelapa Sawit Terlihat pada Tabel 10 Blok C35 rata-rata luas daun yang paling luas adalah perlakuan P5. Sedangkan rata-rata luas daun yang paling luas pada Blok C38 adalah pada perlakuan P1, dan pada Blok C43 perlakuan P5 memiliki ratarata luas daun paling luas. Tabel 10. Rata-rata luas daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel. Luas Daun Kelapa Sawit (cm) Blok 35 Blok 38 Blok 43 P1 630 626 568 P2 496 624 518 P3 494 549 584 P4 525 619 538 P5 664 587 603 Hasil yang didapat dari pengukuran panjang pelepah, panjang daun, lebar daun dan luas daun adalah pada Blok C35 perkembangan vegetatif yang paling tinggi yaitu pada perlakuan P5, Blok C38 pada perlakuan P1, dan Blok C43 perlakuan P5 yang paling besar.

31 4.2.3. Batanghari Afdeling II 4.2.3.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit Dapat dilihat pada Tabel 11 blok 51 perlakuan P3 memiliki rata-rata panjang pelepah paling panjang. Sedangkan pada Blok 52 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang pelepah paling panjang, dan pada Blok 66 perlakuan yang ratarata panjang pelepahnya paling panjang adalah perlakuan P3. Tabel 11. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel. Panjang Pelepah Kelapa Sawit (cm) Blok 51 Blok 52 Blok 66 P1 518 531 510 P2 544 522 503 P3 558 549 536 P4 506 542 534 P5 514 571 523 4.2.3.2. Panjang Daun Kelapa Sawit Hasil dari pengukuran panjang daun pada Blok 51 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang daun paling panjang, sedangkan pada Blok 52 perlakuan yang memiliki rata-rata panjang daun paling panjang adalah perlakuan P3 dan pada Blok 66 perlakuan P2 yang memiliki rata-rata panjang daun paling panjang (Tabel 12). Tabel 12. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel. Panjang Daun Kelapa Sawit (cm) Blok 51 Blok 52 Blok 66 P1 88 89 89 P2 90 89 90 P3 92 95 89 P4 91 88 88 P5 93 95 85 4.2.3.3. Lebar Daun Kelapa Sawit Dapat dilihat pada Tabel 13 bahwa pada Blok 51 perlakuan P3 memiliki rata-rata lebar daun paling lebar, sedangkan pada Blok 52 perlakuan P3 memiliki

32 rata-rata lebar daun paling lebar dan selanjutnya untuk Blok 66 perlakuan yang memiliki rata-rata lebar daun paling lebar adalah perlakuan P4 dan P5. Tabel 13. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel. Lebar Pelepah Kelapa Sawit (cm) Blok 51 Blok 52 Blok 66 P1 5.5 5.2 4.9 P2 5.3 5.0 4.9 P3 5.6 5.5 4.9 P4 5.0 5.3 5.0 P5 5.0 5.4 5.0 4.2.3.4. Luas Daun Kelapa Sawit Hasil pengukuran luas daun Blok 51, 52 dan 66 disajikan pada Tabel 14. Blok 51 menghasilkan perlakuan P3 memiliki nilai rata-rata luas daun terluas, sedangkan pada Blok 52 perlakuan P3 adalah perlakuan yang nilai rata-rata luas daun terluas dan pada Blok 66 perlakuan P2 memiliki rata-rata luas daun yang paling luas. Tabel 14. Rata-rata luas daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel. Lebar Pelepah Kelapa Sawit (cm) Blok 51 Blok 52 Blok 66 P1 486 460 438 P2 476 444 443 P3 514 519 435 P4 451 463 438 P5 469 518 427 Hasil yang didapat dari pengukuran panjang pelepah, panjang daun, lebar daun dan luas daun Batanghari Afdeling II adalah pada Blok 51 dan 52 perkembangan vegetatif yang paling tinggi yaitu pada perlakuan P3, sedangkan pada Blok 66 perlakuan P2 merupakan perlakuan yang paling tinggi perkembangan vegetatifnya.

