Bab 2 Tinjauan Pustaka
|
|
- Yenny Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan dan jenis hubungan sosial yang dimiliki (Perlman dan Peplau dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2012). Hampir semua orang pernah mengalami kesepian namun perasaan tersebut akan berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kesepian merupakan sebuah perasaan terputus atau terpisahkan dari orang lain, dan juga kekurangan kontak sosial dengan orang lain (Hays dan DiMatteo, 1987) Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesepian terjadi karena adanya perasaan terasing dan keadaan tidak menyenangkan yang dipersepsikan seseorang akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan sosial ataupun hubungan interpersonal pada dirinya Pendekatan dalam Memahami Kesepian Menurut Peplau dan Perlman (1982), dalam mempelajari kesepian terdapat tiga dimensi kesepian yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu : a. Pendekatan Kebutuhan akan Keintiman Perasaan kesepian muncul ketika tidak terpenuhinya kebutuhan pada diri seseorang untuk merasakan kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain. Weiss (dalam Peplau dan Perlman, 1982) mengatakan bahwa kesepian disebabkan bukan karena sendirian tetapi tidak adanya hubungan yang diperlukan, kesepian selalu terlihat sebagai tanggapan kepada ketidak hadiran dari beberapa jenis hubungan tertentu. b. Pendekatan Proses Kognitif. Kesepian timbul bila seseorang dalam mempersepsikan dan mengevaluasi hubungan sosialnya menemukan bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang 5
2 diinginkan dengan apa yang berhasil ia capai. Sermat (dalam Peplau dan Perlman, 1982) menyatakan bahwa kesepian adalah suatu pertentangan pengalaman antara jenis hubungan antar pribadi, individu merasa dirinya dimiliki pada suatu ketika, dan jenis hubungan yang ingin dimilikinya, dalam kaitan dengan pengalaman masa lalunya atau beberapa status ideal yang tidak pernah dialaminya. c. Pendekatan Penguatan Sosial. Pendekatan penguatan sosial lebih menekankan bahwa kesepian disebabkan oleh kurangnya penguatan (reinforcement) dari lingkungan sosial. Hubungan sosial adalah suatu reinforcement, bila dalam interaksi sosial hal itu kurang diperoleh, maka akan mengakibatkan seseorang merasa kesepian. Young (dalam Peplau dan Perlman, 1982) mengemukakan definisi kesepian sebagai ketiadaan dalam memuaskan hubungan sosial, yang diikuti oleh gejala psikologikal distress yang dihubungkan dengan fakta atau perasaan ketiadaan, dalam mengusulkan hubungan sosial itu dapat diperlakukan sebagai kelas penguatan tertentu, oleh karena itu kesepian dapat dipandang pada sebagian orang sebagai tanggapan kepada ketiadaan penguatan sosial Faktor-faktor Penyebab Kesepian Terdapat dua kondisi yang menyebabkan terjadinya kesepian (Peplau dan Perlman, 1982). Kondisi pertama adalah kejadian yang memicu terbentuknya perasaan tersebut. Kondisi kedua adalah faktor-faktor yang mendahului dan yang mempertahankan perasaan kesepian dalam jangka waktu yang cukup lama. a. Faktor-faktor pemicu Di bawah ini yang termasuk dalam kejadian pemicu adalah adanya perubahan dalam hubungan sosial seseorang yang sebenarnya sehingga hubungan sosial yang dijalankan seseorang itu jauh dari apa yang diharapkannya, yaitu: 1) Berakhirnya suatu hubungan dekat seperti kematian, perceraian, putus cinta, serta perpisahan secara fisik yang kadang membawa kita ke arah kesepian.
