HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DALAM KULTUR ANTERA DAN VIABILITAS POLEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ITA PURNAMASARI

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut:

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE

STUDI TAHAP PERKEMBANGAN KUNCUP BUNGA, MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L.

ANDROESIUM A. Landasan Teori ANTERA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS ANDROGENESIS BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN TERONG DALAM KULTUR ANTERA PADA MEDIA DUA-LAPIS SANDI YUDA PRATAMA

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991)

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

Reproduksi Seksual Gymnospermae

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.)

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) PADA SISTEM KULTUR SEBAR-MIKROSPORA HAKIIM BASHAAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

FISIOLOGI DAN METABOLISME, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN REPRODUKSI

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

Sesuai Prioritas Nasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI

PERBEDAAN SEL HEWAN & TUMBUHAN BAGIAN SEL & ORGANEL SEL TRANSPORT MELALUI MEMBRAN

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.6. Gamet haploid. Gamet diploid. Spora. Hifa

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL

Tugas Kelompok. Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat. Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

SIFAT DAN REAKSI MONOSAKARIDA DAN DISAKARIDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Transkripsi:

3 HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora Morfologi malai jantan kelapa sawit dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan ukuran pembukaan spata, posisi spikelet pada malai, dan posisi bunga pada spikelet (Gambar 1 & Tabel 1). Ciri morfologi yang diamati kemudian dihubungkan dengan stadia mikrospora. Malai jantan kelapa sawit dengan spata ¼ terbuka mengandung populasi mikrospora yang didominasi oleh stadia uninukleat awal-. Sel mikrospora stadia uninukleat awal- terutama dapat diisolasi dari bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian malai. Mikrospora pada stadium ini dicirikan dengan sel yang berbentuk triangular dengan inti yang mengalami dekondensasi dan terletak di sel (Gambar 2A). Selanjutnya inti sel tampak mengalami rekondensasi dan kedudukannya semakin ke arah tepi karena terdesak oleh vakuola (mendekati dinding sel) (Gambar 2B). Sel mikrospora dengan ciri seperti ini berada pada stadium uninukleat akhir. Mikrospora pada stadium uninukleat akhir dapat diisolasi dari bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian spata ½ terbuka. Selanjutnya sel mikrospora memasuki stadium binukleat awal. Pada stadium ini, inti sel mengalami pembelahan mitosis sebanyak satu kali sehingga dihasilkan dua inti yang berukuran sama dalam satu sel (Gambar 2C). Sel mikrospora stadium ini banyak dijumpai pada bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian malai dengan spata ½ terbuka. Setelah inti sel membelah secara mitosis, kedua inti tersebut mulai bergerak menjauh dan mulai terjadi diferensiasi, yaitu menjadi inti vegetatif dan inti generatif. Sel mikrospora dengan ciri seperti ini menandakan bahwa sel berada pada stadium binukleat (Gambar 2D). Mikrospora stadium binukleat dapat dijumpai dengan populasi terbesar pada bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian spata ½ terbuka. Pada perkembangan selanjutnya, sel mikrospora akan memasuki stadium binukleat akhir. Stadium binukleat akhir dicirikan oleh inti vegetatif dan inti generatif yang dapat dibedakan dengan jelas. Perbedaan ini terlihat pada inti generatif yang berukuran lebih kecil karena lebih terkondensasi sehingga terlihat lebih terang daripada inti vegetatif (Gambar 2E). Setelah stadium binukleat akhir, mikrospora akan menjadi polen matang. Polen matang ditunjukkan oleh kedua inti (inti vegetatif & inti generatif) yang berukuran kecil dan inti generatif berbentuk lonjong sempit (Gambar 2F). Polen matang dapat diisolasi pada semua bagian malai jantan kelapa sawit dengan spata terbuka sepenuhnya. Gambar 1 Morfologi malai jantan dan spikelet kelapa sawit, (A) malai jantan dengan spata ¼ terbuka, (B) malai jantan setelah spata dibuka, dan (C) spikelet. Malai dan spikelet dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (P), (T), dan (U). Garis skala = 1 cm untuk B-C. Gambar 2 Stadia mikrospora kelapa sawit, (A) uninukleat awal-, (B) uninukleat akhir, (C) binukleat awal, (D) binukleat, (E) binukleat akhir, dan (F) polen matang. Inti generatif (ig) dan inti vegetatif (iv). Garis skala = 3 µm untuk A-F.

