BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI UNTUK PERCOBAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODA RESPONS PERMUKAAN BERFAKTOR DUA.

BAB III PERANCANGAN APLIKASI DAN PERCOBAAN METODA RESPONS PERMUKAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. simulasi penyelesaian rubix cube ini adalah sebagai berikut. 1. Processor: Intel (R) Pentium (R) 4 CPU 1.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN MENGGUNAKAN METODE PEMBANDING ORTOGONAL SKRIPSI. Oleh LUWI DARMAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Penerapan Model Human Computer Interaction (HCI) dalam Analisis Sistem

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II Konsep dasar Rekayasa Piranti Lunak Pengertian Rekayasa Piranti Lunak

BAB 2 LANDASAN TEORI. (housing)mengandung arti sebagai komoditi dan sebagai proses. Sebagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

BAB II. Landasan Teori

BAB III METODE PERMUKAAN RESPON. Pengkajian pada suatu proses atau sistem sering kali terfokus pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Dahlan Siamat ( Manajemen Lembaga Keuangan,1995, p343), Dana

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sistematika penulisan yang merupakan indeks laporan tugas akhir, dimana. tiap sub bab berisi penjelasan ringkasan perbab.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

METODE RESPONSE SURFACE PADA PERCOBAAN FAKTORIAL 2 k

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Ada tiga komponen dalam sistim antrian yaitu : 1. Kedatangan, populasi yang akan dilayani (calling population)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 2. Memori RAM 512 MB 3. VGA card 256 MB 4. CD-ROM Drive 5. Speaker 6. Keyboard 7. Mouse

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perusahaan, karena persediaan akan dijual secara terus menerus untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

Suatu percobaan dilaksanakan untuk mendapatkan informasi dari populasi. Informasi yang diperoleh digunakan untuk:

Pertemuan 5 PEDOMAN, PRINSIP DAN TEORI SISTEM INTERAKSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat pembangunan maju pesat, perkembangan teknologi sudah sampai ke

BAB 2 LANDASAN TEORI. fakta mentah mengenai orang, tempat, kejadian, dan hal-hal yang penting dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. berlokasi di Jl. Leuwi Panjang No. 111 Bandung Telpon Terbaik dalam pelayanan servis di bengkel.

BAB 4. Implementasi dan Evaluasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Arus globalisasi dan teknologi saat ini berkembang demikian cepat di seluruh

ANALISA DAN PERANCANGAN PERANGKAT AJAR KEANEKARAGAMAN BUDAYA INDONESIA BERBASIS MULTIMEDIA DI SEKOLAH DASAR TARSISIUS II

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMASI DENGAN METODE DAKIAN TERCURAM

BAB 2 LANDASAN TEORI. Untuk mengetahui bentuk hubungan digunakan analisis regresi. Untuk keeratan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Dalam analisis sistem ini akan diuraikan sejarah singkat dari Apotek 55 yang

BAB 3 RANCANGAN PROGRAM APLIKASI

Review Rekayasa Perangkat Lunak. Nisa ul Hafidhoh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Perangkat lunak yang digunakan dalam mengembangkan aplikasi Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pesat, banyak dari perusahaan dan instansi pemerintahan yang berlomba lomba

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan beberapa komputer yang terhubung dalam Local Area Network

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian disusun berdasarkan tahapan sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pembelian dilakukan dengan mengubah bentuk barang. 2003). Menurut Soemarso S.R (1994) kegiatan pembelian dalam perusahaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. menjelaskan beberapa prinsip umum sistem antara lain: menghadapi keadaan-keadaan yang berbeda.

BAB II LANDASAN TEORI

chapter 7 Integrating quality activities in the project life cycle Empat model proses pengembangan perangkat lunak akan dibahas dalam bagian ini:

MATERI PEMODELAN PERANGKAT LUNAK KELAS XI RPL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai rumah sakit merupakan pihak yang berinteraksi dengan banyak

BAB 3 METODOLOGI. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi

BAB 3 RANCANGAN PROGRAM APLIKASI. untuk mengoptimalkan pengolahan data cluster sampling : Gambar 3.1 Rancangan Struktur Menu Utama

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini mengharuskan masyarakat untuk mengikuti

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga dapat diamati dan diidentifikasi alasan-alasan perubahan yang terjadi

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI PENCITRAAN KARAKTER HANZI MANDARIN MELALUI KAMERA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID

BAB 2 LANDASAN TEORI. berhubungan dengan image restoration, di antaranya adalah tentang image, image

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. yang digunakan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu System Development

Mata kuliah Rancangan Percobaan Kode / SKS : TPP 2202 / 3 SKS (wajib) Semester : IV / Genap

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. statistik yang dikemukakan oleh ilmuwan Inggris Thomas Bayes, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadikan aplikasi ini lebih baik dibandingkan bukunya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai. Processor INTEL Pentium Dual Core T4300

BAB I PENDAHULUAN. hal proses pengolahan data, baik itu data siswa, guru, administrasi sekolah maupun data

Matematika dan Statistika

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi.

