METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi

PENANGANAN PASCA PANEN

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KEMASAN TRANSPOR 31 October

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI

Suhu udara pengeringan ( C) Sumber: Otten et al. (1984)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Kemasan Berbahan Karton Gelombang untuk Individual Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.)

Penanganan Hasil Pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu. B. Alat dan bahan. C. Posedur Penelitian. 1. Perancangan Kemasan

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) RISKA DWI WAHYUNINGTYAS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

KAJIAN JENIS KEMASAN KAKU TERHADAP MUTU BUAH MENTIMUN SEGAR (Cucumis sativus L.) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI DARAT GINA LUPITA HUTAGAOL

PENANGANAN PASCAPANEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukurannya membesar, buah diberi perlakuan pra-pendinginan pada ruangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

KARDUS BOX ARSIP STANDAR KARDUS ARSIP. SPESIFIKASI Bahan Kardus Arsip terbuat dari

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA II. A. Tomat

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016

PENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAB IV METODE PENELITIAN

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS

menggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) SELAMA TRANSPORTASI MOHAMAD ROFI ASSGAF

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN : X, Vol 5, No 1, Maret 2017 (12-20)

Transkripsi:

METODE PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan keranjang plastik sebagai wadah dan juga wrapping plastic sebagai kemasan individual kubis. Alat yang digunakan untuk penelitian berupa timbangan digital dengan kapasitas 2 kg dan ketelitian 0.02 kg, kaca pembesar dan pengaris sebagai alat pengukur (20 cm) untuk memudahkan pengamatan kerusakan kubis dan Rheometer untuk melihat tingkat kekerasan krop, serta alat Simulasi Transportasi Meja Getar. Rheometer diatur pada mode 20, maksimum 10 kg, R/h hold 10 mm dan Press 30 mm/m dengan penggunaan jarum Rheometer berdiameter 5 mm. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan di lapangan dimana perhitungan biaya penanganan kubis mulai dari petani (produsen) sampai ke konsumen akhir yang menggunakan kubis sebagai bahan pangan, termasuk harga jualnya. Pengamatan lapangan dilakukan di sentra produksi kubis di Jawa Barat (Kabupaten Bandung) untuk dapat memotret situasi dan kondisi distribusi kubis sehingga aplikasi kemasan dan simulasi transportasi di laboratorium dapat mendekati dengan kondisi rantai suplai kubis yang ada. Kemudian penelitian berikutnya di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian pada bulan November 2006 s/d Januari 2007. Langkah-langkah penelitian di laboratorium ada pada Gambar 2. Pada tahap persiapan, teknik pengambilan contoh (sampling) kubis segar yang akan diuji disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Cara Pengambilan Contoh Jumlah Kemasan dalam Jumlah kemasan yang diambil partai/lot sampai 100 5 101 sampai 300 7 301 sampai 900 9 301 sampai 1000 10 Sumber : Standar Nasional Indonesia Kubis, 1998 14

Persiapan Contoh Uji Fisik awal Pengukuran berat Uji Transportasi Kombinasi kemasan Lama simulasi transportasi Posisi tumpukan Uji Fisik akhir Pengukuran susut Tingkat Kerusakan Tingkat kekerasan Uji Statistik Analisa Manfaat Biaya Gambar 2. Langkah-langkah Penelitian Metode Pengujian 1. Uji Transportasi Simulasi transportasi dilakukan berdasarkan lama perjalanan dari produsen sampai rantai terakhir sebelum konsumen. Simulasi dilakukan menggunakan meja getar dengan frekuensi sesuai kondisi jalan yang dilalui. Uji ini bertujuan menganalisis pengaruh transportasi terhadap tingkat kerusakan fisik pada kubis. Uji dilakukan sebanyak 2 (dua) ulangan untuk tiap perlakuan kombinasi kemasan dan kontrol. Perlakuan yang diaplikasi dalam simulasi transportasi adalah : a. Perlakuan dengan kombinasi kemasan sekunder dan primer. Kemasan sekunder sebagai wadah diaplikasikan kardus (corrugated box), dan keranjang plastik (plastic crate), sedangkan sebagai kemasan primer adalah plastik film, daun kubis 3-5 lembar dan tanpa kemasan primer serta perlakuan kontrol yang tidak 15

menggunakan kemasan primer dan juga wadah sebagai kemasan sekunder (Gambar 3 dan 4). Plastik Film Daun Kubis Tanpa Kemasan primer Gambar 3. Kubis Dengan dan Tanpa Kemasan Primer Gambar 4. Kubis Dengan Kemasan Sekunder Kardus dan Keranjang b. Lama perjalanan sebagai acuan waktu tempuh dari sentra produksi kubis di Jawa Barat dan Jawa Tengah ke Jakarta dalam lama simulasi transportasi adalah 1 jam, 2 jam dan 5 jam yang merupakan hasil perhitungan dengan rataan frekuensi getar dan amplitudo selama simulasi. Adapun dasar perhitungan 1 jam adalah jarak antara Cianjur ke Jakarta, sedangkan 2 jam adalah jarak antara Pengalengan ke Jakarta, dan 5 jam adalah jarak dari wilayah Jawa Tengah (Temanggung atau Wonosobo) ke Jakarta. Rumusan untuk perhitungan simulasi 1 jam setara panjang jalan adalah : Jumlah luas getaran simulasi (1Jam) X 30 km.(1) Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit ~ 30 km 16

Dimana jumlah luas getaran simulasi (1 jam) dan jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km berturut-turut dengan rumusan dibawah ini : T Jumlah luas getaran simulasi (1 jam) = [ A m sin ω m T dt ] x 1 jam x f m... (2) 0 Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km = T [ A t sin ω t T dt ] x 30 x 60 x f t... (3) 0 Gambar 5. Simulasi Transportasi Pada Meja Getar c. Tumpukan kemasan sekunder atau wadah juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan dalam uji transportasi (Gambar 6) ATAS TENGAH BAWAH Gambar 6. Tumpukan Wadah (Kemasan Sekunder) Diatas Meja Getar 17

d. Metode penyusunan kubis segar pada kontrol mengikuti kebiasaan petani dalam meletakkan kubis dalam alat angkut seperti truk atau pick-up terbuka (Gambar 7) Pangkal Tulang daun Krop kubis Gambar 7. Cara Penyusunan Kubis Segar 2. Uji Sifat Fisik Kubis Pengujian diawali dengan penimbangan berat kubis untuk membandingkan berat kubis sebelum dan sesudah ada pengaruh simulasi transportasi. Selain itu, berat kubis juga diukur setelah dilakukan trimming atau pengupasan sampai tanda kerusakan tidak terlihat untuk mendapatkan berat akhir yang merupakan nilai jual yang sebenarnya (Tabel 4). Tabel 4. Hasil Uji Penurunan Berat Kubis Akibat Simulasi Transportasi dan Pengupasan Berat Stl Berat Stl Penurunan Berat simulasi pengupasan stl simulasi tranportasi transportasi (%) Perlakuan Ulangan Berat Awal Penurunan Berat stl Pengupasan (%) Pengujian dilanjutkan dengan uji kekerasan dengan Rheometer dimana posisi kubis saat pengujian adalah posisi horisontal dan diukur pada 2 bagian yaitu daun dan batang daun dengan masing-masing 2 (dua) ulangan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat firmness (kekerasan) pada kubis segar setelah simulasi transportasi (Tabel 5). 18

