PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK
|
|
- Dewi Yanti Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai bentuk utama pengelolaan PBK. Pengelolaan PBK yang belum mengacu pada kebijakan perlindungan tanaman, prinsip-prinsip PHT dapat mengancam keberlanjutan perkebunan kakao rakyat. Oleh karena itu ketidakberlanjutan perkebunan memerlukan perancangan kembali bentuk pengelolaan PBK. Sebagaimana disebutkan baik dalam Undang Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman maupun Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman bahwa budidaya tanaman secara sehat dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan penanganan perlindungan menggunakan konsep PHT. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 390/Kpts/TP.600/5/1994 tentang Penyelenggaraan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu menyebutkan bahwa PHT menciptakan landasan bagi pembangunan perkebunan berkelanjutan. Dengan cara ini pengelolaan PBK berpotensi meningkatkan keberlanjutan perkebunan. Berdasarkan ketersediaan sumberdaya maka kegiatan-kegiatan PHT yang dapat dilakukan antara lain memanfaatkan limbah kakao, menggunakan musuh alami, analisis data-data OPT, penguatan nilai-nilai sosial pekebun, serta penguatan kapasitas kelembagaan pekebun dan penunjang. Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK Bentuk manajemen pengelolaan sebuah kebijakan pada umumnya meliputi perumusan visi, misi, strategi, kebijakan, dan lembaga terkait (David 2002). Visi adalah pandangan ke depan terhadap suatu kebijakan dan upaya mewujudkannya. Visi diperlukan untuk meningkatkan motivasi, memberi nilai tambah, meramalkan masa depan, dan menciptakan kreativitas para pengambil kebijakan (Ilyas 2006). Misi merupakan karakteristik nilai-nilai, prioritas bentuk produk dan tujuan pasar suatu kebijakan yang membedakan dari kebijakan lainnya. Strategi merupakan cara
2 150 untuk mencapai sasaran jangka panjang sedangkan untuk mencapai sasaran tahunan dirumuskan dalam bentuk kebijakan. Kebijakan dapat berupa pedoman, peraturan, dan kegiatan guna mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam kaitannya dengan pengelolaan PBK, visi dengan menggunakan prinsip-prinsip PHT dituangkan dalam suatu kebijakan yang perlu dikelola sepenuhnya sejalan dengan perumusan kebijakan tersebut. Visinya adalah terciptanya perkebunan kakao rakyat yang produktif, meningkatkan pendapatan, dan berkelanjutan. Misi pengelolaan PBK terkait dengan visi tersebut adalah menghasilkan biji kakao yang bermutu dan proses produksi kakao dengan minim dampak negatif terhadap lingkungan. Dalam standar mutu biji kakao (SNI ), mutu biji kakao memiliki bentuk produksi tinggi yang ditandai oleh ukuran biji atau jumlah biji per 100gr, bebas residu pestisida, serta pengolahan biji kakao dan penanganan pasca panen secara tepat. Dalam upaya mewujudkan visi dan misi pengelolaan PBK yang bersifat jangka panjang maka perlu mengatasi kendala-kedala yang ditemukan. Kendala pengelolaan PBK adalah belum teraktualisasi nilai-nilai sosial dalam melakukan pengelolaan PBK serta belum optimalnya peran pengawasan peredaran dan penggunaan pestisida dan pupuk. Untuk itu maka dirumuskan strategi pengelolaan PBK yang menerapkan prinsip-prinsip PHT. Strategi pengelolaan PBK adalah menguatkan PHT PBK melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dengan cara peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun sehingga pekebun mampu meningkatkan mutu produk kakao yang dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun global. Pengetahuan yang diperlukan adalah terkait penyediaan sarana produksi, peningkatan produksi, penanganan pasca panen, pengembangan pasar yang didukung oleh analisis pasar, serta manajemen kelompok pekebun beserta lembaga penunjangnya. Dengan demikian kelompok pekebun diharapkan mampu melakukan pengelolaan PBK secara mandiri dengan prinsip-prinsip PHT yaitu penanganan budidaya kakao secara sehat yang dikuatkan dengan kegiatan-kegiatan penyediaan benih bermutu/tahan PBK, pemanfaatan limbah kakao, pemanfaatan musuh alami, pengembangan ambang kendali PBK, peramalan
