TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan lebih penting dari pada ibu (sebagai kepala keluarga), serta merupakan seorang pencari nafkah dalam keluarga (Hurlock 1999, diacu dalam Sukaesih 2001). Pada perkembangan selanjutnya, timbul kesadaran bahwa ayah merupakan orang tua yang ikut berperan bersama ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, ayah seharusnya memegang tanggung jawab yang lebih untuk mengasuh anak (Kammeyer 1987). Ayah berperan dalam semua aspek perkembangan anak, mulai dari peran tradisional seperti pencari nafkah, sampai kepada teman bermain anak. Menurut Halle (1999), peran ayah tidak sama dengan ibu, mereka unik. Berikut adalah peran ayah: 1. Ayah sebagai pencari nafkah Secara tradisional, ayah merupakan tulang punggung keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah. Meski mereka tidak hidup bersama keluarga, tapi ayah tetap berkewajiban untuk memberi keluarganya makanan, jaminan kesehatan, pakaian, dan lain sebagainya. Bila ayah tidak mampu untuk memberi jaminan ekonomi, maka akan menyebabkan keterbatasan interaksi ayah dan anak di jangka pendek dan menghambat perkembangan anak pada jangka panjangnya. Selain itu, ayah yang mempunyai jam kerja panjang, akan membatasi waktu yang tersedia dalam berinteraksi dengan anak, meski mereka tetap menjadi role model bagi anaknya. 2. Ayah sebagai teman dan teman bermain Beberapa orang mengatakan bahwa ayah adalah orang tua yang menyenangkan karena ayah lebih banyak bermain dengan anak dibandingkan anak bermain dengan ibu. Biasanya, cara bermain ayah lebih banyak melibatkan kegiatan fisik. 3. Ayah sebagai pemberi kasih sayang Ayah banyak melakukan cara pemberian kasih sayang yang menyenangkan untuk anak mereka. Mereka juga merupakan tempat pengasuh utama anak saat ibu mereka bekerja di luar rumah. 4. Ayah sebagai guru dan role model

2 8 Ayah, seperti ibu, menunjukkan tanggung jawab dalam mengajar anak tentang cara untuk bertahan hidup di dunia ini. Mereka mengajari tentang banyak hal yang harus diketahui mengenai kehidupan, tentang pelajaran di sekolah, sampai perasaan empati. 5. Ayah sebagai pendisiplin Ayah mempunyai peran dalam memonitoring tingkah laku anaknya. 6. Ayah sebagai pelindung Keamanan anak dimonitor oleh ayah dengan cara mengatur lingkungan rumah agar aman untuk anak. Selain itu, ayah juga mengajarkan anak tentang risiko kesehatan dan bagaimana membuat anak aman selama tidak bersama orang tua, misalnya jangan berbicara dengan orang asing. 7. Ayah sebagai advokat Selain ibu, ayah juga berperan penting dalam pemilihan sekolah anak dan hal lainnya yang membutuhkan pemilihan. 8. Ayah sebagai pendukung Sebuah studi mengatakan bahwa ibu yang mendapatkan dukungan penuh dari ayah untuk menyusui anaknya, maka akan meneruskan penyusuan pada anak lebih lama dibanding ibu yang tidak mendapat dukungan dari suaminya. Ayah juga membantu anak untuk lebih mengenal keluarga besar dan masyarakat sekitar melalui peran ini. Komunikasi Keluarga Keluarga memiliki berbagai macam definisi berdasarkan beberapa teori yang dipelajari. Secara tradisional, keluarga didefinisikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat terdiri dari dua orang atau lebih yang terikat oleh pernikahan, darah, maupun adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga. Sedangkan definisi keluarga menurut Friedman, Bowden, dan Jones (2003) adalah dua orang atau lebih yang tinggal bersama atas dasar ikatan dan kedekatan emosi serta mengidentifikasikan diri mereka sendiri sebagai bagian dari keluarga. Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengiriman dan penerimaan berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga dipahami apa yang dimaksud. Sedangkan menurut McCubbin dan Dahl (1985), diacu dalam Friedman, Bowden, dan Jones (2003), komunikasi mengacu pada proses dalam mempertukarkan perasaan, keinginan, kebutuhan, informasi

