I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR TIURMAIDA K SITOMPUL

PENDAHULUAN. Sumber : OPEC dalam Nasrullah (2009) Gambar 1 Perkembangan harga minyak dunia.

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

VIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan harga minyak tanah tentunya akan berdampak pada kondisi

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia, menyebabkan kebutuhan akan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 9-13 April 2012

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga bahan pokok (sembako). (Debby, 2008 : 3). tahun Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL 2015 INFLASI 0,39 PERSEN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYALURAN SUBSIDI SEMBAKO KEGIATAN BAZAR/ PASAR MURAH SEMBAKO DI KOTA PARIAMAN

KETIKA HARGA BERAS TURUN, PUJIAN PUN TAK KUNJUNG DATANG Kamis, 27 September 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

HARGA BAHAN PANGAN POKOK DI TINGKAT KONSUMEN

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

BAB I PENDAHULUAN. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). 1

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Http :// (27 Juli 2009)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. tetap rendah. Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization)

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

Subsidi BBM pada APBN. Komposisi Subsidi pada APBN 55% 50% 44% 44% 43% 35% 33% 33% APBN APBN LKPP LKPP LKPP APBN. Perkembangan Subsidi BBM ( )

BAB I PENDAHULUAN. nasional diberbagai lapangan usaha. Perkembangan UMKM & Usaha Besar

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan

MACROECONOMIC & FINANCIAL MARKET WEEKLY REPORT Maret 2012

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

Perkiraan Ketersediaan Dan Kebutuhan Pangan Strategis Periode Hbkn Puasa Dan Idul Fithri 2017 (Mei-Juni)

TINJAUAN PUSTAKA. dan permintaan BBM, sejarah subsidi BBM, subsidi energi di negara lain, serta. studi terdahulu tentang subsidi BBM dan kemiskinan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

Faktor Minyak & APBN 2008

PERKEMBANGAN HARGA BERAS TERMURAH TK. ECERAN DI PROVINSI UTAMA s.d PERIODE MG-I JUNI 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya. manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan daya otot,

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN April 2012

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 4-8 Juni 2012

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

8.1. Keuangan Daerah APBD

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, dan pertambangan. Kekayaan alam yang melimpah terutama dari hasil tambang berupa minyak bumi pernah menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) yang merupakan organisasi dari negara-negara penghasil minyak bumi. Namun penurunan produksi minyak bumi dalam negeri dan peningkatan konsumsi minyak bumi menyebabkan Indonesia berubah status menjadi negara net importir. Kondisi perminyakan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun 2000-2008 Tahun Produksi Minyak (ribu barrel) Konsumsi Minyak (ribu barrel) Impor Minyak Mentah (ribu barrel) Ekspor Minyak Mentah (ribu barrel) Kapasitas Pengilangan (ribu barrel) Output Pengilangan (ribu barrel) Cadangan Minyak (MB) 2000 1 272.5 996.4 219.1 622.5 1 057.0 968.2 5 123 2001 1 214.2 1 026.0 326.0 599.2 1 057.0 1 006.1 5 095 2002 1 125.4 1 075.4 327.7 639.9 1 057.0 1 002.4 4 722 2003 1 139.6 1 112.9 306.7 433.0 1 057.0 944.4 4 320 2004 1 094.4 1 143.7 330.1 412.7 1 055.5 1 011.6 4 301 2005 1 059.3 1 139.9 341.5 374.4 1 057.0 1 054.1 4 188 2006 883.0 1 061.3 289.6 301.3 1 057.0 1 053.5 4 370 2007 837.6 1 047.9 298.3 319.3 1 050.6 1 213.2 3 990 2008 856.7 1 054.1 260.8 214.1 1 050.6 1 184.1 3 990 Sumber : Organization of Petroleum Exporting /OPEC (2008) Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi minyak dalam negeri mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Data ekspor dan impor minyak mentah pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa sampai tahun 2007 Indonesia adalah net eksportir,

2 tetapi sebagian besar ekspor dilakukan oleh Kontraktor KPS (Production Sharing Contract) sehingga penerimaannya tidak masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedangkan impor seluruhnya dilakukan oleh Pertamina sehingga masuk pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Pertamina, 2007). Dilihat dari sisi konsumsi, permintaan minyak bumi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah menyebabkan konsumsi minyak bumi semakin meningkat pula. Peningkatan jumlah penduduk ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1930-2010 Tahun Jumlah Penduduk (Juta Jiwa) Pertumbuhan (%) 1930 60.7-1961 97.1 59.96 1971 119.2 22.76 1980 146.9 23.23 1990 178.6 21.57 2000 2010 205.1 237.6 Sumber : Badan Pusat Statistik (2010) 14.83 15.84 Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada saat sensus penduduk pertama kali dilaksanakan pada tahun 1930 adalah 60.7 juta jiwa. Jumlah ini terus meningkat menjadi 237.6 juta jiwa pada sensus penduduk tahun 2010. Tingginya tingkat konsumsi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi menyebabkan defisit bahan bakar minyak (BBM), sehingga untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri pemerintah melakukan impor dari negara lain. Minyak dan gas bumi merupakan sumberdaya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam

3 perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, hal ini tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2001 Pasal 8, pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemanfaatan minyak dan gas bumi ini secara tidak langsung diimplementasikan melalui penyediaan BBM murah dengan adanya subsidi BBM yang merupakan pengeluaran rutin negara. Harga minyak dunia pada tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2008 mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Peningkatan harga minyak dunia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Harga Rata-Rata Minyak Dunia Tahun 2005-2008 Tahun Harga Rata-rata Minyak Dunia/West Texas Intermediate Spot Average/WTI (USD/barel) 2005 53.4 2006 64.3 2007 72.3 2008 97.0 Sumber : Kementerian Keuangan (2010) Berdasarkan Tabel 3, rata-rata harga minyak dunia (West Texas Intermediate Spot Average) pada tahun 2005 adalah sebesar USD 53.4 per barel meningkat menjadi USD 64.3 per barel pada tahun 2006 dan USD 72.3 per barel pada tahun 2007. Pada awal tahun 2008 terjadi peningkatan harga yang sangat drastis mencapai USD 97.0 per barel. Seiring dengan peningkatan harga minyak dunia (WTI), harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-Oil Price/ICP) juga mengalami peningkatan. Dalam semester I pada tahun 2009 harga minyak ICP mencapai rata-rata USD 51.6 per barel, kemudian pada semester II

4 mengalami peningkatan menjadi USD 71.6 per barel, sehingga selama tahun 2009 harga rata-rata minyak ICP mencapai 61.6 per barel (Kementerian Keuangan, 2010). Terjadinya kenaikan harga minyak dunia ini mengakibatkan pemerintah menaikkan harga BBM dua kali pada tahun 2005. Selain itu, kenaikan harga minyak dunia ini memberikan dampak terhadap meningkatnya beban subsidi BBM dalam APBN. Perkembangan subsidi BBM di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Subsidi BBM di Indonesia Tahun 1994-2002 (Milyar Rupiah) Tahun Anggaran Biaya Pokok BBM Hasil Penjualan Bersih Subsidi 1994/1995 14 049.00 14 935.60-886.60 1995/1996 15 829.50 14 858.30-28.80 1996/1997 20 171.90 17 314.30 2 587.60 1997/1998 34 145.60 18 279.50 15 866.10 1998/1999 36 593.90 29 140.90 7 453.00 1999/2000 71 411.36 30 487.96 40 923.40 2000/2001 88 837.08 35 027.48 53 809.60 2001/2002 108 798.35 39 417.55 68 380.80 Sumber : Biro Pusat Statistik (2003) Dalam anggaran belanja negara subsidi dialokasikan dengan tujuan untuk mengendalikan harga komoditas yang disubsidi, meringankan beban masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasarnya, dan menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk, khususnya produk yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dalam hal ini bahan bakar minyak, dengan harga terjangkau. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) realisasi anggaran subsidi BBM pada tahun 2005 adalah 95.6 triliun rupiah, mengalami penurunan menjadi 64.2 triliun rupiah pada tahun 2006. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 83.8 triliun rupiah, terus meningkat menjadi 139.1 triliun

5 rupiah pada tahun 2008, dan mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 45.0 triliun rupiah. Berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), anggaran subsidi BBM pada tahun 2010 adalah 88.9 triliun rupiah (Kementerian Keuangan, 2011). Beban subsidi BBM yang terus meningkat ini dikendalikan pemerintah dengan cara mengurangi pengeluaran negara dalam mensubsidi bahan bakar minyak tanah bagi masyarakat melalui langkah-langkah penghematan subsidi, salah satunya adalah dengan melaksanakan program konversi minyak tanah bersubsidi menjadi LPG. Sebelum melakukan program konversi minyak tanah bersubsidi menjadi LPG, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral melakukan perhitungan tentang jumlah subsidi yang dapat dihemat dengan adanya program konversi minyak tanah menjadi LPG. Hasil perhitungan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2007 menunjukkan bahwa penerapan kebijakan ini dapat mengurangi subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah sebesar Rp 20.12 triliun per tahun seperti yang terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan Minyak Tanah dan LPG Perbandingan Minyak Tanah LPG Kesetaraan 1 liter 0.57 kg Nilai Kalori 8 498.75 (Kcal/liter) 6 302.58 (Kcal/liter) Pengalihan Volume Minyak Tanah Subsidi 10 000 000 kiloliter 5 746 095 MT/tahun Asumsi Harga Keekonomian Rp 5 665 /liter Rp 7 127 /kg Harga Jual Rp 2 000 /liter Rp 4 250 /kg Besaran Subsidi Rp 3 665 /liter Rp 2 877 /kg Total Subsidi Rp 36.65 triliun/tahun Rp 16.53 triliun/tahun Besarnya subsidi yang bisa dihemat Sumber : Departemen ESDM (2007) Rp 20.12 triliun/tahun Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5, program konversi minyak tanah bersubsidi menjadi LPG dirasa perlu dilaksanakan. Program konversi

6 minyak tanah menjadi LPG direncanakan dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2007 dan berakhir pada tahun 2010. Kota Bogor yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat adalah salah satu daerah sasaran konversi pada tahun 2007 (Pertamina, 2007). Target program konversi minyak tanah menjadi LPG adalah rumah tangga kelas sosial C1 atau yang berpendapatan di bawah Rp 1.5 juta/bulan dan usaha mikro yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar memasak dalam usahanya. Program konversi minyak tanah menjadi LPG yang sudah dilaksanakan kurang lebih empat tahun mengakibatkan adanya perubahan pola konsumsi energi pada rumah tangga. Selain memberikan pengaruh kepada rumah tangga, adanya program konversi minyak tanah menjadi LPG ini juga memberikan pengaruh kepada para pelaku usaha, dalam hal ini usaha mikro, dalam hal pola konsumsi bahan bakarnya. Berdasarkan Sensus Ekonomi Tahun 2006, penyebaran usaha di Indonesia didominasi oleh skala usaha mikro yaitu sebesar 83.27 persen dibandingkan 15.81 persen usaha kecil dan 0.67 persen usaha menengah (BPS, 2006). Dibandingkan usaha kecil dan usaha menengah, usaha mikro juga mendominasi di Kota Bogor yaitu sebesar 80 persen dari keseluruhan jumlah usaha yang ada di Kota Bogor (Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, 2009). Perkembangan jumlah perusahaan menurut skala usaha di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Jumlah Perusahaan Menurut Skala Usaha di Kota Bogor Tahun 2007-2009 No. Jenis Usaha 2007 2008 2009 1. Usaha Mikro 23 873 25 718 25 804 2. Usaha Kecil 6 366 4 822 4 838 3. Usaha Menengah 1 598 1 607 1 614 Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor (2009)

