BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT DENGAN STRATEGI PENANGANAN KONFLIK PADA EMERGING ADULTHOOD DI WILAYAH DKI JAKARTA

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis dan

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dalam bab terakhir ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan dari

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Transkripsi:

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini sendiri. Tracy, Shaver, Albino dan Cooper (dalam Steuber, 2005) menyatakan bahwa pacaran adalah hubungan serius individu yang memiliki perasaan mencintai yang kuat terhadap seseorang yang secara khusus mereka lihat/pacari. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang bisaanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Dari kedua definisi tersebut diketahui bahwa pacaran merupakan bentuk kedekatan antara 2 orang untuk menjalin hubungan menuju komitmen yang lebih serius atau pernikahan. Pada umumnya ketertarikan terhadap lawan jenis mulai muncul pada masa remaja saat pembentukan identitas seksual (Santrock, 2013). Remaja menghabiskan banyak waktu untuk kencan dan memikirkan tentang kencan (Shulman, Davila, & Shachar-Saphira dalam Santrock, 2013). Menurut Santrock (2013) kencan dan hubungan romantis mulai menuju hubungan yang lebih serius terjadi ketika usia 17-19 tahun, pada saat ini ikatan emosional semakin kuat dan mendekati hubungan romatis dewasa. Menurut Arnett (dalam Santrock, 2013) usia 18-25 dapat dikategorikan sebagai masa emerging adulthood, yaitu transisi dari remaja ke dewasa. Salah satu karakter pada masa emerging adulthood adalah ekplorasi identitas, khususnya dalam cinta dan pekerjaan (Arnett dalam Santrock, 2013). Rubin (dalam Hazan & Shaver, 1994) menyatakan indikator yang bisa menunjukan seseorang yang sedang dalam hubungan dekat adalah frekuensi mereka saling bersama satu sama lain yang menunjukan kuantitas dari cinta pasangan satu sama lain. Selain itu agar hubungan dapat bertahan diperlukan komitmen, yaitu elemen kognitif, yang berbentuk keputusan untuk mencintai dan tetap bersama dengan orang yang dicintai (Papalia & Olds, 1998). Sebenarnya bagaimana hubungan pacaran itu terjalin tergantung dari bagaimana pribadi masing-masing pasangan menjalaninya. Ini adalah bentuk adaptasi seseorang dalam behubungan dengan orang lain dan ini mungkin ada hubungannya dengan kecenderungan dari masa kecil hingga dewasa 1

(Hazan & Shaver, 1994). Dalam beradaptasi satu sama lain, pasangan pasti sering mengalami masalah karena dua orang yang memiliki kepribadian dan sifat yang berbeda harus bertemu satu sama lain dan mencoba memahami satu sama lain. Pietromonaco, Greenwood & Barret (2004) menyatakan bahwa sebenarnya fenomena pacaran sangat dekat dengan konflik. Canary, Cupach, & Messman (dalam Zacchilli, Hendrick dan Hendrick, 2009) menyatakan bahwa kemungkinan besar konflik bisa terjadi dari aktivitas dua orang yang terhubung satu sama lain. Konflik akhirnya dapat menjadi penyebab putus hubungan antara dua orang yang berpacaran. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap 8 orang mahasiswa Bina Nusantara yang memiliki pasangan, seluruhnya mengatakan bahwa mereka pernah mengalami konflik dengan pasangan. Seluruhnya setuju bahwa dalam hubungan pacaran pasti terdapat konflik yang muncul karena menyatukan dua pikiran yang berbeda. Penyebab konflik dari setiap pasangan juga berbeda-beda. Dari hasil wawancara lanjutan mengenai beberapa hal yang dapat menimbulkan konflik ternyata cemburu adalah penyebab yang paling sering muncul pasangan akhirnya memiliki konflik, lalu penyebab kesalah pahaman juga dirasa cukup sering menimbulkan konflik, kemudian pasangan dirasa keras kepala dan tidak mau mengalah, masalah sulitnya komunikasi dan merasa tidak diperhatikan lagi merupakan hal yang dianggap dapat menimbulkan konflik selanjutnya dan kemungkinan konflik yang paling jarang terjadi dari hasil wawancara dalah karena rasa bosan dengan pasangan. Walaupun banyak penyebab konflik tetapi mereka menganggap bahwa hal ini wajar dalam suatu hubungan dan akan menjadikan hubungan lebih kuat kalau berhasil diselesaikan dengan baik. Hasil wawancara singkat peneliti ini sejalan dengan pendapat Guererro, Anderson, & Afifi (dalam Brandenberger, 2007) bahwa konflik terjadi karena ketidakcocokan seseorang dengan pendapat orang lain dalam tujuan tertentu. Konflik akan selalu ada dalam kehidupan manusia (Zacchilli, Hendrick, & Hendrick, 2009). Walaupun konflik adalah hal yang dianggap wajar, tetapi konflik tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari konflik yang muncul dalam hubungan pacaran. Konflik dapat menyebabkan hal buruk terjadi dalam hubungan seperti perpisahan, seperti kasus enam orang selebriti di Indonesia yang mengalami batal menikah ketika pernikahan sudah direncanakan karena konflik yang tidak dapat diselesaikan dengan pasangan (Lihat.co.id, 2014). Seperti kasus salah seorang selebritis dengan inisial BS, yang terancam batal menikah karena terjadi konflik 2