3 9 dan opini. Galvin, Bylund, dan Brommel (2004) mendefinisikan komunikasi keluarga sebagai proses berbagi dalam keluarga. Komunikasi yang jelas dan fungsional diantara para anggota keluarga merupakan alat yang sangat penting untuk memelihara lingkungan pengasuhan di mana perasaan yang perlukan tentang harga diri dan penghargaan diri berkembang dan menjadi terinternalisasi. Proses komunikasi membutuhkan pengirim pesan, saluran untuk mengirim pesan, penerima pesan, dan interaksi (umpan balik) antara pengirim dan penerima pesan. Pengirim pesan adalah seseorang yang berusaha untuk mengirimkan pesan kepada orang lain; penerima pesan adalah target dari pesan yang dikirim oleh pengirim; saluran adalah rute untuk mengirim pesan (Friedman, Bowden, dan Jones 2003). Komunikasi orang tua dan anak merupakan hal yang dapat mempengaruhi karakter dan perkembangan sikap seorang individu (Chaffee, McLeon, dan Wackman 1973, diacu dalam Huang 2010). Chaffee et al. (1973) pertama kali mengembangkan konsep pola komunikasi keluarga menjadi dua dimensi besar dalam pola komunikasi keluarga: socio-oriented dan conceptoriented. Dengan menggunakan dua dimensi ini, Chaffee dan McLeon (1972) diacu dalam Huang (2010) mendapatkan empat jenis tipe keluarga yang berbeda: protective, pluralistic, laissez-faire, dan consensual. Ritchie dan Fitzpatrick (1990) diacu dalam Huang (2010) merumuskan kembali socio-oriented dan concept-oriented menjadi dua pola komunikasi yang dinamakan conformity-orientation dan conversation-orientation. Keluarga yang memiliki ekspresi conformity tinggi mempunyai nilai dan perilaku yang sama untuk mempertinggi keselarasan dalam keluarga. Anak yang dibesarkan dalam ekspresi ini akan mempunyai rasa malu yang lebih tinggi dan kekurangan dalam menghargai diri sendiri (Huang 1999, diacu dalam Huang 2010). Keluarga yang rendah ekspresi conformity-nya lebih mudah untuk mengganti nilai, perilaku, dan pola interaksi sehingga akan terjadi individualitas yang tinggi di anggota keluarga. Anggota keluarga yang memiliki tingkat conversation yang tinggi akan membutuhkan sistem keluarga terbuka sehingga setiap individu dapat berbicara dengan bebas tentang konflik yang terjadi tanpa merasa takut dengan apa yang akan mereka katakan. Keluarga yang memiliki tingkat rendah dalam dimensi ini akan lebih sedikit berbicara pada setiap konflik yang terjadi.

4 10 Fitzpatrick dan Ritchie (1994), diacu dalam Galvin, Bylund, dan Brommel (2004), mendeskripsikan empat tipe komunikasi keluarga berdasarkan interaksi yang mereka gunakan dalam keluarga (conformity-orientation atau conversationorientation), dapat dilihat pada Gambar Consensual, tinggi di conversation dan conformity yang mempunyai karakteristik memaksa untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga meskipun anak juga diminta untuk mengutarakan ide dan perasaannya. 2. Pluralistic, tinggi di conversation dan rendah di conformity, mempunyai komunikasi yang terbuka dan dukungan emosi di keluarga. Anak lebih diharapkan untuk memberikan opini yang berbeda tanpa takut akan diberi hukuman. 3. Protective, rendah di conversation sedangkan tinggi di conformity, keluarga terlalu menegakkan peraturan dan menghindari konflik yang ada. Anak diminta untuk tidak memberikan opini yang berbeda dan lebih diharapkan untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga. 4. Laissez-faire, rendah di conversation dan conformity, keluarga ini jarang berinteraksi sehingga menyebabkan anak-anak mencari dukungan dari luar keluarga. High Conformity Orientation Low Conformity Orientation High Conversation Orientation Consensual Prulalistic Low Conversation Orientation Protective Laissez-faire Gambar 1 Tipe Keluarga Berdasarkan Pola Komunikasi Keluarga Waktu merupakan salah satu sumber daya yang perlu dikelola supaya seluruh kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana (Guhardja et al. 1992). Terdapat berbagai variasi dari setiap individu dalam memanfaatkan waktu, tetapi apabila dilihat dari jenis penggunaan waktu, terdapat empat tipe, yaitu: 1. Waktu produktif atau waktu bekerja. 2. Waktu subsisten, yaitu adalah waktu yang digunakan untuk makan, tidur, perawatan diri, dan kesehatan. 3. Waktu antara, yaitu waktu selama perjalanan ke tempat kerja. 4. Waktu luang. Ayah biasanya menggunakan banyak waktu untuk bekerja, sehingga ayah kurang meluangkan waktunya untuk mengurusi anak. Dari studi yang