3 2) Faktor kualitas dari hubungan sosial yang rendah. Perubahan dalam kebutuhan atau keinginan sosial seseorang juga dapat menyebabkan kesepian. 3) Lingkungan kehidupan berubah dalam kapasitas seseorang atau keinginan dalam hubungan sosial mungkin mempercepat munculnya kesepian, jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam suatu hubungan yang sebenarnya. 4) Faktor perubahan situasional juga dapat menimbulkan kesepian. b. Faktor-faktor yang mendahului dan mempertahankan. Faktor-faktor yang mendahului dan mempertahankan adalah factor kepribadian dan situasional yang dapat meningkatkan munculnya kesepian. Faktor yang juga dapat mempersulit seseorang yang kesepian untuk membangun kembali hubungan sosial yang memuaskan. Karakteristik kepribadian yang berperan dalam berkembangnya perasaan kesepian pada diri seseorang diantaranya: 1) Harga diri yang rendah : Konsep harga diri berkaitan dengan konsep diri, yaitu prestasi, ide, dan sikap individu terhadap dirinya sendiri, harga diri adalah bagaimana seseorang menilai dirinya. Bila seseorang selalu merasa kesepian, maka ia akan bersikap sebagai orang yang kesepian. 2) Kecemasan sosial : Berdasarkan penelitian, orang yang merasa kesepian mengalami kesulitan bersosialisasi dan menggambarkan dirinya sebagai orang memiliki masalah perilaku, seperti merasa terabaikan dan kurang mampu membuka diri pada orang lain. 3) Perasaan malu : Berdasarkan penelitian, seseorang yang malu merasa lebih gugup bila berada ditengah orang dan situasi yang baru dikenalinya, karena sulit untuk menilai perkenalan baru. Perasaan malu tersebut akhirnya menimbulkan kesepian. Dalam hal ini, secara umum orang yang kesepian tampaknya terjebak dalam suatu spiral sosial. Ia menolak orang lain, kurang terampil dalam bidang sosial dan dalam kasus-kasus tertentu juga ditolak oleh orang lain. Tanpa memperhatikan dari mana pola ini berawal, semua
4 komponen tersebut dapat membuat kehidupan sosial orang yang bersangkutan menjadi lebih sulit dan kurang menguntungkan. 2.2 Attachment Definisi Attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer dan Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara dua individu yang merasa terikat kuat satu sama lain dan masing-masing melakukan sejumlah hal untuk melanjutkan hubungan tersebut. Bowlby (dalam Mikulincer dan Shaver, 2007) menambahkan perilaku attachment merupakan tingkah laku dimana individu berusaha untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan individu lainnya. Attachment awal berkembang pada masa kanak-kanak dengan ibunya atau caregiver (pengasuh). Hal ini terbentuk berdasarkan interaksi awal yang terjadi pada anak adalah dengan ibunya atau caregiver (pengasuh). Ainsworth (dalam Mikulincer dan Shaver, 2007) dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa perilaku attachment telah timbul sejak berusia 6 bulan. Interaksi sosial awal antara anak dan ibu atau caregiver (pengasuh) selanjutnya menjadi dasar bagi perkembangan kepribadian anak. Ibu atau caregiver (pengasuh) sebagai orang terdekat pertama bagi anak, berperan dalam memberikan cara pengasuhan yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis anak. Pemenuhan kebutuhan psikologis anak dapat diwujudkan ibu lewat kasih sayang, rasa cinta, perhatian, rasa aman, dan kooperatif serta responsif terhadap kebutuhan orang lain Attachment Dewasa Beberapa peneliti mengkhususkan penelitian attachment terhadap dunia orang dewasa dan hubungan-hubungan yang dijalin pada masa dewasa, sehinga keterikatan emosional yang menjadi topik diberi nama adult attachment. Pola-pola adult attachment pada dasarnya merupakan replikasi dari pola-pola yang terbentuk semasa bayi, namun adult attachment dengan infant-parent attachment bukanlah hal yang sama. Relasi orangtua terhadap anak berupa caregiving (memberi), sementara