Lampiran. : Staff Administrasi dan Guru TIK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. maka di kembangkan kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut: ketinggian

Jenis Metode Pengembangan Perangkat Lunak

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengkombinasikan teks, grafik, audio, dan video dengan link-link dan peralatan yang

REKAYASA PERANGKAT LUNAK. 3 sks Sri Rezeki Candra Nursari reezeki2011.wordpress.com


PENGEMBANGAN BAGAN KENDALI MUTU UNTUK KOMPOSISI. simplex-lattice adalah (q+ m-1)!/(m!(q-1)!) (Cornell 1990).

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

Transkripsi:

5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Rekayasa Piranti Lunak a. Pengertian Rekayasa Piranti Lunak Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Baver pada suatu konferensi. Rekayasa piranti lunak adalah penetapan dan penggunaan prinsip - prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu yang terpercaya dan bekerja efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19). b. Paradigma Rekayasa Piranti Lunak Terdapat 5 paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering disebut juga Waterfall Model, Prototyping Model, Fourth Generation Techniqeus (4GT), Spiral Model, dan Combine Model. Pada penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan Waterfall Model. Menurut Pressman (1992, p20-21), ada 6 (enam) tahap dalam Waterfall Model seperti gambar 2.1 berikut adalah penjabarannya

6 : Gambar 2.1 Waterfall Model a. Rekayasa Sistem (Sistem Engineering) Karena perangkat lunak merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, maka aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari semua elemen sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak harus berinteraksi dengan elemen elemen lain, seperti hardware, manusia dan database. b. Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak (Software Reguirement Analysis) Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi fungsi yang dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antar muka piranti lunak tersebut.

7 c. Perancangan (Design) Perancangan piranti lunak dititikberatkan pada 4 atribut program yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur dan karakter antar muka. Proses perancangan menterjemahkan kebutuhan kedalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan pengkodean. d. Pengkodean (Coding) Aktivitas yang dilakukan adalah memindahkan hasil perancangan menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu dengan membuat program. e. Pengujian (Testing) Tahap pengujian perlu dilakukan agar output yang dihasilkan oleh program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara menyeluruh hingga semua perintah dan fungsi telah diuji. f. Pemeliharaan (Maintenance) Karena kebutuhan pemakai selalu meningkat, maka piranti lunak yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat mengantisipasi kebutuhan pemakai terhadap fungsi fungsi baru yang dapat ditimbulkan karena munculnya sistem operasi baru dan perangkat keras baru. 2.2 Interaksi Manusia Dan Komputer Dalam suatu sistem atau program yang interaktif, karena itu penggunaan komputer telah berkembang pesat sebagai suatu program yang interaktif yang membuat

8 orang tertarik untuk menggunakannya. Program yang interaktif ini perlu dirancang dengan baik sehingga pengguna dapat merasa senang dan berinteraksi dengan baik dalam menggunakannya. a. Program Interaktif Suatu program yang interaktif dan baik yang bersifat user friendly. Shneiderman (1998, P15) menjelaskan 5 kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang user friendly, yaitu : 1..Waktu belajar yang tidak lama. 2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat. 3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah. 4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu. 5. Kepuasan pribadi. Suatu program yang interaktif dapat dengan mudah dibuat dan dirancang dengan suatu perangkat bantu pengembangan sistem antar muka, seperti Visual Basic, Borland Delphi dan sebagainya. Keuntungan penggunaan perangkat bantu untuk mengembangkan antar muka menurut Santoso (1997,P7), yaitu : 1. Antar muka yang dihasilkan menjadi lebih baik. 2. Program antar mukanya menjadi mudah ditulis dan lebih ekonomis untuk dipelihara. b. Pedoman Untuk Merancang User Interface Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program guna mendapatkan suatu program yang user friendly.

