BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP Kerangka Teori

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

BAB 3 KERANGKA KONSEP. Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan kulit pada pasien AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL. Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilakukan di Klinik Penyakit Dalam Instalasi Rawat

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia >200 mg/dl, dan lipiduria 1. Lesi glomerulus primer

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kunci dari kehidupan, kesehatan adalah milik

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012).

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinis. Menurunkan Kejadian Relaps

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

KADAR KOLESTEROL DARAH ANAK PENDERITA SINDROM NEFROTIK SENSITIF STEROID SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI PREDNISON DOSIS PENUH ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Efektiitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Ibu Bersalin Seksio Sesarea Di RSUD dr.pirngadi Medan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. biaya. 1 Kanker payudara merupakan kanker yang sering dialami perempuan saat

TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

RELAPS. 4 mgg INIT. 4 mgg INTERMITEN

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma akibat Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

Transkripsi:

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka konsep penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, kerangka konsep mengenai angka kejadian relaps sindrom nefrotik pada anak yang diterapi dengan kortikosteroid di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dari tahun 2009 sampai 2010 dapat diuraikan seperti gambar dibawah ini: TERAPI KORTIKOSTEROID SINDROM NEFROTIK PADA ANAK REMISI RELAPS SEMBUH KELOMPOK UMUR JENIS KELAMIN Gambar 3.1. Kerangka konseptual penelitian

3.2 Variabel dan definisi operasional 3.2.1. Sindrom nefrotik Definisi : Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala klinis yang disebabkan oleh penyakit glomerular yang sering dijumpai pada anak, dengan manifestasi edema, proteinuria masif serta hipoalbuminemia dan bisa hiperkolesterolemia. Cara ukur : data sekunder Alat ukur : rekod status pasien Skala ukur : nominal 3.2.2. Kortikosteroid Definisi : Prednison oral tablet sebesar 60 mg/m 2 /hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m 2 /hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu (ISKDC, 1981). Obat ini merupakan derivat sintetik kortisol dengan efek terapeutik anti-inflamatori dan imunosupresan (Bertam, G. K., 2000). Cara ukur : analisis data sekunder Alat ukur : rekod status pasien Skala ukur : nominal 3.2.3. Anak Definisi : semua pasien sindrom nefrotik di poliklinik kesehatan anak Cara ukur : analisis data sekunder Alat ukur : rekod status pasien Skala ukur : nominal

3.2.4. Relaps Definisi : Terjadinya kekambuhan sindrom nefrotik selama proses penyembuhan atau setelah pasien mencapai remisi total di mana kondisi pasien memburuk kembali. Cara ukur : analisis data sekunder Alat ukur : rekod status pasien Skala ukur : nominal Kategori : Dalam penentuan kategori kekambuhan sindrom nefrotik dinilai dengan menggunakan metode positif dan negatif sebagai berikut: a. Positif bila pasien mengalami relaps b. Negatif bila pasien tidak mengalami relaps 3.2.5. Kelompok umur Definisi : Usia pasien sindrom nefrotik pada status poliklinik saat penelitian dilaksanakan dan umur dinyatakan dalam tahun. Cara ukur : analisis data sekunder Alat ukur : rekod status pasien Hasil ukur: a. 1 bulan - 12 bulan b. 1 tahun - 6 tahun c. lebih 6-12 tahun d. lebih 12-18 tahun e. lebih dari 18 tahun Skala ukur : ordinal

3.2.6. Jenis kelamin Jenis kelamin penderita sindrom nefrotik dalam status poliklinik saat penelitian dilaksanakan. Cara ukur : analisis data sekunder Alat ukur : rekod status pasien Hasil ukur : a. lelaki b. perempuan Skala ukur : nominal

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif retrospektif bagi menilai angka kejadian relaps sindrom nefrotik pada anak yang diterapi dengan kortikosteroid di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dari tahun 2009 sampai 2010. Pengumpulan data telah dilakukan untuk meneliti apakah penderita sindrom nefrotik yang diberikan terapi kortikosteroid mengalami relaps ataupun tidak. Penelitian deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi serta distribusi penyakit di suatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. 4.2. Lokasi dan waktu penelitian 4.2.1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Kesehatan Anak Bagian Nefrologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan. Lokasi ini menjadi pilihan karena merupakan pusat pelayanan kesehatan pemerintah yang menjadi tempat rujukan para peneliti di kota Medan, Sumatera Utara. 4.2.2. Waktu penelitian Waktu pelaksanaan penelitian adalah setelah penulisan dan presentasi proposal yaitu dari bulan Agustus sampai September 2011.