3 151 PBK, peningkatan mutu dan efektivitas mata rantai pemasaran, peningkatan nilainilai sosial, peningkatan kapasitas kelembagaan pekebun beserta lembaga penunjangnya. Bentuk Kebijakan Pengelolaan PBK Penerapan kebijakan guna menjamin terlaksananya strategi pengelolaan PBK dengan menerapkan PHT atau sebagai suatu kebijakan meliputi: (1) pelaksanaan koordinasi, (2) pengelolaan insentif, (3) pemberdayaan alumni SLPHT, (4) peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun, (5) penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur/sarana prasarana, (6) peningkatan kemitraan, serta (7) pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. Koordinasi adalah kebijakan untuk menyatukan visi dan misi serta menyelaraskan strategi dan kegiatan sehingga dapat mencapai sasaran dan tujuan pengelolaan PBK yang telah ditentukan. Kebijakan pengelolaan insentif dalam bentuk pengelolaan pendapatan dari nilai tambah, pengelolaan bantuan sarana produksi, serta kompensasi dari pengelolaan PBK dengan menerapkan prinsip-prinsip PHT. Kebijakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dilakukan dalam bentuk pelatihan, sekolah lapang, dan demonstrasi plot. Infrastruktur/sarana prasarana berbentuk pembangunan jalan dan jembatan, penyediaan sarana pengeringan biji kakao dan gudang penyimpanan. Kemitraan berbentuk kerjasama kelompok pekebun dengan lembaga terkait untuk memenuhi kebutuhan pembaharuan pengetahuan dan keterampilan pekebun, pengembangan PHT PBK, peningkatan kapasitas kelembagaan, penanganan pasca panen, dan pengembangan pasar. Kebijakan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan cara mengembangan standar, memantau, dan melakukan kontrol terhadap penerapan PHT dan dampaknya terhadap lingkungan. Pelaku pengelolaan PBK dengan penerapan prinsip-prinsip PHT adalah kelompok pekebun yang didukung oleh stakeholder yang terdapat di setiap strata administrasi. Kebijakan pengelolaan PBK pada setiap strata administrasi disajikan pada Tabel 17.
4 152 Tabel 17 Matriks kebijakan Pengelolaan PBK setiap stakeholder pada berbagai strata adminstrasi No. Strata administrasi/ Stakeholder A. Provinsi 1. Dinas Perkebunan 2. Pemerintah Provinsi 3. Badan Koordinasi Penyuluhan 4. Dinas Perdagangan 5. Dinas Pekerjaan Umum 6. Badan Pertanahan 8. Asosiasi Kakao 9. Dinas Koperasi UKM dan Penanaman Modal Daerah 10. Lembaga Penelitian/Pengkajian/ Perguruan Tinggi 11. LSM B. Kabupaten 1. Dinas Perkebunan 2. Pemerintah Kabupaten 3. Badan Pelaksana Penyuluhan 4. Dinas Koperasi/ Perindustrian/ Perdagangan 5. Asosiasi Kakao 6. Dinas Pekerjaan Umum 7. Badan Pertanahan C. Kecamatan 1. Dinas Perkebunan 2. Pemerintah Kecamatan 3. Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan D. Kelompok Pekebun 1. Fungsi Sarana Prasarana 2. Fungsi Produksi 3. Fungsi Pengendalian PBK 4. Fungsi Pasca Panen 5. Fungsi Pemasaran 6. Fungsi Koperasi Koordinaslaan Pengelo- insentif Pemberdayaan alumni SLPHT Kebijakan*) Peningkatan pengetahuan& keterampilan pekebun Sarana prasarana/ Infrastruktur Kemitraan Pemantauan dan Evaluasi Keterangan: *) mengacu pada kebijakan kelempok pekebun dan tugas dan fungsi masing-masing lembaga penunjang