dengan pasangan yaitu masalah komunikasi, padahal rencana pernikahan dengan pasangannya sudah direncanakan oleh kedua belah pihak keluarga (Selebuzz, 2014). Ketidakcocokan bisa digambarkan sebagai bentuk tidak mampu menyelesaikan konflik dengan baik. Menurut Rusbult, dkk (dalam Aronson, Wilson dan Akert, 2007) ketika salah satu pasangan sudah bersikap menghancurkan hubungan, dan salah satu berusaha mencoba bersifat membangun, hubungan masih mungkin dapat dilanjutkan dan konflik diselesaikan tetapi jika keduanya sudah sama-sama berperilaku menghancurkan maka hubungan pasti akan berakhir. Hal ini menunjukan konflik yang tidak ditanggapi dengan perilaku yang tepat oleh kedua pasangan akan menyebabkan perpisahan hubungan pada pasangan. Penyelesaian konflik adalah menyelesaikan ketidakcocokan atau argumen yang berbeda satu sama lain (Mansilla dalam Kintanar, 2010). Penyelesaian konflik harus dilakukan oleh pasangan agar konflik dapat terselesaikan dengan sebaik mungkin dan hubungan bisa dilanjutkan. Karena penyelesaian konflik yang baik dapat meningkatkan kepuasan dalam hubungan (Shi, 1999). Dalam penelitiannya Gotman (dalam Steuber, 2005) mengidentifikasi berilaku berinteraksi dalam menyelesaikan konflik, bagaimana perilaku mereka memengaruhi kepuasan dalam hubungan. Ketika seseorang saling bertukar pesan positif maka akan menghasilkan cinta dan menghargai, sedangkan jika mereka mengirimkan pesan yang hostile maka komunikasi yang bersifat negative tersebut akan menghasilkan ketidakpuasan hubungan (Steuber, 2005). Selain itu dengan mengetahui tipe penyelesaian konflik yang dimiliki oleh pasangan maka akan mudah bagi pasangan untuk memerbaiki hubungan satu sama lain. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Creasay, & Hesson-McInnus (dalam Steuber, 2005) yang penelitiannya berfokus pada bagaimana seseorang menjadikan konflik untuk memprediksi konflik dan mengarahkan kepada kepuasan hubungan. Terdapat enam strategi penanganan konflik yang dibuat oleh Zacchilli, Hendrick & Hendrick (2009); compromise, domination, submission, avoidance, dan interactional reactivity. Keenam startegi penyelesaian konflik tersebut ada yang bersifat constructive (membangun), destructive (menghancurkan) bahkan diantara keduanya (Zacchilli, Hendrick & Hendrick, 2009). Bagaimana seseorang menyelesaikan konflik berarti akan berhubungan dengan efek selanjutnya dari hubungan pacaran. Jika pasangan mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang 3