33 4.3. Pembahasan Umum Pada Rimbo Satu Afdeling IV kombinasi pemberian pupuk dan bahan humat yang paling berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar adalah perlakuan P3 pada Blok 23 dan Blok 24 dan perlakuan P1 pada Blok 34. Sedangkan untuk perkembangan vegetatif pada Blok 23 perlakuan P2 yang paling berpengaruh, Blok 24 perlakuan P5 yang paling berpengaruh dan pada Blok 34 adalah perlakuan P4 yang paling berpengaruh. Berdasarkan hasil pengukuran faktor produksi dan vegetatif pada Rimbo Dua Afdeling III, kombinasi pemberian pupuk dan bahan humat yang paling berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar adalah perlakuan P3 pada Blok C35, perlakuan P5 untuk Blok C38, dan perlakuan P1 untuk Blok C43. Sedangkan untuk perkembangan vegetatif pada Blok C35 dan Blok C43 perlakuan P5 yang nilainya paling berpengaruh dan pada Blok C38 perlakuan P1. Pada Kebun Batanghari Afdeling II kombinasi pemberian pupuk dan bahan humat yang paling berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar pada Blok 51 adalah perlakuan P2, Blok 52 perlakuan P1, dan pada Blok 66 perlakuan P4. Untuk perkembangan vegetatif perlakuan yang paling berpengaruh pada Blok 51 dan 52 adalah perlakuan P3 dan pada Blok 66 adalah perlakuan P2. Produksi di lapang yang tidak sesuai dengan potensi produksi pada beberapa blok sampel tidak akan terjadi jika jumlah pokok produktif sama jumlahnya di setiap perlakuan. Sehingga terjadi pengukuran yang tidak akurat. Bentuk dan luas Blok yang berbeda-beda dapat menyulitkan penentuan daerah perlakuan. Serta terdapat pokok yang tidak produktif di daerah perlakuan akan mempengaruhi pengukuran potensi produksi. Jadi sebaiknya setiap perlakuan memiliki jumlah pokok produktif yang sama dan topografi yang rata. Data yang tercantum dalam rekomendasi harus sesuai dengan fakta di lapangan, misalnya jumlah pokok dan luas blok. Rekomendasi tersebut diformulasikan berdasarkan beberapa faktor seperti produksi TBS, umur tanaman, status nutrisi tanaman (analisis daun dan observasi lapangan), sejarah pemupukan, kesuburan tanah, data curah hujan, dan hasil percobaan pupuk. Faktor-faktor tersebut harus dianalisis dengan cermat untuk menjamin produksi TBS maksimal (Pahan, 2008).