5 relasi anak pada orang tua berupa meminta, masing-masing sifatnya satu arah. Sedangkan pada pasangan suami istri, relasi yang terjadi bersifat dua arah, yaitu caregiving dan attachment. Masing-masing individu berperan sebagai figure attachment atau significant others yang memberi sekaligus membutuhkan kedekatan dan responsivitas dari pasangannya. Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer dan Shaver, 2007) merupakan salah satu pelopor penelitian adult attachment dengan mengadopsi tiga pola infant-parent attachment types dari Ainsworth yaitu secure, avoidance dan preoccupied (anxiousambivalent). Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer dan Shaver, 2007) dalam konteks hubungan romantis dewasa membagi attachment kedalam 3 pola yaitu secure, avoidance, dan anxiety. Hazan dan Shaver yang pertama kali membuat pengukuran attachment berupa self report. Kemudian Brennan, Clark, Shaver, Fraley dan Waller (dalam Collins dan Feeney, 2004) mengemukakan bahwa adult attachment dibagi dalam dua dimensi orthogonal yaitu anxiety dan avoidance. Attachment anxiety merupakan perasaan tentang keberhargaan dirinya (self-worth) berkaitan dengan seberapa tinggi individu merasa khawatir bahwa ia akan ditolak, ditinggalkan atau tidak dicintai oleh figure attachment atau significant others. Attachment avoidance berkaitan dengan seberapa jauh individu membatasi intimasi dan ketergantungan pada orang lain. Individu dengan attachment anxiety yang tinggi diyakini memiliki negative self models. Mereka cenderung memiliki persepsi negatif tentang harga diri, kompetensi dan kemampuan untuk mencintai dan sering disibukkan dengan kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Seperti contoh, seseorang ingin dekat dengan orang lain, namun ia memiliki ketakutan dan kecemasan bahwa orang tersebut akan tidak menyukainya atau bahkan menolaknya, padahal sebetulnya hal tersebut belum tentu terjadi. Sedangkan individu dengan attachment avoidance diyakini telah membangun sebuah internal working models yang negatif dan cenderung jarang merasakan kebaikan, kepercayaan dan ketergantungan orang lain. Akibatnya mereka sering menunjukkan suatu kebutuhan yang berlebihan dan takut bergantung dengan orang lain. Seperti contoh, seseorang membatasi dirinya agar
6 tidak terlalu dekat dengan orang lain, ia cenderung memilih untuk melakukan sesuatu tanpa perlu bergantung dengan orang lain. Tingkah laku attachment akan teraktifkan terutama dalam kondisi yang tampak mengancam yaitu: kondisi individu (misal; sakit atau lelah), kondisi lingkungan (bencana alam, hal-hal yang membahayakan), dan kondisi-kondisi lain yang dianggap mengancam hubungan attachment (misal ketidakhadiran atau keengganan figur attachment untuk dekat) (Bowlby, 1969; dalam Feeney and Noller, 1996). 2.3 Situs Jejaring Sosial Situs jejaring sosial adalah sebuah kategori dari media online dimana seseorang dapat berbicara, berpartisipasi, berbagi, jaringan dan bookmark secara online (Ward, 2012). Situs jejaring sosial merupakan suatu struktur sosial antara individu (users), sebagian besar individu, atau organisasi, yang menunjukkan cara mereka terhubung melalui berbagai hubungan sosial seperti persahabatan, rekan kerja, atau pertukaran informasi (Hanneman dan Riddle 2005 dalam Jamali dan Abolhassani, 2006). Jejaring sosial merupakan sebuah aplikasi yang digunakan untuk mengakomodasi hubungan antar pribadi. Aplikasi diantaranya yang populer digunakan adalah Facebook, Twitter, Instagram, dan Path. Situs jejaring sosial merupakan wadah untuk menghubungkan banyak orang dalam lingkungan sosial online melalui penggunaan website (Douglis, 2008). Social Networking Site (SNS), atau situs jejaring sosial didefinisikan sebagai suatu layanan berbasis web yang memungkinkan setiap individu untuk membangun hubungan sosial melalui dunia maya seperti membangun suatu profil tentang dirinya sendiri, menunjukkan koneksi seseorang dan memperlihatkan hubungan apa saja yang ada antara satu pengguna dengan pengguna lainya dalam sistem yang disediakan (Boyd dan Ellison, 2007). Situs jejaring sosial sebenarnya serupa dengan jenis lain dari media sosial dan komunitas online yang mendukung komunikasi lewat komputer. Namun yang membedakannya dengan media sosial lainnya, dan bahkan mendefinisikan kategori tertentu dari situs jejaring sosial adalah kombinasi fitur (Goodings, Locke, dan Brown 2007). Situs
