BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga
|
|
- Sucianty Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Kegiatan investasi telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku lokal, proses alih teknologi dan manajemen, serta manfaat bagi investor. Meningkatkan daya saing ekonomi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif merupakan salah satu prioritas nasional Indonesia untuk periode Tahun 2010 hingga Reformasi kebijakan usaha yang mempermudah proses pendirian usaha akan mendorong investasi dan meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Sektor pertanian masih menjadi sektor dominan dalam struktur perekonomian Indonesia. Data BPS 2009 menunjukan bahwa sektor ini dapat menyerap 42,76 % tenaga kerja di Indonesia. Sektor pertanian yang terkait dengan komoditas agribisnis adalah sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Agribisnis adalah melihat pertanian sebagai 1
2 2 suatu sistem yang terdiri dari sub sistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis yang memiliki daya saing. Penekanan keterkaitan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan sistem agribisnis terletak pada hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa sub sistem agribisnis dalam satu sistem komoditas. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas. Dalam sistem ini temasuk kegiatan pabrik pupuk, usaha pengadaan bibit unggul, baik untuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan ternak maupun ikan. Juga termasuk pabrik pakan, pabrik pestisida, serta kegiatan perdagangannya. Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) merupakan kegiatan yang selama ini dikenal sebagai kegiatan usahatani. Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang disebut juga dengan kegiatan agroindustri adalah kegiatan industri menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Subsistem pemasaran serta perdagangan hasil pertanian dan hasil olahannya adalah untuk menyampaikan output kepada konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Subsistem terakhir adalah subsistem jasa penunjang (supporting institution) adalah kegiatan jasa yang melayani pertanian. Kegiatan jasa yang dimaksud diantaranya adalah perbankan, infrastruktur, litbang, pendidikan dan penyuluhan atau konsultasi, transportasi dan sebagainya. Perizinan yang beraitan dengan usaha/kegiatan agribisnis adalah merupakan bagian dari subsistem jasa penunjang.
3 3 Perizinan usaha memberikan pengaruh cukup besar terhadap sebuah kegiatan usaha sejak usaha baru akan dimulai, tahapan produksi, pemasaran, dan pada tahap dimana usaha mengalami peningkatan dalam skala ekonominya. Sayangnya untuk kondisi Indonesia pengaruh perizinan terhadap perkembangan usaha kecil cenderung negatif, dimana pengurusan perizinan usaha sering menjadi hambatan bagi pengembangan usaha kecil tersebut (Rustiani, 2001). Proses perizinan, khususnya perizinan usaha, secara langsung akan berpengaruh terhadap keinginan dan keputusan calon pengusaha maupun investor untuk menanamkan modalnya. Pemerintah juga telah menerbitkan peraturan yang menyederhanakan perizinan di tingkat daerah sebagai bagian dari upaya untuk lebih mendorong perkembangan sektor formal secara nasional. Hal ini berdampak pada persyaratan untuk memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Meskipun izin dan surat tanda daftar ini diatur oleh ketentuan yang berlaku di tingkat nasional yaitu oleh Kementerian Perdagangan, namun penerbitan izin dan surat tanda daftar ini berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah menetapkan batasan waktu yang wajib dipatuhi serta meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk kedua izin dan tanda daftar ini, namun dalam prakteknya masih ditemukan perbedaan yang berkaitan dengan peraturan daerah yang berlaku di tingkat kabupaten/ kota. Dari hasil doing business di Indonesia 2012, beberapa pemerintah daerah telah mempergunakan himbauan nasional untuk menyederhanakan persyaratan perizinan di daerah sebagai landasan untuk melakukan penggabungkan prosedur-
4 4 prosedur, memberlakukan batasan waktu yang wajib dipatuhi dan meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk perizinan di tingkat daerah. Sebagai misal, setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang mendorong pembentukan layanan terpadu secara nasional di Palangka Raya, Surakarta, dan Yogyakarta menggabungkan seluruh perizinan usaha di daerah mereka ke dalam satu paket. Dalam dua tahun terakhir, Semarang, Denpasar, Jakarta, dan Balikpapan mengambil langkah yang sama. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hampir separuh dari kota-kota di Indonesia menghapus pemberlakuan biaya untuk sejumlah izin di daerah termasuk untuk Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Dalam memasuki era pengembangan pelayanan, penyedia jasa pelayanan publik (public service provider) terus mengupayakan perbaikan layanannya. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, pihak yang berperan sebagai pihak penyedia jasa pelayanan publik adalah pemerintah. Pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, baik dalam bentuk pengaturan maupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat (Siagian, 2001).