Tabel 5. Hasil Uji Kekerasan Kubis (kg) Perlakuan Ulangan Daun 1 Daun 2 Batang 1 Batang 2 Uji Fisik lainnya setelah simulasi transportasi adalah uji kerusakan. Parameter kerusakan adalah persentase luas memar. Pengamatan parameter kerusakan dilakukan pada lapisan atas, tengah, dan bawah dari tiap kemasan perlakuan. Memar merupakan salah satu bentuk kerusakan fisik kubis yang dapat dikaji secara visual dimana permukaan kubis terlihat bewarna lebih terang dibandingkan dengan sekitarnya khususnya pada tulang daun (Gambar 8). Benturan atau gesekan pada kubis meninggalkan bentuk memar yang mengikuti pola tulang daun sehingga berbentuk persegi panjang. Apabila ditemukan sobek pada daun, juga akan dikategorikan sebagai memar. memar kubis Gambar 8. Ilustrasi Luas Memar Kubis Adapun perhitungan persentase luas memar dihitung berdasarkan jumlah kumulatif luas memar pada kubis, kemudian dibagi dengan luas permukaan kubis yang berbentuk bola (Tabel 6). Perlakuan Tabel 6. Hasil Uji Tingkat Kerusakan Ulangan Kerusakan Luas Memar Luas kubis Presentase Luas Memar (%) 19

Luas bagian yang memar pada buah diasumsikan sebagai luas bola dan luas permukaan krop kubis diasumsikan sebagai luas segi empat yang memanjang sesuai tulang daun. Rumusannya sebagai berikut : Persentase luas memar kumulatif memar = luas permukaan kubis x100 %...............(4) Luas memar = panjang. x. lebar........................(5) Luas permukaan = πd 2........................... (6) 3. Uji Statistik Hasil pengukuran kerusakan dilanjutkan dengan uji statistik untuk mengetahui pengaruh transportasi terhadap parameter parameter kerusakan fisik pada kubis segar. Untuk menganalisis digunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model sistematik sebagai berikut : Yijkl = μ + α + β + γ + αβ + αγ + βγ + αβγ + ε...(7) i j k ij ik jk ijk ijkl Dengan i = 1,2,..., 7 j = 1,2, 3 k = 1,2, 3 l = 1, 2 Keterangan : Y ijkl : nilai pengamatan pada kubis dengan kemasan ke-i lama perjalanan kej pada tumpukan ke-k ulangan ke-l μ : rataan umum α i : pengaruh aditif dari kemasan ke-i β j : pengaruh aditif dari lama simulasi transportasi ke-j γ k : pengaruh aditif dari tumpukan ke-k αβ ij : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama perjalanan ke-j αγ ik : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan tumpukan ke-k βγ jk : pengaruh interaksi antara lama perjalanan ke-j dengan tumpukan ke-k αβγ ijk : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama simulasi transportasi ke-j dan tumpukan ke-k ε ijkl : pengaruh galat dari kemasan ke-i, lama simulasi transportasi ke-j dan diberi tumpukan ke-k ulangan ke-l 20

Uji Statistik diawali dengan analisis ragam untuk melihat interaksi, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan sebagai penentu beda nyata dari hasil perhitungan. Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila : jika P-value 5% maka tidak signifikan / tidak berpengaruh jika P-value < 5% maka signifikan /berpengaruh 4. Analisa Kelayakan Finansial Analisa finansial adalah menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan revenue earning proyek; apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan; apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut; dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa secara finansial dapat berdiri sendiri (Kadariah, 1988). Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya dengan harapan akan memperoleh hasil (Gittinger, 1986). Lebih lanjut kadariah (1988) menyatakan, jika dipakai rasio Manfaat - Biaya (B/C) maka sebagai kriterium untuk menerima proyek adalah : B C 1.. (8) Manfaat tersebut diatas adalah nilai jual kubis segar yang telah dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan. Nilai jual kubis segar dihitung dari nilai produksi yang sudah dikurangi penurunan berat akibat transportasi dan pengupasan (hasil Tabel 4), setelah itu didapat berat bersih yang dapat dinilai dengan dikalikan harga jual kubis segar. Sedangkan biaya adalah pengeluaran atau biaya operasional untuk sarana produksi seperti alat, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya sewa lahan dan transportasi. Tabel 7. Perhitungan Manfaat Dari Introduksi Kemasan Pada Kubis Segar Kemasan Hasil Produksi (kg) Susut berat (%) Berat Bersih (kg) Nilai Jual (Rp) Biaya Produksi (Rp) 21

Pada unit usaha pertanian, sering juga digunakan perhitungan lebih sederhana untuk membandingkan penerimaan atau nilai jual kubis segar dengan biaya selama produksi rasio penerimaan biaya (R/C), sebagai berikut : R C = Σ kubis X harga kubis per kg > 1 Σ biaya operasional.. (9) Perhitungan biaya operasional ditingkat petani hanya untuk mengetahui tingkat keuntungan dari suatu unit usaha pada satu musim tanam untuk tanaman semusim (Tabel 7). Perhitungan Biaya ini tidak memperhitungkan biaya investasi seperti pembangunan tempat pengemasan dan biaya suku bunga pinjaman karena memang tidak dilakukan untuk usahatani kubis segar baik dengan cara tradisional maupun dengan introduksi kemasan pada penelitian ini. Oleh karena itu, pengukuran dengan nilai bersih saat ini (Net Present Value) atau tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return) tidak perlu dilakukan. Mengacu pada struktur biaya pada kelompok tani di kabupaten Bandung Jawa Barat diketahui biaya operasional untuk produksi kubis segar adalah : - Sarana produksi untuk dilahan produksi sampai dengan pasca panen termasuk sewa lahan produksi. Sewa lahan menjadi salah satu unsur biaya mengingat jarang petani memiliki luas lahan sebesar 1 Ha atau 10,000 m 2 - Tenaga kerja merupakan unsur biaya yang penting karena pada umumnya penggunaan tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan. - Transportasi adalah salah satu sarana yang sangat jarang dimiliki, khususnya untuk pengangkutan ke luar desa atau kota atau tujuan penjualan. Gittinger (1986) semua proyek yang sedang dipersiapkan dan sedang dianalisa harus menggunakan suatu set asumsi yang konsisten mengenai hal-hal seperti kelangkaan danadana investasi, devisa dan tenaga kerja. Perhitungan analisa usahatani kubis yang dilakukan dengan pendekatan perhitungan tehnik, dalam hal ini mengintroduksi tehnik pengemasan atau metode kemasan, dalam skala laboratorium memerlukan beberapa 22