9 Menurut Shneiderman (1998, P74-75) untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan 8 aturan utama dibawah ini yang dikenal sebagai delapan aturan emas, yaitu : 1. Strive for concistency (Bertahan dan konsiten). 2. Enable frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna sering memakai shortcut). 3. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang informatif). 4. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi). 5. Offer simple error handling (Penangganan kesalahan yang sederhana). 6. Permit easy reversal of actions (Mengizinkan pembalikan aksi (Undo) dengan mudah). 7. Support internal locus of control (Pemakai menguasai sistem/inisiator bukan responden). 8. Reduce short term memory load (Mengurangi beban ingatan jangka pendek dimana manusia hanya dapat mengingat 7 ± 2 satuan informasi sehingga perancangannya harus sederhana). c. Pedoman Merancang Tampilan Data Beberapa pedoman yang disarankan untuk digunakan dalam merancang tampilan data yang baik menurut Smith & Mosier yang dikutip oleh Shneiderman (1998, P80), yaitu : 1) Konsistensi tampilan data, istilah, singkatan, format dan sebagainya harus standar.

10 2) Beban ingatan yang sesedikit mungkin bagi pengguna. Pengguna tidak perlu mengingat informasi dari layar yang satu ke layar yang lain. 3) Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format tampilan informasi perlu berhubungan erat dengan tampilan pemasukan data. 4) Fleksibilitas kendali pengguana terhadap data. Pemakai harus dapat memperoleh informasi dari tampilan dalam bentuk yang paling memudahkan. d. Teori Waktu Respons Waktu respons dalam sistem komputer menurut Sneiderman (1998, P352) adalah jumlah detik dari saat pemakai memulai aktifitas (misalnya dengan menekan tombol enter atau tombol mouse) sampai komputer menampilkan hasilnya didisplay atau printer. Beberapa pedoman yang disarankan mengenai kecepatan waktu respons pada suatu program menurut Sneiderman (1998, P367), yaitu: 1) Pemakai lebih menyukai waktu respons yang lebih pendek. 2) Waktu respons yang lebih panjang (lebih dari 15). Mengganggu. 3) Waktu respons yang lebih pendek menyebabkan waktu pengguna berfikir lebih pendek. 4) Langkah yang lebih cepat dapat meningkatkan produktifitas, tetapi juga dapat meningkatkan tingkat kesalahan. 5) Waktu respons harus sesuai dengan tugasnya : a. Untuk mengetik, mengerakkan kursor, memilih dengan mouse 50 150 mili detik. b. Tugas sederhana yang sering : < 1 detik. c. Tugas biasa : 2 4 detik.

11 d. Tugas kompleks : 8 12 detik. 6) Pemakai harus diberitahu mengenai penundaan yang panjang. 2.3 Teori State Transition Diagram (STD) State Transition Diagram merupakan sebuah modelling tool yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada waktu tertentu. Komponen komponen utama STD adalah : 1. State, disimbolkan dengan : State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan dilakukan. Ada 2 jenis state, yaitu : state awal dan state akhir. State akhir dapat berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak lebih dari 1. 2. Arrow, disimbolkan dengan : Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan ekspresi aturan. Label tersebuut menunjukan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi. 3. Condition dan action, disimbolkan dengan : Condition Action State 1 State 2

12 Untuk melengkapi STD diperlukan 2 hal lagi, yaitu condition dan action. Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, sedangkan action adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau tampilan. 2.4 Landasan Teori Statistik 2.4.1 Peranan Stastistika Dalam Penelitian Percobaaan Penggunan statitika dalam kegiatan penelitian pada dasarnya dimaksudkan agar penelitian sebagai suatu proses belajar menjadi lebih efisien. Barizi (1984) dalam suatu makalahnya telah mengungkapkan secara ringkas beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam perancangan ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Respons yang diberikan oleh objek 2. Keadaan tertentu yang sengaja diciptakan untuk menciptakan menimbulkan respons 3. Keadaan lingkungan serta keragaman alamat objek yang dapat mengacaukan penelaahan mengenai respons yang terjadi. Karena itu dalam perancangan suatu percobaan ketiga hal itu perlu benar-benar diperhatikan. Rancangan mengenai ketiga hal itu dalam sutu perancangan percobaan masing-masing disebut rancangan respons, rancangan perlakuan dan rancangan percobaan.