constructive maka hubungan akan berjalan dengan baik setelah konflik diselesaikan, tetapi jika destructive (menghancurkan) mungkin akan sebaliknya. Cara seseorang menangani konflik yang dihadapi berbeda-beda. Lofton (2010) mengungkapkan ada 5 hal yang memengaruhi seseorang dalam bagaimana mereka menaggapi konflik, yaitu sejarah keluarga, pengalaman eksternal, pilihan dan status, norma sosial dan jenis kelamin. Menurut Lofton (2010), sejarah keluarga memengaruhi dalam penanganan konflik karena perilaku yang kita menculkan dipelajari dari keluarga. Keluarga adalah media sosialisasi pertama manusia dalam hidupnya, jadi wajar saja kalau seseorang belajar bagaimana berbicara atau bertindak dalam menyelesaikan konflik dari keluarga atau orang terdekat. Teori konflik dalam keluarga dimulai dengan hal ketidakharmonisan dalam keluarga dan mengalami konflik (Ray, 2013). Dalam penelitian yang dilakukan Trentacosta, dkk (2012) mendemonstrasikan perubahan signifikan yang terjadi mengenai konflik dan kehangatan selama masa perkembangan. Perkembangan seseorang tentu saja tidak pernah lepas dari peran orang tua, orang tua bisa saja menjadi model anak dalam mengatasi masalah. Anak yang memiliki orang tua yang positif dalam memandang hubungan akan menjadi working model bagi anak untuk berperilaku prososial dan kooperatif, sehingga pada saatnya nanti anak akan mampu membangun hubungan yang hangat dengan ibu mereka (Trentacosta, dkk. 2012) Hubungan interaksi ibu dan anak, tidak dapat dipisahkan dari proses pengasuhan dan kelekatan (attachment) yang terjadi. Kelekatan (attachment) adalah komponen penting dalam pengalaman hidup manusia; from the cradle to the grave (Bowlby, dalam Fraley & Shaver 2000). Hal ini menunjukan bahwa kelekatan (attachment) memiliki peran yang sangat penting dalam awal kehidupan manusia hingga perkembangannya. Fraley & Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) menjelaskan bahwa pola dari ekspektasi, kebutuhan, emosi dan perilaku sosial adalah hasil dari pengalaman kelekatan (attachment) pada masa sebelumnya, bisaanya hubungan ini dimulai dari orang tua. Konsep secara umum dari teori kelekatan (attachment) pada bayi sebenarnya sama dengan teori kelekatan (attachment) dewasa, karena para ahli tetap berpatokan pada kelekatan (attachment) dari teori Ainsworth (dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Terdapat 3 tipe kelekatan (attachment) menurut Ainsworth, dkk (dalam Aronson, Wilson & Akert, 2007) yaitu secure attachment style, avoidant attachment style dan anxious/ambivalent attachment style. Jika pada 4