asumsi yang digunakan dalam perhitungan struktur biaya dan manfaat dari usahatani kubis segar, yaitu : - Nilai biaya setiap unsur biaya adalah sama pada setiap tempat produksi yang berdasarkan lama simulasi transportasi meliputi sarana produksi, tenaga kerja, sewa lahan per musim, dan sewa transportasi. - Hasil produksi kotor penanaman kubis seluas 1 Ha adalah 35,000 kg atau 35 ton. Nilai ini sesuai rata-rata produksi di kabupaten Bandung Jawa Barat. - Harga jual kubis per kg adalah sama karena produsen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar. - Praktek penanganan sejak produksi sampai pasca panen, termasuk penanganan bongkar muat kubis kedalam alat transportasi adalah sama pada setiap tempat yang sesuai dengan lama simulasi transportasi. - Jarak antara produsen dan konsumen sesuai dengan lama simulasi transportasi serta konsumen atau pembeli berada di Kota Jakarta. 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat Penurunan berat atau susut berat yang dianalisa adalah susut berat akibat lama simulasi transportasi, dan penurunan susut berat akibat lama simulasi transportasi dan trimming atau pengupasan. Perhitungan ini didasarkan bahwa kubis segar langsung didistribusi ke tempat tujuan dan setelah sampai masih memerlukan penanganan atau pengupasan kubis untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dan mempertahankan mutu agar memenuhi persyaratan konsumen. Hasil perhitungan kesetaraan jarak antara produsen dan konsumen dengan lama simulasi transportasi, sebagai berikut : - 1 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 107.588 km - 2 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 215.176 km - 5 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 537.940 km 1. Susut Berat setelah Simulasi Transportasi. Susut berat setelah simulasi transportasi merupakan pengukuran berat kubis sebelum dilakukan penilaian kerusakan, penilaian kekerasan dan pengupasan krop kubis yang rusak (Gambar 9). Susut pada saat setelah simulasi transportasi lebih banyak disebabkan faktor metabolisme kubis yaitu respirasi. Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat respirasi kubis dalam simulasi transportasi adalah getaran mesin, gesekan antar kubis dan gesekan dengan wadah. Bahan dasar dari wadah atau kemasan sekunder yang digunakan dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada tingkat respirasi kubis. Gambar 9. Pengukuran Susut Berat Setelah Simulasi Transportasi 24

Secara umum, semakin lama waktu simulasi transportasi akan menghasilkan susut berat yang semakin besar pada setiap kombinasi kemasan termasuk kontrol (Gambar 10). Pada kontrol, susut berat terjadi paling besar yaitu 1.39 % untuk lama simulasi 1 jam, 1.48 % untuk lama simulasi 2 jam dan 3.28 % untuk lama simulasi 5 jam. Pengaruh lama simulasi terhadap susut berat tidak berbeda nyata untuk simulasi transportasi 1 dan 2 jam, sedangkan untuk lama simulasi transportasi 5 jam pengaruhnya berbeda nyata (Tabel 8). Penurunan Berat Akibat Simulasi Transportasi Susut Berat (%) 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1 2 5 Lama Simulasi Transportasi (jam) Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol Gambar 10. Susut Berat Kubis Pada Berbagai Kemasan Setelah Simulasi Transportasi Gambar 10 juga menunjukkan bahwa susut berat setelah simulasi paling rendah terjadi pada kemasan dimana kubis dikemas secara individu dengan plastik film, baik yang menggunakan wadah keranjang maupun kardus. Pada keranjang dengan plastik film, susut berat yang terjadi akibat simulasi transportasi adalah 0.19 % (1 jam), 1.23 % (2 jam), dan 0.51 % (5 jam). Sedangkan pada kardus dengan plastik film, susut berat yang terjadi adalah 0.18 % (1 jam), 0.22 % (2 jam) dan 0.22 % (5 jam). Winarno (1987) menyatakan bahwa sifat permeabilitas plastik film terhadap uap air dan udara menyebabkan mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama pengangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan primer (plastik film, daun kubis) dapat melindungi kubis dari gesekan antar kubis dan gesekan dengan wadah sehingga dapat menekan kerusakan yang mengakibatkan meningkatnya laju respirasi. Penggunaan wadah atau kemasan sekunder mampu melindungi kehilangan berat kubis, terlihat bahwa susut berat kubis masih lebih rendah dibandingkan dengan 25

kontrol (Gambar 10). Penggunaan keranjang menghasilkan susut berat lebih besar dibandingkan dengan kardus. Hal ini disebabkan peningkatan respirasi kubis akibat gesekan kubis dengan wadah keranjang yang relatif keras dibandingkan dengan permukaan kardus. Selain itu, keranjang lebih terbuka sehingga kurang menahan kehilangan kadar air akibat transpirasi, dibandingkan dengan kardus yang hanya memiliki celah sebanyak 5% dari permukaannya sebagai ventilasi. Tabel 8. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat Akibat Simulasi Transportasi (%) Kemasan Lama Simulasi Transportasi 1 jam 2 jam 5 jam Keranjang+Plastik film 0.19 ± 0.12 h 0.23 ± 0.04 gh 0.51 ± 0.17 fg Keranjang+Daun 0.53 ± 0.13 fg 1.52 ± 0.40 d 2.50 ± 0.25 b Keranjang 0.68 ± 0.17 f 1.45 ± 0.19 d 2.41 ± 0.16 b Kardus+Plastik film 0.18 ± 0.10 h 0.22 ± 0.09 gh 0.22 ± 0.05 gh Kardus+Daun 0.62 ± 0.37 f 0.80 ± 0.31 f 1.99 ± 0.68 c Kardus 0.56 ± 0.23 f 1.12 ± 0.12 e 2.31 ± 0.33 b Kontrol 1.39 ± 0.13 d 1.48 ± 0.23 d 3.28 ± 0.06 a Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Hasil dari analisis ragam terhadap susut berat akibat lamanya simulasi transportasi, menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi pada tiga faktor (lama simulasi transportasi, kemasan dan tumpukan) tetapi terjadi interaksi dua faktor yaitu kemasan dan lama simulasi transportasi dengan P value <.0001. Pada 1 jam simulasi transportasi terlihat bahwa kombinasi kemasan dengan berwadah keranjang maupun kardus menghasilkan pola yang sama. Nilai susut berat pada wadah dengan kubis dikemas dengan daun dan tanpa dikemas secara individu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata baik dengan wadah keranjang maupun kardus. Artinya untuk transportasi sepanjang 107.588 km (setara 1 jam simulasi transportasi) kubis yang menggunakan kemasan sekunder (keranjang dan kardus) tidak memerlukan kemasan primer daun kubis karena susut beratnya tidak berbeda nyata. 26

Pada 2 jam simulasi transportasi, wadah keranjang baik dengan kubis dikemas daun ataupun tanpa dikemas menunjukkan susut berat yang lebih besar daripada wadah kardus. Hal ini menunjukkan bahwa kardus dapat menekan susut berat lebih baik dari pada keranjang karena kelebihan kardus adalah terbuat dari bahan yang lebih lunak, permukaannya halus sehingga kerusakan karena gesekan antar kubis dengan permukaan kemasan sekunder (wadah) dapat ditekan. Pada 5 jam simulasi transportasi, susut berat setelah transportasi pada wadah keranjang dengan kubis dikemas daun ataupun tanpa dikemas menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penggunaan wadah kardus, kubis dikemas dengan daun lebih kecil dibandingkan dengan kubis tanpa dikemas secara individu, terlihat susut berat kubis berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan primer dengan daun kubis mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat susut berat kubis segar selama transportasi yang setara dengan lama simulasi transportasi 5 jam (537.940 km) Kombinasi kemasan kardus+plastik film ataupun keranjang+plastik film dapat menekan susut berat, pada setiap lama transportasi simulasi. Pengaruh penggunaan plastik film pada kedua wadah (keranjang dan kardus) tidak berbeda nyata. Susut berat kubis dengan kombinasi keranjang+plastik film untuk 1 dan 2 jam, dan untuk 2 dan 5 jam simulasi transportasi tidak berbeda nyata, tetapi pada 1 dan 5 jam simulasi transportasi susut beratnya berbeda nyata. Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa pengemasan dengan plastik film pada produk segar memberikan keleluasaan bagi oksigen untuk masuk dari luar kemasan dan melepas karbondioksida dari dalam kemasan primer ruang terbatas disebut passively modified atmosphere. Penggunaan daun kubis pada wadah keranjang akibat simulasi transportasi tidak memberikan nilai susut berat yang berbeda nyata dengan kubis tanpa kemasan primer. Perlindungan daun kubis terhadap susut berat akan berdampak nyata dengan kombinasi kardus sebagai wadah. Pengaruh kardus yang relatif tertutup mampu menahan transpirasi dan peningkatan respirasi karena kerusakan kubis. Perbedaan 27