13 2.4.1.1 Rancangan Perlakuan Dalam suatu percobaan hendaknya perlu dipikiran secara masak-masak perlakuan-perlakuan apa saja yang akan dicoba dalam percobaan itu. Variasi perlakuan yang akan dicoba sangat ditentukan oleh tujuan percobaan atau pertanyaan pertanyaan yang ingin diperoleh jawabannya melalui suatu percobaan. Pertelaahan mengenai perlakuan yang akan dicoba, bagaimana kaitan perlakuan yang satu dengan lainnya dalam hubungannya dengan respons yang akan diperhatikan dari satuan satuan percobaan, merupakan suatu rancangan perlakuan. Rancangan perlakuan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu percobaan dan perlu disusun sebaik-baiknya, karena merupakan strategi utama bagi peneliti dalam menjaring keterangan yang ingin diperoleh dari percobaan itu. Dalam melaksanakan suatu percobaan sangat terbatas, maka hendaknya pertanyaan-pertanyaan yang ingin diperoleh dari satu kali percobaan seyogyiannya dibatasi pada yang benar benar penting saja serta perlu dirumuskan dengan jelas. Dalam suatu rancangan perlakuan yang baik sudah terkandung berbagai perlakuan yang dipelajari serta seberapa jauh generalisasi dapat dibuat dari kesimpulan yang dihasilkan dari suatu percobaan. Perlakuan dapat digolongkan menjadi beberapa macam,yaitu 1. Perlakuan tak berstruktur yang dibagi menjadi a. Perlakuan tetap ( fixed ) b. Perlakuan acak ( random )

14 2. Perlakuan berstruktur yang dibagi menjadi a. Pelakuan berhiraki atau tersarang ( nested ) b. Perlakuan bergradien atau regresi c. Perlakuan berfaktor 2.4.1.2 Rancangan Percobaan Setelah rancangan perlakuan tersusun, selanjutnya perlu diperhatikan bagaimana keadaan lingkungan dimana percobaan itu akan diadakan serta bagaimana keadaan bahan percobaan yang akan digunakan..sesungguhnya yang ingin dipelajari dari suatu percobaan ialah bagaimana pengaruh berbagai perlakuan terhadap satuan satuan percobaan yang dicerminkan oleh respons yang diberikan oleh satuan satuan percobaan tersebut. Dengan demikian agar pengaruh perlakuan ini dapat terlihat jelas, maka keseragaman respons yang ditimbulkan oleh keadaan lingkuyngan serta keadaan bahan percobaan yang digunakan hendaknya jangan sampai mengaburkan atau mengacaukan perlakuan yang diujicobakan. Pada dasarnya rancangan percobaan merupakan pengaturan pemberian perlakuan kepada satuan satuan percobaan dengan maksud agar keseragaman respons yang ditimbulkan oleh keadaan lingkungan dan keheterogenan bahan yang digunakan dapat diwadahi dan disingkirkan

15 2.4.1.3 Rancangan Respons Perancangan respons menyangkut pemilihan sifat atau karakteristik satuan percobaan yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur pengaruh perlakuan serta bagaimana cara melakukan penilaian atau pengukuran itu. Yang perlu diperhatikan ialah apakah sifat atau karakteristik yang dipilih itu memang relevan dan dapat mencerminkan pengaruh berbagai perlakuan yang dipelajari. Respons yang digunakan untuk menilai pengaruh perlakuan dapat berupa sifat sifat fisik ( kuantitatif ) yang biasanya tidak menjadi masalah karena dapat dilakukan secara obyektif serta alat alat pengukur sering sudah tersedia, sedangkan untuk respons yang ingin diukur berupa tingkah laku, selera, fungsi suatu organ, ketahanan terhadap suatu penyakit ( kualitatif) maka sering sekali pengukurannya tidak mudah karena bersifat subjektif serta pedoman pelaksanaan pengukuran belum baku. 2.4.2 Percobaan Faktorial Percobaan Faktorial adalah suatu percobaan mengenai sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua kombinasi yang mungkin dari taraf beberapa faktor. Sekumpulan kombinasi perlakuan tersebut yang dinyatakan dengan kata factorial. Beberapa keuntungan dari percobaan factorial adalah ; 1. Lebih efisien dalam menggunakan sumber - sumber yang ada 2. Informasi yang diperoleh lebih komprehensif, karena mempelajari berbagai interaksi yang ada. 3. Hasil percobaan dapat diterapkan dalam suatu kondisi yang lebih luas karena mempelajari kombinasi dari berbagai faktor.

16 Konsekuensi dari beberapa keuntungan di atas adalah analisis statistika menjadi lebih kompleks, terdapat kesulitan dalam menyediakan satuan percobaan yang relatif homogen, serta pengaruh dari kombinasi perlakuan tertentu mungkin tidak berarti apaapa sehingga terjadi sumber daya yang ada. Dan penulis merancang suatu aplikasi percobaan yang metodanya menggunakan perlakuan berfaktor dalam penyusunan skripsi ini dengan berfaktor dua(2). 2.5 Metoda Respons Permukaan ( Response Surface Methods ) Metoda Respons Permukaan (Response Surface Methodology) adalah suatu teknik teknik statistika yang berguna untuk menduga pengaruh linear kuadratik dan interaksi faktor antar variabel yang ada serta mengoptimumkan respons tersebut dengan menggunakan jumlah data percobaan yang minim.. Dengan demikian, metodologi permukaan respons dapat dipergunakan oleh peneliti untuk 1. Mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respons yang akan datang 2. Menentukan nilai nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respons yang dipelajari. Dalam metodologi permukaan respons kita akan mendefinisikan variabel-variabel bebas sebagai X 1,X 2,...,Xk, dimana variabel variabel bebas itu diasumsikan merupakan variabel kontinu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanap kesalahan, sedangkan respons yang didefinisikan sebagai variabel takbebas Y diasumsikan merupakan variabel acak (random variabel).