5 153 Tabel 17 menjelaskan bahwa kebijakan pada tingkat provinsi diutamakan pada pelaksanaan koordinasi, penyediaan infrastruktur, pelaksanaan kemitraan serta pemantauan dan evaluasi. Pada tingkat kabupaten selain menerapkan kebijakan pelaksanaan koordinasi, penyediaan infrastruktur serta pemantauan dan evaluasi, juga kebijakan pengelolaan insentif, pemberdayaan alumni SLPHT, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun. Pada tingkat kecamatan diutamakan kebijakan pelaksanaan koordinasi, pemeliharaan infrastruktur/sarana prasarana, serta pemantauan dan evaluasi. Pada kelompok pekebun diutamakan adalah kebijakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun, pengelolaan insentif, pemberdayaan alumni SLPHT, dan peningkatan kemitraan. Rincian kebijakan pada setiap strata administrasi dan kelompok pekebun sebagai berikut. Tingkat Provinsi Pada tingkat provinsi kebijakan diutamakan adalah pelaksanaan koordinasi, penyediaan infrastruktur serta pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. Pelaksanaan koordinasi dilakukan dengan menyatukan visi dan misi para stakeholder, serta menyelaraskan penerapan strategi dan kegiatan pengelolaan PBK antar kabupaten. Penyelarasan strategi dan kegiatan antar kabupaten dapat berbentuk kegiatan yang saling melengkapi satu sama lain, menunjang kegiatan di sentra-sentra produksi, maupun mendorong tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan PBK di setiap kecamatan. Kegiatan pengelolaan PBK yang bersifat saling melengkapi antar kabupaten adalah : 1) penyediaan tenaga alumni SLPHT dari satu kabupaten untuk mendukung kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun di kabupaten lainnya. 2) penyediaan bibit bermutu/tahan PBK, penyediaan pupuk dan pestisida bagi kabupaten yang membutuhkan. Kegiatan yang bersifat menunjang sentra produksi kakao adalah pemasaran bersama kakao. Kegiatan yang bertujuan untuk mendorong tercapainya sasaran dan tujuan pengelolaan PBK adalah pemerataan kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi pekebun. Peningkatan kapasitas
6 154 kelembagaan pekebun di setiap kabupaten, pengembangan PHT PBK di setiap kabupaten, penanganan pascapanen dan pemasaran kakao. Kebijakan penyediaan infrastruktur dilakukan dengan membangun dan memelihara infrastruktur jalan provinsi dan jembatan yang menghubungkan satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Jalan provinsi merupakan fasilitas bagi kelompok pekebun untuk distribusi sarana produksi dan pemasaran biji kakao. Pada tingkat provinsi dapat pula dilakukan kemitraan dengan kelompok pekebun dalam hal transfer teknologi untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan pekebun. Kebijakan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan perumusan standar, norma, dan prosedur melalui penerapan strategi pengelolaan PBK sehingga dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Sasaran pengelolaan PBK yang penggunakan prinsip-prinsip PHT adalah terciptanya PHT PBK yang dapat menurunkan serangan PBK dengan dampak negatif terhadap pekebun dan lingkungan minimal, serta pendapatan dan kualitas hidup pekebun meningkat di setiap kabupaten. Peningkatan pendapatan dicapai apabila pendapatan pekebun mampu memenuhi kebutuhan hidup layak rumah tangganya. Kualitas hidup pekebun tercapai apabila pekebun mampu mengembangkan PHT PBK secara terus menerus, produksi kakao bermutu, serta melakukan proses produksi yang aman bagi pekebun dan lingkungannya. Tingkat Kabupaten Pada tingkat kabupaten kebijakan yang diutamakan selain melakukan koordinasi, menyediakan infrastruktur/sarana prasarana, melakukan pemantauan dan evaluasi, juga melakukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun, pengelolaan insentif, kemitraan, dan pemberdayaan SLPHT. Koordinasi dilakukan dengan menyatukan visi dan misi, serta menyelaraskan strategi dan kegiatan-kegiatan pada tingkat provinsi dan kecamatan sehingga dapat mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan penyediaan infrastruktur adalah penyediaan sarana jalan dan jembatan yang menghubungkan satu kecamatan dengan kecamatan lainnya, sarana