5 11 dilakukan di Amerika dan Jepang, peneliti memprediksikan bahwa keterlibatan orang tua berhubungan negatif dengan jumlah waktu yang dihabiskan oleh ayah untuk bekerja. Dengan kata lain, semakin banyak waktu yang dihabiskan oleh ayah untuk bekerja, maka akan semakin sedikit waktu yang diluangkan untuk bermain bersama anak. Sedangkan, keluarga dengan ibu yang meluangkan sedikit waktu di rumah akan lebih terlibat dalam mengurus anak dibandingkan keluarga dengan ibu yang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah (Ishii- Kuntz et al. 2004). Gaya Pengasuhan Setiap orang tua memiliki gaya pengasuhan tersendiri untuk anaknya. Gaya pengasuhan sendiri merupakan cara berinteraksi orang tua dengan anak. Dalam pengasuhan, terdapat elemen yang dapat membentuk kualitas, para peneliti kemudian mengidentifikasi dua unsur penting dalam pengasuhan (Hastuti 2008): a. Responsiveness or warmth and supportiveness merupakan tingkat responsif dari orang tua kepada anak, yang dapat berupa kehangatan serta dukungan dari orang tua untuk anak b. Demandingness or behavioral control merupakan sebuah tingkatan dan kontrol dari orang tua yang berkaitan dengan penerapan aturan, batasan, serta konsekuensi atas perbuatan yang dilakukakan oleh anak Baumrind (1987), yang melakukan penelitian ini menggunakan 139 anak berusia 4 dan 10 tahun, diacu dalam Baumrind (1991) kemudian menggunakan dimensi ini untuk mengklasifikasikan gaya pengasuhan sebagai berikut: 1. Gaya pengasuhan permissive Orang tua lebih responsif atau hangat, tapi tidak memiliki aturan yang jelas. Ciri-ciri dari gaya pengasuhan ini adalah kurangnya pemberian aturan dan batasan kepada anak, pemberian aturan yang terlalu longgar, tidak memperdulikan anak, terlalu memanjakan anak, serta kurang memberi penjelasan atau pengarahan kepada anak. 2. Gaya pengasuhan authoritarian (otoriter) Gaya pengasuhan ini ditandai oleh pembatasan dan pemberian aturan yang ketat, ketaatan yang bersifat tidak terbantah, otoritas orang tua yang sangat kuat, serta penerapan aturan dan batasan yang bersifat kaku dan tanpa penjelasan. Menurut orang tua dengan gaya pengasuhan otoriter, disiplin