17 Jika dalam suatu percobaan yang diteliti hanya terdapat satu variabel takbebas, dalam hal ini k=1, maka dapat dinyatakan dalam fungsi matematik sebagai berikut: Y= f(x) + є Dimana Y = respons dari prosese yang diamati X = variabel bebas Є = komponen galat acak (random error component) Maka fungsi respons ordo kedua (second order response function ) dapat digambarkan dalam dua dimensi seperti tampak dalam gambar 2.2 Jika dalam suatu percobaan yang diteliti hanya terdapat dua variabel takbebas, dalam hal ini k=2, contohnya adalah bahwa peneliti ingin menentukan temperatur (X 1 )

18 dan menentukan tekanan (X 2 ) yang memaksimumkan hasil dari proses Y yang akan diamati sehingga dapat dinyatakan dalam fungsi matematik sebagai berikut: Y= f(x 1,X 2 ) + є Dimana Y = respons dari proses yang diamati X 1 = Temparatur X 2 = Tekanan Є = komponen galat acak (random error component) Dalam kasus k=2 dan apabila kita ingin menggambarkan permukaan dari respons ordo kedua secara grafik, maka prosedur yang ditempuh ialah menggambarkan kontur-kontur (counturs) dari respons yang diharapkan yang bersifat konstan sehingga membentuk permukaan respons seperti dalam gambar 2.3 Gambar 2.3 Permukaan respons dari fungsi respons ordo kedua untuk k=2 Untuk fungsi k>= 2 dicirikan oleh permukaan permukaan dari respons konstan yang diharapkan. Analisis untuk menduga fungsi respons ini sering disebut sebagai analisis permukaan respons atau sering juga disebut sebagai teknik permukaan respons.

19 Langkah langkah prosedural untuk analisis permukaan respons tercakup dalam pokok bahasan metodologi permukaan respons. Pada dasarnya analisis permukaan respons adalah serupa dengan analisis regresi berdasarkan mtoda kuadrat terkecil ( Least squares method), hanya saja dalam analisis permukaan respons diperluas dengan menerapkan teknik teknik matematik untuk menentukan titik titik optimmum agar dapat ditemukan respons yang optimum ( maksimum atau minimum) Dengan kebanyakan masalah yang dihadapi, bentuk hubungan yang sesungguhnya antara respons dan variabel-variabel bebas tidak diketahui. Dalam kasus semacam ini, maka langkah pertama dari metodologi permukaan respons adalah mencari atau menentukan suatu pendekatan yang cocok untuk menggambarkan hubungan fungsional yang tepat diantara respons Y dan sekumpulan varibel bebas yang dispesifikasikan. Biasanya, pada tahap awal dirumuskan model regresi polinomial dengan ordo yang rendah, berordo satu yang tidak lain merupakan regresi linear, sebagai berikut: Y=β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 +...+ β k X. k + є...1 Jika terdapat lengkungan (curvature) dalam sistem, maka model polinomial dengan derajat yang lebih tinggi dapat dirumuskan, seperti misalnya model polinomial ordo kedua berikut: k...2 i<j k Y=β 0 + β i X i + β ii X i 2 + β ij X i X j + є i=1 i=1 i j...2