7 155 pengeringan biji kakao, dan penyediaan gudang penyimpanan kakao. Kebijakan pemantauan dan evaluasi pengelolaan PBK dilakukan dengan merumuskan standarstandar kegiatan pengelolaan PBK. Tolok ukur kebijakan pemantauan dan evaluasi adalah tercapainya sasaran pengelolaan PBK di setiap kecamatan. Pengelolaan insentif diberikan kepada kecamatan yang mampu mengembangkan PHT PBK agar pengembangan perkebunan kakao rakyat minimal dampak negatif terhadap pekebun dan lingkungan. Insentif dapat diberikan dalam bentuk pemberian dana atau peningkatan kegiatan bagi kecamatan yang mampu menerapkan strategi pengelolaan PBK. Kebijakan pemberdayaan alumni SLPHT melalui kegiatan tindak lanjut SLPHT guna meningkatkan penyebaran pengetahuan dan keterampilan pekebun serta mendorong penerapan strategi pengelolaan PBK. Kebijakan kemitraan pada tingkat kabupaten adalah penyampaian informasi pemasaran kakao, sehingga kelompok pekebun dapat melakukan analisis pemasaran dan memahami peluang-peluang pemasaran kakao di tingkat kecamatan. Tingkat Kecamatan Pada tingkat kecamatan kebijakan yang diutamakan adalah melakukan koordinasi, penyediaan sarana prasarana, dan pemeliharaan infrastruktur, serta melakukan pemantauan dan evaluasi. Koordinasi dilakukan dengan cara menyatukan visi dan misi stakeholder, serta strategi dan kegiatan pengelolaan PBK yang berada di tingkat kabupaten dan kelompok pekebun. Penyatuan strategi diwujudkan dalam bentuk penyelarasan kebijakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan antar kelompok pekebun agar dapat mencapai sasaran dan tujuan pengelolaan PBK di setiap kelompok pekebun. Pemeliharaan infrastruktur jalan kecamatan dan jembatan, penyediaan dan pemeliharaan sarana lahan percobaan, pembuatan dan pemeliharaan jalan desa, pemeliharaan gudang penyimpanan dan pasca panen. Kebijakan pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan di tingkat kelompok pekebun. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan melalui perumusan
8 156 standar, norma, dan prosedur dalam pelaksanaan kegiatan di setiap kelompok pekebun. Keberhasilan penerapan kebijakan pemantauan dan evaluasi ditentukan dari tercapainya sasaran pengelolaan PBK di setiap kelompok pekebun. Tingkat Kelompok Pekebun Pada tingkat kelompok pekebun kebijakan yang diutamakan adalah melakukan pengelolaan insentif, pemberdayaan alumni SLPHT, peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun, penyediaan sarana kerja, dan pelaksanaan kemitraan dengan stakeholder terkait. Pengelolaan insentif dilakukan oleh fungsi koperasi dari peningkatan nilai tambah pengelolaan PBK dengan prinsip-prinsip PHT. Kebijakan pemberdayaan alumni SLPHT adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pekebun dengan kegiatan tindak lanjut SLPHT guna mendukung pengelolaan PBK. Kelompok pekebun dapat pula menyisihkan pendapatan dari nilai tambah penerapan PHT untuk mendanai pelaksanaan tindak lanjut SLPHT serta pengadaan dan pemeliharaan sarana produksi. Sarana produksi adalah sarana kerja produksi dan pengendalian PBK, sarana pengeringan kakao, dan gudang penyimpanan. Kebijakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun juga dapat dilakukan dengan melaksanakan kebijakan kemitraan dengan lembaga pengkajian/perguruan tinggi, dan LSM. Kemitraan juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan dana dari insentif nilai tambah yang dikelola oleh fungsi koperasi. Pengawasan dan evaluasi terhadap efektivitas fungsi-fungsi kelompok pekebun dalam menerapkan strategi pengelolaan PBK, yang dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan kelompok pekebun. Kelembagaan Pengelolaan PBK Sebagaimana kebijakan pengelolaan PBK yang telah diuraikan sebelumnya, maka pelaksanaan kebijakannya juga melibatkan stakeholder yang berada di setiap strata administrasi. Kelembagaan pengelolaan PBK dengan prinsip-prinsip PHT sebagai berikut.