4.3. Populasi dan sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita sindrom nefrotik di Poliklinik Kesehatan Anak RSUP H.Adam Malik, Medan dari tahun 2009 sampai 2010. 4.3.2. Sampel Sampel adalah data penderita sindrom nefrotik di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2009 sampai 2010. Besar sampel yang dibutuhkan adalah sama dengan populasi (total sampling). 4.4. Metode pengumpulan data Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari bagian Medical Education Unit (MEU) Fakultas Kedokteran ke direktur RSUP HAM, Medan lalu ke Bagian Poliklinik Kesehatan Anak. Pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder yang diperoleh dari catatan status pasien anak dengan sindrom nefrotik. 4.5. Metode analisis data Data pasien yang diperoleh dari Poliklinik Anak diteliti dan maklumat yang diperlukan dimasukkan ke dalam komputer untuk dianalisis dan diolah dengan menggunakan SPSS.

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil penelitian 5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUP. Haji Adam Malik, Medan. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no. 547/Menkes/SK/VII/1998 dan menjadi rumah sakit rujukan untuk propinsi Sumatera Utara serta juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. Dalam hal ini telah dilakukan penelitian terhadap pasien anak yang didiagnosis menderita sindrom nefrotik. Data diperoleh dengan meneliti catatan status pasien di Poliklinik Kesehatan Anak Bagian Nefrologi RSUP. Haji Adam Malik, Medan. 5.1.2. Distribusi kasus sindrom nefrotik dengan relaps di Poliklinik Kesehatan Anak Bagian Nefrologi RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2009 sampai Desember 2010. Tabel 5.1. Distribusi kasus sindrom nefrotik di Poliklinik Kesehatan Anak Sindrom nefrotik dengan relaps n % Positif Negatif 65 84 43,6 56,4 Total 149 100

Dari tabel 5.1, dapat dilihat distribusi kasus sindrom nefrotik berdasarkan pasien anak yang dirawat di Poliklinik Kesehatan Anak. Total sampel yang terdapat dalam studi ini adalah sebanyak 149 orang. Anak yang mengalami relaps adalah sebanyak 65 orang dan anak yang tidak mengalami relaps adalah sebanyak 84 orang. Diperkirakan prevalensi angka kejadian relaps pada sindrom nefrotik adalah sebanyak 44% sementara prevalensi bagi yang tidak mengalami relaps pula adalah sebanyak 56%. 5.1.3. Distribusi sindrom nefrotik berdasarkan umur pasien di Poliklinik Kesehatan Anak Bagian Nefrologi RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2009 sampai Desember 2010. Tabel 5.2. Distribusi kasus sindrom nefrotik berdasarkan kelompok umur pasien Kelompok umur (Tahun) 1-12 bulan 1 tahun - 6 tahun > 6 tahun - 12 tahun >12 tahun - 18 tahun > 18 tahun Relaps Positif % Negatif % 2 1,3 5 3,4 18 12,1 35 23,5 37 24,8 33 22,1 8 5,4 9 6,0 0 0,0 2 1,3 Total 7 53 70 17 2 Total 64 85 149 Pada tabel 5.2 diatas menunjukkan distribusi penderita sindrom nefrotik berdasarkan kelompok umur pasien. Kelompok umur yang paling sering mengalami sindrom nefrotik adalah anak berusia lebih dari 6-12 tahun yaitu sebanyak 70 orang dimana 37 dari mereka mengalami relaps dengan prevalensi angka kejadian sebanyak 24,8%. Kelompok umur yang kedua tersering mendapat sindrom nefrotik adalah anak berumur 1-6 tahun yaitu sejumlah 53 kasus dimana 18 orang mengalami relaps dengan angka prevalensi 12,1%.

Pada kelompok usia lebih dari 12-18 tahun, dijumpai 17 kasus sindrom nefrotik dengan kejadian relaps pada 8 orang dengan prevalensi angka kejadian 5,4%. Kejadian sindrom nefrotik pada anak golongan umur lebih dari 18 tahun paling sedikit yaitu hanya 2 orang dimana kejadian relaps tidak dijumpai pada kelompok ini diikuti oleh kelompok bayi berumur 1-12 bulan sebanyak 7 orang dengan hanya 2 kejadian relaps dengan prevalensi 1,3%. 5.1.4. Distribusi sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin pasien di Poliklinik Kesehatan Anak Bagian Nefrologi RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2009 sampai Desember 2010. Tabel 5.3. Distribusi kasus sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin pasien Jenis Kelamin Relaps Total % Positif % Negatif % Lelaki 45 30,2 51 34,2 96 64,4 Perempuan 20 13,4 33 22,1 53 35,6 Total 65 84 149 100 Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada anak laki-laki yaitu sebanyak 96 orang dengan prevalensi angka kejadian sebanyak 64,4% dibandingkan dengan anak perempuan sebanyak 53 orang dengan prevalensi sebanyak 35,6%. Anak laki-laki juga yang paling sering mengalami relaps dimana terdapat sebanyak 45 kasus, yaitu sebanyak 30,2%. Pada anak perempuan pula prevalensi angka kejadian relaps adalah 13,4% yaitu sebanyak 20 pasien.

