KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Bahan dan Alat

4. Total Soluble Carbohydrate (Metode Phenol-AsamSulfat)

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

III. BAHAN DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Bahan dan Metode

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

STABILISASI TEPUNG BEKATUL MELALUI METODE PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN RAK SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium Teknologi. Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Invivo,

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF)

MATERI DAN METODE. Materi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

SKRIPSI HIMAYA HIDAYATI

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat

KANDUNGAN NILAI GIZI PADA SAYUR LILIN (Saccharum edule Hasskarl) MAKANAN KHAS DI HALMAHERA UTARA, MALUKU UTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENGOLAHAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

Transkripsi:

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN Oleh : ERPIYANA ASTUTI F34104085 2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Erpiyana Astuti F34104085. Karakterisasi Tepung Beras Menir Pragelatinisasi Dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Ir. Sugiarto, MSi. dan Dr. Ir. Indah Yuliasih, MSi. 2009. RINGKASAN Menir merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan beras selain sekam dan bekatul. Penampakan menir seperti halnya beras patah, namun menir berukuran lebih kecil dari 0,2 bagian beras utuh (Kadarisman, 1986). Adanya peningkatan produksi padi menyebabkan jumlah hasil samping proses penggilingan beras seperti menir juga semakin melimpah. Pemanfaatan menir selama ini dirasakan belum optimal. Pada umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak, maka dari itu diperlukan suatu langkah tepat untuk pemanfaatan yang lebih optimal. Menir alami memiliki kelemahan yaitu ketidakmampuannya untuk mengembang dalam air dingin. Kelemahan ini menyebabkan kelarutan menir menjadi rendah jika dimanfaatkan sebagai bahan industri. Dengan alasan tersebut maka diperlukan suatu teknologi untuk memodifikasi sifat fisik serta memperbaikinya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan perlakuan panas dan disertai pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki karakteristik beras menir segar melalui proses pengeringan dengan drum dryer, mendapatkan karakteristik tepung beras menir dan perubahan mutunya selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan secara bertahap antara lain menentukan kecepatan putaran drum dryer dan perbandingan air dan menir. Penentuan perlakuan terbaik didasarkan dari karakteristik produk yang memiliki sifat fungsional paling baik. Produk terbaik kemudian akan disimpan selama 2 bulan pada suhu 35, 45 dan 50 o C serta diamati perubahan karakteristiknya selama penyimpanan. Karakteristik menir segar yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : kadar air 10,57 %, abu 0,62 % (bk), protein 8,11 % (bk), lemak 0,60 % (bk), karbohidrat 80,20 % (bk), serat 0,50 % (bk), kelarutan 11,42 %, swelling power 18,68 %, dan kecerahan 87,66. Nilai viskositas pasta menir segar cukup stabil selama 30 menit pengukuran. Perlakuan terbaik yang dihasilkan pada tahap pengaruh kecepatan putaran drum dryer yaitu menir pragelatinisasi dengan kecepatan putaran drum dryer 8 rpm. Karakteristik yang dihasilkan antara lain kadar air 6,79 %, abu 0,51 % (bk), lemak 0,59 % (bk), protein 7,13 % (bk), serat 0,46 % (bk), karbohidrat 84,98 % (bk), kelarutan 13,07 %, swelling power 22,10 % dan kecerahan 87,00. Sedangkan pada tahap perbandingan air dan menir, perlakuan terbaik yang diperoleh yaitu perbandingan air dan menir = 5 : 3, dan memiliki karakteristik antara lain kadar air 6,53 %, abu 0,56 % (bk), lemak 0,56 % (bk), protein 6,98 % (bk), karbohidrat 84,91 % (bk), serat 0,44 % (bk), kelarutan 16,55 %, swelling power 24,12 %, dan kecerahan 85,55. Parameter pengujian seperti kadar air, kelarutan, swelling power dan kecerahan selama penyimpanan mengalami penurunan. Penurunan nilai kadar air, kelarutan, swelling power dan kecerahan yang terbesar terjadi pada suhu penyimpanan 50 o C. Nilai penurunannya antara lain kadar air 7,64 % - 6,46 %,

kelarutan 24,49 % - 8,01 %, swelling power 27,53 % - 20,05 % dan kecerahan 86,64 % - 85,01 %. Pada pengujian organoleptik parameter warna, aroma, tekstur dan penampakan umum secara keseluruhan memiliki nilai modus (nilai terbanyak) dan median (nilai tengah) dalam skala 3 (netral).

Erpiyana Astuti F34104085. Characterization of Pragelatinized Broken Rice Flour and the Decreasing of its Quality during Storage. Supervised by Sugiarto and Indah Yuliasih. 2009. SUMMARY Broken rice is one of side product from rice milling process beside husk and bran. Broken rice has appearance like the common rice and smaller than 0,2 part of rice (Kadarisman, 1986). The increasing rice production causes the amount of rice milling side product like broken rice become abundant. The handling of broken rice until now hasn t optimum. Generally it only use as animal feed, therefore it is needed right solution to overcome this problem. Natural broken rice has an unpleasant characteristic that is unable to swell in cold water. This weakness cause the low solubility of broken rice if utilize as industrial food. With this reason, it needs a technology to modify and repairs the physical characteristics. One of the methods is by giving heat treatment. The purpose of this research are to repair the physical characteristics of fresh broken rice by giving heat treatment (drum dryer), to find the characteristics of pragelatinized broken rice flour, and also to find the quality decreasing during storage. This research was done in several phase that are decide the drum dryer rotation speed and best ratio (water : broken rice). The best product from the two treatment that keep for two months in 35, 45, 50 o C and the quality decreasing were examined. Fresh broken rice characteristics that was used in this research were water (10,57 %), ash (0,62 %) db, protein (8,11 %) db, fat (0,60 %) db, carbohydrate (80,20 %) db, fiber (0,50 %) db, solubility (11,42 %), swelling power (18,68%), and brightness 87,66. The viscosity number of fresh broken rice pasta was quite stabile for 30 minutes measurements. The best treatment produced from the making of pragelatinized broken rice flour that was on the 8 drum dryer rotation. The best product characteristics (8 rpm ) in the first phase were water 6,79 %, ash 0,51 % (db), fat 0,59 % (db), protein 7,13 % (db), fiber 0,46 % (db), carbohydrate 84,98 % (db), solubility 13,07 %, swelling power 22,10 %, and brightness 87,00. While in the second phase, the best product (ratio water : broken rice = 5 : 3) has characteristics : water 6,53 % (wb), ash 0,56 % (db), fat 0,56 % (db), protein 6,98 % (db), carbohydrate 85,37 % (db), fiber 0,44 % (db), solubility 16,55 %, swelling power 24,12 %, and brightness 85,55. The test perimeters like water level, solubility, swelling power and brightness while in storage were decreasing. The largest decreasing of water, solubility, swelling power and brightness happened in 50 o C. The decreasing numbers of parameters were water level 7,64% - 6,46%, solubility 24,49% - 8,01%, swelling power 27,53% - 20,05% and brightness 86,64% - 85,01%. In organoleptic test the perimeters color, aroma, texture, and overall look generally had modus and median in a scale of 3 (neutral).