7 Tabel 6 menunjukkan jumlah usaha mikro, kecil dan menengah di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun 2007 hingga tahun 2009. Usaha mikro pada tahun 2007 berjumlah 23 873 atau sebesar 75 persen dari jumlah keseluruhan, meningkat menjadi 80 persen pada tahun 2008 dan 2009 yaitu berjumlah 25 718 dan 25 804 dibandingkan usaha kecil dan usaha menengah. Usaha mikro pada penelitian ini dibatasi dengan pedagang mikro yaitu pedagang kaki lima di Kota Bogor. Di Kota Bogor terdapat 51 titik pedagang kaki lima dengan jumlah keseluruhan 9 710 PKL. Pedagang kaki lima Kota Bogor sebagian besar jenis barang dagangannya adalah berupa makanan, minuman, jajanan dan oleh-oleh yaitu sebesar 43 persen (Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Bogor, 2010). Jenis barang yang dijual oleh pedagang kaki lima Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis Barang Dagangan Pedagang Kaki Lima Kota Bogor No. Jenis Barang Dagangan Persentase (%) 1. Makanan, minuman, jajanan, dan oleh-oleh 43.00 2. Hasil pertanian 38.00 3. Industri dan kerajinan 9.00 4. Jasa (tambal ban dan servis) 2.00 5. Bekas pakai 1.00 6. Lainnya 11.00 Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Bogor (2010) Martabak dan pecel lele adalah salah satu jenis makanan yang berkembang dan banyak ditemui di Kota Bogor. Pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele merupakan pedagang mikro yang juga terkena dampak dari adanya program konversi minyak tanah menjadi LPG terhadap kegiatan usaha mereka. Pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele sebelum program konversi menggunakan minyak tanah atau LPG 12 kg yang tidak disubsidi, setelah program konversi minyak tanah menjadi LPG pedagang

8 martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele menggunakan LPG 3 kg yang disubsidi pemerintah sebagai bahan bakar dalam kegiatan usahanya. Sebagai akibat dari konversi minyak tanah menjadi LPG, terdapat perubahan pola konsumsi dan permintaan bahan bakar yang dilakukan pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele. Oleh karena itu perlu adanya penelitian tentang bagaimana permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor. 1.2 Rumusan Masalah Program konversi minyak tanah menjadi LPG merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi subsidi BBM, dengan mengalihkan pemakaian minyak tanah menjadi LPG. Program ini diimplementasikan dengan membagikan paket tabung LPG beserta isinya, kompor gas dan aksesorisnya kepada rumah tangga dan usaha mikro pengguna minyak tanah. Adanya program konversi minyak tanah menjadi LPG yang dilaksanakan oleh pemerintah akan mengubah kebiasaan rumah tangga, dalam hal ini pola konsumsi terhadap penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Usaha mikro yang selama ini menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar dalam produksinya, harus menggantinya dengan menggunakan LPG sebagai bahan bakar dalam proses produksi usahanya. Kota Bogor adalah salah satu daerah sasaran konversi minyak tanah menjadi LPG, dan sudah menjalankan program konversi minyak tanah menjadi LPG kurang lebih empat tahun. Hal ini mengakibatkan Kota Bogor dapat dijadikan salah satu daerah penelitian, untuk menganalisis permintaan LPG oleh

9 rumah tangga dan usaha mikro sebagai target program konversi minyak tanah menjadi LPG. Kota Bogor memiliki letak yang strategis (BPS Kota Bogor, 2010). Letaknya yang strategis menjadikan Kota Bogor sebagai wilayah transit dan tujuan wisata, baik wisata alam, budaya maupun wisata kuliner. Keadaan ini memberikan peluang untuk mengembangkan beberapa sektor, khususnya sektor perdagangan. Data menunjukkan bahwa usaha mikro mendominasi di Kota Bogor dengan jumlah 23 873 pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 25 804 pada tahun 2009. Usaha mikro di Kota Bogor 43 persen adalah usaha di bidang makanan, minuman, jajanan, dan oleh-oleh yang banyak menggunakan bahan bakar minyak dalam usahanya. Dalam penelitian ini diteliti usaha martabak kaki lima untuk mewakili makanan cemilan, dan usaha warung tenda pecel lele mewakili makanan berat untuk mengenyangkan, karena kedua jenis makanan ini berkembang dan banyak ditemui di Kota Bogor. Penelitian Hardian, 2011 menunjukkan bahwa jumlah pedagang martabak kaki lima yang tersebar di enam kecamatan di Kota Bogor adalah 106 orang, dan penelitian Abidin, 2011 menunjukkan bahwa pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor berjumlah 148 orang. LPG sebagai bahan bakar memegang peranan penting bagi usaha mikro dalam hal ini usaha martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele. LPG adalah salah satu input utama yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang akan mendatangkan keuntungan bagi pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele. Permintaan LPG sebagai bahan bakar utama dipengaruhi oleh harga LPG itu sendiri dan harga barang-barang input lain yang digunakan dalam proses produksi. Harga bahan-

10 bahan pokok yang digunakan pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele sangat fluktuatif. Perkembangan harga bahan-bahan pokok ini dapat dilihat pada Tabel 8. Permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele menjadi hal yang penting, karena akan berhubungan dengan kelangsungan produksi dan pendapatan pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele tersebut. Tabel 8. Perkembangan Harga Bahan Pokok di Indonesia Tahun 2010-2012 No. Komoditas Unit 1/12 1/11 1/12 2/01 1/02 2010 2011 2011 2012 2012 1. Minyak Goreng Kemasan Rp/620ml 8 399 9 697 9 645 9 652 9 654 2. Minyak Goreng Curah Rp/kg 10 750 10 566 10 547 10 831 11 354 3. Daging Sapi Rp/kg 67 633 71007 70 886 71687 72 432 4. Daging Ayam Broiler Rp/kg 25 808 24 268 23 680 25 870 26 796 5. Daging Ayam Kampung Rp/kg 44 864 46 278 47 334 47 401 47 960 6. Telur Ayam Ras Rp/kg 16 005 16 592 16 620 17 201 17 854 7. Telur Ayam Kampung Rp/kg 36 023 35 994 36 301 36 183 36 600 8. Tepung Terigu Rp/kg 7 577 7 562 7 601 7 674 7 604 9.. Beras Medium Rp/kg 7 002 7 675 7 736 7 940 8 079 10. Gula Pasir Rp/kg 11 142 10 465 10 447 10 481 10 830 11. Susu Kental Manis Rp/kg 8 315 8 666 8 710 8 710 8 697 12. Cabe Merah Keriting Rp/kg 26 080 25 585 26 315 34 016 24 105 13. Cabe Merah Biasa Rp/kg 22 685 22 419 25 785 31 558 21 901 14. Bawang Merah Rp/kg 23 628 14 277 13 643 13 212 12 461 Sumber : Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2012) Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah karakteristik pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor yang menggunakan LPG sebagai bahan bakarnya?

11 2. Bagaimanakah permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya? 3. Bagaimanakah pendapatan usaha pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor. Atas dasar tujuan utama penelitian maka tujuan operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor yang menggunakan LPG sebagai bahan bakarnya. 2. Menganalisis permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3. Menganalisis pendapatan usaha pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor. 1.4 Manfaat Penelitian Upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele diharapkan dapat membantu para pembuat keputusan terutama para pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele untuk mengevaluasi usahanya dan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pengembangan usahanya.

12 Bagi pemerintah atau instansi pengambil keputusan terkait diharapkan penelitian ini dapat sebagai masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait dengan kelanjutan program konversi minyak tanah menjadi LPG. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan sebagai sumber informasi dan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Pedagang martabak dibatasi pada pedagang martabak kaki lima yang melaksanakan usahanya di pinggir jalan dengan menggunakan gerobak dan termasuk dalam skala usaha mikro. Jenis martabak yang dijual adalah martabak manis dan martabak telur. Pedagang pecel lele dibatasi pada pedagang warung tenda pecel lele yang menyajikan pecel lele, pecel ayam, bebek goreng, dan aneka masakan seafood. Pedagang warung tenda pecel lele dalam penelitian ini termasuk skala usaha mikro. Pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele berada di enam kecamatan di Kota Bogor. Keterbatasan penelitian ini terletak pada faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele dalam penelitian ini tidak memasukkan variabel harga bahan bakar substitusi LPG seperti minyak tanah, arang, dan sebagainya.