4 Tabel 1 Hubungan ciri morfologi malai bunga jantan dan stadia mikrospora kelapa sawit No. 1. 2. 3. Ciri morfologi malai spata 1/4 terbuka spata 1/2 terbuka spata terbuka sepenuhnya Posisi spikelet pada malai Posisi bunga pada spikelet EMU Stadia mikrospora LU EB MB LB MP 99 1 79 17 5 56 3 12 2 99 1 76 14 7 3 51 26 17 6 91 7 1 47 34 16 3 25 3 28 16 28 33 27 13 28 34 25 22 2 21 38 19 2 42 4 18 39 43 19 23 43 3 4 17 5 33 6 54 36 3 43 45 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Keterangan : EMU = uninukleat awal- MB = binukleat LU = uninukleat akhir LB = binukleat akhir EB = binukleat awal MP = polen matang Perkembangan gametofitik mikrospora Kultur mikrospora yang dimulai dari populasi mikrospora yang didominasi oleh fase uninukleat awal- ataupun fase uninukleat akhir menunjukkan respon yang sama. Namun, terlihat bahwa kelompok kultur yang dimulai dengan mikrospora stadium uninukleat akhir mengalami perkembangan yang lebih stabil. Hal ini terlihat dari stabilitas pengurangan jumlah mikrospora stadium uninukleat akhir akibat kematian sel mikrospora pada kultur (Gambar 3B). Sedangkan pengurangan jumlah mikrospora stadium uninukleat awal- akibat kematian sel mikrospora pada kultur cenderung fluktuatif dan kematian sel sangat tinggi pada 1 HSK (Gambar 3A). Selama satu hari kultur (Gambar 4B), kondisi mikrospora tidak berbeda dari kondisi awal kultur ( HSK) (Gambar 4A). Namun, Kematian sel terus meningkat mulai dari 1 HSK sampai 15 HSK (Gambar 3) yang ditandai dengan plasmolisis dan keluarnya inti (Gambar 4D & Gambar 4E) serta sitoplasma sel (Gambar 4F). Namun, kedua kelompok kultur mampu mendukung perkembangan mikrospora sampai menjadi polen matang pada 3 HSK (Gambar 4C).

5 Persentase mikrospora A 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Hari setelah kultur (HSK) Persentase mikrospora B 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 Hari setelah kultur (HSK) polen matang binukleat akhir binukleat binukleat awal uninukleat akhir uninukleat awal- Mati Gambar 3 Perkembangan gametofitik mikrospora dari kondisi awal didominasi (A) uninukleat awal- dan (B) uninukleat akhir dalam kultur in vitro. Gambar 4 Perkembangan mikrospora dari kondisi awal didominasi uninukleat akhir dalam antera pada kultur in vitro (A) HSK, (B) 1 HSK, (C) 3 HSK, (D) 6 HSK, (E) 1 HSK, dan (F) 15 HSK. Mikrospora stadium uninukleat akhir (lu), polen matang (mp), inti sel keluar (ik), dan sitoplasma keluar (sk). Garis skala = 3 µm untuk A-F.

6 Viabilitas dan tingkat perkecambahan polen Hasil pengujian viabilitas polen kelapa sawit dengan menggunakan uji TTC yang mengindikasikan keberadaan enzim sitoplasmik diperoleh 95% polen viable, 1% semi-viable, dan 4% polen unviable setelah empat jam pengujian (Gambar 7). Polen yang berkecambah membentuk tabung polen dengan panjang rata-rata mencapai 19 µm setelah diinkubasi selama 24 jam (Gambar 5). Kapasitas germinasi polen kelapa sawit dapat mencapai 95% bila diinkubasi dalam waktu 12-14 jam (Gambar 6). 25 panjang tabung polen (µm) 2 15 1 5 r =.792 y = 9,479x 2 4 6 8 1 12 14 16 18 2 22 24 Gambar 7 Pengujian viabilitas dan tingkat perkecambahan polen kelapa sawit. (A) Uji viabilitas dengan TTC, polen viable (v) berwarna merah, semi-viable (im) berwarna merah muda, dan polen unviable (uv) tidak berwarna; (B) Polen yang dikecambahkan membentuk tabung polen (tp).garis skala = 3 µm. waktu inkubasi (jam) Gambar 5 Ukuran panjang tabung polen kelapa sawit dalam periode 24 jam inkubasi. PEMBAHASAN persentase perkecambahan 1 8 6 4 2 r =.988 y = 9(1-exp(-5x) 2 4 6 8 1 12 14 16 18 2 22 24 waktu inkubasi (jam) Gambar 6 Tingkat perkecambahan polen kelapa sawit dalam periode 24 jam inkubasi. Antera untuk induksi androgenesis kelapa sawit dengan populasi mikrospora stadium uninukleat akhir sampai binukleat awal lebih dari 5% dapat diisolasi dari bunga pada spikelet yang terletak di spata ½ terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa posisi bunga pada spikelet, posisi spikelet pada malai, dan ukuran membukanya spata malai jantan kelapa sawit dapat digunakan sebagai penanda stadia mikrospora. Ciri yang digunakan sebagai penanda stadia mikrospora berbedabeda antar spesies tanaman, seperti warna ungu pada antera tanaman cabai (Supena et al. 26), ukuran kuncup bunga pada tanaman tembakau (Wahidah 21), dan rasio panjang braktea terhadap panjang kuncup bunga pada tanaman kedelai (Budiana 21).