20 Dalam kebanyakan masalah metodologi permukaan respons menggunakan salah satu model polinomial dari fungsi (1) dana fungsi (2), tapi belum tentu semua bentuk fungsional akan cocok dengan model polinomial, tetapi biasanya dalam daerah yang realatif kecil ( daerah percobaan yang relatif tidak luas) akan dapat didekati dengan baik dengan model polinomial. Metode Kuadrat terkecil ( least square method ) akan dipergunakan untuk menduga parameter model regresi polinomial yang biasanya dipergunakan pada analisi regresi. Analisis permukaan respons dikerjakan dalam bentuk penetapan permukaan yang cocok. Apabila permukaan respons telah dapat ditetapkan atau diperkirakan dengan baik, maka analisis terhadap permukaan respons itu pada dasarnya akan serupa atau mendekati analisis terhadap sistem aktual ( sistem konkrit). Parameter model akan dapat diduga dengan lebih efektif apabila digunakan rancangan percobaan yang sesuai untuk mengumpulkan data percobaan. Rancangan rancangan untuk menetapkan permukaan respons sering disebut sebagai rancangan permukaan respons ( Response Surface Design), dan penulis akan membahas rancangan permukaan respons khususnya yang berordo dua (2) dan berfaktor dua (2) di sub bab berikutnya secara mendalam. 2.5.1 Rancangan Permukaan Respons Ordo Kedua Suatu rancangan percobaan untuk membangun model polinomial ordo kedua harus memiliki paling sedikit tiga taraf dari setiap faktor yang dicobakan agar paramater model dapat diduga. Rancangan percobaan itu dipilih berdasarkan pertimbangan : 1. Ketelitian relatif dalam menduga koefisien parameter model 2. Banyaknya pengamatan yang dibutuhkan

21 Rancangan percobaan yang dapat dipergunakan untuk membangun model ordo kedua adalah rancangan faktorial 3 k, yaitu suatu percobaan faktorial yang masing masing faktor terdiri dari tiga taraf. Untuk faktor yang dicobakan berukuran kecil, katakalah k=2 atau k=3, maka rancangan percobaan faktorial 3 k, dalam hal ini 3 2 atau 3 3 cukup baik untuk dipergunakan. Namun apabila ukuran faktor yang dicobakan adalah besar, katakanlah k=4, maka penggunaan rancangan faktorial 3 k akan membutuhkan data pengamatan yang banyak dan hal ini mengakibatkan penggunaan penggunaan rancangan faktorial 3 k menjadi tidak efisien. Sebagai misalnya apabila k=2 (banyakan faktor yang dicobakan adalah 2), maka penggunaan rancangan faktorial 3 k = 3 2 akan membutuhkan paling sedikit 9 buah data pengamatan dalam menduga model polinomial ordo kedua. Jika setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak dua kali,, maka membutuhkan 9 X 2 = 18 buah data pengamatan dalam menduga model ordo kedua. Begitu pula jika k=4, berarti membutuhkan paling sedikit 3 k = 3 4 = 81 buah data pengamatan dalam menduga ordo kedua. Keadaan ini akan meningkat secara cepat apabila k berukuran besar. Berdasarkan kenyataan ini, maka para peneliti lebih suka mengunakan rancangan permukaan respons ordo kedua yang tergolong ke dalam kelompok rancangan dapatputar ( rotatable design ). Penggunaan rancangan percobaan dari kelompok rancangan dapat-putar dalam membangun ordo kedua akan menghemat bahan percobaan karena banyaknya data pengamatan yang diperlukan dalam membangun model ordo kedua jauh lebih sedikit. Salah satu bentuk rancangan permukaan respods ordo kedua yang telah diterapkan secara luas adalah rancangan respons ordo kedua yang telah diterapkan secara luas adalah rancangan komposit pusat ( Central Composite Design ).

22 Pada dasarnya rancangan komposit pusat adalah rancangan faktorial ordo pertama ( 2 k ) yang diperluas melalui penambahan titik- titik pengamatan pada pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter permukaan respons ordo kedua. Dengan demikian, rancangan komposit pusat dapat dipandang sebagai status faktorial 2 k atau faktorial sebagian ( fractional factorial ) yang diperluas dengan matriks tambahan berikut X 1 X 2 X 3... X k 0 0 0... 0 -α 0 0... 0 α 0 0... 0 0 -α 0... 0 0 α 0... 0 0 0 -α... 0 0 0 α... 0... 0 0 0... -α 0 0 0... α Nilai nilai α dalam matriks tambahan terhadap rancangan faktorial 2 k dipilih oleh peneliti. Berbagai pertimbangan dapat dipergunakan dalam memilih nilai α, namum pada umumnya peneliti menetapkan nilai α berdasarkan formula berikut:

23 α = 2 k/4 untuk ulangan penuh α = 2 (k-1)/4 untuk setengah ulangan...(3) Secara umum kita boleh mendefinisikan rancangan komposit pusat sebagai suatu rancangan percobaan faktorial 2 2 atatu faktorial sebagian ( biasanya diberi kode +1 atau -1 ) ditambah dengan 2 k titik titik sumbu ( ±, 0, 0,...,0), ( 0, ±, 0,...,0), ( 0, 0, ±, 0,...,0),..., ( 0, 0,0..., ±) serta n 0 titik pusat (0,0,...,0). Disini α ditentukan berdasarkan persamaan ( 3 ), sedangkan n 0 adalah konstanta tertentu. Rancangan komposit pusat untuk k =2 ditunjukan dalam gambar 2.4 Gambar 2.4 Rancangan Umum Komposit Pusat