nyata terlihat pada simulasi transportasi selama 2 dan 5 jam. Hal ini menunjukkan penggunaan daun kubis akan efektif menekan susut berat dengan kombinasi kardus untuk jarak transportasi yang setara dengan 2 dan 5 jam simulasi transportasi. 2. Susut berat setelah dilakukan Simulasi Transportasi dan Pengupasan. Perhitungan susut berat ini ditujukan untuk mendapatkan berat bersih yang menjadi nilai jual kubis segar sesuai dengan persyaratan konsumen. Kriteria mutu yang dipersyaratkan adalah kubis tanpa cacat fisik. Oleh sebab itu, produsen atau pedagang melakukan pengupasan pada kubis untuk memenuhi kriteria mutu tersebut. Secara umum, semakin lama waktu simulasi transportasi akan menghasilkan susut berat yang semakin besar pada setiap kombinasi kemasan termasuk kontrol (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh letak produksi dengan pasar akan mempengaruhi nilai ekonomis kubis. Pengaruh lama simulasi transportasi terhadap susut berat kubis disebabkan terjadinya kerusakan fisik pada kubis sehingga diperlukan pengupasan. Hal ini juga dapat dibuktikan dari Tabel 9, bahwa susut berat akibat simulasi transportasi dan pengupasan tidak berbeda nyata pada 1 dan 2 jam simulasi transportasi tetapi akan berbeda nyata pada 5 jam simulasi transportasi. Dari Gambar 11, terlihat susut berat akibat simulasi transportasi dan pengupasan yang paling besar terjadi pada kontrol sedangkan susut paling rendah pada kubis yang dikemas dengan plastik film dengan wadah keranjang dan kardus. Hasil ini menunjukkan bahwa kemasan baik primer maupun sekunder dapat menghambat susut berat kubis sehingga dapat menghindari kehilangan nilai ekonomis dari kubis segar. Mc. Gregor (1989) menyatakan selama transportasi produk dapat terkena dampak getaran mesin, penanganan kasar selama bongkar muat dan kehilangan kadar air. Faktor-faktor tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya susut atau kehilangan berat pada produk. 28

35 30 Penurunan Berat Kubis Setelah Simulasi Transportasi dan Pengupasan Susut Berat (%) 25 20 15 10 5 0 1 2 5 Lama Simulasi Transportasi (jam) Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol Gambar 11. Susut berat Kubis Pada Berbagai Kemasan Setelah Simulasi Transportasi dan Pengupasan Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi pada tiga faktor (lama simulasi transportasi, kemasan dan tumpukan). Hanya terjadi 1 (satu) interaksi dua faktor yaitu kemasan dan lama simulasi transportasi. Hasil analisis ragam ini serupa dengan hasil analisis ragam pada susut berat yang disebabkan lama simulasi transportasi. Pada kontrol, terjadi susut berat paling besar pada setiap lamanya waktu simulasi transportasi yaitu 27.05% pada simulasi transportasi setara 1 jam, 27.05% pada simulasi transportasi setara 2 jam dan 32.65% pada simulasi transportasi setara 5 jam. Meskipun demikian, nilai susut berat pada lama simulasi transportasi 1 jam dan 2 jam, tidak berbeda nyata dan nilai susut berat paling besar terjadi pada 5 jam simulasi transportasi terlihat berbeda nyata (Tabel 9). Kontrol atau kubis tanpa kemasan tidak memiliki perlindungan baik dari getaran mesin maupun gesekan antar kubis sehingga terjadi kerusakan fisik kubis paling besar. Kerusakan fisik tersebut memerlukan pengupasan krop kubis 5-7 lembar sehingga susut berat yang terjadi paling besar. Susut berat setelah simulasi transportasi dan pengupasan (trimming) paling rendah terjadi pada kemasan dimana kubis dikemas secara individu dengan plastik film dan menggunakan wadah kardus dengan nilai 10.26% (1 jam), 11.41% (2 jam) dan 21.24% (5 jam). Pada setiap lama simulasi transportasi dimana nilai susut berat kubis yang dikemas dengan plastik film baik pada wadah kardus maupun wadah keranjang 29

tidak berbeda nyata kecuali pada simulasi transportasi selama 2 jam (Tabel 9). Kardus yang lebih lunak dapat menekan susut berat secara signifikan pada simulasi transportasi selama 2 jam sedangkan keranjang dapat mendekati kemampuan kardus dengan ditambahkan lapisan koran didalamnya. Penggunaan lapisan alas pada wadah yang keras dapat mengurangi kehilangan pasca panen (Kitinoya dan Gorny, 1999). Tabel 9. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat (%) Akibat Simulasi Transportasi Dan Pengupasan Kemasan Lama Simulasi Transportasi 1 jam 2 jam 5 jam Keranjang+Plastik film 10.40 ± 1.59 l 13.21 ± 1.58 jk 21.75 ± 0.91 defg Keranjang+Daun 16.85 ± 2.30 i 20.98 ± 1.92 fg 25.51 ± 1.74 bc Keranjang 18.55 ± 1.20 hi 20.46 ± 0.71 gh 23.83 ± 1.57 cd Kardus+Plastik film 10.26 ± 0.79 l 11.41 ± 1.80 l 21.24 ± 0.58 efg Kardus+Daun 14.30 ± 2.04 j 14.77 ± 2.15 j 22.96 ± 1.48 def Kardus 14.45 ± 1.88 j 17.57 ± 1.57 i 23.32 ± 1.50 de Kontrol 27.05 ± 1.27 b 26.87 ± 2.04 b 32.65 ± 1.08 a Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Simulasi transportasi selama 1 jam menunjukkan bahwa kemasan dengan berwadah keranjang maupun kardus menghasilkan pola yang sama. Nilai susut berat kubis pada wadah (keranjang dan kardus) dikombinasi dengan daun dan wadah tanpa tambahan kemasan primer menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Susut berat pada wadah keranjang lebih besar daripada wadah kardus dan berbeda nyata. Hal ini disebabkan permukaan kardus yang lebih halus dan bahan baku kardus mampu meredam getaran dengan baik (Grace, 1998) Pada 2 jam simulasi transportasi, susut berat kubis pada wadah keranjang menunjukkan susut berat yang lebih besar dan berbeda nyata daripada wadah kardus. Khusus pada kubis dengan wadah keranjang, nilai susut berat pada kubis yang dikemas dengan daun, tidak berbeda nyata dengan kubis yang tanpa dikemas secara individu. Oleh sebab itu, penggunaan kardus lebih baik dari pada keranjang dalam menekan kehilangan susut berat. Penggunaan wadah keranjang, dapat dikombinasi kemasan primer plastik film untuk menekan susut berat tetapi tidak memerlukan daun kubis dalam distribusi kubis oleh produsen berjarak 215.176 km. 30