6 12 merupakan sesuatu yang diharuskan dalam setiap aspek kehidupan anak. Kepatuhan dan pemberian hukuman adalah hal yang sangat mereka kedepankan. 3. Gaya pengasuhan authoritative (demokratis) Gaya pengasuhan ini merupakan gaya pengasuhan yang menerapkan keseimbangan antara kasih sayang dan disiplin. Dalam gaya pengasuhan demokratis ini, orang tua menjelaskan tentang batasan dan aturan yang telah keluarga sepakati bersama. Orang tua juga akan berdiskusi dengan anak tentang semua kepentingan anak. Selain penuh dengan disiplin yang dapat dijelaskan, mereka juga dikenal sebagai orang tua yang penuh kehangatan dan kasih sayang, sehingga kadang-kadang disebut sebagai orang tua yang moderat. Kelekatan Kelekatan emosi, secara spesifik, diartikan sebagai salah satu hubungan antara orang tua dan anak berupa pemberian perhatian, seperti kontak mata, kontak fisik, cara berbicara, serta ajakan untuk bersenang-senang melalui bernyanyi dan bermain (Alward 2002; Zeitlin et al dalam Hastuti 2008). Masa depan anak sangat dipengaruhi oleh kedekatan emosional ini, karena hal ini akan menciptakan rasa aman serta dasar yang kuat untuk kesehatan mental yang positif (Hastuti 2008). Penelitian Bowlby pada tahun 1969, 1973, dan 1988 (Reese 2008) menyebutkan bahwa dalam tahap awal kehidupan, seorang bayi terikat dengan figur orang tua melalui sistem kelekatan yang akan membawa bayi tersebut lebih dekat dengan orang tua dalam menjalani kehidupan yang tidak aman, sehingga dia akan lebih percaya diri untuk menjelajahi dunia. Sejak awal, bayi lebih percaya untuk mengikuti pola perilaku pengasuh dan berusaha untuk mengembangkan mentalnya (Ma dan Huebner 2008). Menurut penelitian Bowlby pada tahun 1988 (Ma dan Huebner 2008) bayi yang memiliki kelekatan aman (secure) secara umum dapat lebih mengembangkan kepercayaannya kepada orang lain. Attachment menurut Henningsen (2004) diacu dalam Hastuti (2008) merupakan dorongan biologis untuk mencari kedekatan serta kontak dengan figur seseorang saat dalam ketakutan, sakit, lelah, yang relatif sepanjang waktu. Ikatan attachment memiliki beberapa elemen: a) ikatan tersebut merupakan

7 13 hubungan emosi dengan seseorang yang spesial; b) hubungan tersebut menimbulkan rasa aman, nyaman, dan senang; c) ketiadaan ikatan akan menimbulkan perasaan kecewa dan kehilangan. Mary Ainsworth pada tahun 1978 (Perry 2001) melakukan sebuah percobaan simpel yang kemudian terkenal dengan sebutan Strange Situation Procedure, yang melibatkan anak dan ibunya di dalam sebuah ruangan. Percobaan dimulai ketika ibu dan anak sedang bermain di ruangan dan seorang yang tidak dikenal datang mendekati keduanya, kemudian ibu meninggalkan anak dengan orang asing tersebut. Orang asing berusaha untuk menenangkan anak sampai ibu datang kembali dan menenangkan anak, sedangkan orang asing tersebut pergi. Setelah tenang, ibu kembali meninggalkan anak sendiri dan orang asing itu kembali datang kemudian menenangkan anak. Sampai akhirnya ibu datang kembali untuk menenangkan anak dan menjalin kedekatan lagi. Dalam penelitian ini digunakan kategori sebagai berikut (berdasarkan Hazan dan Shaver 1994 diacu dalam Reese 2008): 1. Secure, orang yang mempunyai kelekatan secure akan merasa percaya kepada orang lain, memiliki tingkat percaya diri yang tinggi, dan disukai banyak orang 2. Ambivalent, orang dengan kelekatan ambivalent akan merasa khawatir bahwa orang lain tidak akan membalas perasaannya dan rentan terhadap stres 3. Avoidant, orang yang memiliki kelekatan avoidant akan kesulitan dalam menjalani hubungan yang intim Kepuasan Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan senang atau bahagia ketika melakukan hal yang tepat atau telah berhasil memenuhi kebutuhan/keinginan (Worldnet Dictionary dalam Hanifa 2005). Sedangkan menurut Anorogo dan Widiyanti (1990) dalam Hanifa (2005) kepuasan merupakan hal yang bersifat individu, sehingga setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan berbeda yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam dirinya. Semakin banyak aspek yang sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, begitupun sebaliknya.