7 jejaring sosial menyediakan akses ke beberapa alat komunikasi untuk mendukung kemampuan seseorang dalam membangun sebuah identitas digital (Dashgupta, 2010). Melalui fitur yang diberikan dalan setiap situs jejaring sosial, pengguna bisa mengetahui secara lengkap seperti nama, tanggal lahir, foto wajah, alamat, pekerjaan atau semua informasi seseorang yang disertakan di dalamnya. Ada beberapa aspek yang dapat dilihat, dalam situs jejaring sosial. Boyd dan Ellison (2007) menyebutkan bahwa aspek-aspek tersebut antara lain adalah : 1. Impression management, 2. Networks and network structure 3. Online or offline social networks 4. Privacy Aspek pertama digunakan untuk membangun identitas untuk menguatkan jalinan pertemanan dimana pengguna dapat membangun suatu profil tentang dirinya. Aspek kedua merupakan struktur jaringan dan sekumpulan data yang ada pada situs jejaring sosial yang digunakan untuk menggambarkan suatu interkasi.aspek ketiga memungkinkan situs jejaring sosial dapat menghubungkan individu ketika dalam keadaan online maupun offline. Aspek keempat terkait pengaturan privasi yang bisa dilakukan oleh pengguna untuk mengelola hal-hal yang ingin ditampilkan pada halaman profil. Serupa dengan Boyd dan Ellison (2007), menurut Gotta (2008) situs jejaring sosial memiliki beberapa aspek yaitu: 1. Berperan sebagai fasilitas bagi individu untuk menjalin hubungan dengan individu lainnya sehingga memungkinkan seseorang untuk bersama-sama membangun atau memperluas jaringan sosialnya. 2. Merupakan sebuah fasilitas bagi pengguna untuk berinteraksi satu sama lain, berbagi informasi, berpartisipasi dalam kegiatan situs yang berbeda, dan membangun komunitas secara informal dan sukarela. 3. Terintegrasi dengan sistem yang melengkapi fungsi dari situs jejaring sosial tersebut. 4. Mengandung komponen spesifik yang memungkinkan pengguna untuk: a) Mendefinisikan profil secara online. b) Menjelaskan hubungan antar individu.
8 c) Pemberitahuan tentang suatu kegiatan (notification). d) Berpartisipasi dalam kegiatan suatu kelompok masyarakat (group). e) Melakukan pengaturan privasi dan izin. 2.4 Emerging Adulthood Pengertian Emerging Adulthood Emerging adulthood adalah suatu konsep tahapan perkembangan dengan fokus usia tahun (Arnett,2000). Arnett (2000) mendefinisikan emerging adulthood sebagai suatu tahapan perkembangan yang bukan tahapan remaja maupun dewasa awal. Tahapan ini telah meninggalkan masa anak-anak dan remaja, namun belum memiliki tanggung jawab seperti orang dewasa. Seorang individu di umur 20 akan menghadapi masa-masa pencarian keintiman dengan orang lain (Erikson, 1968). Keintiman tidak hanya dikaitkan menjalin cinta dengan lawan jenis, namun dapat pula didefinisikan sebagai kemampuan untuk membina suatu afiliasi yang diikat oleh komitmen Kriteria Emerging Adulthood Arnett (2000) menggolongkan lima kriteria emerging adulthood : a. Identity Explorations Seseorang akan mencari dan mengeksplorasi identitasnya secara serius sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan selanjutnya seperti cinta dan pekerjaan. b. Instability Mereka mengalami banyak perubahan-perubahan dalam rencana yang telah mereka rencanakan sebelumnya. c. Being Self-focused Sudah mampu berdiri sendiri atau mandiri dalam mencukupi kebutuhan masing-masing. d. Feeling in between and in transition