Pada 5 jam simulasi transportasi, susut berat setelah simulasi transportasi pada wadah keranjang dan kardus baik dengan kemasan primer maupun tanpa kemasan primer menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata kecuali yang dikombinasi dengan kemasan primer daun kubis. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan primer daun kubis dapat menjaga kehilangan susut berat secara nyata dengan dikombinasi kemasan sekunder kardus. Penggunaan wadah dapat mengurangi susut berat kubis secara nyata, terbukti pada adanya perbedaan susut berat dalam kombinasi kemasan dengan kontrol. Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan salah satu hal yang mempengaruhi kehilangan pasca panen adalah cara pengemasan dan bahan baku atau materi bahan kemasan. Penggunaan wadah yang dikombinasi dengan plastik film berpengaruh nyata sedangkan dengan daun kubis tidak berpengaruh nyata terhadap susut berat kubis segar. Susut berat atau kehilangan selama transportasi disebabkan kerusakan produk baik yang disebabkan oleh penanganan yang tidak memadai maupun karena kondisi jalan selama transportasi. Hal ini tidak hanya menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk tetapi juga kehilangan pembeli karena memperlambat ketersediaan barang sehingga berdampak langsung terhadap nilai ekonomis produk (Departemen Keuangan, 2006). Oleh sebab itu, aplikasi teknologi pasca panen ditujukan untuk mempertahankan mutu produk, melindungi keamanan pangan dan mengurangi kehilangan secara ekonomis (Kitinoya dan Kader, 2003). Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Tingkat Kerusakan Pantastico (1989), ketahanan kerusakan mekanik ditentukan oleh bentuk susunan sel epidermal, tipe dan luas jaringan dasarnya dan susunan sistem berkas pengangkutannya. Memar terjadi sebagai reaksi terhadap beban tekanan dari getaran mesin, gesekan antar kubis dan gesekan dengan wadah. Tekanan tersebut menyebabkan penyempitan dinding sel menyebabkan air yang berada dalam sel terdesak keluar sehingga jaringan menjadi 31

memar (rusak). Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa beberapa penyebab kehilangan pasca panen dalam transportasi adalah tekanan udara pada kendaraan atau alat angkut dan kemasan yang kurang baik akan menyebabkan kerusakan karena tekanan. Lama simulasi transportasi akan memberikan dampak kerusakan fisik kubis sebagai akibat tekanan yang ekivalen dengan jarak perjalanan dari lahan (produsen) sampai kepada pembeli pertama (konsumen). Lama simulasi transportasi sebesar 1 jam dengan amplitudo 2.67 cm akan memberikan dampak kerusakan fisik pada kubis yang ekivalen dengan jarak perjalanan 107.588 km. Hal ini didasarkan perhitungan kondisi jalan luar kota yang amplitudonya 1.74 cm (lembaga Uji Konstruksi, 1986). Sedangkan perhitungan persentase luas memar merupakan perbandingan luas memar pada kubis yang berbentuk persegi panjang karena mengikuti bentuk tulang daun dengan luas permukaan kubis yang berbentuk bulat seperti bola (Gambar 12). Gambar 12. Memar Pada Sisi dan Atas Kubis Yang Berupa Garis-Garis (lihat panah) Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa persentase luas memar dipengaruhi oleh kemasan yang berinteraksi dengan faktor lain, yaitu : 1) Lama simulasi transportasi (P value <.0001) dan 2) Letak tumpukan wadah (P value 0.0102). Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa faktor kemasan memberikan pengaruh yang sangat besar pada luas memar yang terjadi. Pengaruh kemasan tergantung dengan bahan atau materi bahan baku kemasan. Penggunaan kardus, jenis double wall dan tipe regular slotted container (Peleg, 1985), dan keranjang memiliki dimensi ukuran yang sama (60 x 40 x 25 cm 3 ) dan sesuai dengan rekomendasi penggunaan kemasan di Amerika (Mc. 32

Gregor, 1989). Hal yang membedakan adalah bahan baku keranjang yang terbuat dari plastik (keras dan kuat) dan kardus dari kertas sehingga benturan atau tekanan pada produk akan memberikan dampak yang berbeda. 1. Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Memar Gambar 13, menunjukkan bahwa bertambah lama simulasi transportasi akan menghasilkan persentase luas memar yang semakin besar secara signifikan. Kombinasi kemasan primer dan wadah dapat menekan kerusakan dengan persentase luas memar yang rendah pada setiap simulasi transportasi. Sedangkan pada kontrol persentase luas memar terjadi paling besar pada setiap simulasi transportasi. Interaksi antara kombinasi kemasan dengan lama simulasi transportasi dalam memberikan pengaruh terhadap luas memar yang terjadi pada kubis segar dapat dijelaskan bahwa persentasi luas memar semakin besar selaras dengan semakin lamanya simulasi transportasi. Disetiap lama simulasi transportasi, pada kontrol dimana kubis tidak menggunakan wadah baik keranjang ataupun kardus serta tidak dikemas secara individu akan menunjukkan persentase luas memar yang cukup besar dibandingkan pada kubis yang menggunakan kemasan (Gambar 13) yaitu 5.16 (1 jam), 9.33 (2 jam) dan 17.93 (5 jam). Luas Memar (%) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Perbedaan Luas Memar Pada Tiap kemasan dan Lama Simulasi Transportasi 1 2 5 Lama Simulasi Transportasi (jam) Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol Gambar 13. Persentase Luas Memar Pada Setiap Kombinasi Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi 33

Pada setiap lama simulasi transportasi (1,2 dan 5 jam), kombinasi kemasan dengan wadah keranjang dan kardus dengan ditambah kemasan individu baik plastik film maupun daun menunjukkan persentase luas memar yang paling rendah yaitu 0.17 + 0.01 (1 jam), 0.62 + 0.01 (2 jam) dan 1.33 + 0.01 (5 jam). Penggunaan plastik film dan daun dalam wadah memberikan perlindungan dari kerusakan dengan sangat nyata (Tabel 10). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan kemasan individu pada kubis dapat berfungsi efektif dalam mengurangi persentasi luas memar yang terjadi. Berdasarkan hasil uji Duncan terlihat nilai persentase luas memar pada kubis yang dikemas secara individu baik yang menggunakan plastik film maupun daun kubis, tidak berbeda nyata (Tabel 10). Pada wadah keranjang dan kardus dimana kubis tidak dikemas secara individu memberikan nilai luas memar yang tidak berbeda nyata pada setiap lama simulasi transportasi (Tabel 10). Hal ini dapat disebabkan karena pada wadah keranjang tetap diberikan alas berupa koran 2 lembar untuk melindungi kubis dari gesekan pada permukaan keranjang yang cukup keras. Tabel 10. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Persentase Luas Memar Kemasan Lama Simulasi Gataran 1 jam 2 jam 5 jam Keranjang+Plastik film 0.17 ± 0.01 i 0.62 ± 0.08 h 1.33 ± 0.05 g Keranjang+Daun 0.17 ± 0.01 i 0.61 ± 0.06 h 1.34 ± 0.03 g Keranjang 1.54 ± 0.14 fg 2.63 ± 0.21 e 4.78 ± 0.18 d Kardus+Plastik film 0.17 ± 0.01 i 0.65 ± 0.10 h 1.36 ± 0.07 g Kardus+Daun 0.17 ± 0.01 i 0.63 ± 0.06 h 1.32 ± 0.08 g Kardus 1.58 ± 0.12 f 2.74 ± 0.26 e 4.77 ± 0.09 d Kontrol 5.16 ± 0.53 c 9.33 ± 0.13 b 17.93 ± 0.60 a Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Penggunaan kardus dan keranjang menunjukkan persentase luas memar yang berbeda nyata dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan peranan wadah atau kemasan sekunder juga dapat menekan terjadinya kerusakan fisik pada kubis segar. Pantastico (1989) menyatakan kemasan dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanik. 34