9 157 Tingkat Provinsi Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa, pada tingkat provinsi kebijakan yang diutamakan adalah 1) pelaksanaan koordinasi, 2) penyediaan infrastruktur/sarana prasarana, dan 3) pelaksanaan evaluasi dan pemantauan terhadap penerapan strategi dan kegiatan pengelolaan PBK serta dampaknya terhadap pekebun dan lingkungan. Pelaksanaan koordinasi dilakukan oleh semua stakeholder guna menyatukan visi dan misi, serta menyelaraskan strategi dan kegiatan-kegiatan antar kabupaten. Dalam penerapan strategi dan kegiatan-kegiatan di atas dikaitkan dengan tugas dan kewenangan lembaga terkait, maka diperlukan keterlibatan berbagai lembaga. Lembaga yang memiliki tugas dan kewenangan yang sejalan dengan kebijakan kemitraan adalah adalah Balai Penyuluhan, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi/Perguruan Tinggi, LSM, dan Asosiasi Kakao. Balai Penyuluhan berperan dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun sehingga mampu meningkatkan kapasitas kelembagaannya. Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi/Perguruan Tinggi dan LSM berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pekebun dalam mengembangkan PHT PBK. Asosiasi Kakao berperan dalam menyediakan informasi bagi pengembangan pemasaran kakao rakyat. Lembaga yang memiliki tugas dan kewenangan dalam kebijakan penyediaan infrastruktur/sarana prasarana adalah Pemerintah daerah yang terdapat di setiap strata administrasi. Kebijakan koordinasi dilakukan oleh setiap stakeholder agar tercipta kesepahaman dan keselarasan kegiatan. Kebijakan pemantauan dan evaluasi pengembangan PHT PBK, peningkatan kapasitas kelembagaan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, penanganan pasca panen dan penanganan efektivitas mata rantai pemasaran adalah tugas dan kewenangan Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Dinas Perindustrian, dan Dinas Perdagangan. Untuk mendukung penerapan strategi dan kegiatan pengelolaan PBK, maka kebijakan pemantauan dan evaluasi perlu didukung oleh Dinas Koperasi dan Dinas Pekerjaan Umum. Dinas Koperasi memiliki tugas dan kewenangan dalam pelaksanaan pemantauan dan
10 158 evaluasi terhadap strategi pengelolaan insentif yang dilakukan oleh koperasi kelompok pekebun. Dinas Pekerjaan umum memiliki tugas dan kewenangan dalam pemeliharaan infrastruktur jalan. Dengan demikian lembaga yang terlibat dalam pengelolaan PBK di tingkat provinsi adalah Pemerintah Provinsi, Badan Penyuluhan, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi/Perguruan Tinggi, LSM, dan Asosiasi Kakao yang merupakan lembaga pendamping kelompok pekebun. Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Pekerjaan Umum yang merupakan lembaga pengontrol kelompok pekebun. Untuk menyatukan visi, dan misi, serta menyelaraskan strategi dan kegiatan-kegiatan pengelolaan PBK diperlukan kebijakan koordinasi yang dilaksanakan oleh semua stakeholder yang berada di tingkat provinsi dan kabupaten. Tingkat Kabupaten Pada tingkat kabupaten kebijakan yang diterapkan adalah 1) pelaksanaan koordinasi, 2) pengelolaan insentif, 3) peningkatan kapasitas alumni SLPHT, 4) peningkatan pengetahuan dan keterampilan, 5) penyediaan infrastruktur/sarana prasarana, 6) pelaksanaan kemitraan, serta 7) pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. Pengelolaan insentif dalam bentuk peningkatan nilai tambah maupun pemberian insentif dari penerapan strategi pengelolaan PBK bagi kelompok pekebun. Pengelolaan insentif merupakan kewenangan pemerintah kabupaten untuk mendorong pengelolaan PBK dengan prinsip-prinsip PHT di setiap kecamatan. Kebijakan peningkatan kapasitas alumni dalam kegiatan tindak lanjut SLPHT dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun merupakan kewenangan Balai Penyuluhan pada setiap kecamatan. Kebijakan penyediaan infrastruktur/sarana prasarana merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten. Pelaksanaan kemitraan dilakukan oleh Asosiasi Kakao yang memiliki kewenangan dalam memberi informasi perkembangan pemasaran kakao di pasar lokal maupun global. Kebijakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi dan kegiatan pengelolaan
11 159 PBK adalah tugas dan kewenangan Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi/UKM, Dinas Perindustrian/Perdagangan, dan Dinas Pekerjaan Umum. Dengan demikian maka stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan PBK pada tingkat kabupaten adalah Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Peternakan, Pemerintah Kabupaten, Asosiasi Kakao Kabupaten Kolaka, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian, dan Perdagangan, serta Dinas Pekerjaan Umum. Untuk mengefektifkan penyamaan visi dan misi serta menyelaraskan penerapan strategi dan kegiatan pengelolaan PBK maka stakeholder yang berada di tingkat kabupaten perlu melakukan koordinasi dengan stakeholder di tingkat kabupaten, provinsi dan kecamatan. Kebijakan koordinasi pada tingkat kabupaten cukup kompleks sehingga membutuhkan pengelolaan stakeholder secara terintegrasi. Tingkat Kecamatan Pada tingkat kecamatan kebijakan yang diutamamakan adalah 1) peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun, 2) pemeliharaan infrastruktur, 3) pemantauan dan evaluasi, dan 5) pelaksanaan koordinasi. Pada tingkat kecamatan kebijakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun adalah tugas dan kewenangan Balai Penyuluhan Pertanian. Kebijakan pemeliharaan infrastruktur/sarana prasarana adalah tugas dan kewenangan pemerintah kecamatan. Demikian pula kebijakan pemantauan dan evaluasi adalah tugas dan kewenangan Dinas Perkebunan. Dengan demikian maka lembaga yang terlibat dalam pengelolaan PBK di tingkat kecamatan adalah Balai Penyuluhan Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Pemerintah Kecamatan. Ketiga stakeholder perlu melakukan koordinasi dengan guna menyatukan visi dan misi serta menyelaraskan strategi dan kegiatan-kegiatan pengelolaan PBK. Koordinasi dilakukan oleh stakeholder yang berada di tingkat kecamatan maupun kelompok pekebun sesuai tugas dan kewenangan yang dimiliki. Berdasarkan uraian di atas maka dalam pelaksanaan strategi dan kegiatan pengelolaan PBK, kelompok pekebun memerlukan dukungan lembaga penunjang yang meliputi lembaga pendamping dan pengontrol. Lembaga pendamping adalah
12 160 lembaga yang berperan dalam penyediaan jasa transfer teknologi, penyediaan informasi pasar lokal dan global, pemberdayaan pekebun, dan penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur. Lembaga pengontrol berperan dalam pemantauan dan evaluasi sehingga dapat tercapai sasaran pengelolaan PBK dengan prinsip-prinsip PHT. Oleh karena itu maka lembaga pendamping terdiri atas Balai Penyuluhan, Pemerintah Kecamatan, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi/Perguruan Tinggi, LSM, dan Asosiasi Kakao. Lembaga pengontrol terdiri atas adalah Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan, dan Dinas Pekerjaan Umum. Penguatan kapasitas lembaga penunjang dilakukan dengan mengefektifkan dan mengintegrasikan kebijakan dan kegiatan yang berada di setiap strata administrasi dan kelompok pekebun. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN Penelitian ini menemukan bahwa untuk menciptakan perkebunan kakao rakyat berkelanjutan, maka pengelolaan PBK perlu menerapkan prinsip-prinsip PHT. Dalam perkebunan kakao rakyat berkelanjutan, pengelolaan PBK dengan menerapkan prinsip-prinsip PHT adalah memiliki: 1. Visi yang menciptakan perkebunan kakao rakyat yang produktif, meningkatkan pendapatan, dan berkelanjutan. Misi yang mampu menghasilkan biji kakao yang bermutu dan proses produksi kakao dengan minim dampak negatif terhadap lingkungan 2. Strategi pengelolaan PBK yang dapat menguatkan PHT PBK melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dengan cara peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun sehingga pekebun mampu meningkatkan mutu produk kakao yang dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun global. 3. Kebijakan pengelolaan PBK pada setiap strata administrasi. Kebijakan dititikberatkan di tingkat kabupaten karena kewenangan dan alokasi pendanaan
13 161 yang dimiliki. Kebijakan di tingkat provinsi dan kecamatan diutamakan dalam pelaksanaan koordinasi dan kontrol terhadap kebijakan dan kegiatan pengelolaan PBK yang berada di tingkat kabupaten. 4. Kelompok pekebun yang mandiri dalam pengelolaan PBK yang didukung oleh lembaga penunjang yang efektif. 5. Lembaga penunjang yang terdiri dari lembaga pendamping dan pengontrol. Lembaga Lembaga pendamping adalah Balai Penyuluhan, Pemerintah daerah, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian/Perguruan Tinggi, LSM, dan Asosiasi Kakao. Lembaga pengontrol adalah Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan, serta Dinas Pekerjaan Umum yang berperan sebagai pengontrol pengelolaan PBK. Saran Guna mendukung penerapan pengelolaan PBK mencapai perkebunan berkelanjutan di Kabupaten Kolaka, maka di tingkat kabupaten diperlukan kebijakan pembentukan suatu forum pengembangan dan pengendalian kakao rakyat yang berperan dalam pelaksanaan koordinasi, pemantauan dan evaluasi, pemberian insentif, pemberdayaan alumni SLPHT, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun. Untuk mendukung kebijakan tersebut maka 1) pada tingkat provinsi diperlukan penguatan kebijakan pelaksanaan koordinasi, pemantauan dan evaluasi, dan penyediaan infrastruktur. 3) pada tingkat kecamatan diperlukan penguatan kebijakan pelaksanaan koordinasi, serta pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pengelolaan PBK. 4) pada tingkat kelompok pekebun diperlukan penguatan kebijakan peningkatan kemandirian pekebun dalam bentuk peningkatan kemitraan dan pengelolaan insentif. Dengan demikian diharapkan pemerintah pusat dapat mempercepat desentralisasi kebijakan terkait perkebunan berkelanjutan untuk menguatkan peran kelompok pekebun dan lembaga penunjangnya pada setiap strata administrasi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia
Lebih terperinciTUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 Kedudukan Satuan Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, ditetapkan berdasarkan
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan
Lebih terperinciRenstra BKP5K Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf
Lebih terperinciBAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD 6.1. Tinjauan Substansi RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Lebih terperinciBUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciWALIKOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 17 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN JOMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang
Lebih terperinciU R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 164,302, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 16,587,167, BELANJA LANGSUNG 33,185,325,000.00
Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.02 Dinas Perkebunan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 16,302,000.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 16,302,000.00
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENGANTAR. Ir. Suprapti
PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis
Lebih terperinci29 Januari LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN /D
29 Januari LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN 2003 Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 19 TAHUN 2003 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan
Lebih terperinciMENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.
MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. ERZALDI ROSMAN V I S I 2017-2022 MISI PROVINSI TERKAIT PERTANIAN MISI 1 : MENGEMBANGKAN
Lebih terperinciPengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten 6.1. VISI DAN MISI 6.1.1 Visi Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Kab. Melalui Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Product 6.1.2.
Lebih terperinciDinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Prabumulih 1
Kota Prabumulih 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Keinginan Pemerintah dan tuntutan dari publik saat ini adalah adanya transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan negara. Dasar dari
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena
Lebih terperinciBUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN
Lebih terperinci6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan
BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya
Lebih terperinciBAB II RENCANA STRATEJIK
Dinas Provinsi Jawa Barat 2016 BAB II RENCANA STRATEJIK 2.1 Rencana Stratejik Tahun 2013 2018 Rencana Stratejik (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 telah dirumuskan pada pertengahan tahun
Lebih terperinciII. GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
II. GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN A. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi A.1. Kedudukan 1. Dinas Pertanian dan Peternakananian merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang Pertanian
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan di Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah peningkatan
Lebih terperinci1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH Visi merupakan pandangan ideal yang menjadi tujuan dan cita-cita sebuah organisasi.
Lebih terperinciPENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 40 TAHUN 2014 T E N T A N G
SALINAN BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 40 TAHUN 2014 T E N T A N G TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TANAH LAUT BUPATI TANAH LAUT, Menimbang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 166 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Lebih terperinciBAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi yang telah ditetapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan adalah Menjadi Fasilitator dan Penggerak Ekonomi Masyarakat Perikanan
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 117 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 117 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,
Lebih terperinci-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id
-1- GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN PROVINSI BALI
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sehubungan
Lebih terperinciPeran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara
Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara Diany Faila Sophia Hartatri 1), Febrilia Nur Aini 1), dan Misnawi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya.
BAB. I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini merupakan salah satu alat instrument untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya. Pendekatan
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,
BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG
-1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PETERNAKAN
Lebih terperinciPROVINSI SUMATERA SELATAN WALIKOTA PAGAR ALAM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAGAR ALAM NOMOR TAHUN 2016
PROVINSI SUMATERA SELATAN WALIKOTA PAGAR ALAM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAGAR ALAM NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar
Lebih terperinciDINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1
DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan Dan Kehutanan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja
Lebih terperincia. Kepala Balai ; b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha; c. Kepala Seksi Proteksi Tanaman Pangan; d. Kepala Seksi Proteksi Hortikultura; e. Kelompok Jabatan
BAB XXII BALAI PROTEKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PADA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI BANTEN Pasal 98 Susunan Organisasi Balai Balai Proteksi Tanaman Pangan Dan Hortikultura terdiri dari:
Lebih terperinciVII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat
VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai
Lebih terperinciWALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA
BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor
Lebih terperinciTABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN PURBALINGGA
Lebih terperinciKEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,
KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah
Lebih terperinciBUPATI MANDAILING NATAL
- 1 - BUPATI MANDAILING NATAL PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 20 TAHUN
SALINAN BUPATI TOLITOLI Menimbang Mengingat PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI,
Lebih terperinciPEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Lebih terperinciIV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan
13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciSURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 390/Kpts/TP.600/5/1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN HAMA TERPADU MENTERI PERTANIAN,
SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 390/Kpts/TP.600/5/1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN HAMA TERPADU MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pengembangan pengendalian hama
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. Perumusan visi dan misi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Perumusan visi dan misi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lamandau tidak terlepas dari kondisi lingkungan internal
Lebih terperinciPENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT
PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT PROGRAM KEGIATAN INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET REALISASI PRIORITAS IV : MENGEMBANGKAN DAN MEMPERKUAT EKONOMI DAERAH YANG DIKELOLA BERDASARKAN KOMODITAS UNGGULAN WILAYAH
Lebih terperinciRENCANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF
BAB V RENCANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana Program dan Kegiatan adalah cara untuk melaksanakan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan serta
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciTABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
5.4. Tabel Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran TABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi : Terwujudnya Kabupaten Grobogan sebagai daerah industri dan perdagangan yang berbasis pertanian,
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan penyediaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN BANYUWANGI
Lebih terperinci2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2013 KESEJAHTERAAN. Petani. Perlindungan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG
10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciCUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN
CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera
Lebih terperinciKEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 67 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 67 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciURAIAN TUGAS BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KEPALA BALAI
URAIAN TUGAS BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KEPALA BALAI (1) Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan mempunyai tugas pokok membantu kepala dinas dalam
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rencana Kinerja Tahunan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat 2015
Dinas Provinsi Jawa Barat 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang mempunyai peran strategis, baik dalam pembangunan ekonomi secara nasional maupun dalam menjawab isu-isu global, antara lain berperan
Lebih terperinci-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 126 TAHUN 2016 TENTANG
-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 126 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN
PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,
1 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : bahwa dalam rangka mewujudkan ketahanan
Lebih terperinciBUPATI TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG,
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA
BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya
Lebih terperinciFUNGSI : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan dan perikanan darat b.
30 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS PERTANIAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan dan perikanan darat berdasarkan asas otonomi
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciBagian Ketujuh Bidang Pengembangan Usaha Pasal 20 (1) Bidang Pengembangan Usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan
Bagian Ketujuh Bidang Pengembangan Usaha Pasal 20 (1) Bidang Pengembangan Usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan fasilitasi pengembangan usaha peternakan. pada
Lebih terperinci