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ERPIYANA ASTUTI F34104085 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ERPIYANA ASTUTI F34104085 Dilahirkan di Jakarta, 3 Agustus 1986 Lulus : 4 Februari 2009 Disetujui, Mei 2009 Ir. Sugiarto, MSi Dosen Pembimbing I Dr. Ir. Indah Yuliasih, MSi Dosen Pembimbing II

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Karakterisasi Tepung Beras Menir Pragelatinisasi Dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yag dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, Mei 2009 Erpiyana Astuti F34104085

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Erpiyana Astuti, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 1986. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Wasino dan Ibu Tarni. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SDN 04 Pagi Jakarta Selatan (1992-1998), SLTPN 175 Jakarta Selatan (1998-2001), dan SMUN 49 Jakarta Selatan (2001-2004). Pada tahun 2004, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Penyimpanan dan Penggudangan pada tahun 2008. Penulis juga tergabung dalam organisasi Himalogin, Agria Suara, Koperasi Mahasiswa (KOPMA), dan Agrifarma. Pada tahun 2007 penulis berkesempatan melaksanakan Praktek Lapang (PL) di PT. Frisian Flag Indonesia, Jakarta Timur dengan kajian aspek pengemasan. Penulis melakukan penelitian akhir dalam rangka memperoleh gelar sarjana dengan judul Karakterisasi Tepung Beras Menir Pragelatinisasi Dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan.

KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT penguasa langit dan bumi yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan dalam penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW, teladan terbaik sepanjang masa. Skripsi yang berjudul Karakterisasi Tepung Beras Menir Pragelatinisasi Dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan ini diselesaikan pada masa akhir studi jenjang S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Sugiarto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik pertama sekaligus pembimbing skripsi yang telah membimbing, memotivasi dan mengarahkan selama masa studi dan penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Ir. Indah Yuliasih, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran kepada penulis selama penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.St selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis selama penyempurnaan skripsi ini. 4. Kedua orang tua, kakak dan kakak ipar tercinta yang telah memberikan dukungan dari awal perkuliahan sampai saat ini. Terima kasih atas kasih sayang, semangat, perhatian dan pengertian yang selama ini telah diberikan. 5. Laboran-laboran di laboratorium TIN : Ibu Egnawati, Ibu Rini, Bapak Sugiardi, Bapak Edi, Bapak Yogi, Bapak Gunawan, Ibu Sri, Bapak Diki, dan juga petugas perpustakaan TIN Bapak Wagimin, Bapak Ole dan Ibu Ketih. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada laboran-laboran di PAU Seafast Center : Bapak Iyas dan Bapak Nur. 6. Rekan-rekan seperjuangan BM (Bekatul Menir) : Nova, DeNur, Haekal dan Asif yang selama ini bersama-sama melewati masa-masa sulit dan senang selama penelitian. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. i

7. Sahabat-sahabat penulis : Miranti, Lala, Rini IP, Rita, Ayi, Tyas, Niken yang selama ini memberikan dukungan moril dan semangatnya. 8. Crew Arrahmah : Ana, Dede, Qiqib, Anda, Teh Lifa, Teh Sari, Teh Ichee, Teh Fia, Teh Fibri, Nanik, Fafa, Yanti, Linda, Lidya, Wita, Aci, dan Ela atas kebersamaannya. 9. Anak Agung dan Riez atas dukungannya. 10. Teman-teman TINers 41 yang telah mewarnai hari-hari perkuliahan dengan penuh rasa persahabatan. 11. Seluruh teman-teman di IPB yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik, saran serta masukan sangat diharapkan dalam rangkan perbaikan skripsi ini. Namun terlepas dari ketidaksempurnaan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat pada umumnya dan penulis sendiri khususnya. Bogor, Mei 2009 Penulis ii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. MENIR... 4 B. PENGERINGAN DENGAN DRUM DRYER... 6 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT... 7 B. METODE PENELITIAN... 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR... 16 B. PENGERINGAN MENIR SEGAR DENGAN DRUM DRYER... 18 C. KARAKTERISTIK TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI 33 D. PERUBAHAN KARAKTERISTIK SELAMA PENYIMPANAN... 42 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... 43 B. SARAN... 44 DAFTAR PUSTAKA... 45 LAMPIRAN... 47 iii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi beras pecah kulit, beras giling dan beras parboiling... 3 Tabel 2. Hasil pengujian terhadap komposisi kimia pada menir segar... 12 Tabel 3. Karakteristik menir pragelatinisasi kecepatan putaran drum dryer... 19 Tabel 4. Karakteristik menir pragelatinisasi perbandingan air dan menir... 26 iv

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pembuatan tepung menir pragelatinisasi tahap 1... 9 Gambar 2. Pembuatan tepung menir pragelatinisasi tahap 2... 10 Gambar 3. Gambar 4. Apparent viscosity menir segar pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentasi 5%... 14 Stabilitas viskositas pasta menir segar selama 30 menit menggunakan spindle 2 dan kecepatan 12 rpm pada konsentrasi 5%... 14 Gambar 5. Water retention capacity menir segar pada beberapa suhu... 15 Gambar 6. Alat drum dryer... 17 Gambar 7. Menir segar dan menir pragelatinisasi... 18 Gambar 8. Gambar 9. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap water retention capacity pada beberapa suhu... 22 Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap apparent viscosity pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentrasi 5%... 23 Gambar 10. Pengaruh perbandingan kecepatan putaran drum dryer terhadap stabilitas viskositas pasta pati pada konsentrasi 5% dengan kecepatan 12 rpm 24 Gambar 11. Bentuk granula menir pragelatinisasi dengan menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 40x)... 25 Gambar 12. Pengaruh perbandingan air dan menir terhadap water retention capacity pada beberapa suhu... 30 Gambar 13. Pengaruh perbandingan air dan menir terhadap apparent viscosity pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentrasi 5% 31 Gambar 14. Pengaruh perbandingan perbandingan air dan menir terhadap stabilitas viskositas pasta pati pada konsentrasi 5% menggunakan spindle 1 dan 2 dengan kecepatan 12 rpm. 32 Gambar 15. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air produk... 34 Gambar 16. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kelarutan produk... 35 Gambar 17. Pengaruh lama penyimpanan terhadap swelling power... 36 Gambar 18. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kecerahan produk... 37 Gambar 19. Nilai water retention capacity pada minggu ke-1.. 38 Gambar 20. Nilai water retention capacity pada minggu ke-2.. 38 v