Pradnyawati (2006) menyatakan bahwa jenis kemasan (wadah) berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis pada jambu biji. Grace (1998) menunjukkan bahwa kemasan dapat memperkecil penurunan mutu tomat selama pengangkutan dalam hal menekan kerusakan fisik dan perubahan kimiawi dan Mc. Gregor (1989) mengemukakan bahwa pembungkusan pada produk juga mengurangi memar. Hal ini menjelaskan tingkat kerusakan kubis yang paling rendah persentase luas memarnya adalah dengan kombinasi kemasan primer dan sekunder. Wadah keranjang yang lebih keras dibandingkan dengan kardus tetapi menunjukkan nilai persentase luas memar yang tidak berbeda nyata, dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu kondisi udara yang lembab sehingga mengurangi kekuatan kardus dalam melindungi produk (Peleg, 1985), kurang tahannya kardus dengan perlakuan kasar (Purnomo, 1979), dan tumpukan kardus cenderung bergeser selama simulasi transpotasi sehingga mengurangi kekuatannya (Mc.Gregor 1989). 2. Pengaruh Kemasan dan Letak Tumpukan Terhadap Memar Getaran pada meja getar selama simulasi transportasi menyebabkan kemasan sekunder atau wadah dapat bergeser sehingga menyebabkan terjadi tumpukan yang miring. Kemiringan ini sebagai akibat getaran dan goncangan yang merupakan representasi dari sarana pengangkutan dan kondisi jalan selama transportasi. Perbedaan Luas Memar Berdasarkan Kemasan dan Tumpukan 12 10 Luas Memar (%) 8 6 4 2 0 Atas Tengah Bawah Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Tumpukan Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol Gambar 14. Persentase Luas Memar Pada Setiap Tumpukan Pada Berbagai Kemasan 35

Secara umum, pada Gambar 14 dapat menjelaskan persentase luas memar pada kubis yang tidak menggunakan kemasan primer dan luar (kontrol) terjadi persentase luas memar tertinggi pada setiap letak tumpukan yaitu sebesar 10.45 % (atas), 11.01% (tengah), dan 10.97% (bawah). Sedangkan penggunaan kemasan primer baik plastik film ataupun daun kubis dapat menekan persentase luas memar yang terjadi pada setiap letak tumpukan sehingga kerusakan yang terjadi sangat rendah yaitu dibawah 1%. Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 11), kubis yang dikemas secara individu baik dengan plastik film maupun dengan daun kubis menunjukkan persentase luas memar yang paling rendah dengan kisaran nilai 0.68 ± 0.53 sampai dengan 0.72 ± 0.54 dengan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi baik dengan wadah keranjang maupun wadah kardus dan pada setiap letak tumpukan. Gambar 15. Kemiringan Tumpukan Kemasan Sekunder (Kardus) Setelah Simulasi Transpotasi Letak tumpukan diposisi atas cenderung menunjukkan terjadi persentase luas memar yang lebih kecil dibandingkan pada letak tumpukan ditengah dan dibawah. Walaupun demikian perbedaan nilai persentase luas memar tersebut tidak berbeda nyata kecuali pada kemasan keranjang, kardus dan kontrol (Tabel 11). Pada kemasan keranjang, kardus dan kontrol, persentase luas memar paling besar terjadi pada tumpukan bawah dan tengah dan berbeda nyata dengan tumpukan atas. Ditinjau dari ukuran wadah (keranjang atau 36

kardus) maka peluang terjadinya kerusakan fisik pada kubis dalam setiap wadah adalah sama besar karena setiap wadah memuat kubis sekitar 18 23 kg/wadah dan setiap wadah hanya berisi 1 lapisan/tumpukan kubis. Tabel 11. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Letak Tumpukan Terhadap Persentase Luas Memar Kemasan Tumpukan Atas Tengah Bawah Keranjang+Plastik film 0.69 ± 0.50 f 0.71 ± 0.53 f 0.71 ± 0.55 f Keranjang+Daun 0.68 ± 0.53 f 0.72 ± 0.54 f 0.71 ± 0.54 f Keranjang 2.80 ± 1.45 e 3.04 ± 1.41 cd 3.11 ± 1.56 cd Kardus+Plastik film 0.70 ± 0.51 f 0.73 ± 0.54 f 0.75 ± 0.57 f Kardus+Daun 0.70 ± 0.54 f 0.72 ± 0.52 f 0.70 ± 0.50 f Kardus 2.88 ± 1.49 de 3.07 ± 1.38 cd 3.13 ± 1.48 c Kontrol 10.45 ± 5.69 b 11.01 ± 5.92 a 10.97 ± 5.89 a Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Penggunaan kombinasi wadah (kemasan sekunder) dengan kemasan individu (kemasan primer) menghasilkan luas memar yang tidak berbeda nyata antara tumpukan atas, tengah dan bawah. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan kemasan perimer mampu melindungi kubis dari kerusakan. Perbedaan nyata yang terjadi pada keranjang, kardus dan kontrol pada letak tumpukan atas dengan tengah atau bawah lebih disebabkan faktor penanganan selama bongkar muat. Hal ini terjadi akibat penyusunan tumpukan secara manual sehingga dapat mempengaruhi kerusakan fisik karena memar terjadi yang disebabkan perpindahan produk didalam wadah selama penanganan dan transportasi (Mc. Gregor, 1989). Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa kehilangan pasca panen dapat disebabkan karena penanganan yang kasar saat bongkar muat. Faktor penumpukan yang tinggi dapat mengakibatkan penggeseran dari wadah selama getaran atau simulasi transportasi. Pada Gambar 15 menunjukkan, pergeseran wadah tersebut dapat mengurangi kekuatan wadah (Mc. Gregor, 1989). Kekuatan kardus untuk melindungi kubis didalamnya menurun karena adanya getaran, sedangkan kekuatan keranjang dapat bertahan karena cenderung tidak terjadi pergeseran disebabkan bentuk 37