9 Mereka berada di tahapan seperti remaja namun belum sepenuhnya dewasa. Seperti contoh dalam memenuhi kebutuhan finansial, mereka tidak langsung dapat mandiri, namun bertahap sampai betul-betul mandiri secara finansial. e. Possibilities Tahapan ini memungkinkan mereka untuk dapat mencapai segala mimpimimpi mereka. Karena pada tahapan ini mereka masih memiliki banyak kesempatan dan dapat mencoba banyak hal seperti pekerjaan, pasangan hidup dan falsafah hidup Perbedaan Emerging Adulthood Dengan Remaja dan Dewasa Arnett (2000) mengemukakan perbedaan emerging adulthood dengan remaja dan dewasa dilihat dari 3 aspek yaitu : a. Demografis Survey membuktikan bahwa pada usia seseorang mengalami suatu perubahan yang sangat cepat dan tidak stabil. Di Amerika, remaja usia tahun 95% masih tinggal di rumah dengan orang tuanya, 95% masih bersekolah dan 10% yang memiliki anak. Kemudian pada usia 30 tahun ke atas kurang dari 10% mereka yang masih sekolah, 75% sudah menikah dan sekitar 75% sudah memiliki anak (US Bureau of the Census, dalam Stern, 2004). b. Eksplorasi identitas Eksplorasi identitas pada emerging adulthood berbeda secara kualitatif. Eksplorasi identitas mereka digali secara lebih serius terutama di area cinta, pekerjaan dan worldviews. Kalau dalam cinta, mereka lebih serius dan sudah menuju ke pernikahan. Dalam pekerjaan, mereka tidak lagi kerja paruh waktu, namun sudah bekerja penuh waktu. c. Persepsi subjektif dewasa Dari survei yang dilakukan Arnett (2000), bahwa kebanyakan seseorang merasa dia sudah dewasa kalau sudah dapat bertanggung jawab penuh atas diri sendiri dan sudah dapat mencukupi kebutuhan sendiri. Sedangkan, usia tahun itu belum semuanya dapat mencukupi kebutuhan sendiri.
10 2.5 Emerging Adulthood dan Situs Jejaring Sosial Emerging adulthood adalah suatu konsep tahapan perkembangan dengan fokus usia tahun (Arnett,2000). Kemudian, terkait dengan situs jejaring sosial, Duggan dan Smith (2013) menuliskan bahwa sebanyak 31% dari total pengguna internet yang berusia tahun tercatat menggunakan Twitter. Itu artinya banyak pengguna internet khususnya situs jejaring sosial yang berada dalam tahapan emerging adulthood. Emerging adulthood memiliki lima kriteria, salah satunya yaitu identity exploration. Kriteria ini memiliki maksud bahwa seseorang dalam tahapan ini sudah mulai mencari dan mengeksplorasi identitasnya secara serius sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan selanjutnya seperti cinta dan pekerjaan. Melalui situs jejaring sosial, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dan dapat membantu mengeksplorasi identitas mereka. Kemudian kriteria emerging adulthood selanjutnya adalah instability. Mereka belum memiliki hidup yang stabil sehingga dapat berubah-ubah dalam setiap waktu. Terkait dengan situs jejaring sosial, mereka sering membuat status yang berubah-ubah, di satu waktu mereka membuat status senang, namun di waktu lain langsung berubah menjadi status sedih. Kriteria selanjutnya yaitu feeling in between. Mereka masih berada dalam masa transisi, sudah tidak remaja lagi namun belum dewasa. Jadi, mereka belum cukup dewasa untuk menyikapi situs jejaring sosial. Sering kali terjadi penyalah gunaan situs jejaring sosial, seharusnya untuk komunikasi dengan orang lain, tetapi digunakan dalam hal yang kurang baik.
11 2.6 Kerangka Berpikir Emerging Adulthood Attachment Anxiety Attachment Avoidance Kesepian Situs Jejaring Sosial sebagai pelarian Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Dimulai dari pemikiran bahwa seseorang yang berada pada tahap emerging adulthood memiliki tugas-tugas tertentu, yang salah satunya adalah identity exploration, dimana mereka sudah mulai mencari cinta dan pekerjaan. Lalu instability, yang masih belum stabil dan feeling in between yaitu berada di masa transisi dari remaja menuju dewasa. Kemudian pada tahapan ini setiap orang memiliki suatu ikatan emosional terhadap seseorang atau attachment. Emerging adulthood dengan attachment yang avoidance dan anxiety. Lalu Wei, Vogel, Ku dan Zakalik (2005) mengungkapkan bahwa attachment anxiety dan avoidance berkorelasi signifikan dengan kesepian. Orang-orang yang kesepian tersebut melarikan diri dengan menggunakan situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan Path. Begitupun sebaliknya, orang yang menggunakan situs jejaring sosial rata-rata juga mengalami kesepian. Bernardon, Babb, Larson dan Gragg (2011) mengungkapkan bahwa anxiety dan avoidance berkorelasi signifikan dengan kesepian.