Gambar 21. Nilai water retention capacity pada minggu ke-3.. 38 Gambar 22. Nilai water retention capacity pada minggu ke-4.. 39 Gambar 23. Nilai water retention capacity pada minggu ke-5... 40 Gambar 24. Nilai water retention capacity pada minggu ke-6... 40 Gambar 25. Nilai water retention capacity pada minggu ke-7.. 40 Gambar 26. Nilai water retention capacity pada minggu ke-8... 41 vi

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisis fisiko kimia dan mikrobiologi... 51 Lampiran 2. Prosedur analisis fungsional... 52 Lampiran 3. Karakterisasi menir segar... 53 Lampiran 4. Karakterisasi menir pragelatinisasi (Pengaruh kecepatan putaran drum dryer)... 56 Lampiran 5. Karakterisasi menir pragelatinisasi (Pengaruh perbandingan air dan menir)... 59 Lampiran 6. Analisis ragam (Anova) pengaruh kecepatan putaran... 60 Lampiran 7. Uji lanjutan (Duncan) pengaruh kecepatan putaran... 61 Lampiran 8. Analisis ragam (Anova) pengaruh perbandingan air dan menir... 62 Lampiran 9. Uji lanjutan (Duncan) pengaruh perbandingan air dan menir... 63 Lampiran 10. Hasil analisis penurunan mutu selama penyimpanan... 70 vii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penggilingan padi merupakan salah satu tahapan pasca panen padi untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Hasil samping dari proses penggilingan padi antara lain 20 % sekam, 10 % bekatul, 5-8 % beras patah, dan 2 % menir (Patiwiri, 2006). Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan yaitu menir. Menir adalah beras patah yang ukurannya lebih kecil dari 0,2 bagian beras utuh atau butir beras patah yang lolos ayakan dengan ukuran 1,7 mm (Kadarisman, 1986). Selama ini pemanfaatan menir belum optimal. Pada umumnya masyarakat menggunakan menir hanya sebagai pakan ternak. Hal tersebut dikarenakan bentuk dan penampakannya yang berupa patahan sehingga kurang menarik minat masyarakat untuk mengkonsumsinya. Produksi padi tahun 2007 adalah sebesar 57.157.435 ton dan produksi tahun 2008 diperkirakan meningkat sebesar 5,46 % menjadi 60.279.897 ton (BPS, 2008). Jika dikonversikan, maka ketersediaan menir dari hasil proses penggilingan padi pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 1,20 juta ton. Dengan jumlah yang melimpah tersebut, menir layak mendapatkan perhatian masyarakat terlebih menir memiliki kandungan kimiawi yang hampir sama dengan beras. Salah satu cara pemanfaatan menir yaitu dengan cara mengubah bentuknya menjadi pangan instan seperti bubur instan. Namun hal ini mendapatkan beberapa kendala sifat alami menir, antara lain ketidakmampuannya mengembang dalam air dingin, kelarutan yang rendah, mudah pecah bila dipanaskan lebih lanjut, dan tidak tahan dengan gaya pengadukan tinggi (Fleche, 1985). Teknologi proses yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penyelesaian permasalahan ini yaitu dengan cara pemanasan dan pengeringan dengan menggunakan drum dryer. Pada umumnya setiap produk, baik setelah melewati masa produksi maupun pada saat sampai ke tangan konsumen akan mengalami penyimpanan. 1

Oleh karena itulah perlu dilakukan pengamatan terjadinya perubahan karakteristik produk yang dihasilkan selama penyimpanan. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki karakteristik beras menir segar melalui proses pengeringan dengan drum dryer, mendapatkan karakteristik tepung beras menir pragelatinisasi dan perubahan mutunya selama penyimpanan. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MENIR Pada pengolahan padi dikenal istilah proses penggilingan yang bertujuan untuk memperoleh beras utuh dan kandungan beras patah yang rendah dengan membuang lapisan sekam, bekatul dan germ. Derajat sosoh adalah tingkat terlepasnya bekatul dan germ dari butir beras pada proses penyosohan (Houston, 1972). Menir sebagai produk hasil samping penggilingan beras memiliki komponen kimiawi yang tidak berbeda dari beras giling. Menurut Houston (1972), komposisi beras giling ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi beras giling Komponen Beras giling Kadar Air (%) 12,00 Kalori (/100 g) 363,00 Protein (%) 6,70 Lemak (%) 0,40 N-bebas (%) 80,40 Serat (%) 0,30 Abu (%) 0,50 Thiamin (mg/100 g) 0,07 Ribloflavin 0,03 (mg/100g) Niacin (mg/100 g) 1,60 Sumber : Houston (1972). Beras patah (biji beras yang berukuran lebih kecil 1/3 bagian daripada beras utuh), secara umum dibagi lagi menjadi tiga ukuran yaitu second heads yang memiliki ukuran terbesar pada biji patah, screening yang berukuran intermediete dan brewers rice yang terdiri dari biji-biji patah ukuran kecil (Luh, 1991). Sedangkan menurut Surajit dan De Datta (1981), beras patah atau broken adalah beras giling yang mempunyai ukuran 0,50 mm sampai 0,75 mm dari panjang beras utuh. Menir dalam struktur beras mempunyai ukuran 0,25 mm sampai 0,50 mm dari beras utuh, sedangkan beras kepala diartikan sebagai butir utuh dan butir patah dengan ukuran lebih besar dari 0,60 bagian dari butir beras utuh. Sedangkan pengertian menir menurut Kadarisman (1986) merupakan hasil dari proses penggilingan seperti halnya beras patah, 3

tetapi menir berukuran lebih kecil dibandingkan beras patah. Menir adalah beras patah yang ukurannya lebih kecil dari 0,2 bagian beras utuh atau butir beras patah yang lolos ayakan dengan ukuran 1,7 mm. Distribusi komponen protein pada beras pecah kulit yaitu sebesar 14% pada dedak (6% pada lembaga), 3% pada katul dan 83% pada beras giling. Distribusi ini bervariasi tergantung pada tingkat penyosohan dan kandungan protein beras. Mutu protein beras dianggap tertinggi diantara protein-protein serealia, terutama karena kandungan lisinnya yang relatif tinggi (± 4 %), walaupun demikian lisin masih merupakan asam amino essensial pembatas dari protein beras (Juliano, 1972). Protein dalam beras berbentuk sebagai butiran protein dan sebagian besar (80%) merupakan fraksi yang tidak larut dalam air, yang disebut juga protein glutelin. Menurut Juliano (1972), protein beras giling terdiri dari 80 % glutelin (protein larut dalam alkali), 5 % albumin (protein larut dalam air), 10 % globulin (protein larut dalam garam), dan 5 % prolamin (protein larut dalam alkohol). Lemak pada beras terdistribusi secara tidak seragam dalam butir beras. Pada butir beras, kandungan lemak tertinggi terdapat pada bagian lembaga dan subaleuron dan lemak terdapat dalam bentuk droplet atau spherosom (Bachtel dan Pomeranz, 1980). B. PENGERINGAN DENGAN DRUM DRYER Pengeringan pada dasarnya adalah proses pemindahan/pengeluaran kandungan air bahan hingga mencapai kandungan tertentu agar kecepatan kerusakan bahan dapat diperlambat. Beberapa kendala yang berpengaruh di antaranya ialah suhu dan kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, besarnya prosentase kandungan air yang ingin dijangkau, power pengering, efisiensi mesin pengering, dan kapasitas pengeringannya. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan, oleh karena permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan. Karenanya menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan, selanjutnya air dalam bahan tak dapat lagi menguap karena terhambat (Suharto, 1991). 4