24 Sifat dari rancangan komposit pusat yang dapat-putar selain dikendalikan melalui penetapan nilai α berdasarkan persamaan (3) juga dikendalikan melalui pemilihan banyaknya titik pusat, n 0. Dengan pemilihan yang tepat dari n 0 akan membuat rancangan komposit pusat yang bersifat ortogonal atau dapat pula di buat sehingga menjadikan suatu rancangan yang memiliki ketelitian seragam ( uniform precision design ). Dalam rancangan yang memiliki ketelitian seragam akan menghasilkan ragam dari Y pada titik asal (origin) sama dengan ragam dari Y perkiraan. Berdasarkan dari Raymond H. Myres (P 153) dalam Tabel 2.1 mengemukakan parameter rancangan untuk rancangan komposit pusat dapat-putar yang bersifat ortogonal dan yang bersifat memiliki ketelitian seragam. Tabel 2.1 Parameter Rancangan Komposit Pusat Dapat Putar dengan K=2 Bersifat Ortogonal dan Ketelitian Seragam Parameter Titik Sumbu n o (ks) n o (ortogonal) n (ks) n (ortogonal) α K=2 4 5 8 13 16 1.414 Keterangan : n o (ks) n o (ortogonal) n (ks) n (ortogonal) α = Banyaknya titik pusat ( ulangan pada titi pusat ) yang diperlukan agar memenuhi sifat seragam dari rancangan komposit pusat. ketelitian = Banyaknya titik pusat ( ulangan pada titik pusat ) yang diperlukan agar memenuhi syarat dari rancangan komposit pusat ortogonal = Banyaknya data pengamatan yang diperlukan oleh rancangan komposit pusat yang ketelitian seragam bersifat = Banyaknya data pengamatan yang diperlukan oleh rancangan komposit pusat yang bersifat ortogonal = Nilai yang ditetapkan bagi parameter α dalam matriks rancangan komposit pusat berdasarkan persamaan 3

25 2.6 Metode Dakian Tercuram (STEEPEST ASCENT METHOD ) Dalam kebanyakan masalah percobaan, sering sekali kita tidak mengetahui secara pasti dimana kita akan menentukan lokasi titik maksimun itu berada, dengan demikian dapat saja terjadi bahwa dugaan awal tentang kondisi operasi yang optimum dari sistem akan berbeda jauh dari kondisi optimum yang actual ( Kondisi optimum dari sistem yang sesungguhnya) Gambar 2.5 Kondisi Optimum dari Sistem Konkrit yang Sesungguhnya Dalam gambar 2.5.. tampak bahwa kondisi optimum akan tercapai pada titik temperatur x* dengan hasil respons yang maksimun п* ( eta* ). Apabila peneliti telah mengetahui atau memperoleh informasi awal tentang kondisi optimum dari sistem yang dipelajari, maka hal itu tidak merupakan masalah karena ia dengan dapat merancang perlakuan temperatur yang akan dicobakan, dimana dalam kasus ini dapat ditentukan daerah percobaan di antara daerah percobaan diantara X 1.1 dan X 1.2 dengan demikian akan ditemukan kondisi operasi yang optimum yaitu titik X* yang memang berada dalam selang taraf temperatur yang akan dicobakan yaitu dalam selang X 1.1 dan X 1.2. Atau apabila telah mengetahui perilaku optimum dari sistem kongkret yang dipelajari seperti

26 dalam kasus gambar 2.5, maka peneliti dapat juga menetapkan daerah percobaan temperatur dalam selang yang lebih besar, meskipun sebenarnya hal ini menjadi tidak efisien, katakanlah ditetapkan selang percobaan X 1.0 sampai X 1.2, dengan demikian percobaan itu akan menghasikan kondisi optimum, dengan kata lain percobaan itu berhasil menentukan titk optimum karena memang percobaan tersebut titik optimumnya berada di selang percobaannya. Namun, sekarang bayangkan bahwa peneliti sama sekali tidak mengetahui perilaku sistem kongret yang dipelajari akibat bahwa percobaan yang dipelajari adalah percobaan yang baru sehingga bentuk permukaan respon dari sistem kongkret yang dipelajari tidak diketahui. Dalam kasus seperti ini, maka akan timbul kesulitan bagi peneliti untuk menetapkan daerah percobaanya karena dapat saja terjadi bahwa percobaan yang dilakukan tidak berhasil menemukan titk optimumkarena memang titik optimum berada jauh di luar daerah percobaannya. Sebagai contoh, jika dalam seperti gambar 2.5 peneliti menetapkan daerah percobaannya di antara X 1.0 dan X 1.1, maka hasil dari percobaan itu tidak akan menghasilkan titik optimum, karena titik optimum X* berada di luar daerah percobaan yang ditetapkan oleh peneliti. Kasus semacam ini sering kali terjadi terutama dalam percobaan yang dilakukan masih besifat baru atau hal-hal yang diteliti masih jarang dilakukan oleh peneliti lain sehingga belum tersedianya referensi yang cukup lengkap. Jika yang dihadapi masalah seperti itu maka peneliti akan mengalami dalam hal menentukan kondisi operasi optimum dengan cepat,sehingga penggunaan metoda dakian tercuram (Steepest Ascent Method) akan sangat membantu.