permukaan atas dari setiap sisi keranjang yang dapat menopang keranjang lain diatasnya. Hal ini menyebabkan luas memar pada keranjang dan kardus tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisa dari kedua interaksi diatas, menunjukkan bahwa tingkat kerusakan kubis segar dengan lama simulasi transportasi 1 jam, 2 jam, dan 5 jam sangat dipengaruhi oleh faktor kemasan yang berinteraksi dengan lama simulasi transportasi dan juga letak posisi tumpukan wadah. Akan tetapi, persentase luas memar lebih nyata pengaruhnya dari faktor kemasan dan lama simulasi transportasi karena adanya peningkatan persentase luas memar sesuai semakin lamanya simulasi transportasi. Dengan kata lain tingkat kerusakan fisik kubis semakin meningkat nyata dengan semakin lamanya transportasi. Kombinasi kemasan yang dapat menghasilkan persentase luas memar yang rendah adalah kubis yang diwadahi oleh keranjang ataupun kardus dan dikemas secara individu baik dengan plastik film maupun dengan daun. Kombinasi kemasan tersebut terbukti dapat menahan tingkat kerusakan kubis pada setiap lamanya waktu simulasi transportasi (1, 2 dan 5 jam). Hal ini juga ditunjukkan dari kerusakan pada kontrol dengan persentase luas memar yang paling besar dan berbeda nyata dengan kubis yang menggunakan kemasan baik dengan wadah (kemasan sekunder) saja maupun yang dikombinasi dengan kemasan primer (plastik film atau daun kubis). Ditingkat petani yang pengangkutan kubis tidak dilakukan dengan pengemasan dapat dilakukan suatu cara penyusunan untuk mengurangi kerusakan. Meskipun demikian, hasil perhitungan menunjukkan bahwa penataan tersebut masih menghasilkan persentase luas memar yang terbesar pada kontrol dibandingkan pada kubis dengan kemasan (Gambar 16). Beban tekanan yang terjadi pada kubis tanpa kemasan lebih besar terutama karena gesekan antar kubis dan getaran mesin. Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa transportasi secara curah akan mengakibatkan kerusakan karena tekanan dan hal ini menjadi penyebab kehilangan pasca panen selama transportasi. Subekti (1998) menyatakan penggunaan terpal untuk penutup kendaraan pengangkut kubis ke pasar 38

berpotensi meningkatkan kehilangan atau susut pada kubis selama distribusi atau transportasi dalam bentuk curah. Gambar 16. Penyusunan Kubis Pada Perlakuan Kontrol Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Tingkat Kekerasan Tingkat kekerasan adalah salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menguji terjadikan perubahan mutu pada buah dan sayuran. Tingkat kekerasan yang berubah disebabkan karena komposisi dinding sel berubah (Winarno, 2002). Pengujian dengan analisis ragam didapat bahwa hanya faktor kemasan yang mempengaruhi tingkat kekerasan baik pada bagian daun maupun pada tulang daun kubis segar. Gambar 15, menunjukkan hasil uji kekerasan pada daun dan tulang daun pada kubis segar dimana pola tingkat kekerasan tersebut tidak beraturan. Tingkat Kekerasan Pada Daun dan Tulang Daun Kubis Tingkat Kekerasan (kg) 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Daun Tulang Daun Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol Gambar 17. Tingkat Kekerasan Pada Daun Dan Tulang Daun Kubis Pada Berbagai Kemasan 39

Hasil analisis ragam didapat bahwa kemasan memberikan pengaruh pada tingkat kekerasan dengan P value <.0001. Lama waktu simulasi transportasi sebesar 1, 2, dan 5 jam tidak memberikan pengaruh pada tingkat kekerasan kubis segar padahal faktor ini sangat memberikan pengaruh pada susut berat dan tingkat kerusakan pada kubis. Hasil uji Duncan sebagai uji lanjut hasil analisis ragam tersebut (Tabel 12) menunjukkan secara umum, tingkat kekerasan kubis segar baik didaun maupun ditulang daun memperlihatkan pola yang tidak beraturan dengan nilai yang tidak berbeda untuk beberapa perlakuan kombinasi kemasan (Gambar 17). Pada tingkat kekerasan daun, 5 (keranjang+plastik film, kardus+plastik film, kardus+daun, kardus, kontrol) dari 7 kombinasi kemasan memiliki tingkat kekerasan yang tidak berbeda nyata termasuk kontrol dan 2 lainnya (keranjang+daun, keranjang) juga tidak berbeda nyata satu dengan yang lain. Sedangkan pada tingkat kekerasan ditulang daun, memberikan pola yang hampir serupa bahkan dari 2 kombinasi kemasan (keranjang+daun, keranjang). Salah satunya yaitu keranjang-daun menunjukkan nilai kekerasan yang tidak berbeda nyata dengan kardus+plastik film, kardus+daun dan kontrol. Tabel 12. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan Terhadap Tingkat Kekerasan Kemasan Tingkat Kekerasan Daun Tulang Daun Keranjang+Plastik film 1.62 ± 0.24 a 1.57 ± 0.29 a Keranjang+Daun 1.40 ± 0.25 b 1.34 ± 0.25 bc Keranjang 1.35 ± 0.22 b 1.19 ± 0.21 c Kardus+Plastik film 1.61 ± 0.27 a 1.49 ± 0.24 ab Kardus+Daun 1.63 ± 0.23 a 1.47 ± 0.23 ab Kardus 1.61 ± 0.18 a 1.59 ± 0.16 a Kontrol 1.75 ± 0.16 a 1.45 ± 0.12 ab Keterangan : huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Nilai R-square dari masing-masing tingkat kekerasan dari daun dan tulang daun adalah 0.59. Nilai tersebut sangat rendah (normal = 0.75) untuk suatu hasil uji statistik yang menunjukkan pengaruh faktor kemasan pada tingkat kekerasan. Hal ini dapat diartikan juga bahwa pengaruh kemasan pada tingkat kekerasan kubis sangat rendah. 40

Tingkat kekerasan biasanya digunakan sebagai salah satu parameter untuk pengujian mutu produk pertanian khususnya sayuran dan buah karena akan sangat berpengaruh nyata dengan lamanya penyimpanan produk. Pada penelitian ini, dengan lama simulasi transportasi sampai dengan 5 jam menunjukkan bahwa belum terjadi perubahan tingkat kekerasan yang berpengaruh nyata pada mutu kubis segar. Perhitungan dengan parameter kekerasan yang bersifat dekstruktif belum tepat digunakan untuk pengujian simulasi transportasi sampai dengan 5 jam. Oleh sebab itu perlu dipertimbangkan untuk pengujian tingkat kekerasan produk dengan metode non-dekstruktif. Analisa Kelayakan Finansial Unit Usahatani Kubis Segar Perhitungan nilai ekonomis kubis segar pada penelitian ini adalah berupa direct selling dimana produsen (petani) langsung dapat menjual kubis segar kepada konsumen (pembeli). Rantai suplai dari produsen langsung kepada konsumen ini tidak melalui tahap penyimpanan pada kegiatan produksi. Porter, et al (2004) menyatakan bahwa tidak ada keuntungan apabila dilakukan pengupasan selama penyimpanan setelah dihitung nilai ekonomi dan biaya buruh untuk pengupasan. Pengkajian kelayakan suatu proyek (usahatani kubis segar) akan ditinjau dari nilai B/C 1 dan pendekatan nilai untuk menunjukkan keuntungan dari unit usahatani kubis segar ditunjukkan nilai R/C yang berada diatas 1. Usahatani kubis ini berlokasi sesuai kelipatan lama simulasi transportasi sebagai kesetaraan jarak antara produsen dan konsumen yaitu 1 jam simulasi transportasi setara dengan 107.588 km. Pada Tabel 13, ditunjukkan hasil perhitungan rasio manfaat-biaya dan penerimaanbiaya pada introduksi kemasan untuk kubis segar yang dapat diketahui bahwa nilai B/C dan R/C usahatani kubis segar ini akan semakin kecil dengan bertambah lamanya simulasi transportasi. Hal ini terkait dengan semakin besarnya susut berat bersih kubis segar yang dapat dijual dipasaran akibat kerusakan yang disebabkan transportasi sehingga memerlukan pengupasan krop kubis untuk memenuhi kriteria mutu yang dipersyaratkan oleh konsumen atau pembeli. 41

Tabel 13. Hasil Perhitungan Analisa Finansial Pada Usahatani Kubis Segar* Kombinasi Lama Simulasi Transportasi Kemasan 1 Jam 2 jam 5 jam B/C R/C B/C R/C B/C R/C Keranjang+Plastik film 0.4545 1.455 0.4089 1.409 0.2703 1.270 Keranjang+Daun 0.5486 1.549 0.4716 1.472 0.3873 1.387 Keranjang 0.5169 1.517 0.4813 1.481 0.4186 1.419 Kardus+Plastik film 0.2337 1.234 0.2179 1.218 0.0827 1.083 Kardus+Daun 0.3721 1.372 0.3646 1.365 0.2335 1.233 Kardus 0.3697 1.370 0.3198 1.320 0.2277 1.228 Kontrol 0.4216 1.422 0.4251 1.425 0.3125 1.313 Keterangan : *modus harga jual kubis ditingkat petani Rp 1500 per kg Simulasi transportasi selama 1 dan 2 jam adalah mewakili produsen di Jawa Barat sedangkan 5 jam adalah untuk produsen Jawa Tengah (lihat bab Metode). Oleh sebab itu, ditinjau dari R/C maka tingkat keuntungan produsen di Jawa Barat lebih besar daripada di Jawa Tengah. Hal ini dapat disebabkan 2 hal yaitu biaya transportasi yang lebih besar dan tingkat kerusakan fisik kubis yang lebih besar sehingga nilai ekonomis kubis segar semakin turun. Penggunaan kemasan atau wadah kardus menghasilkan nilai terendah. Kombinasi kemasan kardus+plastik film memberikan nilai paling rendah baik untuk nilai B/C maupun R/C pada setiap lama simulasi transportasi walaupun dari tingkat kerusakan fisik dan susut berat kubis memberikan nilai paling rendah (Tabel 13). Hal ini disebabkan harga kardus dan plastik film yang cukup mahal sehingga meningkatkan jumlah biaya operasional. Menurut Poernomo (1979) pemakaian kemasan kotak karton gelombang atau kardus masih kurang tepat atau belum sesuai untuk pengiriman lokal oleh karena harganya masih mahal dan kurang tahan terhadap perlakuan kasar yang biasa dijumpai. Penggunaan keranjang dengan daun menunjukkan nilai R/C terbesar pada simulasi transportasi 1 jam sebesar 1.549 dan pada 2 serta 5 jam simulasi transportasi terlihat penggunaan keranjang merupakan nilai R/C terbesar berturut-turut adalah 1.481 dan 1.419. Walaupun hasil Uji Duncan untuk susut berat akibat simulasi dan pengupasan 42

(Tabel 9) memperlihatkan bahwa susut berat kubis dengan keranjang+daun dan keranjang saja menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Kontrol merupakan kubis tanpa kemasan sehingga struktur biaya operasional tidak memerlukan biaya untuk material pengemasan akan tetapi biaya penanganan pasca panen tetap dilakukan dan tetap menggunakan wadah keranjang bambu untuk pengumpulan kubis dari lahan. Perlakuan pengemasan tanpa kemasan sekunder (wadah) dan kemasan primer (kontrol) menunjukkan tingkat nilai B/C dan R/C bukan yang paling tinggi, karena tingkat susut berat kubis akibat transportasi dan pengupasan paling tinggi (Tabel 9) sehingga menurunkan nilai ekonomis kubis. Perhitungan lebih lanjut didapatkan bahwa untuk usahatani kubis segar ditingkat petani dan dengan introduksi tehnik pengemasan, membutuhkan tambahan biaya. Adapun tambahan biaya untuk pengemasan keranjang+plastik film adalah Rp 154.29/kg dan pengemasan menggunakan keranjang+daun atau keranjang saja adalah Rp 35.71/kg. Sedangkan tambahan biaya untuk kemasan kardus+plastik film adalah Rp 321.43/kg dan penggunaan kardus+daun atau kardus saja adalah Rp 167.14/kg. Berdasarkan pengamatan rantai suplai sayuran di Jawa Barat, terdapat variasi harga pada segmen pasar tertentu seperti pasar swalayan, restoran/hotel internasional, dan rumah sakit yang memberikan harga jual kubis lebih besar 20 40 % dari Rp 1,500/kg atau Rp 1,800 2,100 per kg. Perhitungan lebih lanjut (Lampiran 11) untuk introduksi tehnik pengemasan yang dapat layak dilakukan oleh petani mendapatkan B/C 1 sebagai parameter kelayakan usahatani kubis segar, dengan interval kenaikan harga sebesar Rp 50/kg sebagai nilai terkecil dalam perdagangan. Dari perhitungan tersebut dihasilkan bahwa : 1. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang + daun akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 1,950/kg untuk simulasi selama 1 jam (R/C 2.013). Pengaruh adanya daun kubis sebagai kemasan primer dapat mengurangi tingkat kehilangan atau susut berat kubis sehingga nilai kelayakannya pada tingkat harga yang naik hanya 8.3 %. 43

2. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 2,000/kg untuk simulasi selama 1 jam (R/C 2.023). Penggunaan wadah keranjang tanpa adanya kemasan primer mengakibatkan susut yang lebih besar dibandingkan dengan adanya daun kubis sebagai kemasan. Walaupun secara teknis tidak berbeda nyata susut yang terjadi tetapi secara ekonomis tingkat kelayakan investasi ini pada tingkat harga yang lebih tinggi dari kombinasi kemasan keranjang+daun. 3. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang + daun dan keranjang akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 2,050/kg untuk simulasi selama 2 jam dengan R/C masing-masing 2.116 dan 2.073. Tingkat harga ini menjadikan jarak yang lebih jauh (setara 2 jam simulasi transportasi) dapat layak berinvestasi usahatani kubis segar dengan kemasan keranjang baik dengan kombinasi kemasan primer (daun kubis) maupun hanya keranjang. Hal ini dijelaskan juga pada Tabel 9 bahwa susut berat keranjang+daun dengan keranjang tidak berbeda nyata. 4. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang + plastik film akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 2,100/kg untuk simulasi selama 1 jam dengan R/C 2.011. (Tabel 14). Penggunaan plastik film menunjukkan susut yang paling rendah pada perlakuan yang menggunakan keranjang akan tetapi karena biaya operasionalnya paling tinggi maka untuk kelayakan investasi kubis segar dengan kemasan keranjang+plastik film memerlukan tingkat harga yang paling tinggi. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kelayakan investasi kubis segar dengan wadah keranjang lebih tepat dilakukan oleh petani Jawa Barat (setara dengan 1 dan 2 jam simulasi transportasi) dibandingkan oleh petani Jawa Tengah. Hal ini disebabkan oleh 2 hal yaitu 1) pada tingkat harga tertinggi yang mungkin dicapai yaitu Rp 2,100/kg, nilai B/C untuk 5 jam simulasi transportasi masih < 1, 2) tingkat kerusakan kubis yang besar sehingga susut berat kubis tidak menghasilkan nilai ekonomis untuk kelayakan investasi. Pada tingkat harga Rp 2,100/kg (Tabel 16) menjelaskan bahwa penggunaan kardus dan kontrol masih belum layak dilakukan karena B/C dibawah 1, walaupun sudah cukup 44