12 2.7 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari tau atau apa yang ingin dipelajari. (Nazir, 2003). Asumsi peneliti mengenai hasil dari penelitian ini adalah bahwa terdapat korelasi signifikan antara anxiety dengan kesepian dan tidak ada korelasi signifikan antara avoidance dengan kesepian karena orang yang anxiety akan lebih merasa kesepian karena mereka sulit untuk dekat dengan orang lain sedangkan avoidance cenderung membatasi diri dari orang lain sehingga dirinya tidak merasa kesepian walaupun hubungannya tidak dekat dengan orang lain.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang berkembang, internet merupakan salah satu
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap
7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ADULT ATTACHMENT DENGAN KESEPIAN PADA EMERGING ADULTHOOD PENGGUNA SITUS JEJARING SOSIAL DI JAKARTA
HUBUNGAN ANTARA ADULT ATTACHMENT DENGAN KESEPIAN PADA EMERGING ADULTHOOD PENGGUNA SITUS JEJARING SOSIAL DI JAKARTA Amalia Hafsari Universitas Bina Nusantara, amaliahafsari92@gmail.com Dosen Pembimbing,
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Problematic Internet Use (PIU) didefinisikan sebagai penggunaan internet yang menyebabkan sejumlah gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta 1. Pengertian Cinta Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola attachment, dewasa awal dan pacaran. 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan keluarga. Setiap pasangan yang mengikrarkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tentu memiliki harapan agar pernikahan
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Individu pada masa dewasa awal menjadikan masa kuliah sebagai salah satu jalur penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) Problematic Internet Use atau PIU merupakan sindrom multi-dimensi dengan gejala kognitif maladatif dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media sosial merupakan salah satu elemen di era globalisasi yang paling berkembang berdasarkan segi fitur dan populasi pemakai. Berdasarkan data dari US Census Bureau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa pasangan suami istri menginginkan keturunan sebagai bagian dari keluarga mereka. Pasangan suami istri pasti berharap untuk mendapatkan anak yang sehat
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dari 60 jumlah responden berdasarkan teori attachment menurut Bartholomew & Griffin (1994)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial membuat manusia bertemu dan berhubungan dengan berbagai macam orang.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciPENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga terdiri dari beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang menyenangkan dan nyaman
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI DENGAN KESEPIAN PARA ISTRI ANGGOTA TNI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 oleh : DWI BUDI UTAMI F 100 040
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan
13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh
Lebih terperinciHenni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang
HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya
Lebih terperinci2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. A. Latar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki
Lebih terperinciSTUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT
LAPORAN PENELITIAN STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT DEWASA PADA INDIVIDU MENIKAH DENGAN USIA PERNIKAHAN DIBAWAH LIMA TAHUN DI BANDUNG Oleh : Fredrick Dermawan Purba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,
Lebih terperinciDisusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog
PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dalam bab terakhir ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan dari
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab terakhir ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi mengenai hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian. Selain itu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak dapat terbendung lagi. Perkembangan tersebut diiringi juga dengan perkembangan media internet yang biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG
BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Arnett (dalam Santrock, 2011) masa transisi dari remaja ke dewasa disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18 sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PENELITIAN
BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama (SMP) atau sederajat. Jenjang pendidikan ini dimulai dari kelas X sampai kelas XII
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia yang dilaksanakan setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin maju, khususnya perkembangan teknologi internet. Melalui teknologi internet, individu dapat menggunakan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaringan sosial. Jaringan sosial itu sendiri terdiri dari berbagai macam media sosial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang kemajuan internet sungguhlah pesat, terutama di jaringan sosial. Jaringan sosial itu sendiri terdiri dari berbagai macam media sosial yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengguna situs media sosial saat ini telah mengalami kemajuan yang pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media sosial mendominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, individu dibesarkan dalam sebuah keluarga yang memiliki orang tua lengkap yang terdiri dari seorang ibu dan seorang ayah. Namun, tidak semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan teknologi membuat facebook dapat diakses dimana saja, kapan saja dan melalui apa saja. Perkembangan
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Selain itu, bab ini juga berisikan saran, baik saran metodologis maupun saran praktis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95
Lebih terperinci