27 Pada dasarnya metoda dakian tercuram merupakan suatu prosedur untuk mencari daerah respons maksimum, dan tentu saja sebaliknya apabila kita ingin mencari daerah respons minimum maka prosedur semacam itu disebut juga sebagai mtoda turunan tercuram( Steepest Descent Method ). Dengan demikian diketahui bahwa metode dakian tercuram dan metode turunan tercuram merupakan prosedur yang efisien dalam percobaan untuk mencari titik titik optimum ( naksimum atau minimum) Prosedur dakian tercuram dalah suatu metoda yang dipergunakan peneliti untuk bergerak secara sekuensial sepanjang lintasan dari dakian tercuram, jadi sepanjang lintasan maksimum untuk meningkatkan respons. Langkah-langkah procedural dari metoda dakian tercuram dapat ditempuh secara umum, sebagai berikut: 1. Peneliti menetapkan model fungsi respons ordo pertama dalam suatu daerah yang dibatasi oleh variabel variabel bebas X 1,X 2,..,X k. Dengan demikian pada awalnya ditetapkan model ordo pertama yang diduga sebagai berikut : ^ k Y = b o + b i X i i=1.(12) Pada tahap pertama ini gaya merupakan penyelidikan pendahuluan atau penyelidikan awal. Suatu rancangan factorial sederhana berukuran 2 k atau rancangan faktorial sebagian ( Fractional Factorial Design ) dapat dipergunakan pada tahap pertama ini untuk menduga koefisien koefisien dari persamaan (12) dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Squares Method) 2. Dari tahap pertama (Tahap 1), maka dilanjutkan dengan menetapkan lintasan dakian tercuram.seperti di gambar B ada sebuah kasus percobaan memiliki dua

28 variabel bebas, dalam hal ini X 1 dan X 2, jadi k-2 dalam fungsi (12). Dengan menggunakan model ordo pertama, maka untuk kasus k=2, permukaan responsnya yaitu kontur-kontur dari Y perkiraan akan merupakan sederet garis-garis pararel sebagaimana ditunjukan dalam gambar 2.6 Gambar 2.6 Permukaan Respons Ordo Pertama untuk Lintasan dakian tercuram Dalam gambar 2.6 terlihat dakian tercuram adalah arah dimana respons konstan Y perkiraan meningkat secara cepat dengan arah pararel (sejajar) terhadap normal yang melewati permukaan respons yang ditetapkan. Kita biasanya menunjukan lintasan dakian tercuram sebagai suatu garis (anak panah) yang melalui pusat ( titik 0,0) dari daerah yang ditetapkan dan normal permukaan respons yang ditetapkan. Dengan demikian lintasan dakian tercuram ditandai sebagai garis normal pada kontur-kontur yang melalui titik pusat dari daerah yang ditetapkan. Garis normal ini memberikan arah untuk melakukan percobaan berikutnya. Tahap tahap atau tingkat - tingkat atau langkah - langkah adalah proporsional terhadapa koefisien regresi, b i. Ukuran langkah aktualk ditentukan oleh peneliti berdasarkan pengalamannya.

29 3. Pada tahap selanjutnya, percobaan dibangkitkan sepanjang lintasan dakian tercuram itu sampai tidak diperoleh lagi peningkatan respons yang diamati Jika belum menemukan titk optimum, maka langkah langkah dala nomor 1,2, dan 3 dapat diulangi lagi dengan menggunakan daerah percobaan yang baru. Dengan demikan proses percobaan terhadap masalah yang dikaji akan terus berulang secara kontinu sebagaimana sifat dari suatu penelitian yang merupakan proses belajar secara berulang atau secara iterative. Berdasarkan proses pecobaan secara terus menerus, maka peneliti akan mencapai keadaan optimum atau keadaan di sekitar kondisi optimum itu.