masa bayi pemberi perhatian dalam kelekatan (attachment) adalah pengasuh atau orang tua dari bayi, dalam kelekatan (attachment) dewasa khususnya hubungan berpacaran hal ini agak berbeda. Pada kelekatan (attachment) bayi, anak selalu mencari perhatian dari pengasuh untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan menurut Hazan & Shaver (1994), kelekatan (attachment) dalam hubungan dewasa bersifat timbal balik dari keduanya, setiap pasangan harus bisa menjadi provider maupun caregiver dalam hubungan. Pada orang dewasa, kelekatan (attachment) itu sendiri didasari oleh dua dimensi yaitu, avoidant dan anxiety (Pratishita, 2008). Menurut Brennan, dkk (dalam Pratishita, 2008) pada dimensi anxiety perasaan seseorang tentang keberhargaan drinya berkaitan dengan seberapa tinggi individu merasa khawatir bahwa dirinya akan ditolak, ditinggalkan dan tidak lagi dicintai oleh pasangan. Dimensi avoidant berkaitan dengan seberapa jauh individu membatasi keintiman dan ketergantungan dengan orang lain. Kedua dimensi ini disebut dengan working model of self and attachment figures. Dalam penelitian ini juga akan melihat kelekatan (attachment) menggunakan dua dimensi besar pada kelekatan (attachment) dewasa tersebut. Kelekatan (attachment) dalam hubungan berpacaran sering mendapat perhatian dari para peneliti. Bahkan menurut Fraley & Shaver (2000) kelekatan (attachment) dalam pacaran sudah mulai didalami untuk diteliti sejak tahun 1980-an karena kelekatan (attachment) yang ada dalam hubungan pacaran masih berhubungan dengan kelekatan (attachment) pada bayi. Dalam menjalin hubungan pacaran seseorang memerlukan kelekatan (attachment) untuk tetap bertahan pada hubungan mereka. Hal ini disebabkan karena sebenarnya manusia memerlukan perhatian dari orang lain sejak manusia lahir. Seperti yang dijelaskan oleh teori Bowlby dan Ainsworth mengenai bagaimana seorang bayi memiliki ikatan dengan pengasuh atau orang tuanya, jenis ikatan yang dibangun sejak kecil tesebut akan memengaruhi jenis kelekatan (attachment) seorang manusia saat dewasa termasuk saat menjalin hubungan dengan orang lain (Aronson, Wilson & Akert, 2007). Pietromonaco, Greenwood, & Barret (2004) menyatakan bahwa teori kelekatan (attachment) dianggap bisa membantu dalam membahas konflik pada pasangan. Teori kelekatan (attachment) dapat membahas bagaimana seorang anak berintetraksi dengan orang lain hingga menemukan cara dalam penyelesaian konflik, karena konflik adalah hal dapat menjadi pemicu stress dalam hubungan pacaran, konflik juga dapat menjadi tantangan bagi pasangan untuk 5

mengetahui kemampuan dalam regulasi emosi dan perilaku mereka yang berhubungan dengan proses kelekatan (attachment) (Pietromonaco, Greenwood, & Barret, 2004). Penanganan konflik dan kelekatan (attachment) pada pasangan emerging adulthood dirasa menarik untuk dilihat hubungannya karena hubungan pacaran yang tidak bisa lepas dari konflik yang harus ditangani dan membutuhkan kelekatan (attachment) dalam menjalani hubungan pacaran. Seperti yang dikatakan Pietromonaco, Greenwood & Barret (2004) bahwa teori kelekatan (attachment) mungkin bisa memberikan informasi mengenai konflik pacaran dengan menyarankan bagaimana individu yang mungkin berbeda dalam bagaimana mereka menguraikan konflik. Penelitian sebelumnya mengenai penanganan konflik dan kelekatan (attachment) yang peneliti temukan, lebih berfokus pada pasangan yang sudah menikah. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti tertarik melihat hubungan antara strategi penanganan konflik seseorang dengan kelekatan (attachment) pada emerging adulthood. Secara psikososial pada usia emerging adulthood seseorang dianggap sudah mulai membangun hubungan yang serius dan intim satu sama lain (Arnett, 2000). Arnett (2000) mengatakan bahwa pada masa emerging adulthood seseorang mengalami banyak terjadi perubahan dramatis dalam hidup. Dan usia dalam emerging adulthood adalah perbatasan antara remaja akhir dengan dewasa muda yaitu usia 18-25 tahun. Penelitian ini akan menggunakan subjek pada usia emerging adulthood yang sedang menjalin hubungan pacaran. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang diatas dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini terdapat rumusan masalah yang ditemui yaitu, apakah ada hubungan antara kelekatan (attachment) dengan strategi penanganan konflik pada emerging adulthood di DKI Jakarta? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan untuk mendapatkan bukti yang empiris mengenai hubungan antara kelekatan (attachment) dengan strategi penanganan konflik pada emerging adulthood di DKI Jakarta. 6

7