5.2. Hasil analisa data 5.2.1. Distribusi kasus sindrom nefrotik di Poliklinik Kesehatan Anak Bagian Nefrologi RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2009 sampai Desember 2010. Pasien anak penderita sindrom nefrotik yang datang ke Poliklinik Kesehatan Anak dari Januari 2009 sampai Desember 2010 adalah sebanyak 149 orang dimana 65 dari mereka mengalami relaps mempunyai prevalensi angka kejadian sebanyak 43,6% sementara 84 pasien lainnya dengan angka prevalensi 56,4 % mengalami remisi total. Dalam Indian Journal Medicine Research No.122, mengatakan hampir 50-60% pasien yang diterapi dengan steroid akan mengalami relaps atau steroiddependence (Arvind et al. 2005). Hasil dari suatu penelitian cohort oleh International Society of Nephrology pada 60 pasien anak dengan sindrom nefrotik didapati terjadinya relaps pada 49 orang (82%) (Kim et al. 2005). Dalam suatu penelitian di Rumah Sakit Seotomo dari tahun 1983 hingga 2001 didapati dari 99 orang anak dengan sindrom nefrotik, 63 orang (64%) dari mereka mengalami relaps (Noer 2005). Pada penelitian The Lancet Vol 362 menyatakan secara umum 60-80% pasien yang pada mulanya responsif terhadap steroid akan mengalami relaps di mana 60% dari mereka akan relaps 5 kali atau lebih (Eddy et al. 2003). Hasil persentase angka kejadian relaps pada pasien didapati masih tinggi dan sedikit berbeda dengan data-data pada penelitian sebelumnya. Deviasi dari prevalensi angka kejadian relaps pada literatur-literatur di atas mungkin disebabkan oleh perbedaan dari durasi terapi, perbedaan dari etnis, geografis dan sosio-ekonomi pasien serta tingkat pengetahuan orang tua pasien yang berbeda walaupun belum ada bukti yang mendukung teori ini. Tingginya angka kejadian relaps khususnya pada anak-anak dibanding dengan orang dewasa disebabkan sistem imun yang masih belum sempurna dan mudah terpapar pada resiko infeksi karena daya tahan tubuh yang rendah.

5.2.2. Distribusi sindrom nefrotik berdasarkan umur pasien di Poliklinik Kesehatan Anak RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2009 sampai Desember 2010. Dari penelitian ini didapati bahwa penderita sindrom nefrotik dengan relaps paling banyak pada kelompok umur lebih dari 6-12 tahun yaitu sebanyak 37 orang (24,8%) diikuti oleh kelompok usia 1-6 tahun dengan angka kejadian kedua tertinggi yaitu sebanyak 18 orang (12,1%). Penderita sindrom nefrotik yang mengalami relaps paling sedikit adalah anak berumur lebih dari 18 tahun di mana tidak ada kasus relaps diikuti oleh golongan bayi berumur 1-12 bulan sebanyak 2 orang (1,3% ). Ternyata ada perbedaan dalam hasil penelitian ini dengan penelitian lain di mana menurut Pediatric Nephrology Journal of the International Pediatric Nephrology Association, kejadian relaps paling banyak diketemukan pada golongan anak berusia 0-3 tahun (Naoyuki et al. 1998) sementara satu lagi jurnal dari asosiasi yang sama mengatakan anak berumur 1-3 tahun paling sering mengalami relaps (Andersen et al. 2010). 5.2.3. Distribusi sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin pasien di Poliklinik Kesehatan Anak RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2009 sampai Desember 2010. Berdasarkan tabel 5.3, anak lelaki lebih rentan mengalami episode relaps yaitu sebanyak 45 orang (30,2%) dari total 65 pasien dibandingkan dengan anak perempuan sebanyak 20 orang (13,4%). Perbandingan ratio kejadian relaps antara anak lelaki dengan anak perempuan adalah 2:1. Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian bahwa angka kejadian relaps pada sindrom nefrotik lebih tinggi pada anak lelaki dibandingkan pada anak perempuan. Kejadian relaps lebih banyak dijumpai pada anak lelaki karena kasus sindrom nefrotik sendiri lebih sering terjadi pada anak lelaki dibandingkan dengan

anak perempuan dengan ratio 2:1 (Husein et al. 2005 dan Wirya 2002). Menurut suatu jurnal dari International Society of Nephrology, juga turut mendukung bahwa anak lelaki lebih rentan mengalami relaps dibandingkan dengan anak perempuan (Naoyuki et al. 1998). Namun penyebab kenapa anak lelaki lebih beresiko mengalami relaps dibanding dengan anak perempuan masih belum diketahui secara pasti.