34 Aplikasi pupuk di lapangan harus dijamin tepat dosis. Semua pupuk harus diaplikasi dengan menggunakan takaran yang telah dibakukan. Setiap pokok harus mendapatkan pupuk sesuai dosis yang direkomendasikan agar pertumbuhan kelapa sawit baik dan seragam (Pahan, 2008). Pada Kebun Rimbo Dua Afdeling III terjadi ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi pada Rimbo Dua karena sebagian areanya adalah rawa yang tergenang pada musim hujan, selain itu di daerah rawa tersebut banyak terdapat pokok yang tidak produktif. Ketiadaan bangunan pengawetan tanah dan air sering menjadi penyebab rusaknya struktur tanah yang disebabkan oleh erosi permukaan akibat proses pemindahan partikel tanah oleh aliran air dari lapisan atas yang kaya unsur hara. Hal tersebut juga berakibat pada kegiatan pemupukan dan perawatan tanaman menjadi tidak efektif, tidak terlaksananya panen secara benar, dan sulitnya pengawasan kebun. (Winarna et al, 2005) Daerah percobaan yang tidak jelas ditemukan pada beberapa Blok sampel Kebun Batanghari. Hal tersebut dapat mengakibatkan pengukuran yang tidak akurat. Strategi pemupukan yang baik seharusnya sesuai dengan rencana dan anjuran rekomendator, tetapi di lapang hal tersebut sangat sulit diaplikasikan. Rencana kerja yang terarah dan pelaksanaan pemupukan yang baik sesuai dengan dosis anjuran (semua pokok mendapat pupuk secara merata), serta pengawasan yang baik akan sangat berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi pemupukan. Keberhasilan tersebut juga harus didukung oleh logistik, infrastruktur kebun, sarana transportasi, takaran pupuk, dan ketrampilan tenaga pemupuk. Selanjutnya mengenai hubungan antara faktor generatif dan vegetatif Blok sampel Kebun Rimbo satu terdapat pada Gambar Lampiran 1. Dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 yang merupakan model kurva hubungan antara panjang daun dengan produksi di lapang dengan nilai koefisien korelasi (r) yang paling besar yaitu 0.412 dibandingkan hubungan faktor vegetatif yang lainnya. Dan dapat dikatakan bahwa perkembangan panjang daun lebih mempengaruhi produksi tandan buah segar. Hubungan antara faktor vegetatif dan faktor generatif pada Blok sampel Kebun Rimbo Dua dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2. Model kurva Gambar

35 Lampiran 2 merupakan hubungan antara panjang pelepah dengan produksi di lapang dengan nilai koefisien korelasi (r) yang paling besar yaitu 0.341 dibandingkan hubungan faktor vegetatif yang lainnya pada Blok sampel Kebun Rimbo Dua. Dan dapat dikatakan bahwa perkembangan panjang pelepah lebih mempengaruhi produksi tandan buah segar pada Blok sampel Kebun Rimbo Dua. Hal tersebut dapat menjadi acuan pengukuran, bahwa perkembangan panjang pelepah berhubungan dengan produksi tandan buah segar. Hubungan antara lebar daun dengan produksi tandan buah segar di lapang pada Blok sampel pada Kebun Batanghari merupakan hubungan antara faktor vegetatif dengan faktor generatif dengan hasil koefisien korelasi (r) yaitu 0.499, nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan faktor vegetatif lainnya. Model kurva hubungan antara lebar daun dengan produksi tandan buah segar di lapang pada Blok sampel pada Kebun Batanghari dapat dilihat pada Gambar lampiran 3. Dan dapat dikatakan bahwa perkembangan lebar daun lebih mempengaruhi produksi tandan buah segar untuk Blok sampel di Kebun Batanghari. Jika memperhitungkan produksi tandan buah segar seluruh blok percobaan, maka perlakuan yang paling banyak berpengaruh pada faktor produksi di Kebun Rimbo Satu dan Kebun Rimbo Dua adalah perlakuan P5. Sedangkan yang paling banyak berpengaruh pada faktor produksi di Kebun Batanghari adalah perlakuan P3. Rata-rata Produksi tandan buah segar kelapa sawit Kebun Rimbo Satu untuk seluruh Blok percobaan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4 sampai Tabel Lampiran 8. Rata-rata produksi tandan buah segar kelapa sawit Kebun Rimbo Dua untuk seluruh Blok percobaan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 36 sampai Tabel Lampiran 39, sedangkan Kebun Batanghari pada Tabel Lampiran 24 sampai Tabel Lampiran 26. Pada faktor vegetatif jika memperhitungkan produksi tandan buah segar seluruh blok percobaan, maka perlakuan yang paling berpengaruh di Kebun Rimbo Satu adalah perlakuan P2, pada Kebun Rimbo Dua dan Kebun Batanghari adalah perlakuan P3. Hasil pengukuran faktor vegetatif Kebun Rimbo Satu dapat dilihat pada Tabel Lampiran 9 sampai Tabel Lampiran 23. Hasil pengukuran faktor vegetatif Kebun Rimbo Dua dapat dilihat pada Tabel Lampiran 27 sampai

36 Tabel Lampiran 35, sedangkan Kebun Batanghari dapat dilihat pada Tabel Lampiran 27 sampai Tabel Lampiran 35 Hasil dari keseluruhan kebun menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pupuk dan bahan humat memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada setiap blok, bergantung pada kondisi lokasi tanam dan umur kelapa sawit. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) bahwa pemupukan pada tanaman kelapa sawit tidak mengikuti formula pemupukan yang umum. Jenis tanah, tingkat kesuburan dan faktor iklim bervariasi antar lokasi tanaman yang satu dengan yang lain, sehingga formula pupuknya akan berbeda-beda dan bersifat spesifik untuk tiap lokasi. Di samping itu potensi genetik, umur tanaman dan cara kultur teknik yang diterapkan juga turut mempengaruhi jenis dan dosis pupuk untuk suatu periode tertentu. Produktivitas tanaman dipengaruhi umur tanaman. Tanaman tua berumur lebih dari 15 tahun memiliki tandan yang lebih berat dibandingkan dengan tanaman yang muda. Di atas 10 tahun berat tandan rata-rata sama untuk setiap tahun. Umur pokok kelapa sawit pada blok percobaan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, Tabel Lampiran 2, dan Tabel Lampiran 3. Perlu diketahui bahwa pemberian pupuk pada suatu tahun tidak langsung mempengaruhi produksi pada tahun itu juga tetapi berpengaruh pada tahun berikutnya dan pemberian pupuk pada suatu tahun akan mempengaruhi efisiensi pada tahun berikutnya. Sehingga disarankan diadakannnya penelitian lanjutan agar dapat mengetahui lebih baik efek dari tiap perlakuan, dan terlihat perbedaan yang nyata dari tiap perlakuan. Pada Tabel Lampiran 68, Tabel Lampiran 69, dan Tabel Lampiran 70 produksi dengan rata-rata tertinggi pada seluruh blok percobaan perlakuan yang paling banyak mempengaruhi adalah perlakuan P5. Sehingga pemberian bahan humat 100ml/pokok kelapa sawit dapat meningkatkan produksi dan menghemat biaya pemupukan, karena perlakuan P5 hanya menggunakan 50% dosis pupuk konvensional. Hubungan antara faktor vegetatif dengan faktor produksi tandan buah segar untuk Blok sampel pada seluruh Kebun dapat dilihat pada Gambar Lampiran 4. Model kurva Gambar Lampiran 4 adalah hubungan antara panjang

37 pelepah dengan produksi di lapang, dengan hasil koefisien korelasi (r = 0.319) paling besar dibandingkan dengan faktor vegetatif lainnya. Dan dapat dikatakan bahwa perkembangan panjang pelepah lebih mempengaruhi produksi tandan buah segar untuk Blok sampel untuk total seluruh Kebun. Hasil analisis statistik pada masing-masing kebun dan total seluruh kebun (Tabel lampiran 52 sampai dengan Tabel Lampiran 67) menghasilkan Pr > F lebih dari 5%. Hal ini berarti perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan produktivitas tanaman. Akan tetapi pada Gambar 14 dapat dilihat pada pola grafik perlakuan yang diberikan menghasilkan rata-rata produksi yang berbeda.. Gambar 14. Rata-rata produksi tandan buah segar kelapa sawit di lapang total seluruh kebun. Parameter pertumbuhan vegetatif memperlihatkan perbedaan yang tidak signifikan jika dilihat pada grafik (Gambar 15-17). Hal tersebut disebabkan tidak telitinya pada saat pengukuran, perbedaan jumlah pokok produktif yang diamati pada masing-masing perlakuan, dan keadaan tanah di kebun.

38 Gambar 15. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit seluruh kebun. Gambar 16. Rata-rata panjang daun kelapa sawit seluruh kebun. Gambar 17. Rata-rata lebar daun kelapa sawit seluruh kebun.