5 5 Penyelenggaraan pemerintahan saat ini tidak lagi semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh aktor dalam sebuah negara. Meskipun demikian, peran pemerintah masih sangat dibutuhkan terkait dengan penyediaan pelayanan publik. Pada dasarnya, pelayanan publik mencakup tiga aspek, yaitu pelayanan barang, jasa, dan administratif. Perizinan adalah merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa yang terkait dengan kegiatan usaha. Penerapan otonomi daerah yang sudah digulirkan sejak tahun 2009 melalui Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan ruang yang cukup besar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pelayanan publiknya, termasuk dalam hal perizinan. Implikasinya, sebagian daerah menggunakan kesempatan ini untuk melakukan inovasi demi menarik investor, namun sebagian lain justru menggunakannya untuk menarik retribusi sebesar mungkin demi meningkatkan penerimaan pendapatan daerah setempat (PAD). Pada era otonomi daerah yang telah memasuki lebih satu dasawarsa, banyak daerah otonomi yang cukup berhasil membangun daerahnya yang diawali dengan pemberian layanan perizinan investasi yang mudah dan murah. Investasi yang dilakukan oleh pemilik modal dalam pembangunan daerah akan menciptaka n efek pengganda (multiplier effects) bagi daerah yang bersangkutan. Investasi yang masuk akan menjadi salah satu pengerak (driving forces) dalam percepatan pembangunan daerah (Mursitama, dkk., 2010).
6 6 Merespon permasalahan dan fenomena tersebut, Pemerintah Kota Denpasar telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2007 tentang Organisasi Dinas Perijinan Kota Denpasar. Dalam peraturan daerah tersebut diuraikan tugas pokok Dinas Perijinan yaitu melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah Kota Denpasar dibidang perizinan dalam rangka pelaksanaan tugas desentralisasi. Perubahan kelembagaan dari Dinas Perijinan menjadi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal (BPPTSP dan PM) melalui Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 14 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Denpasar juga dimaksudkan untuk terwujudnya lembaga yang One Stop Service (OSS). Dalam OSS tersebut berbagai jenis perizinan/non perizinan dapat diurus melalui satu pintu, transparan dalam hal mekanisme, persyaratan, biaya dan waktu serta memungkinkan pengurusan secara paralel. Hal ini sejalan dengan semangat Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006, tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No /498/V/Bangda, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelaksanaan Permendagri No. 24 Tahun 2006 yang memiliki tujuan dan sasaran untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik (Rencana Strategis Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015).
7 7 Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak mengalami kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Demikan pula jika proses perizinan tidak efisien, berbelit-belit dan tidak transparan baik dalam hal waktu, biaya, maupun prosedur akan berdampak terhadap menurunnya keinginan masyarakat untuk mengurus perizinan usaha serta mereka akan mencari tempat investasi lain yang prosesnya lebih jelas dan transparan. Mereka sering dihadapkan pada urusan yang berbelit dan menjadikan mereka harus berurusan dari satu kantor ke kantor lain hanya untuk mengurus suatu layanan perizinan. Hal ini membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan ada kesan dipermainkan oleh aparat pemerintah sehingga kinerja dan citra pelayanan publik secara keseluruhan menjadi buruk. Bagi kalangan dunia usaha masalah yang sering dikeluhkan adalah ketidakjelasan prosedur, biaya, dan kepastian lama waktu penyelesaian pemrosesan izin sehingga menjadikan biaya yang dikeluarkan menjadi cukup tinggi. Tuntutan kualitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini dirasakan sangat meningkat. Masyarakat pada umumnya tidak dapat lagi dipenuhi kebutuhannya atas dasar standar pemerintah. Melainkan telah dituntut adanya kualitas layanan yang ditentukan oleh kebutuhan masyarakatnya sendiri. Kebutuhan tersebut ditujukan baik terhadap barang privat (private goods) maupun terhadap barang publik (public goods). Barang layanan privat dapat dipenuhi
8 8 melaui mekanisme pasar, sementara barang publik tidak dapat dipenuhi melalui mekanisme pasar melainkan harus melalui pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah (Lean, lainmc., 1989 dalam Wahyuni 2010). Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), adalah disusunnya Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu, data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Mengingat jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang berbeda, maka untuk memudahkan penyusunan indeks kepuasan masyarakat diperlukan pedoman umum yang digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di lingkungan instansi masing-masing. Dari hasil pengujian akademis/ilmiah lebih lanjut diperoleh ada 14 unsur indeks kepuasan masyarakat yang dapat diberlakukan untuk semua jenis pelayanan untuk mengukur indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan, seperti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang
9 9 Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Salah satu bentuk jenis layanan perizinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Denpasar kepada masyarakat adalah pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk kegiatan investasi yang berkaitan dengan usaha pertanian (agribisnis). Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. Beberapa contoh usaha agribisnis yang memerlukan SIUP adalah usaha yang bergerak di bidang perdagangan tanaman hias, bibit tanaman, bibit ternak, mesin pertanian, pupuk, pestisida, dan hasil pertanian seperti buah-buahan, sayursayuran, dan lain sebagainya. Mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015, maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat semestinya telah menganut pada pola pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik. Apabila pola pelayanan publik seperti tersebut diatas telah terimplementasikan dengan baik, maka semestinya masyarakat dapat mengurus perizinannya (SIUP) secara langsung ke institusi perizinan pemerintah yang ditunjuk tanpa mempergunakan biro jasa pelayanan. Namun kenyataannya
10 10 menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat menyerahkan pengurusan izin pada biro jasa pelayanan. Berdasarkan Tabel 1.1 berikut dapat dilihat bahwa dari lima jenis perizinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Denpasar kepada masyarakat menunjukkan gambaran selama tahun 2010 s/d 2013 adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Rekapitulasi Berbagai Jenis Perizinan yang Terbit Periode Tahun 2010 s/d November 2013 No Jenis izin Dengan biro jasa pelayanan Tanpa biro jasa pelayanan Sub total Sub total (satuan) (%) (satuan) (%) Total 1 IMB , , TDP , , SIUP , , SITU , , HO , , Total Sumber BPPTSP dan PM Kota Denpasar Tahun 2010sd Nop 2013 Keterangan : IMB : Izin mendirikan bangunan SITU : Surat izin tempat usaha TDP : Tanda daftar perusahaan HO : Izin gangguan SIUP : Surat izin usaha perdagangan Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah terbit sebanyak izin yang terdiri atas 80,20% (6.979 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 19,80% (1.723 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; Tanda Daftar Perusahaan (TDP) telah terbit sebanyak izin yang terdiri atas 74,32% (5.803 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 25,68% (2.005 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) telah terbit sebanyak izin yang terdiri atas; 72,91% (4.147 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 27,09% (1.541 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; pengurusan Surat Izin Tempat Usana (SITU) telah terbit sebanyak izin yang terdiri atas; 82,50% (3.117 izin) dilakukan dengan biro jasa
11 11 pelayanan, sedangkan 17,50% (661 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; pengurusan Izin Gangguan (HO) telah terbit sebanyak izin yang terdiri atas; 82,43% (2.618 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 17,57% (558 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan. Untuk periode tahun 2010 s/d 2013 pelaksanaan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) kegiatan usaha agribisnis menunjukan bahwa telah terbit sebanyak 446 izin yang terdiri dari; 66,14% (295 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 33,86% (151 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Rekapitulasi Jenis Perizinan SIUP kegiatan Usaha Agribisnis yang Terbit Periode Tahun 2010 s/d November 2013 No SIUP Dengan biro jasa pelayanan Tanpa biro jasa pelayanan Total Sub total Sub total (satuan) (%) (satuan) (%) 1 agribisnis , , Non agribisnis , , Total , , Sumber BPPTSP dan PM Kota Denpasar Tahun 2010sd Nop 2013 Dari data di atas, menunjukkan bahwa peran biro jasa pelayanan dalam pengurusan izin besar sekali terutama dalam pengurusan perizinan SIUP. Karena itu menarik untuk diteliti manakah yang lebih berperan antara perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP kegiatan usaha agribisnis di BPPTSP dan PM Kota Denpasar dan adakah tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP kegiatan usaha agribisnis berpengaruh terhadap penggunaan biro jasa pelayanan?
12 Rumusan Masalah Banyaknya masyarakat yang mempergunakan biro jasa pelayanan dalam pengurusan SIUP dapat menjadi salah satu indikator bahwa implementasi atas Rencana Strategis Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015 belum dapat berjalan secara optimal. Hal ini diperkuat juga oleh masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap instansi-instansi pelayanan publik dalam pengurusan perizinan. Berdasarkan hal itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kepuasan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat dalam penyelenggaraan perizinan. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Manakah yang lebih berperan antara variabel perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat di BPPTSP dan PM Kota Denpasar? 2. Apakah tingkat kepuasan masyarakat berpengaruh terhadap penggunaan biro jasa pelayanan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini akan menganalisis tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP dengan kegiatan usaha agribisnis dan mengetahui pengaruh pelayanan publik terhadap kepuasan masyarakat. Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah:
13 13 1. Mengetahui variabel yang paling berperan antara perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat di BPPTSP dan PM Kota Denpasar. 2. Mengetahui pengaruh tingkat kepuasan masyarakat terhadap penggunaan biro jasa pelayanan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Pada aspek manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat mengetahui kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan tingkat kepuasan yang diterima dalam pengurusan perizinan. Pencapaian tingkat kepuasan yang lebih baik akan menciptakan suatu paradigma baru dalam pengurusan perizinan sehingga akan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan biro jasa pelayanan. Dengan demikian waktu pengurusan perizinan yang lebih singkat dan biaya tambahan pengurusan izin bisa ditekan sehingga dapat merangsang masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha agribisnis. Dari aspek manfaat praktis, hasil penelitian ini untuk mengetahui kinerja pelayanan serta sebagai dasar dalam melakukan pembenahan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar dalam memberikan pelayanan perizinan kepada masyarakat khususnya SIUP kegiatan usaha agribisnis.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Agribisnis merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Agribisnis merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri atas subsitem-subsistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Satu hal yang hingga saat ini seringkali
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
Lebih terperinci5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis
5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat
Lebih terperinciREVISI RENCANA STRATEGIS
REVISI RENCANA STRATEGIS TAHUN 2013 S/D 2018 DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GIANYAR 1 KATA PENGANTAR Revisi III Renstra Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)
KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah meletakkan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan tujuan untuk lebih mendekatkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SAMARINDA
PEMERINTAH KOTA SAMARINDA Jalan Basuki Rahmat No.78, Gedung Graha Tepian Samarinda 7512 Telp. (0541)739614, Fax. (0541)741286 SMS Center/SMS Pengaduan : 08115843555 Web:www.bpptsp.samarindakota.go.id PENDAHULUAN
Lebih terperinci6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM
48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah adalah salah satu bentuk nyata dari praktek demokrasi. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan penyerahan kewenangan yang disebut sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei-survei perusahaan (enterprise survey) yang di lakukan Bank Dunia menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mengidentifikasi dua dari 10 hambatan terbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara ( boundary-less world) memberikan peluang sekaligus tantangan bagi seluruh negara.
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT
KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan otonomi daerah akan terus digalakkan hingga terwujudnya otonomi daerah yang diharapkan yakni otonomi daerah yang mandiri, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima Layanan Publik adalah. hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau
Lebih terperinciBOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH
BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan
I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Kabupaten Bima disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut : 1) Untuk merencanakan berbagai kebijaksanaan dan strategi percepatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aparatur pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai tugas pokok yang antara lain tercermin dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
Lebih terperinci3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan
VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT
WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 56.B TAHUN 2015 TENTANG PENYEDERHANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN GANGGUAN, SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DAN TANDA DAFTAR
Lebih terperinciKonsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis
Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis Contents 1. Pertanian berwawasan agribisnis 2. Konsep Agribisnis 3. Unsur Sistem 4. Mata Rantai Agribisnis 5. Contoh Agribisnis Pertanian Moderen berwawasan Agribisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetensi suatu daerah dalam mengelola daerahnya berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah tersebut. Salah satu instrumen penting untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut segala aspek kehidupan yang sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tuntutan pelayanan, baik kuantitas, kualitas maupun kecepatan pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa publik akan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. kegiatan perekonomian. Secara geografis terletak pada sampai dengan
50 BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota dari Provinsi Lampung dan merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha
Lebih terperinciVisi dan Misi Provinsi Sulawesi Selatan Visi Sulawesi Selatan sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan Provinsi Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018, merupakan gambaran, sikap
Lebih terperinciBAB III RERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada
BAB III RERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Rerangka Berpikir Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi
BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun
Lebih terperinciSURVEI KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)
SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT (SKM) BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 Jl. Pangeran Hidayatullah, No. 1 Martapura Telp. (0511) 4721358 Fax. (0511) 4721027 Kalimantan Selatan 70611 KATA PENGANTAR
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika
Lebih terperinciAGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah
AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam
Lebih terperinciINDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)
INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PADA UPT STASIUN PENGAWASAN SDKP TUAL PERIODE JANUARI S.D DESEMBER 2015 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya guna menciptakan keteraturan dan kesinambungan dalam sistem tata pemerintahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak. enggan berhadapan dengan pemerintah.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggara pelayanan publik di Indonesia selama ini belum optimal, masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika mereka berhadapan
Lebih terperinci3 KERANGKA PEMIKIRAN
12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2012011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
Lebih terperinciTUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 Kedudukan Satuan Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, ditetapkan berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang pesat dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada untuk melayani rakyat, dengan kata lain pemerintah adalah "pelayan rakyat". Pelayanan publik (public
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan atau kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan ekonomi suatu negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pendapatan, teknologi, dan pendidikan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya pendapatan, teknologi, dan pendidikan, semakin meningkat pula kualitas keinginan dan tuntutan kepuasan masyarakat pengguna jasa
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRencana Kerja Perubahan Tahun 2016
Lampiran Tahun 2016 Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bontang BAB I P E N D A H U L U A N I.1. LATAR BELAKANG Dengan ditetapkannya UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT
GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ATAU PROSEDUR TETAP PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001
BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 menuntut sebuah birokrasi yang kompeten dan profesional. Birokrasi yang kompeten dan profesional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,
Lebih terperinciBUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di
BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis berkenan dengan dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di Indonesia pada
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN
Lebih terperinci1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja
156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan
Lebih terperinciBAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,
BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan usaha dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI
RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor
Lebih terperinciPENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS
PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS Apa itu Agribisnis? So...What is Agribusiness? Agribisnis = perusahaan di bidang pertanian Pemahaman yang bersifat mikro, dan
Lebih terperinciUntuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di. atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6
semua aspek pelaksanaan pemerintahan. 4.2. Misi Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6 (enam) Misi Daerah, yaitu: 1. Mewujudkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PengertianPelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu 2.1.1 Pengertian Perizinan Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan tidak
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciV. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah :
87 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah : 1. Terdapat perbedaan kemampuan keuangan pada Kabupaten/Kota Provinsi Lampung yaitu menunjukkan
Lebih terperinciStrategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008
Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan instansi
Lebih terperinciINDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)
INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PADA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM PERIODE 2016 BEKERJASAMA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM DENGAN BIRO UMUM SEKRETARIAT KEMENKO POLHUKAM 1 KATA PENGANTAR
Lebih terperinciBUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL
BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI
1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciSURVEI KEPUASAN MASYARAKAT
SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA PERIODE Januari Desember 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI
Lebih terperinci3.4 Penentuan Isu-isu Strategis
Negeri atas tugas pokok dan fungsinya dengan memperhatikan visi, misi, dan arah kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk lima tahun ke depan, serta kondisi obyektif dan dinamika lingkungan strategis,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding
Lebih terperinciInvestasi di Era Otonomi Daerah Dalam Rangka Interaksi Antara Penanaman Modal Dengan Keuangan Daerah 1
Investasi di Era Otonomi Daerah Dalam Rangka Interaksi Antara Penanaman Modal Dengan Keuangan Daerah 1 Setyo Pamungkas Pendahuluan Perkembangan investasi di Indonesia merupakan saklah satu indikator kemajuan
Lebih terperinciBAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO
BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO 3.1. Perkiraan Kondisi Ekonomi Tahun 2006 Stabilitas perekonomian merupakan syarat untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal ini pemerintah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciAnalisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS
Lebih terperinci