8 14 Remaja Remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak-anak menuju masa dewasa yang memiliki perubahan besar pada fisik, kognitif, dan psikososial. Pencarian identitas (jati diri) yang meliputi kepribadian, seksual, dan pekerjaan merupakan tugas utama remaja. Fase pubertas yang biasanya menandai awal usia remaja merupakan suatu proses untuk mencapai kematangan seksual sehingga memiliki kemampuan untuk bereproduksi (Papalia, Old, dan Feldman 2008). Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir (awal 20 tahun). Masa remaja menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan usianya, yaitu remaja awal (12-14 tahun), remaja madya (15-17 tahun), dan remaja lanjut (18-21 tahun). Pada umumnya, remaja awal masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Remaja pada masa awalnya merupakan sebuah periode ketika tingkat konflik dengan orang tua semakin tinggi melebihi pada saat masa anak-anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan ini antara lain: perubahan biologis, pubertas, perubahan kognitif meliputi peningkatan idealisme serta penalaran logis, perubahan sosial pada kemandirian dan identitas, dan perubahan kebijaksanaan dan harapan orang tua. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya menyadari bahwa masa remaja merupakan periode transisi menuju masa dewasa yang membutuhkan waktu lama (Santrock 2003 dalam Saputri 2010). Orang tua dengan anak remaja, memiliki perasaan yang campur aduk. Satu sisi orang tua ingin anaknya menjadi mandiri, disisi lain orang tua menyadari bahwa sulit untuk melepaskannya. Orang tua harus mampu untuk memberikan kebebasan yang cukup kepada remaja sekaligus melindungi mereka dari ketidakdewasaan dalam menilai. Tekanan ini sering kali membuat keluarga berada dalam konflik. Bentuk dan hasilnya amat dipengaruhi oleh gaya pengasuhan dalam keluarga (Papalia, Old, dan Feldman 2008).

HASIL PENELITIAN. Tabel 2 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan jenis kelamin

HASIL PENELITIAN. Tabel 2 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan jenis kelamin HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Secara administratif, Kelurahan Panaragan terletak di tengah Kota Bogor, tepatnya berada di Kecamatan Bogor Tengah, memiliki luas 27 hektar dengan 34 RT yang tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas hidup anak yang diwakili oleh dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan cerminan kualitas bangsa dan peradaban dunia. Pertumbuhan anak, dapat dilihat dari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran. 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran. 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran Menurut Jantz & McMurray (2003) emotional abuse sulit ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG. GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Dyna Apriany ABSTRAK Usia balita merupakan masa-masa kritis sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability Beban pengasuhan orang tua dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dirasakan orang tua akibat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK. Pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas intelektual berbasis keluarga

POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK. Pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas intelektual berbasis keluarga POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK Pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas intelektual berbasis keluarga Pola asuh: cara, bentuk atau strategi dalam pendidikan keluarga yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian merupakan isu psikososial yang muncul secara terus menerus dalam seluruh siklus kehidupan individu (Steinberg, 2002). Isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi yang diawali dengan perubahan biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja ditandai

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kematangan sosial bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Peneliti menganalisis

BAB V PEMBAHASAN. kematangan sosial bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Peneliti menganalisis 46 BAB V PEMBAHASAN Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kematangan sosial bayi yang diberikan ASI eksklusif dan tingkat kematangan sosial bayi yang tidak diberi ASI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan besar, baik perubahan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa termasuk di dalam kategori remaja akhir dan dewasa awal. Pada masa itu umumnya merupakan masa transisi. Mereka masih mencari jati diri mereka masing-masing,

Lebih terperinci

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa PERKEMBANGAN ATTACHMENT (KELEKATAN) Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa senang. Apabila

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS A. Pola Asuh 1. Definisi Pola Asuh Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2007) menyatakan bahwa para orangtua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Akademik A.1. Pengertian Prestasi Akademik Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kemampuan yang disebabkan karena proses belajar. Bentuk hasil proses belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi

Psikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Kepribadian I Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 06 61101 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan pembahasan teori attachment

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan

Lebih terperinci

SUSI RACHMAWATI F

SUSI RACHMAWATI F HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN PERKAWINAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA AWAL PERKAWINAN PASANGAN BERSTATUS MAHASISWA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.  1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk Indonesia cukup pesat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 233 juta jiwa dan 26,8% atau 63 juta jiwa adalah remaja (SKRRI, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola asuh 2.1.1 Definisi pola asuh Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak, Wahyuning,et al.( (2005) mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. sifatnya androgini, yakni baik ayah maupun ibu memiliki peran dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. sifatnya androgini, yakni baik ayah maupun ibu memiliki peran dengan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Pada saat ini, perubahan sosial, ekonomi serta budaya memberikan pengaruh pada masyarakat dalam mempersepsi peran serta figur ayah dalam pengasuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Defenisi Kelekatan (attachment) Menurut Bashori (2006) kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan pengasuhnya. Ikatan ini bersifat afeksional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa menjadi orang tua merupakan masa yang alamiah terjadi dalam kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan. Menjadi orangtua membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci