VALIDASI MODEL Model Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

Sistem Manajemen Basis Data

BAB IV ANALISA SISTEM

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

V. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

RINGKASAN EKSEKUTIF

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting dalam

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Transkripsi:

104 VALIDASI MODEL Model Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao Prioritas strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-jasa dianalisis melalui komponen aktor, faktor, dan tujuan untuk mendapatkan skala prioritas pada masing-masing hierarki dengan menggunakan teknik AHP. Komponen aktor yang dianalisis meliputi kelompok pekebun dalam wadah koperasi pekebun, Pemerintah Daerah, Dinas Perindustrian, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UKM, lembaga keuangan, manajemen pengelola industri, asosiasi petani kakao, asosiasi pengusaha dan eksportir kakao, Perguruan Tinggi, Lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan, dan LSM. Komponen faktor yang dianalisis meliputi ketersediaan SDM di desa yang terampil, penguasaan teknologi, potensi bahan baku, peluang pasar, sarana dan prasarana produksi, kondisi iklim usaha, kekuatan permodalan, infrastruktur, teknologi budidaya, teknologi pascapanen, teknologi industri pengolahan, kemudahan mekanisme birokrasi, standardisasi mutu, dan sistem tataniaga. Sedangkan komponen tujuan yang dianalisis adalah peningkatan nilai tambah, peningkatan pendapatan petani-pekebun, peningkatan daya saing produk, perluasan lapangan dan kesempatan kerja, penciptaan kesempatan investasi, peningkatan devisa, peningkatan produktivitas kebun, peningkatan produk kakao olahan, penciptaan usaha kakao secara terintegrasi dan bersinergi, peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa, dan peningkatan pendapatan asli daerah. Masingmasing hierarki dibuat matriks perbandingan berpasangan untuk selanjutnya dinilai oleh pakar dari berbagai lintas disiplin atau unsur yakni birokrasi, praktisi, akademisi atau perguruan tinggi, serta lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan. Berdasarkan hasil AHP diketahui, aktor utama strategi sistem pengembangan Agrokakao berturut-turut berdasarkan bobot penilaian adalah petani-pekebun yang tergabung dalam koperasi pekebun, Pemerintah Pemerintah Daerah, pengelola agroindustri kakao, Lembaga keuangan, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Koperasi dan UKM, Perguruan Tinggi dan Lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan, asosiasi petani kakao, asosiasi pedagang dan eksportir,

105 dan LSM perkakaoan. Hasil perhitungan atas penilaian pakar terhadap matriks perbandingan berpasangan pada masing-masing hierarki secara rinci dapat dilihat pada Gambar 18 yang dirangkum dalam Tabel 13. FOKUS STRATEGI SISTEM PENGEMBANGAN AGROKAKAO POLA-JASA KP.BUN 0,1992 PEMDA 0,1657 DISBUN 0,0744 BANK 0,1051 DISPRND 0,0744 DK UKM 0,0744 M-UKM 0,1376 AKTOR ASPER 0,0149 ASTANK 0,0149 P.TINGGI 0,0484 LITBANG 0,0484 EKSPOR 0,0280 LSM 0,0149 S.PRASR 0,0898 TEKNOL 0,1116 B.BAKU 0,1395 PASAR 0,1559 SDM 0,1731 MODAL 0,1269 IL-USHA 0,0414 FAKTOR IF.STRKT. 0,0691 BD.DAYA 0,0186 P.PANEN 0,0186 BRK.RASI 0,0186 ST.MUTU 0,0184 ST.NIAGA 0,0186 KTR.SDM 0,0189 N.TMBH 0,1778 P. PTN 0,1350 L. KERJA 0,101 D.SAING 0,1566 P. PAD 0,0972 M. INVTS 0,0363 TUJUAN DEVISA 0,0296 P.KEBUN 0,0390 P.OLAHN 0,0557 INTGRSI 0,0710 MK EKM 0,0287 P.EKNMI 0,0377 Keterangan: KP.BUN = Kelompok Pekebun (Koperasi Pekebun) IF.STRKT = Dukungan infrastruktur yang memadai PEMDA = Pemerintah Daerah BD.DAYA = Teknologi budidaya yang baik DISBUN = Dinas Perkebunan P.PANEN = Teknologi pascapanen BANK = Perbankan (Lembaga Keuangan) BRK.SARI = Kemudahan birokrasi perizinan DISPRN = Dinas Perindustrian ST.MUTU = Pemenuhan standardisasi mutu DK.UKM = Dinas Koperasi dan UKM ST.NIAGA = Jaminan sistem tataniaga M.UKM = Manajemen Agrokakao UKM KTR.SDM = Ketersediaan SDM yang terampil ASPER = Asosiasi pengusaha dan eksportir N.TMBH = Peningkatan nilai tambah komoditas ASTANK = Asosasi petani kakao P.PTN = Peningkatan pendapatan petani-pekebun P.TINGGI = Perguruan Tinggi L.KERJA = Penciptaan lapangan kerja LITBANG = Lembaga penelitian dan pengembangan D.SAING = Peningkatan dayasaing produk EKSPOR = Eksportir kakao P.PAD = Peningkatan pendapatan asli daerah LSM = Lembaga swadaya masyarakat M.INVTS = Mendorong investasi Agrokakao S.PRASR = Srana dan prasarana produksi DEVISA = Peningkatan devisa perekonomian negara TEKNOL = Ketersediaan teknologi produksi P.KEBUN = Peningkatan produktivitas kebun B.BAKU = Ketersediaan bahan baku P.OLAHN = Peningkatan produk kakao olahan PASAR = Prospek pasar produk INTGRST = Mendorong pengusahaan secara terintegrasi SDM = Ketersediaan SDM yang terampil MK.EKM = Meningkatkan pemberdayaan ekonomi MODAL = Ketersediaan modal usaha P.EKNM = Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah IL-USHA = Iklom usaha yang kondusif Gambar 18 Hasil AHP model strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-jasa.

106 Strategi sistem pengembangan Agrokakao dengan menempatkan petanipekebun, Pemerintah Daerah, manajemen pengelolaan Agrokakao, dan lembaga keuangan sebagai pelaku kunci merupakan suatu keputusan yang tepat. Selain komponen pelaku kunci tersebut, juga diperlukan dukungan pelaku lainnya seperti: asosiasi petani kakao, asosiasi pengusaha kakao, lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan, perguruan tinggi, dan LSM. Pemerintah Daerah sebagai lembaga pendukung program pengembangan Agrokakao merupakan faktor kunci sehingga diharapkan dapat memberi dukungan maksimal dalam hal perbaikan sarana dan prasarana produksi, infrastruktur, perangkat kebijakan, dan kemudahan birokrasi. Peraturan Daerah mengenai pungutan pajak dan retribusi diharapkan dapat meringankan UKM. Faktor utama strategi sistem pengembangan Agrokakao berturut-turut dari prioritas tertinggi sampai terendah berdasarkan hasil AHP adalah ketersediaan SDM di desa yang terampil, peluang pasar produk kakao olahan, ketersediaan bahan baku, ketersediaan modal usaha, kemudahan mengakses teknologi, dukungan sarana dan prasarana, perbaikan infrastruktur, iklim usaha yang kondusif, teknologi budidaya, teknologi pascapanen, kemudahan sistem birokrasi, jaminan sistem tataniaga, dan pemenuhan strandar mutu produk. Berdasarkan hasil AHP diketahui bahwa faktor utama yang harus diperhatikan dalam program pengembangan Agrokakao adalah ketersediaan SDM di desa yang terampil. Selain ketersediaan SDM di desa yang terampil, faktor lain yang juga penting adalah kepastian pasar produk kakao olahan. Faktor SDM dan kepastian pasar produk kakao olahan belum cukup dijadikan dasar untuk pengembangan Agrokakao, tetapi jaminan dan mekanisme perolehan bahan baku bagi industri pengolahan adalah hal penting. Faktor utama lainnya adalah adanya jaminan lembaga pembiayaan usaha. Hal ini penting karena program pengembangan Agrokakao mustahil dapat dijalankan dengan baik tanpa dukungan modal, terlebih lagi karena perencanaan pengembangan Agrokakao ini dirancang dalam skala UKM yang lebih dominan mengandalkan sumber pembiayaan dari lembaga perbankan dibanding modal sendiri atau dengan rasio pembiayaan (DER: 60 : 40). Keempat faktor utama

107 tersebut ternyata masih membutuhkan dukungan faktor lain yaitu ketersediaan teknologi produksi yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi. Apabila kelima faktor tersebut di atas telah terpenuhi dengan tetap memperhatikan faktor pendukung lainnya seperti infrastruktur, sarana dan prasarana produksi, iklim usaha, mekanisme birokrasi, sistem tataniaga, dan pemenuhan standardisasi mutu, maka dapat dipastikan bahwa program pengembangan Agrokakao berorinetasi sentra produksi akan tumbuh menjadi bentuk usaha yang tangguh dan berkelanjutan. Tujuan utama pengembangan Agrokakao secara berurutan dari yang tertinggi sampai terendah berdasarkan hasil AHP terhadap komponen tujuan adalah peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing produk Agrokakao, peningkatan pendapatan petani-pekebun, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, penciptaan Agrokakao secara terintegrasi dan bersinergi, peningkatan produktivitas kebun, peningkatan produk kakao olahan, pemberdayaan ekonomi pekebun, menciptakan iklim usaha, peningkatan devisa, peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, dan peningkatan kualitas SDM di desa melalui transfer pengetahuan, teknologi, dan keterampilan. Peningkatan nilai tambah komoditas, peningkatan daya saing produk kakao olahan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani-pekebun, dan peningkatan pendapatan asli daerah adalah tujuan utama pengembangan Agrokakao pola-jasa. Peningkatan nilai tambah komoditas kakao melalui industri pengolahan yang ada selama ini belum dapat dirasakan langsung oleh petani-pekebun. Hal ini dikarenakan oleh industri pengolahan tergolong skala usaha besar dan terkonsentrasi di sekitar perkotaan yang jauh dari sentra produksi bahan baku. Hasil pengamatan lapang dan diskusi pakar mengenai potensi petani-pekebun untuk mendapatkan nilai tambah maksimal melalui kegiatan industri pengolahan sangat memungkinkan. Kemungkinan itulah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu merancang bangun model sistem penunjang keputusan pengembangan Agrokakao dengan membangun industri pengolahan di sentra produksi melalui kekuatan petani-pekebun dalam wadah koperasi pekebun. Unit industri pengolahan skala UKM dalam wadah koperasi pekebun kemudian bekerja sama yang sinergi

108 melalui jejaring usaha untuk membangun kekuatan dan peluang usaha baru sebagai upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi selama ini. Melalui program pengembangan Agrokakao pola-jasa diharapkan petanipekebun mendapatkan keuntungan ganda karena adanya pasar produk hasil perkebunannya, juga akan mendapatkan deviden dari industri pengolahan setiap periode waktu tertentu dalam bentuk sisa hasil usaha. Sumber pendapatan lain dapat diperoleh jika diantara anggota keluarga petani-pekebun ada yang direkrut menjadi karyawan pada industri pengolahan. Tujuan penting lainnya adalah peningkatan daya saing produk. Hal ini dapat dicapai melalui upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi petani dalam pemeliharaan kebun dan penanganan pascapanen sehingga diperoleh peningkatan produksi dan mutu biji kakao. Apabila biji kakao yang dihasilkan oleh petanipekebun bermutu baik untuk menjadi bahan baku industri pegolahan, maka output industri pengolahan juga akan bermutu baik. Dengan demikian, produk industri pengolahan kakao skala UKM akan berdaya saing tinggi sehingga nilai jual akan meningkat yang akan berdampak langsung pada peningkatan penerimaan petanipekebun, penciptaan lapangan dan kesempatan kerja, terutama masyarakat yang ada di desa. Hal ini sangat dimungkinkan karena program pengembangan Agrokakao yang dirancang berorientasi sumber daya. Peningkatan pendapatan petani-pekebun juga merupakan tujuan utama dari program ini. Itulah sebabnya, mengapa konsep program pengembangan Agrokakao ini dirancang berorientasi sentra produksi agar petani-pekebun mendapatkan nilai tambah produk secara adil dan proporsional. Apabila tujuan utama yang telah disebutkan di atas tercapai, maka pada gilirannya akan tercipta peningkatan pendapatan asli daerah. Hierarki hasil analisis kompenen utama pengembangan Agrokakao pola-jasa dirangkum dalam Tabel 13. dari Tabel 13 digambarkan segitiga komponen utama aktor, faktor, dan tujuan strategi pengembangan Agrokakao pola-jasa (Gambar 19).

109 Tabel 13 Hierarki komponen utama strategi pengembangan Agrokakao pola-jasa No. Uraian Bobot Prioritas 1. Fokus : Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao Pola-JASA 1,000 1 2. Aktor 1) Kelompok pekebun (koperasi pekebun) 0,1992 1 2) Pemerintah Daerah 0,1657 2 3) Manajemen (pengelola) Agrokakao 0,1376 3 4) Lembaga keuangan (perbankan) 0,1051 4 5) Dinas Perkebunan 0,0744 5 6) Dinas Perindustrian 0,0744 5 7) Dinas Koperasi dan UKM 0,0744 5 8) Perguruan Tinggi 0,0484 6 9) Hasil penelitian dan pengembangan Agrokakao (Litbang) 0,0484 6 10) Pedagang (Eksportir) 0,0280 7 11) Asosiasi Pengusaha 0,0149 8 12) Asosiasi Petani Kakao 0,0149 8 13) LSM perkakaoan 0,0149 8 3. Faktor 1) SDM yang terampil di desa 0,1731 1 2) Prospek pasar produk 0,1559 2 3) Jaminan ketersediaan bahan baku 0,1395 3 4) Ketersediaan modal 0,1269 4 5) Kemudahan akses teknologi 0,1116 5 6) Sarana dan prasarana produksi 0,0898 6 7) Infrastruktur 0,0691 7 8) Iklim lingkungan usaha 0,0414 8 9) Teknologi budidaya 0,0186 9 10) Teknologi pascapanen 0,0186 9 11) Kemudahan birokrasi 0,0186 9 12) Jaminan sistem tataniaga 0,0186 9 13) Standardisasi mutu 0,0184 10 4. Tujuan 1) Peningkatan nilai tambah 0,1778 1 2) Peningkatan dayasaing produk 0,1566 2 3) Peningkatan pendapatan petani-pekebun 0,1350 3 4) Perluasan lapangan dan penciptaan kesempatan kerja 0,1164 4 5) Peningkatan pendapatan asli daerah 0,0972 5 6) Penciptaan sistem pengusahaan yang terintegrasi 0,0710 6 7) Peningkatan volume produk olahan 0,0557 7 8) Peningkatan produktivitas kebun 0,0390 8 9) Pemberdayaan ekonomi daerah 0,0377 9 10) Mendorong investasi Agrokakao di desa 0,0363 10 11) Peningkatan devisa negara 0,0296 11 12) Peningkatan ekonomi masyarakat desa 0,0287 12 13) Peningkatan keterampilan SDM di desa 0,0189 13 Keketerangan : Hasil pengolahan teknik AHP

110 TUJUAN Peningkatan nilai tambah komoditas Peningkatan daya saing produk UKM Peningkatan pendapatan petani-pekebun Penciptaan dan perluasan lapangan kerja di desa Peningkatan pendapatan asli daerah Penciptaan sistem pengusahaan terintegrasi SSS STRATEGI Pengembangan agroindustri kakao di sentra produksi berbasis bahan baku melalui pola-jasa AKTOR Petani-pekebun (Koperasi Pekebun) Pemerintah Pemerintah Daerah Manajemen pengelolaan Agrokakao Lembaga pembiayaan (Perbankan) Dinas-dinas Terkait FAKTOR Ketersediaan SDM yang terampil di desa Prospek pasar produk Agrokakao UKM Jaminan ketersediaan bahan baku Ketersediaan permodalan yang cukup Kemudahan akses teknologi produksi Gambar 19 Segitiga komponen utama strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-jasa. Model Pengembangan Produk Unggulan Kakao Olahan Hierarki prioritas pengembangan produk kakao olahan unggulan disusun dalam tiga tingkatan. Pertama fokus, yaitu pemilihan produk unggulan kakao olahan. Kedua keriteria, yaitu pemilihan produk unggulan kakao olahan meliputi peningkatan nilai tambah, ketersediaan SDM di desa yang terampil, kemudahan proses produksi, prospek pasar produk, ketersediaan bahan baku, dan teknologi padat karya. Tingkat ketiga adalah alternatif, yaitu pemilihan produk unggulan kakao olahan meliputi lemak, bubuk, pasta, dan cake kakao. Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam pemilihan produk unggulan kakao olahan unggulan adalah produk yang secara ekonomi mampu memberikan nilai tambah komoditas lebih besar. Selain pertimbangan ekonomi dari aspek nilai tambah komoditas, terdapat sejumlah keriteria penting lainnya dari bobot keriteria tertinggi hingga terendah adalah ketersediaan SDM di desa yang terampil, prospek pasar produk kakao, dan jaminan ketersediaan bahan baku. Hasil penilaian

111 tersebut sesuai dengan salah satu tujuan pengembangan Agrokakao yang sedang dirancang yaitu peningkatan nilai tambah komoditas. Produk yang dapat memberi nilai tambah tinggi belum sepenuhnya dapat mewakili keriteria dalam penentuan alternatif pilihan karena keriteria yang lain juga harus diperhatikan seperti ketersediaan SDM di desa yang terampil untuk mengelola usaha. Produk dengan nilai tambah tinggi dan ketersediaan SDM di desa yang terampil juga belum cukup tanpa adanya jaminan pasar bagi produk. Nilai tambah produk tinggi, SDM yang terampil, dan jaminan pasar produk juga masih membutuhkan dukungan faktor lain yang tidak kala pentingnya yaitu kepastian perolehan bahan baku. Dengan demikian, keriteria kunci dalam penentuan produk kakao oalahan unggulan yang akan dikembangkan adalah produk yang dapat memberi nilai tambah ekonomi tinggi, ketersediaan SDM di desa yang terampil, prospek pasar, dan ketersedian bahan baku serta mekanisme mendapatkannya. Berdasarkan pertimbangan sejumlah keriteria, diperoleh skala prioritas pengembangan produk unggulan Agrokakao yakni lemak dan bubuk kakao sebagai produk ikutan. Lemak kakao sebagai salah satu produk turunan dari komoditas kakao menjadi produk kakao olahan unggulan karena dari sejumlah alternatif produk Agrokakao primer yang dianalisis, lemak kakao memiliki nilai ekonomi paling tinggi. Dibandingkan dengan bubuk, mencapai perbandingan enam kali lebih tinggi dari bubuk yang merupakan prioritas kedua. Selain itu lemak, terholong mudah dalam proses produksi, memilki prospek pasar relatif terjamin karena dapat menjadi baku bagi ragam industri pengolahan lanjut dan tidak membutuhkan bahan tambahan dalam proses produksinya. Mengenai bubuk kakao menjadi prioritas setelah lemak karena bubuk merupakan produk sampingan dari lemak yang juga memiliki prospek pasar yang tinggi karena merupakan bahan baku utama proses lanjut untuk berbagai produk jadi cokelat untuk konsumsi. Nilai ekonomi bubuk bila dibandingkan dengan biji kakao relatif sama bahkan terkadang lebih rendah tergantung permintaan dan fluktuasi harga. Oleh karena itu, apabila suatu industri yang akan dibangun dengan tujuan utamanya

112 adalah produk bubuk kakao, maka sudah pasti usaha tersebut tidak layak atau dengan kata lain usaha akan merugi. Untuk mendapatkan produk lemak dan bubuk kakao berkualitas dan berdaya saing tinggi, maka seharusnya strategi pengembangan Agrokakao dilakukan secara terintegrasi antara usaha perkebunan, pascapanen, dan industri pengolahan. Cara demikian akan memudahkan dalam mengontrol mutu produk mulai dari budidaya yang benar, pascapanen yang menikuti tahapan penanganan secra baik sehingga diperoleh biji yang berkualitas untuk bahan baku industri pengolahan. Dengan demikian akan diperoleh produk kakao olahan berkualitas dan berdaya saing tinggi. Hasil analisis AHP penentuan produk unggulan kakao olahan dapat dilihat pada Gambar 20 dan rangkuman tersaji dalam Tabel 14. FOKUS PENGEMBANGAN PRODUK KAKAO OLAHAN UNGGULAN KERITERIA Mdh. Proses 0,0713 N.Tambah 0,3145 B.BAKU 0,1185 SDM 0,2738 Prspk Pasar 0,1888 Teknologi 0,0331 ALTERNATIF Pasta Kakao 0,1568 Lemak Kakao 0,4897 Bubuk Kakao 0,2821 Cake Kakao 0,0714 Gambar 20 Hasil AHP pengembangan produk kakao olahan unggulan.

113 Tabel 14 Hierarki prioritas pengembangan produk kakao olahan unggulan No. Uraian Bobot Prioritas 1. Fokus : Prioritas pengembangan produk kakao olahan unggulan pola-jasa 2. Keriteria pengembangan : 1,000 1 1) Peningkatan nilai tambah komoditas 0,3145 1 2) Ketersediaan SDM yang terampil di desa 0,2738 2 3) Prospek pasar produk 0,1888 3 4) Ketersediaan bahan baku 0,1185 4 5) Kemudahan proses produksi 0,0713 5 6) Kemudahan akses alat dan teknologi 0,0331 6 3. Alternatif pengembangan : 1) Lemak kakao 0,4897 1 2) Bubuk kakao 0,2821 2 3) Kakao pasta 0,1568 3 4) Kakao cake 0,0714 4 Keterangan : Hasil pengolahan AHP Model Pemilihan Teknologi Agrokakao Proses pemilihan teknologi pada hampir semua operasi pengolahan menurut Brown (1994) dibagi dalam dua kategori yaitu (1) pemilihan diantara jenis-jenis peralatan dan mesin-mesin yang berbeda yang mengerjakan proses yang sama, dan (2) pemilihan diantara beberapa proses yang berbeda, tapi menghasilkan produk akhir yang sama. Kategori pertama dapat diartikan skala kapasitas olah, kemampuan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan. Pemilihan Teknologi Fermentasi Biji Kakao Penetuan prioritas teknologi tahapan proses fermentasi biji kakao diawali dengan pengajuan sejumlah alternatif yaitu teknologi fermentasi tradisional, teknologi fermentasi semi-mekanis, dan teknologi fermentasi mekanis (fermentor). Pilihan alternatif dilakukan berdasarkan sejumlah keriteria. Keriteria yang digunakan adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan tingkat penerimaan terhadap sosial budaya masyarakat setempat.

114 Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi tahapan fermentasi berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi hingga terendah secara agregatif adalah kemudahan dalam proses produksi, kemudahan dalam pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja tinggi, biaya pengadaan alat dan mesin, penggunaan energi dan bahan tambah, dan tingkat kesesuaian dengan budaya masyarakat. Hasil analisis menunjukkan kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan tingkat serapan tenaga kerja merupakan keriteria yang paling penting. Hal tersebut didukung oleh konsep bahwa di dalam pemilihan teknologi pada setiap proses selalu menempatkan kemudahan operasi, perawatan dan pemeliharaan menjadi keriteria utama. Alasannya, karena seringkali ketika dari awal pemilihan teknologi tidak tepat, maka akan berdampak pada membengkaknya biaya pemeliharaan dan perbaikan. Pengalaman menunjukakan bahwa seringkali biaya pemeliharaan terhadap suatu alat atu mesin lebih tinggi dari biaya pengadaan awal sehingga dalam peroses pemilihannya harus hati-hati dan selektif. Demikian pula halnya dengan tingkat serapan tenaga kerja yang dalam konteks ini juga menjadi keriteria penting, mengingat salah satu tujuan utama dari rancangan model sistem pengembangan Agrokakao ini adalah mengurangi tingkat pengangguran di desa. Selain keriteria kemudahan proses dan pemeliharaan serta tingkat serapan tenaga kerja, keriteria penentuan alternatif harus juga mempertimbangkan biaya pengadaan yang rendah dan penggunaan energi serta bahan tambah yang juga relatif rendah. Hal ini terkait dengan melambungnya harga BBM dunia dewasa ini yang tentu saja berdampak langsung pada tingginya biaya produksi. Hasil analisis penilaian pakar atas sejumlah keriteria, diketahui alternatif alat dan teknologi fermentasi terbaik untuk kasus rancangan ini adalah teknologi fermentasi semi-mekanis. Teknologi fermentasi semi-mekanis ini relatif murah dibanding teknologi fermentasi mekanis (fermentor). Selain itu teknologi semimekanis dimungkinkan untuk dapat menyerap tenaga kerja relatif lebih banyak, mudah dalam pengadaanya serta ideal untuk perkebunan rakyat dengan asumsi luasan areal 400 hektar. Apabila menggunakan alat atau teknologi fermentasi dengan sistem

115 mekanis, justru akan mengakibatkan pemborosan biaya, sementara tingkat serapan tenaga kerja relatif lebih sedikit. Namun demikian, untuk keperluan proses fermentasi dalam skala besar, maka teknologi sistem mekanis (fermentor) merupakan pilihan yang tepat. Adapun teknologi fermentasi tradisional tidak menjadi pilihan dalam rancangan ini karena dikhawatirkan mutu biji kakao menjadi rendah akibat tidak sempurnanya proses fermentasi yang terjadi. Oleh karena itu, strategi pengembangan Agrokakao berorientasi sentra produksi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan rancangan pengembangan. Untuk jelasnya, hasil analisis tersebut selanjutnya dirangkum dalam Tabel 15. Tabel 15. Prioritas teknologi tahapan fermentasi biji kakao No Alternatif Pilihan Bobot Agregat Prioritas A-1 Teknologi fermentasi sederhana 418.434 2 (tradisional) A-2 Teknologi fermentasi 13.616.720 1 semi-mekanis A-3 Teknologi fermentasi sistem mekanis (fermentor) 20.535 3 Keterangan : Hasil pengolahan teknik MPE Pemilihan Teknologi Pengeringan Biji Kakao Penentuan prioritas alat atau teknologi pengeringan biji kakao diawali dengan mengajukan sejumlah alternatif yaitu teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying), teknologi pengeringan buatan dengan kolektor sinar matahari pelat datar, dan kombinasi teknologi pengeringan penjemuran langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar. Pilihan alternatif dilakukan didasarkan pada sejumlah keriteria. Keriteria yang dimaksud adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, tingkat serapan tenaga kerja, dan tingkat penerimaan sosial budaya masyarakat setempat. Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi pengeringan berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi

116 hingga terendah secara agregatif adalah kemudahan dalam operasi, kemudahan dalam pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja, biaya pengadaan per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, dan tingkat kesesuaian budaya masyarakat. Berdasarkan penilaian pakar atas keriteria menunjukkan bahwa kemudahan operasi, pemeliharaan dan perawatan serta tingkat serapan tenaga kerja merupakan keriteria penentu. Apabila dihubungkan dengan konsep pemilihan teknologi pada setiap proses yang selalu mengedepankan aspek kemudahan operasi dan perawatan sebagai keriteria utama, maka penilaian pakar tersebut adalah tepat. Pembenaran ini dilakukan karena seringkali ketika dari awal kurang tepat dalam menetapka pilihan teknologi akan berdampak langsung pada tingginya biaya produksi. Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali biaya pemeliharaan mesin lebih tinggi dari biaya pengadaan awal sehingga dalam menjatuhkan pilihan harus dilakukan dengan hatihati dan selektif. Demikian halnya tingkat serapan tenaga kerja yang dalam rancangan ini menjadi keriteria penting, mengingat salah satu tujuan utama adalah perluasan kesempatan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran di desa. Namun demikian, selain keriteria kemudahan proses, pemeliharaan dan perbaikan serta tingkat serapan tenaga kerja, keriteria penggunaan energi yang relatif rendah sepatutnya menjadi pertimbangan yang tidak terabaikan. Hal ini terkait dengan kebijakan harga BBM dunia dewasa ini yang cenderung terus melambung yang tentunya akan sangat berdampak langsung terhadap tingginya biaya produksi. Hasil penilaian pakar terhadap sejumlah keriteria, maka alternatif teknologi terbaik adalah teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying). Pengeringan dengan cara penjemuran langsung sinar matahari relatif murah dan mudah dalam operasi, pemeliharaan dan perawatan, murah dalam pengadaan serta ideal untuk perkebunan rakyat pada skala kecil menengah. Pilihan ini tepat apabila dikaitkan dengan salah satu tujuan rancangan pengembangan Agrokakao yaitu teknologi padat karya sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di desa. Sebaliknya apabila menggunakan teknologi pengeringan buatan kolektor sinar matahari pelat datar, akan berdampak pada tingginya biaya investasi dan penggunaan energi yang relatif tinggi. Namun demikian untuk mengatasi kemungkinan

117 terhambatnya proses pengeringan karena perubahan musim yang dapat berpengaruh langsung pada suplai bahan baku industri pengolahan, maka pilihan kedua adalah menggunakan kombinasi pengeringan matahari langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar akan menjadi lebih penting. Hubungannya terhadap sosial budaya masyarakat, teknologi dengan sistem pengeringan menggunakan matahari langsung adalah tepat karena sudah menjadi keseharian masyarakat di desa, sehingga perekrutan tenaga kerja tidak lagi menjadi masalah. Oleh karena itu, strategi pengembangan Agrokakao berorientasi sentra produksi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan rancangan pengembangan. Hasil analisis penilaian pakar secara rinci terangkum dalam Tabel 16. Tabel 16. Prioritas teknologi pengeringan biji kakao No Alternatif Pilihan Bobot Agregat Prioritas A-1 Teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying) A-2 Teknologi pengeringan buatan dengan menggunakan kolektor sinar matahari pelat datar A-3 Kombinasi teknologi pengeringan sinar matahari langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar Keterangan : Hasil pengolahan teknik MPE Pemilihan Teknologi Industri Pengolahan Biji Kakao 13.900.561 1 3.930.765 3 13.899.744 2 Penentuan prioritas teknologi industri pengolahan biji kakao dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao diawali dengan mengajukan sejumlah alternatif teknologi pengolahan berdasarkan kapasitas atau derajat olah mesin. Dasar pertimbangan pengajuan alternatif pilihan teknologi disesuaikan dengan skala perancangan program pengembangan Agrokakao skala usaha kecil dan menengah. Hal tersebut terkait langsung dengan ketersediaan bahan baku. Berdasarkan asumsi yang dibangun yaitu tersedia luas areal kebun produktif 400 hektar dengan tingkat produktivitas 1300 kg biji kakao kering per hektar per tahun menunjukkan bahwa industri yang akan dikembangkan adalah industri skala kecil menengah. Oleh karena

118 itu, pilihan alternatif teknologi pengolahan pada penelitian ini didasarkan pada mesin yang kapasitas produksinya tergolong skala kecil dan menengah. Alternatif pilihan teknologi pengolahan yang dianalisis adalah kapasitas olah biji 250 kg/jam, 500 kg/jam, dan 1000 kg/jam. Proses pemilihan alternatif mempertimbangkan sejumlah keriteria. Keriteria tersebut adalah industri dirancang dalam skala usaha kecil menengah yang akan terkait langsung dengan ketersediaan bahan baku. Keriteria lain adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, ketersediaan bahan baku biji kakao, dan tingkat kemudahan dalam mengakses. Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi pengolahan berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi hingga terendah secara agregatif selain keriteria utama adalah biaya pengadaan mesin, ketersediaan bahan baku, kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, kemudahan mengakses, tingkat serapan tenaga kerja, dan penggunaan energi dan bahan tambah. Hasil penilaian pakar atas sejumlah keriteria penentuan alternatif pilihan, diketahui bahwa biaya pengadaan mesin per unit dan jaminan ketersediaan bahan baku merupakan keriteria yang paling penting. Hal tersebut bertolak belakang dengan konsep pemilihan teknologi pada setiap proses yang selalu mengedepankan aspek kemudahan operasi dan perawatan sebagai keriteria utama. Untuk kasus rancangan program pengembangan Agrokakao ini, keputusan tersebut adalah tepat karena proses pemilihan teknologi lebih mengedepankan pilihan pada keriteria berdasarkan asumsi awal yang telah dibangun, sehingga pilihan lebih mengarah kepada biaya pengadaan dan potensi ketersediaan bahan baku, bukan pada jenis, merk ataupun type. Hasil analisis menunjukkan bahwa mesin dengan kapasitas olah biji 250 kg/jam. Keputusan tersebut benar, mengingat bahan baku yang tersedia setiap tahun sebesar 400 hektar x 1300 kg = 520.000 kg, waktu operasi pabrik 8 jam/hari dengan asumsi hari kerja dalam satu bulan adalah 25 hari, maka lama operasi mesin adalah 200 jam/bulan atau 300 hari/tahun setara dengan mesin berproduksi 2400 jam yang

119 berarti dapat mengolah biji sejumlah 600.000 kg. Apabila dihubungkan dengan kapasitas olah mesin yang tersedia, maka terjadi krisis bahan baku sebesar 80.000 kg per tahun. Untuk mengatasi hal tersebut sehingga mesin tetap berproduksi, maka kekurangan bahan bahan baku dapat diatasi dengan jalan membeli di pasar bebas sebelum produktivitas kebun berhasil ditingkatkan. Kekurangan bahan baku tersebut setara dengan 40 hari proses atau 320 jam. Apabila mesin yang dipilih kapasitas 500 kg/jam atau 1000 kg/jam, maka harus dilakukan penambahan biaya pengadaan sekitar 60-70 persen dari harga mesin kapasitas 250 kg/jam. Selain itu mesin dapat dipastikan tidak beroperasi secara kontinyu karena kekurangan bahan baku. Kecuali kekurangan bahan baku diatasi melalui pembelian di pasar umum walau dengan resiko yang relatif tinggi. Produksi kakao yang tidak merata sepanjang tahun berpeluang menjadi kendala kelangsungan persediaan bahan baku industri pengolahan, maka diperlukan manajemen stock. Manajemen stock berkaitan langsung dengan sistem penyimpanan. Umur simpan biji kakao maksimal tiga bulan sehingga diperlukan teknik penyimpanan first in, first out (masuk dahulu keluar lebih dahulu). Tabel 17. Prioritas teknologi industri pengolahan lemak dan bubuk kakao No Alternatif Pilihan Bobot Agregat Prioritas A-1 Kapasitas 250 kg/jam 777.528 1 A-2 Kapasitas 500 kg/jam 72.508 2 A-2 Kapasitas 1000 kg/jam 36.230 3 Keterangan : Hasil pengolahan MPE Model Strukturisasi dan Kelembagaan Agrokakao Pola-JASA Model strukturisasi sistem dan pengembangan kelembagaan Agrokakao pola- JASA dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode Interpretative Structural Modeliing (ISM). Strukturisasi sistem dan pengembangan kelembagaan yang dianalisis terdiri atas enam elemen yaitu: (1) kebutuhan pengembangan Agrokakao terdiri atas 11 subelemen, (2) kendala utama pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen, (3) tujuan pengembangan

120 Agrokakao ada 13 subelemen, (4) tolok ukur keberhasilan pencapaian pengembangan Agrokakao diurai menjadi 13 subelemen, (5) sektor masyarakat yang terpengaruhi pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen, dan (6) lembaga yang terlibat dalam pengembangan Agrokakao juga terdapat 13 subelemen. Masing-masing subelemen pada setiap elemen selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan teknik ISM. Proses analisis diawali dengan penilaian hubungan kontekstual antara masingmasing subelemen pada setiap elemen melalui proses diskusi secara intensif dengan pakar. Hasil penilaian sejumlah elemen melalui teknik ISM terhadap sistem pengembangan Agrokakao selanjutnya dibahas lebih lanjut. Kebutuhan Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA Berdasarkan survei lapang dan diskusi intensif dengan pakar serta komponen masyarakat lainnya yang peduli tentang perkakaoan berhasil diidentifikai sebanyak 11 sub-elemen kebutuhan pengembangan Agrokakao sebagai berikut: 1 ketersediaan infrastruktur: jalan, jembatan, listrik, dan telekomunikasi (B-1), 2 sarana dan prasarana seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian (B-2), 3 ketersediaan bibit unggul (B-3), 4 ketersediaan teknologi produksi (B-4), 5 ketersediaan SDM di desa yang terampil (B-5), 6 ketersediaan modal dan fasilitas pinjaman (B-6), 7 ketersediaan pengelola Agrokakao yang profesional (B-7), 8 kemudahan birokrasi seperti perizinan, dan perpajakan (B-8), 9 terciptanya stabilitas politik dan moneter (B-9), 10 kemampuan pemenuhan standardisasi mutu (B-10), 11 terbentuknya sistem tataniaga yang terjamin (B-11). Hasil analisis elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao dengan menggunakan teknik ISM diperoleh struktur hierarki sebagaiman ditunjukkan dalam Gambar 21. Selanjutnya subelemen tersebut diplot ke dalam empat sektor untuk mengetahui hubungan DP-D ditunjukkan dalam Gambar 22. Adapun hasil analisis

121 masing-masing subelemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 18. Tabel 18 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao Kode subelemen kendala utama program pengembangan Agrokakao Kode Subelemen B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 B-6 B-7 B-8 B-9 B-10 B-11 DP EK B-1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 12 2 B-2 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 10 4 B-3 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 8 6 B-4 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 8 6 B-5 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 11 3 B-6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 B-7 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 9 5 B-8 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 4 7 B-9 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 4 7 B-10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 8 B-11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 9 D 2 4 9 9 3 1 5 11 11 12 13 LH 8 6 4 4 7 9 5 3 3 2 1 Keterangan: B-1 ketersediaan infrastruktur, B-9 terciptanya stabilitas politik dan moneter, B-2 ketersediaan sarana dan prasarana produksi, B-10 terpenuhinya standardisasi mutu,, B-3 ketersediaan bibit unggul, B-11 adanya jaminan sistem tataniaga, B-4 ketersedian teknologi proses produksi, D = Dependence (ketergantungan), B-5 ketersediaan SDM yang terampil di desa, DP = Driver Power (kekuatan penggerak), B-6 ketersediaan modal dan fasilitas pinjaman, LH = Level hierarki, B-7 adanya pengelola agroindustri kakao profesional, EK = Elemen kunci. B-8 adanya dukungan kemudahan birokrasi Pemerintah, Tabel 18 menunjukkan subelemen kunci kebutuhan program pengembangan Agrokakao adalah permodalan dan fasilitas pinjaman. Namun demikian, dalam pengembangan usaha, modal bukanlah satu-satunya faktor penentu, melainkan ketersediaan infrastrktur berupa jalan, jembatan, irigasi, listrik, dan telekomunikasi; SDM di desa yang terampil, sarana dan prasarana seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin-mesin pertanian; manajemen pengelalo Agrokakao yang profesional, bibit unggul, teknologi budidaya, teknologi pascapanen, sarana dan prasarana produksi, kemudahan birokrasi berupa perizinan, kebijakan perpajakan, stabilitas politik dan moneter, pemenuhan standardisasi mutu, dan adanya jaminan sistem tataniaga, kesemuanya merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Matriks hubungan DP-D menunjukkan sub-elemen kebutuhan akan kemudahan birokrasi birokrasi seperti perizinan dan kebijakan perpajakan, stabilitas politik dan moneter, pemenuhan standardisasi mutu, dan sistem tataniaga yang terjamin masingmasing tergabung dalam sektor Dependent. Variabel yang ada pada sektor ini

122 merupakan variabel terikat yang akan berdampak pada sistem apabila mendapat dukungan dari variabel lainnya. Sub-elemen ketersediaan bibit unggul, teknologi budidaya, pascapanen, dan produksi, berada dalam sektor Lingkage. Sub-elemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil. Dengan demikian, variabel tersebut harus dikaji secara hati-hati mengingat setiap tindakan variabel pada sektor ini akan akan memberi dampak terhadap variabel termasuk umpan balik pengaruhnya dapat memberi dampak yang sangat berarti terhadap sistem. Selanjutnya, subelemen yang tergabung dalam sektor Independen adalah ketersediaan fasilitas permodalan, infrastruktur yang memadai, ketersediaan SDM di desa yang terampil, sarana dan prasarana produksi, dan manajemen pengelola agroindustri kakao yang profesional. Subelemen tersebut merupakan variabel bebas sehingga sering juga disebut bagian sisa dari sistem, namun harus dikaji secara maksimal karena memiliki kekuatan penggerak yang kuat terhadap sistem. B-11. Sistem tataniaga terjamin B-10. Standardisasi mutu B-8. Kemudahan birokrasi B-9. Stabilitas politik danmoneter B3. Bibit unggul B4. Teknologi Proses B7. Manajemen pengelolaan B2. Sarana dan prasarana B5. SDM di desa yang terampil B1. Infrastruktur yang memadai B6. Permodalan usaha Gambar 21 Model struktur hierarki elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao.

123 11 (B6) 10 (B1) D R I V E R 9 INDEPENDENT LINGKAGE 8 (B5) (B3,B4) 7 (B2,B7) 6 P O W E R 5 4 3 AUTONOMOUS DEPENDENT 2 (B8,B9,B10,B11) 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 DEPENDENCE Gambar 22 Matriks hubungan DP-D elemen kebutuhan program pengembangan. Kendala Utama Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA Berdasarkan survei lapang dan diskusi secara intensif dengan pakar serta komponen masyarakat lainnya yang peduli tentang perkakaoan berhasil diidentifikasi sebanyak 13 subelemen dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao sebagai berikut: 1 terbatasnya dana dan modal usaha (K-1); 2 belum memadainya sarana dan prasarana produksi (K-2); 3 belum memadainya infrastruktur (K-3); 4 tidak stabilnya harga produk kakao (K-4); 5 belum ada sinergi usaha kebun, pascapanen, dan industri pengolahan (K-5); 6 terbatasnya jumlah SDM di desa yang terampil (K-6); 7 terbatasnya akses pengadaan teknologi Agrokakao (K-7); 8 buruknya mekanisme birokrasi seperti perizinan dan pajak (K-8); 9 rendahnya produtivitas tanaman dan keseragaman mutu produk (K-9); 10 menurunnya harga jual produk karna kualitas rendah (K-10);

124 11 tidak terjaminnya kontinuitas suplai bahan baku (K-11); 12 rendahnya naluri bisnis di tingkat petani-pekebun (K-12); 13 adanya budaya masyarakat yang cepat puas atas hasil yang dicapai (K-13). Hasil analisis elemen kendala program pengembangan Agrokakao pola-jasa yang terdiri atas 13 subelemen melalui teknik ISM tergambarkan struktur hierarkinya sebagaimana tersaji pada Gambar 23. Sedangkan hubungan DP-D setiap subelemen diketahui dengan cara diplot ke dalam diagram yang terbagi dalam empat sektor sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 24. Mengenai hasil analisis masing-masing subelemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya terangkum dalam Tabel 19. Tabel 19 menunjukkan subelemen kunci dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao adalah keterbatasan dana atau modal usaha. Selain faktor dana atau modal usaha, juga ditemukan kendala lain seperti belum adanya pola pengusahaan Agrokakao yang terintegrasi dan bersinergi, tidak adanya jaminan pasar bagi petani-pekebun atas hasil perkebunannya, dan rendahnya kinerja kelembagaan pemerintah seperti perizinan, birokrasi, dan perpajakan; belum memadainya sarana dan prasarana produksi. Keterbatasan jumlah SDM yang terampil di desa juga merupakan kendala yang perlu mendapat perhatian dalam program pengembangan Agrokakao yang dirancang berorientasi sentra produksi. Kendala masih rendahnya produktivitas dan keseragaman mutu produk kakao termasuk kendala yang memerlukan langkah penanganan lebih serius. Produktivitas perkebunan kakao rakyat per hektar rata-rata baru mencapai kisaran 950 hingga 1300 kg biji kakao kering per tahun atau sekitar 44 persen dari potensi produksi yakni 2500-3000 kg biji kakao kering per hektar, artinya masih dibutuhkan usaha peningkatan produktivitas kebun sekitar 56 persen (Disbun Sulsel, 2003). Kendala lain program pengembangan Agrokakao adalah infrastruktur yang belum memadai, harga produk kakao yang tidak stabil, sulitnya mengakses teknologi pengolahan, kualitas produk biji kakao masih asalan sehingga menurunkan harga jual, kontinuitas suplai bahan baku tidak terjamin, rendahnya naluri bisnis atau jiwa entrepreneur dikalangan petani-pekebun

125 dan masyarakat di desa, dan masih kentalnya budaya masyarakat di desa yang cepat puas dengan hasil yang telah mereka capai. Tabel 19 Hasil Rachability Matriks Final dan Interpretasi elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao Kode Subelemen Kode subelemen kendala utama program pengembangan Agrokakao K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6 K-7 K-8 K-9 K-10 K-11 K-12 K-13 DP EK K-1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 K-2 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 10 4 K-3 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-4 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 2 K-6 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 5 K-7 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-8 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3 K-9 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 8 6 K-10 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-11 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-12 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-13 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 D 1 4 13 13 2 5 13 3 6 13 13 13 13 LH 7 4 1 1 6 3 1 5 2 1 1 1 1 Keterangan: K-1 terbatasnya dana dan modal usaha; K-2 belum memadainya sarana dan prasarana produksi; K-3 belum memadainya infrastruktur; K-4 harga produk Agrokakao tidak stabil; K-5 belum adanya sinergi usaha antara kebun, pascapanen, industri pengolahan, dan pemasaran; K-6 terbatasnya jumlah SDM di desa yang berkualias; K-7 terbatasnya akses pengadaan paket teknologi Agrokakao; K-8 rendahnya kinerja kelembagaan seperti: perizinan, birokrasi, dan kebijakan perpajakan; K-9 rendahnya produtivitas kebun dan keseragaman produk; K-10 menurunnya harga jual produk karena kualitas rendah; K-11 tidak terjaminnya kontinuitas suplai bahan baku; K-12 rendahnya naluri bisnis di tingkat pekebun; K-13 adanya budaya masyarakat yang cepat puas atas hasil usaha yang telah dicapai. D = Dependent (Tingkat ketergantungan) DP = Driver Power (Penggerak Kekuatan) LH = Level hierarki EK = Elemen kunci Matriks hubungan DP-D pada Gambar 24 menunjukkan bahwa subelemen dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao yang termasuk dalam sektor Dependent adalah keterbatasan jumlah SDM di desa yang terampil dan rendahnya kinerja birokrasi seperti perizinan dan kebijakan perpajakan. Subelemen yang pada sektor ini merupakan variabel terikat yang memiliki ketergantungan yang demikian tinggi dari variabel lainnya. Berdasarkan kenyataan yang ada, komponen

126 birokrasi dan kebijakan pemerintahlah yang tidak berpihak kepada pengembangan agroindustri selama ini sebagai salah satu penyebab tidak berkembangnya investasi Agrokakao sekaligus menjadi pemicu peningkatan ekspor produk kakao dalam bentuk biji kakao kering. Kebijakan yang dimaksud adalah peraturan tentang beban tarif yang tidak dikenakan bagi eksportir biji kakao kering, sedangkan investasi industri pengolahan di Indonesia dikenai beban PPN 10 persen dan pada saat melakukan ekspor produk olahan, baik produk primer maupun produk jadi, kembali dikenakan beban PPN 15 persen. Dengan demikian, total beban pajak yang harus ditanggung industri pengolahan mencapai 25 persen. Berbeda halnya, ketika impor produk maupun produk jadi kakao yang hanya dikenakan beban PPN 5 persen. K3.Belum memadainya infrastruktur di desa K3.Tidak stabilnya harga produk kakao K7.Terbatasnya akses paket teknologi Agrokakao K10.menu runnya harga karena kualitas rendah K11.Tidak terjaminnya kontinuitas bahan baku K12.Rendahnya naluri entrepreneurship di tingkat petani K13.Adanya budaya cepat puas atas hasil yang telah dicapai K-9. Rendahnya produktivitas kebun kakao K-6. Terbatasnya jumlah SDM terampil di desa K-2. Belum memadainya sarana dan prasarana K-8. Belum efektifnya lembaga usaha K-5. Belum ada pola sinergi usaha K-1. Terbatasnya modal dan dana Gambar 23 Model struktur hierarki elemen kendala utama pengembangan Agrokakao Subelemen yang termasuk dalam sektor Linkage adalah infrastruktur belum mamadai, harga produk Agrokakao tidak stabil, keterbatasan akses teknologi, rendahnya kualitas produk kakao membut harga jual menurun, kontinuitas suplai bahan baku tidak terjamin, rendahnya naluri bisnis atau jiwa entrepreneur di tingkat petani-pekebun, dan masih kentalnya budaya masyarakat di desa yang cepat puas atas

127 hasil usaha yang telah dicapai. Subelemen yang terdapat pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil sehingga harus dikaji secara hati-hati, karena setiap tindakan variabel akan memberi dampak terhadap variabel lainnya termasuk umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak terhadap kinerja sistem. Kendala keterbatasan dana dan modal usaha, keterbatasan sarana dan prasarana produksi, belum adanya pola pengusahaan kakao secara efektif, serta rendahnya produkstivitas kebun, kesemuanya tergabung dalam sektor Independent. Subelemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel bebas sehingga sering juga disebut bagian sisa dari sistem, namun memiliki kekuatan penggerak yang tinggi sehingga variabel tersebut harus dikaji secara maksimal. Uraian di atas memberi isyarat bahwa apabila pemerintah dan kita semua sepakat memandang bahwa pengembangan agroindustri termasuk agroindustri kakao di Indonesia dapat menjadi penghela perekonomian bangsa, dibarengi oleh keinginan untuk melakukan pengembangan agroindustri untuk mendapatkan nilai tambah yang sebesar-besarnya dari komoditas, maka pekerjaan awal yang harus dilakukan adalah merevisi kebijakan atau peraturan pemerintah mengenai beban tarif yang menjadi penghambat berkembangnya investasi agroindustri di tanah air. Kalau kebijakan tersebut telah direvisi ke arah yang berpihak kepada pengembangan agroindustri dibanding dengan ekspor dalam bentuk bahan baku biji kakao kering dan menjadikan beban tarif bagi produk impor berimbang dengan beban ekspor, maka dapat diyakini bahwa agroindustri untuk menciptakan nilai tambah dari komoditas akan berkembang secara signifikan.

128 D R I V E R P O W E R 13 (K1) 12 (K5) K (3,4,7,10,11,12,13) 11 (K2) 10 9 INDEPENDENT LINGKAGE 8 (K9) 7 6 5 (K6) 4 (K8) 3 AUTONOMOUS DEPENDENT 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 DEPENDENCE Gambar 24 Matriks hubungan DP-D elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao. Tujuan Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA Berdasarkan hasil survei lapang dan diskusi intensif dengan pakar serta komponen masyarakat berkaitan dengan tujuan program pengembangan Agrokakao akhirnya ditetapkan sebanyak 13 subelemen sebagai berikut: 1 peningkatan produktivitas tanaman kakao (T-1); 2 peningkatan volume dan keseragaman produk kakao olahan (T-2); 3 penciptaan peluang Agrokakao secara terintegrasi (T-3); 4 peningkatan daya saing Agrokakao di pasar domestik dan ekspor (T-4); 5 perkuatan struktur ekonomi daerah melalui sinergisitas usaha (T-5); 6 penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan berusaha (T-6); 7 peningkatan nilai tambah pengembangan industri secara terintegrasi (T-7); 8 peningkatan dan penghematan devisa negara (T-8); 9 peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat (T-9); 10 percepatan pembangunan ekonomi daerah (T-10); 11 peningkatan dan penyebaran industri yang lebih merata (T-11); 12 peningkatan kualitas SDM khususnya sub-sektor Agrokakao (T-12); 13 peningkatan peran masyarakat dalam melakukan investasi di pedesaan (T-13).

129 Hasil identifikasi elemen tujuan pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen melalui analisis teknik ISM diperoleh struktur hierarki sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 25. Selanjutnya subelemen tersebut diplot ke dalam diagram yang terbagi dalam empat sektor untuk mengetahui hubungan DP-D sebagaimana Gambar 26. Hasil analisis masing-masing subelemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 20. Tabel 20 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen tujuan program pengembangan Agrokakao Kode subelemen tujuan program strategi sistem pengembangan Agrokakao Kode Sub elemen T-1 T-2 T-3 T-4 T-5 T-6 T-7 T-8 T-9 T-10 T-11 T-12 T-13 DP EK T-1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 13 2 T-2 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 2 T-3 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-4 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-5 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-6 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 T-8 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 2 4 T-9 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-10 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-11 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-12 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11 3 T-13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5 D 2 11 11 11 11 11 1 12 11 11 11 11 13 LH 4 3 3 3 3 3 5 2 3 3 3 3 1 Keterangan: T-1 peningkatan produktivitas dan produksi tanaman kakao; T-2 peningkatan volume dan keseragaman produk kakao olahan; T-3 penciptaan peluang pengembangan aagrokakao secara terintegrasi; T-4 peningkatan daya saing Agrokakao baik di pasar domestik maupun ekspor; T-5 perkuatan struktur ekonomi daerah melalui sinergisitas usaha; T-6 penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan berusaha; T-7 peningkatan nilai tambah komoditas melaui usaha secara terintegrasi dan bersinergi; T-8 peningkatan dan menghemat devisa negara; T-9 peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat; T-10 percepatan laju pembangunan ekonomi daerah; T-11 peningkatan dan penyebaran industri yang lebih merata; T-12 peningkatan kualitas SDM khususnya subsektor Agrokakao melalui alih teknologi; T-13 peningkatan peran serta masyarakat dalam melakukan investasi pembangunan; D = Dependence (tingkat ketergantungan); DP = Driver Power (kekuatan penggerak); LH = Level Hierarki; EK = Elemen Kunci. Tabel 20 menunjukkan bahwa subelemen kunci dari elemen tujuan program pengembangan Agrokakao adalah peningkatan nilai tambah melalui pengembangan Agrokakao secara terintegrasi dan bersinergi melalui manajemen jejaring usaha.