Sedangkan menurut Buckle et al. (1985), pengeringan merupakan metoda untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Pengeringan mempunyai beberapa kelemahan antara lain yaitu dapat menimbulkan bau gosong (burn flavour) pada kondisi tak terkendali, menghilangkan flavour yang mudah menguap (volatile flavour) dan memucatkan pigmen, merubah struktur, reaksi pencoklatan dan mengakibatkan kerusakan mikrobiologis. Pengurangan kadar air melalui pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sehingga menjadikan pengeringan sebagai salah satu metoda utama pengawetan. Dalam Moore (1995), salah satu metode dehidrasi atau pengeringan yang cocok untuk bahan pangan berbentuk cair atau bubur adalah drum dryer. Menurut (Suharto, 1991) proses kerja dari mesin drum dryer ini yaitu media pemanas dipergunakan dari cairan/uap panas yang dialirkan ke bagian dalam silinder. Bahan basah dimasukkan dengan cara menginjeksikannya secara kontinyu ke permukaan luar silinder pada daerah atas dan demikian pula daerah bawah. Panas dari bagian dalam silinder mengalir secara konduksi menuju permukaan. Karena proses perpindahan panas ini maka bahan yang ada di permukaan silinder menjadi kering. Bahan yang telah kering tadi kemudian dikerok dengan pisau agar terlepas dari permukaan. Pengering drum sangat fleksibel dalam operasi dan mewakili satu tipe peralatan proses dimana semua variabel dapat diubah secara mandiri. Ada empat variabel yang terlibat dalam operasi seperti pengeringan drum yaitu ; 1) tekanan uap atau suhu medium pemanas yang mengatur suhu permukaan drum, 2) kecepatan putaran yang menentukan waktu kontak antara film dan permukaan drum yang panas, 3) jarak antar drum yang akan menentukan ketebalan film yang terbentuk, dan 4) kondisi bahan pangan, misalnya konsentrasi, karakteristik fisik dan suhu larutan yang dikeringkan (Moore, 1995). Keuntungan penggunaan alat pengering drum adalah kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Kelemahan alat pengering ini adalah hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk 5

bubur atau pasta dan bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat (Brennan et al., 1974). Snyder (1984) menyatakan bahwa proses pengolahan pragelatinisasi dengan alat drum dryer yaitu sebagai berikut : bahan yang telah dicampur air dengan kadar tertentu dimasukkan ke dalam ruang yang sangat panas diantara drum dryer pada suhu tertentu di atas suhu gelatinisasi bahan. Suspensi selanjutnya akan tergelatinisasi akibat pemasakan dan secara simultan langsung dikeringkan. Tidak semua granula dalam proses ini mengalami gelatinisasi. Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah air yang digunakan. Modifikasi pati pragelatinisasi yang telah mengalami pemasakan awal dan dikeringkan dengan drum dryer menghasilkan produk yang dapat terdispersi dalam air dingin untuk membentuk suspensi yang stabil (Hodge dan Osman, 1976 di dalam Fennema, 1976). Sifat fisik pati alami yang belum termodifikasi dan padatan koloid yang terbentuk dari pati alami pada pemanasan suspensinya menyebabkan keterbatasan penggunaannya pada berbagai aplikasi komersial. Berdasarkan aplikasi penggunaannya, kelemahankelemahan ini mencakup sifat mengalir yang lemah atau ketidakmampuan granula mengikat air; viskositas yang tidak terkontrol setelah pemasakan; tekstur yang seperti karet setelah dimasak dan kejernihan pasta yang rendah (Wurzburg, 1989). 6

III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah menir IR 64. Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk analisis yaitu heksan, katalis protein, H 2 S0 4 pekat, H 2 SO 4 0,325N, H 2 SO 4 0,02 N, NaOH 1,25N, HCl 4 N, PCA (Plate Count Agar), EMB (Eosine Methylene Blue), garam fisiologis, indikator mengsel, alkohol, akuades, indikator kanji dan air panas. Peralatan utama yang digunakan untuk membuat tepung menir pragelatinisasi pada penelitian ini adalah double drum dryer dengan ukuran diameter dan panjang drum berturut-turut sebesar 12 dan 8 inchi. Permukaan drum yang kontak langsung dengan bahan terbuat dari bahan logam stainless steel. Peralatan utama yang digunakan untuk analisis diantaranya yaitu oven, pemanas, tanur, mikroskop, labu kjeldahl, alat kondensor, pendingin tegak, otoklaf, sentrifuse, Brookfield Viscometer, Colortech Colormeter, Disc Mill, ayakan 60 mesh, blender tepung, erlenmeyer, gelas piala, soxlet, cawan petri, cawan aluminium, cawan porselen, botol semprot, tabung ulir, timbangan analitik, gelas ukur, desikator, labu lemak, mikropipet, buret, inkubator, kertas saring, penangas, tabung sentrifus, pipet dan sudip. B. METODE PENELITIAN 1. Karakterisasi Menir Segar Pengujian karakteristik menir segar didahului dengan perlakuan penggilingan dengan menggunakan Disc Mill yang dilanjutkan dengan pengayakan berukuran 60 mesh sehingga mempermudah proses analisis. Karakterisasi tepung menir segar yang dilakukan meliputi : a) Komposisi kimia : kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat. b) Sifat fungsional : water retention capacity, kelarutan, swelling power, apparent viscosity dan kestabilan pasta. c) Pengujian TPC (Total Plate Count) dan uji bakteri Escherecia coli. d) Pengujian fisik : foto mikroskopik dan kecerahan. 7

2. Pengeringan Menir dengan Drum Dryer Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan kecepatan putaran drum dryer terbaik dan tahapan kedua memperoleh perbandingan air dan menir yang terbaik. a) Penentuan Kecepatan Putaran Drum Dryer Tahapan pertama yang dilakukan yaitu menir yang telah digiling dicampurkan dengan air destilata. Campuran bahan tersebut selanjutnya dipanaskan dan dikeringkan dengan menggunakan drum dryer pada suhu di atas suhu gelatinisasinya dengan perlakuan perbandingan air dan menir 1 : 1. Pemilihan perbandingan (air dan menir) didasarkan dari trial and error. Penampakan fisik campuran yang diperoleh yaitu homogen dan membentuk pasta sehingga mendukung sebagai umpan dalam drum dryer. Kecepatan putaran drum dryer yang diujikan adalah 4, 6, dan 8 rpm. Pemilihan kecepatan putaran didasarkan atas penampakan fisik remahan (cukup kering dan warnanya putih mengkilat) dan pengujian fungsional (water retention capacity, kelarutan dan swelling power) yang dihasilkan. Tekanan uap yang digunakan pada drum dryer yaitu 3-4 Bar. b) Penentuan Perbandingan Air dan Menir Tahapan kedua yang dilakukan yaitu memadukan perlakuan terbaik tahap pertama (kecepatan putaran drum dryer terpilih) dengan tiga perlakuan perbandingan air dan menir yaitu (1 : 1 ; 5 : 4 ; dan 5 : 3). Pemilihan perbandingan air dan menir didasarkan atas metode penelitian Ariwibowo (1996) disertai dengan trial and error. Produk terbaik yang dipilih dari masing-masing perlakuan kecepatan putaran drum dryer dan perbandingan air dan menir adalah berdasarkan parameter fungsionalnya yaitu water retention capacity, kelarutan, dan swelling power. Diagram alir pengolahan tepung beras menir pragelatinisasi (tahap 1 dan 2) secara lebih lengkap tersaji pada Gambar 1 dan 2. 8

Menir Penggilingan Disc Mill Pengayakan 60 mesh akuades Pencampuran Bahan Air : Menir = 1 : 1 Pengeringan drum dryer dengan kecepatan putaran 4,6, dan 8 rpm dan tekanan 3-4 Bar Penggilingan dengan Blender Pengayakan 60 mesh Tepung menir pragelatinisasi Gambar 1. Pembuatan tepung menir pragelatinisasi dengan kecepatan putaran drum dryer yang berbeda. 9

Menir Penggilingan Disc Mill Pengayakan 60 mesh akuades Pencampuran air : menir = (1:1, 5:4, 5:3) Pengeringan drum dryer dengan kecepatan putaran terbaik pada tahap sebelumnya Penggilingan dengan Blender Pengayakan 60 mesh Tepung menir pragelatinisasi Gambar 2. Pembuatan tepung menir pragelatinisasi dengan perbandingan air dan menir yang berbeda. 3. Perubahan Karakteristik Menir Pragelatinisasi Selama Penyimpanan Produk (tepung beras menir pragelatinisasi), yang merupakan produk terpilih disimpan dalam kemasan yang terbuat dari metalizer, yaitu campuran aluminium foil yang dilaminasi LDPE dengan bobot 40 gram. Penyimpanan dilakukan pada suhu 35, 45, dan 50 o C selama 2 bulan. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali. 10

Parameter yang dianalisa setiap minggu adalah kadar air swelling power, kelarutan, water retention capacity dan kecerahan. Pengujian yang dilakukan pada awal penyimpanan dan akhir penyimpanan adalah kadar air, swelling power, kelarutan, water retention capacity, kecerahan, dan uji mikroba yang meliputi pengujian total mikroba (TPC) dan jumlah koloni E. coli (EMB). 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi dapat memenuhi kriteria atau tidak. Pengujian tersebut meliputi komposisi kimia, sifat fungsional, dan mikrobiologi. Karakteristik menir segar tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik Air (%) Abu (% bk) Lemak (% bk) Protein (% bk) Karbohidrat (% bk) Serat (% bk) Kelarutan (%) Swelling Power (%) Pemeriksaan Mikrobiologi : - TPC (koloni/gram) - E.coli (APM/gram) Hasil pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68 2,5 x 10 4 - SNI Tepung beras 01-3549-1994 10,00 (maks) 1,00 (maks) - - - 1,00 (maks) - - Maks 10 6 Maks 10 6 Kadar air menir segar yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 10,57 %. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan kadar air maksimal tepung beras berdasarkan SNI yang sebesar 10 %. Kadar air menir dipengaruhi oleh tingkat pengeringan gabah kering yang disosoh menjadi beras pecah. Ketika gabah kering yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi, maka kadar air menir juga akan tinggi. Dengan pengeringan diharapkan kadar air gabah yang mula-mula sekitar 30 % akan turun hingga mencapai kadar air 12-16 %. Pada kadar air 12-16 %, gabah telah cukup siap untuk pengolahan lebih lanjut (penggilingan) ataupun telah cukup aman dalam penyimpanan (Makfoeld, 1982). Kadar abu menir segar hasil pengujian adalah 0,62 % (bk). Nilai kadar abu tersebut masih dibawah nilai maksimum kadar abu SNI yang sebesar 1,00 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan anorganik atau mineral 12

penyusun menir terdapat dalam jumlah yang kecil. Pengujian terhadap kadar abu menunjukkan grade bahan alami yang digunakan. Semakin tinggi kadar abu pada suatu bahan, menunjukkan kandungan mineral-mineral atau bahan anorganik yang tinggi. Kadar lemak sebesar 0,60 % (bk) pada menir segar relatif tinggi. Menurut Bachtel dan Pomeranz (1980), lemak terdistribusi secara tidak seragam dalam butir beras. Pada butir beras, kandungan lemak tertinggi terdapat pada bagian lembaga dan aleuron. Jumlah kedua komponen tersebut tergantung pada tingkat penyosohan beras. Semakin putih beras yang tersosoh, kandungan lemak pada hasil samping penyosohan juga semakin meningkat. Komponen lemak yang terbesar pada beras adalah trigliserida dan sebagian kecil dalam bentuk phospolipid, glikolipid dan lilin. Protein kasar pada menir segar sebesar 8,11 % (bk) diperoleh dari perhitungan metode mikro Kjeldahl, yaitu dengan memperhitungkan semua Nitrogen dari asam amino maupun dari komponen lain yang mengandung N seperti urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin (Sudarmadji et al., 1996). Kadar protein yang tinggi dapat berasal dari kontaminasi endosperm dan aleuron selama penyosohan. Menurut Bachtel dan Pomeranz (1980), protein dalam beras berbentuk sebagai butiran protein dan sebagian besar (80 %) merupakan fraksi yang tidak larut dalam air dan disebut juga dengan protein glutelin. Kadar serat kasar pada menir segar sebesar 0,50 % (bk). Menurut Sudarmadji et al. (1996), serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Serat kasar digunakan sebagai penilaian kualitas suatu bahan dan mengevaluasi efisiensi suatu proses pengolahan. Pengukuran apparent viscosity pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Brookfield Viscometer dengan konsentrasi bahan sebesar 5 %. Berdasarkan data hasil pengukuran terlihat bahwa nilai viskositas menir segar mengalami penurunan dengan adanya peningkatan shear rate. Shear rate merupakan tumbukan mekanis pada larutan pasta pati menir yang berasal dari putaran spindle alat Brookfield Viscometer. Semakin tinggi nilai shear rate 13

Apparent Viscosity (cp) Apparent Viscosity (cp) maka akan semakin cepat pula putaran spindle alat Brookfield Viscometer dan tumbukan mekanis yang terjadi juga akan semakin banyak. Tumbukan mekanis yang semakin meningkat akan meningkatkan sifat mengalir larutan pasta pati dan selanjutnya akan menurunkan gaya geseknya. Hal inilah yang menyebabkan turunnya nilai viskositas. Adanya penurunan viskositas akibat peningkatan shear rate menunjukkan kondisi rheologi larutan menir bersifat pseudoplastic. 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Shear Rate (1/s) Gambar 3. Apparent viscosity menir segar pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentasi 5 %. 1000 950 900 850 800 750 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (menit) Gambar 4. Stabilitas viskositas pasta menir segar selama 30 menit menggunakan spindle 2 dan kecepatan 12 rpm pada konsentrasi 5 %. 14

Water Retention Capacity (%) Selain mengukur viskositas menir segar, pengukuran terhadap kestabilannya juga perlu dilakukan. Pengujian dilakukan selama 30 menit dengan melakukan pengukuran pada menit-menit yang telah ditentukan. Pada Gambar 4 terlihat bahwa menir segar memiliki stabilitas viskositas pasta pati yang stabil. Nilai kelarutan menir segar sebesar 11,42 %, sedangkan nilai swelling power-nya sebesar 18,68 %. Pengujian kelarutan bertujuan untuk mengetahui kemampuan bahan untuk melarut dalam air. Semakin tinggi nilai kelarutan suatu bahan, maka semakin mudah bahan tersebut melarut dalam air. Sedangkan nilai swelling power menunjukkan kemampuan bahan untuk mengembang dalam air. Semakin tinggi nilai swelling power-nya, maka semakin tinggi pula kemampuan bahan untuk mengembang dalam air. Water retention capacity dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk menyimpan/menahan air. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan suhu 65, 70, 75, 80, 85, 90, dan 95 o C. Kemampuan menyerap suatu bahan tidak dapat dipisahkan dengan adanya komponen kimiawi seperti lemak dan protein. Semakin banyak kandungan lemak dan protein, maka kemampuan menyerap air akan semakin terbatas karena terhambat oleh adanya komponen tersebut. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa kemampuan menyimpan air menir segar semakin meningkat seiring dengan peningkatan suhu pemanasan. Hasil analisis water retention capacity disajikan pada Lampiran 3. 50 40 30 20 10 0 60 70 80 90 100 Suhu ( O C) Gambar 5. Water retention capacity menir segar pada beberapa suhu 15

Pengujian warna menggunakan Colortech Colormeter memberikan tingkat kecerahan yang dibaca sebagai nilai L. Nilai kecerahan menir segar menunjukkan nilai 87,66. Nilai kecerahan yang besar dan bernilai positif menunjukkan bahwa bahan menir segar mempunyai nilai kecerahan yang tinggi. Menir segar yang telah mengalami proses penggilingan menggunakan Disc Mill, jika diamati memiliki warna putih susu. Pengujian mikroorganisme yang dilakukan pada penelitian ini yaitu Total Plate Count (TPC) dan pengujian Escherichia coli. Berdasarkan pengujian TPC (Total Plate Count), diketahui bahwa pada bahan baku menir segar diperoleh 2,5 x 10 4 koloni/gram, namun nilai total mikroorganisme tersebut tidak melebihi batas maksimal SNI 01-3549-1994 yang sebesar 1x10 6 koloni/gram. Adanya mikroorganisme dapat berasal dari bahan baku secara alami maupun dari sanitasi proses yang tidak terjaga kebersihannya. Pengujian keberadaan E. coli bahan tidak menunjukkan adanya koloni, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan baku menir segar aman untuk dipergunakan sebagai bahan pangan. B. PENGERINGAN MENIR SEGAR DENGAN DRUM DRYER Secara umum tahapan proses pengolahan menir pragelatinisasi pada penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap utama, yaitu persiapan bahan, proses utama (pemanasan dan pengeringan), dan proses penggilingan. Masingmasing tahap memiliki pengaruh pada hasil akhir, oleh karena itu harus dilakukan dengan metode yang baik dan benar. Alat utama yang dipergunakan untuk menghasilkan produk (menir pragelatinisasi) yaitu alat pengering drum dryer tipe double drum dengan ukuran diameter dan panjang drum berturutturut sebesar 12 dan 8 inchi (Gambar 6). Permukaan drum yang terbuat dari logam stainless steel akan kontak langsung dengan menir segar sehingga akan dapat menguapkan air menir segar. 16

Gambar 6. Alat drum dryer Proses utama pengeringan menir segar terdiri atas pemanasan dan dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu di atas suhu gelatinisasi menir segar. Suspensi yang telah diformulasikan dituangkan secara perlahan ke dalam alat drum dryer. Kemudian suspensi tersebut akan dipanaskan dan dilanjutkan dengan proses pengeringan secara langsung pada permukaan drum dryer. Prinsip pengeringan dengan alat pengering drum dryer adalah bahan yang akan dikeringkan disebarkan pada permukaan drum yang telah dipanaskan dengan tekanan uap. Tekanan uap yang digunakan pada penelitian ini adalah 3-4 Bar. Proses pengeringan berlangsung pada saat drum berputar. Produk yang telah dikeringkan akan terlepas dari permukaan drum 15-20 detik sejak bahan pertama kali dimasukkan ke dalam drum dryer. Setelah melewati proses pengeringan, lembaran-lembaran menir pragelatinisasi akan dihasilkan pada permukaan drum dryer dan kemudian akan dipotong dengan slicer (pisau pemotong) yang terdapat pada alat. Hasil akhir yang akan didapatkan yaitu berupa menir pragelatinisasi kering, berwarna putih, tidak beraturan, dan mengkilat (Gambar 7). 17

Gambar 7. Menir segar dan menir pragelatinisasi Produk menir pragelatinisasi akhir memerlukan proses penghalusan dengan tujuan untuk mempermudah proses pengujian serta penyimpanannya. Alat penggilingan yang digunakan sebelum proses pemanasan dan pengeringan yaitu Disc Mill dengan ukuran penyaring (filter) sebesar 60 mesh, sedangkan alat penggilingan setelah proses pemanasan dan pengeringan yaitu dengan menggunakan blender tepung yang kemudian diayak kembali dengan menggunakan saringan 60 mesh. C. KARAKTERISTIK TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI 1. Pengaruh Kecepatan Putaran Drum Dryer Pada penelitian ini dilakukan penentuan kondisi proses pengeringan dengan drum dryer yaitu penentuan kecepatan putaran drum dryer dan perbandingan air dan menir. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kondisi proses pengeringan dengan karakteristik sesuai dengan aplikasinya (mudah melarut dan mengembang dalam air dingin). Kecepatan putaran drum dryer yang digunakan yaitu 4, 6, dan 8 rpm, dengan perbandingan air dan menir yang tetap (1 : 1). Berdasarkan pengamatan selama proses pengeringan dengan drum dryer, dapat dilihat bahwa semakin cepat putaran drum dryer maka produk yang dihasilkan tampak putih dan terang. Hal tersebut dapat diamati dari produk yang dihasilkan dari proses pengolahan dengan kecepatan 8 rpm. Produk dengan kecepatan putar terlambat (4 rpm) menghasilkan produk yang berwarna gelap. Hal tersebut dikarenakan kontak antara bahan dan 18

permukaan drum dryer terlalu lama, sehingga menir pragelatinisasi yang diperoleh berwarna kecoklatan. Hasil analisis karakteristik yang dihasilkan pada kecepatan putaran yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik menir pragelatinisasi pada berbagai kecepatan putaran drum dryer Karakteristik Menir Kecepatan drum dryer segar 4 rpm 6 rpm 8 rpm Kadar Air (%) Kadar Abu (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar Lemak (% bk) Kadar Karbohidrat (% bk) Kadar Serat (% bk) Kelarutan (%) Swelling Power (%) Kecerahan Mikrobiologi (TPC) 10,57 0,62 8,11 0,60 80,20 0,50 11,42 18,68 87,66 2,5 x 10 4 7,12 0,49 6,97 0,45 84,97 0,42 12,03 19,92 86,66-7,36 0,53 7,03 0,42 84,66 0,45 12,21 19,44 86,53 6,5 x 10 4 6,79 0,51 7,13 0,59 84,98 0,46 13,07 22,10 87,00 - Menir pragelatinisasi yang dihasilkan dari kecepatan putaran drum dryer 8 rpm memiliki nilai kadar air terkecil yaitu sebesar 6,79 %. Nilai kadar air yang rendah dihasilkan pada perlakuan putaran 8 rpm. Pada putaran tersebut menir telah mengalami pragelatinisasi meskipun kontak antara silinder drum dengan bahannya paling singkat. Tingginya nilai kadar air pada kecepatan 4 rpm (7,12 %) dan 6 rpm (7,36 %) dikarenakan pada putaran tersebut tingkat kerusakan granula lebih besar sehingga bahan menjadi lebih higroskopis. Semakin lambat kecepatan putaran drum dryer, maka jumlah uap air yang dapat diuapkan semakin besar sehingga produk menjadi cenderung higroskopis hingga mencapai kadar air kesetimbangannya. Jika dibandingkan dengan kadar air menir segar (10,57 %), nilai kadar air dengan perlakuan kecepatan putaran 4, 6, dan 8 rpm memiliki nilai yang relatif lebih rendah. Kondisi tersebut disebabkan tepung beras menir pragelatinisasi telah mendapatkan perlakuan panas yang berasal dari drum dryer. Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik yang biasanya terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, besi, magnesium, mangan dan lain-lain. Abu umumnya merupakan partikel halus dan berwarna putih abu-abu (Sudarmadji et al., 1996). 19

Nilai kadar abu menir pragelatinisasi pada kecepatan putaran 4 rpm terendah sebesar 0,49 % (bk). Nilai kadar abu pada perlakuan putaran 6 dan 8 rpm antara lain 0,53 % (bk) dan 0,51 % (bk). Semakin rendah nilai kadar abu, kandungan nutrisi produk sedikit mengandung mineral-mineral anorganik. Nilai kadar abu menir segar sebesar 0,62 % (bk), dan relatif lebih besar dibandingkan dengan tepung beras menir pragelatinisasi dengan perlakuan kecepatan putaran 4, 6, dan 8 rpm. Hal tersebut dapat dikarenakan pada menir segar belum mendapatkan perlakuan pemanasan, sehingga kandungan mineral-mineral anorganiknya masih murni dan tinggi. Hasil kadar abu pada ketiga kecepatan putaran drum dryer menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada analisis ragam (Lampiran 6). Hal tersebut dikarenakan suhu pengeringan 80-100 o C tidak menghilangkan residu anorganik seperti kalsium, natrium, klor, fosfor, besi, magnesium, mangan dan lain-lain. Residu anorganik tersebut bahkan tidak hilang pada suhu pembakaran yang mencapai 550 o C. Kadar protein diperoleh dari hasil analisis kandungan Nitrogen yang terdapat pada bahan. Kadar protein tertinggi pada menir pragelatinisasi yang dihasilkan dengan kecepatan putaran 8 rpm sebesar 7,13 % (bk). Nilai kadar protein menir pragelatinisasi dengan kecepatan putaran 4 dan 6 rpm berturut-turut yaitu 6,97 % (bk) dan 7,03 % (bk). Tingginya nilai kadar protein pada putaran 8 rpm disebabkan karena kontak bahan dengan alat pengering lebih singkat dibandingkan dengan dua perlakuan yang lain sehingga panas yang diterima bahan juga sedikit dan akan mengurangi tingkat kerusakan protein (denaturasi protein). Jika dibandingkan dengan menir segar yang memiliki nilai kadar protein sebesar 8,11 % (bk), kadar protein menir pragelatinisasi relatif lebih rendah. Tingginya nilai kadar protein pada menir segar dikarenakan belum adanya perlakuan panas, sehingga tidak terjadi kerusakan protein (denaturasi protein). Kadar lemak tertinggi pada menir pragelatinisasi dengan kecepatan putaran drum dryer 8 rpm yaitu sebesar 0,59 % (bk), dan diikuti oleh 20

kecepatan putaran 4 dan 6 rpm yaitu sebesar 0,45 % (bk) dan 0,42 % (bk). Kadar lemak pada menir segar sebesar 0,60 % (bk) relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk menir pragelatinisasi. Hal ini disebabkan menir segar tidak mendapatkan perlakuan panas dari drum dryer, sehingga lemak yang terkandung pada bahan tidak mengalami kerusakan akibat pemanasan maupun oksidasi. Berdasarkan analisis ragam (α = 0,05), perlakuan kecepatan putaran drum dryer memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar lemak. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 7) dapat diketahui bahwa perlakuan 8 rpm berbeda nyata dengan perlakuan 4 dan 6 rpm. Pada perlakuan kecepatan putaran 8 rpm nilai kadar lemaknya tertinggi, yaitu sebesar 0,59 % (bk). Tingginya nilai kadar lemak dikarenakan pada perlakuan ini waktu kontak antara bahan dengan drum dryer menjadi lebih singkat, sehingga tingkat kerusakan akibat pemanasan suhu tinggi maupun oksidasi lemak menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan dua perlakuan lain yang waktu pemanasannya lebih lama. Kadar serat menir pragelatinisasi terendah dihasilkan dari kecepatan putaran drum dryer 4 rpm yaitu sebesar 0,42 % (bk). Kadar serat menir pragelatinisasi pada kecepatan putaran 6 dan 8 rpm yaitu 0,45 % (bk) dan 0,46 % (bk). Semakin lambat kecepatan putaran drum dryer menyebabkan kadar serat menir menjadi rendah. Hal tersebut dikarenakan semakin lama kontak antara drum dengan bahan akan mengakibatkan peluang pemutusan ikatan glikosidik polisakarida semakin besar, sehingga kadar serat menjadi rendah. Jika dibandingkan dengan kadar serat menir segar yang sebesar 0,50 % (bk), nilai kadar serat menir pragelatinisasi relatif lebih kecil. Hasil analisis ragam (α = 0,05) pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa kecepatan putaran drum dryer tidak memberikan pengaruh perbedaan yang nyata terhadap nilai kadar serat. Hal tersebut dikarenakan proses pemanasan bahan tidak berpengaruh besar pada pemutusan ikatan glikosidik ataupun perubahan kadar seratnya. Hasil pengujian kelarutan dan swelling power terbesar diperoleh dari kecepatan putaran 8 rpm. Nilainya berturut-turut sebesar 13,07 % 21

Water Retention Capacity (%) kelarutan dan 22,10 % swelling power. Kelarutan terbesar diduga karena kecepatan putaran drum dryer 8 rpm menyebabkan granula-granula menir mendapatkan cukup waktu untuk mengalami proses gelatinisasi secara optimal. Sedangkan tingginya nilai swelling power dikarenakan dengan putaran 8 rpm (paling cepat), menir telah mendapatkan cukup waktu yang optimal untuk mengalami gelatinisasi. Water retention capacity (WRC) dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk menyimpan/menahan air. Pengujian water retention capacity ini dilakukan pada suhu 65, 70, 75, 80, 85, 90, dan 95 o C. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap WRC ditampilkan pada Gambar 8. 60 50 40 30 20 10 0 50 60 70 80 90 100 Suhu ( O C) 4 rpm 6 rpm 8 rpm Menir Segar Gambar 8. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap water retention capacity pada beberapa suhu. Berdasarkan Gambar 10 proses pemanasan menir segar dengan drum dryer memberikan pengaruh meningkatnya daya serap menir. Semakin tinggi kemampuan menir pragelatinisasi menyerap air, maka semakin baik ketahanan bahan untuk mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungannya. Nilai WRC mengalami kenaikan pada pemanasan suhu 65-90 o C, sedangkan pada suhu 95 o C mengalami penurunan. Energi kinetik air pada suhu 95 o C semakin besar sehingga amilosa menir yang telah mengalami pembengkakan tidak mampu lagi menyimpan air. 22

Apparent Viscosity (cp) Viskositas bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya struktur molekul, suhu, dan interaksi antar molekul dengan partikel. Pengukuran viskositas menggunakan alat Brookfield Viscometer dengan berbagai kecepatan putaran. Nilai viskositas menir segar dan menir pragelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 9. 1200 1000 800 600 400 200 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Shear Rate (1/s) 4 rpm 6 rpm 8 rpm Menir Segar Gambar 9. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap apparent viscosity pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentrasi 5%. Berdasarkan Gambar 9 nilai kekentalan tepung beras menir pragelatinisasi mengalami penurunan berbanding lurus dengan peningkatan shear rate. Pada perlakuan kecepatan putaran 6 rpm memiliki nilai apparent viscosity yang mendekati menir segar bila dibandingkan dengan kecepatan putaran 4 dan 8 rpm. Pada pengujian viskositas, dilakukan pemanasan di atas suhu gelatinisasinya sehingga granula menir segar akan mengembang dan menyerap air. Kecepatan putaran drum dryer akan mempengaruhi nilai viskositas menir pragelatinisasi. Kecepatan putaran drum dryer yang terlalu cepat (8 rpm) akan menyebabkan nilai viskositas menjadi rendah karena granula menir belum mendapatkan cukup panas untuk mengalami gelatinisasi. Sedangkan kecepatan putaran yang lama (4 rpm) juga menyebabkan nilai viskositas yang rendah. Hal tersebut dikarenakan pemanasan yang terlalu lama mengakibatkan granula menjadi rusak. 23

Apparent Viscosity (cp) Kecepatan putaran 6 rpm nilai viskositasnya paling tinggi, hal tersebut dikarenakan granula menir telah mendapatkan panas yang optimal untuk mengalami proses gelatinisasi. Pengujian stabilitas viskositas pasta perlu dilakukan untuk mengetahui karakter kestabilan dari menir segar dan menir pragelatinisasi. Pada Gambar 10 berikut menunjukkan kestabilan pada berbagai kecepatan putaran drum dryer. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan kecepatan putaran 8 rpm pada tahap pertama menghasilkan kestabilan pasta terbaik setelah menir segar. Perlakuan 8 rpm mempunyai viskositas yang stabil meskipun terdapat sedikit kenaikan berbanding lurus dengan bertambahnya waktu. 700 600 500 400 300 200 100 0 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (menit) 4 rpm 6 rpm 8 rpm Menir Segar Gambar 10. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap stabilitas viskositas pasta pati pada konsentrasi 5% dengan kecepatan 12 rpm. Analisis mikroskopis dilakukan untuk mengetahui bentuk granula menir segar dan menir pragelatinisasi. Bentuk granula menir dapat dilihat pada Gambar 11. 24

Menir segar Menir pragelatinisasi Gambar 11. Bentuk granula menir segar dan menir pragelitinisasi (mikroskop perbesaran 40x) Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 40 x, dapat dilihat bahwa bentuk granula menir segar masih bulat utuh dan masih menunjukkan sifat birefringence-nya. Menurut Winarno (2002), sifat birefringence yaitu sifat dari pati yang mampu merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal yang berwarna gelap dan terang. Sedangkan gambar granula menir pragelatinisasi tidak seperti bentuk granula menir segar yang masih bulat dan utuh. Bentuk granula menir pragelatinisasi sudah tidak beraturan lagi karena adanya proses gelatinisasi pada proses pengeringan dengan drum dryer. Pengeringan drum dryer menyebabkan granula menir segar pecah dan tidak dapat kembali lagi utuh seperti semula (irreversible). Pada pengujian mikroorganisme TPC (Total Plate Count) tahap pertama ditemukan adanya koloni pada produk dengan perlakuan 6 rpm yaitu 6,5 x 10 4 koloni/gram. Jumlah tersebut masih dapat ditoleransi karena di bawah jumlah maksimal SNI tepung beras yang sebesar 1 x 10 6 koloni/gram. Jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme pada menir segar yang berjumlah 2,5 x 10 4 koloni/gram, maka pada produk terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme. Hal tersebut dapat berasal dari kontaminasi pada saat proses maupun pengujian. Koloni E. coli tidak ditemukan pada produk karena menunjukkan hasil nol. Nilai kecerahan menir pragelatinisasi tertinggi yaitu pada kecepatan putaran 8 rpm (87,00) dan diikuti oleh 4 rpm (86,66) dan 6 rpm (86,53). Kecepatan putaran drum dryer menunjukkan waktu kontak bahan dengan 25