7 Penentuan stadia mikrospora dalam antera yang akan digunakan pada induksi androgenesis merupakan faktor penting. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perera et al. (28), stadium mikrospora yang paling responsif untuk induksi androgenesis pada Cocos nucifera adalah saat pembelahan mitosis pertama yaitu stadium uninukleat akhir sampai binukleat awal. Hal ini karena mikrospora pada stadium uninukleat akhir merupakan transisi antara fase G1 dan Sintesis (S). Fase G1 merupakan periode presintesis DNA, sedangkan fase S merupakan masa berlangsungnya sintesis DNA. Bila mikrospora diberi perlakuan stress ketika memasuki check point G1 yang berada di antara fase G1 dan S, maka akan menghasilkan proses seluler yang berbeda dari proses alaminya sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses pembelokkan arah perkembangan gametofitik ke arah sporofitik untuk induksi androgenesis dalam upaya pengembangan teknologi haploid (Indrianto et al. 21). Stadia mikrospora yang paling responsif untuk induksi androgenesis pada fase uninukleat akhir sampai binukleat awal juga dilaporkan untuk tanaman Hordeum vulgare (Maraschin et al. 25), Brassica napus (Custers et al. 1994), dan Capsicum annuum (Supena et al. 26; Supena & Custers 211). Perkembangan mikrospora dalam kultur antera dengan teknik media dua lapis dengan media Y3 yang mengandung maltosa 4% sebagai sumber karbon dapat mendukung perkembangan kelompok mikrospora uninukleat awal- dan uninukleat akhir menjadi polen matang pada hari ketiga setelah kultur (3 HSK). Namun, tidak dapat dipastikan bahwa polen matang tersebut merupakan hasil perkembangan dari mikrospora stadium uninukleat awal- ataupun uninukleat akhir. Adam et al. (25) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa waktu yang diperlukan oleh gamet jantan untuk berkembang dari fase tetrad menjadi polen matang in planta adalah 6 minggu. Berdasarkan hal ini, polen matang yang dijumpai pada 3 HSK tersebut kemungkinan dapat berasal dari perkembangan mikrospora stadia binukleat yang sudah ada pada HSK. Septiani (28) menyebutkan bahwa perkembangan mikrospora secara in vitro dalam teknik kultur antera pada media dua lapis dengan media standar embriogenesis yang mengandung sukrosa 1.5% dan glukosa.5% hanya dapat mendukung perkembangan mikrospora dari tahap uninukleat akhir hingga binukleat. Hal ini karena banyaknya mikrospora yang mengalami plasmolisis pada 3 HSK. Sel mikrospora mengalami kematian selama periode kultur. Bertambahnya tingkat kematian sel mulai dari 1 HSK sampai 15 HSK ditandai dengan keluarnya inti dan sitoplasma sel. Penggunaan maltosa dapat mempertahankan persentase sel hidup kurang lebih sebesar 4% pada 15 HSK. Sementara penggunaan sukrosa dan glukosa seperti yang telah disebutkan oleh Septiani (28), hanya dapat mempertahankan persentase sel hidup kurang dari 35% pada 15 HSK. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan maltosa sebagai sumber karbon dalam media kultur lebih baik daripada sukrosa dan glukosa. Maltosa merupakan disakarida yang secara struktur lebih lambat dimetabolisme oleh sel. Sedangkan sukrosa secara struktur lebih mudah dihidrolisis dan glukosa merupakan monosakarida yang dapat langsung digunakan oleh sel untuk memperoleh ATP melalui respirasi, sehingga metabolismenya cepat yang menyebabkan terjadinya keracunan pada sel (Scott & Lyne 1994). Pengujian viabilitas dengan metode pewarnaan menunjukkan hasil yang sama dengan metode pengujian tingkat perkecambahan, yaitu sebesar 95% polen viable. Polen viable mampu mereduksi senyawa TTC yang mengindikasikan keberadaan enzim dehidrogenase yang dibutuhkan untuk respirasi sel. Polen viable ini juga dikategorikan sebagai polen fertil karena mampu membentuk tabung kecambah. Sedangkan polen semi-viable dan unviable dapat disebut sebagai polen steril karena kemampuan metabolisme yang rendah dan tidak mampu membentuk tabung kecambah (Asma 28) Berdasarkan viabilitasnya yang mencapai 95%, polen kelapa sawit dikategorikan cepat berkecambah dengan tingkat perkecambahan yang tinggi. Menurut Franchi et al. (22), lebih dari 4 famili anggota Angiospermae memiliki polen dengan kadar air lebih dari 3% pada saat antesis (pelepasan polen dari antera ke lingkungan). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa polen tersebut secara metabolik lebih aktif dan lebih mudah membentuk tabung polen, namun polen dengan kadar air tinggi lebih sensitif terhadap kelembaban rendah karena lebih mudah kehilangan air (Heslop-Harrison 2).