KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

KESIAPAN MENIKAH DAN PELAKSANAAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA PRASEKOLAH INE RAHMATIN

GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik dan Cara Pemilihan Sampel

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

TINGKAT PERKEMBANGAN NILAI MORAL, MOTIVASI BELAJAR, KECERDASAN INTRAPERSONAL, DAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

METODE PENELITIAN. N Ne = 780. n = 780( = 106, N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun e = error (9%)

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan Dengan Persiapan Dan Tanpa Persiapan Pada Komunitas Young Mommy Tuban

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA DAN DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

HASIL. Karakteristik Remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

METODE PENELITIAN. Contoh dan Cara Pengambilan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Anak Prasekolah adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Restystika Dianeswari NIM I24070043

ABSTRACT Restystika Dianeswari. Marital Readiness, Basic Task, and Crisis Task Fulfillment in Preschool Families. Supervised by Euis Sunarti. The aimed of this research was to analyze the difference, correlation, and influence of marital readiness, basic task and crisis task fulfillment in preschool families. Ninety preschool families (children age three, four, and five years old) was chosen by simple random sampling in Bubulak, Bogor, East Java. This study showed a difference among marital readiness of husband and wife, where husband had higher score than wife. There was no significant correlation between marital readiness of husband, wife, and basic task of the family but positive correlation was found between husband s marital readiness (intellectual, emotional, and social dimenssion), wife s marital readiness (intellectual dimenssion) and family crisis task. Husband s marital readiness (intelectual and social readiness dimension) had a positif influence toward family crisis task. Keywords : basic task, crisis task, marital readiness, preschool, family ABSTRAK Restystika Dianeswari. Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah. Dibimbing oleh Euis Sunarti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan, hubungan, dan pengaruh kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga prasekolah. Sebanyak 90 keluarga prasekolah (anak umur tiga, empat, dan lima tahun) dipilih di Desa Bubulak, Bogor, Jawa Barat dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini menunjukkan perbedaan antara kesiapan menikah suami dan istri dengan nilai kesiapan menikah suami yang lebih tinggi daripada istri. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kesiapan menikah suami, istri, dan pemenuhan tugas dasar keluarga tetapi hubungan yang positif terdapat diantara kesiapan menikah suami (dimensi intelektual, sosial, dan emosi), kesiapan menikah istri (dimensi kesiapan intelektual) dan pemenuhan tugas krisis keluarga. Kesiapan menikah suami (dimensi intelektual dan sosial) memiliki pengaruh positif terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga. Kata kunci: tugas dasar, tugas krisis, kesiapan menikah, keluarga prasekolah,

RINGKASAN RESTYSTIKA DIANESWARI. Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah. Dibawah bimbingan EUIS SUNARTI. Perkembangan sosial yang pesat dan kompleks menuntut keluarga untuk beradaptasi agar lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan tersebut. Untuk itu, individu yang akan menikah harus melakukan persiapan-persiapan sebelum berkeluarga agar menghasilkan keluarga yang sukses. Kesuksesan keluarga dapat dinilai melalui kesiapan menikah dari individu dan kemampuan keluarga dalam menjalankan tugas, fungsi, dan peran dalam keluarga. Fungsi keluarga mencakup tiga tugas yang merupakan langkah awal menuju kesuksesan keluarga, yaitu tugas dasar, perkembangan, dan krisis. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat kesiapan menikah suami dan istri, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah; menganalisis perbedaan kesiapan menikah suami dan istri pada keluarga anak prasekolah; menganalisis hubungan kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah; dan menganalisis pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah. Penelitian ini menggunakan disain cross setional study dengan waktu pengambilan data dari bulan Juni hingga Juli 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Bubulak, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat yang dipilih dengan metode purposive. Teknik pengambilan contoh dilakukan dengan simple random sampling dengan jumlah contoh sebanyak 90 keluarga dengan anak prasekolah. Data yang digunakan adalah data primer dengan bantuan kuesioner untuk membantu contoh dalam melakukan recall kesiapan menikahnya, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga, sedangkan data sekunder didapatkan dari monografi desa. Kemudian, data dianalisis secara deskriptif dan inferensia, yaitu uji hubungan Pearson, uji beda t-test, dan uji linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama menikah suami dan istri adalah 5,13 tahun dengan usia menikah rata-rata suami adalah 27, 81 tahun dan 22,94 tahun untuk istri. Perbedaan yang signifikan terdapat pada umur menikah suami dan istri (p<0,01). Usia suami dan istri saat ini rata-rata adalah 32,94 dan 28,08 tahun. Lama pendidikan suami lebih tinggi daripada istri yaitu selama 9,74 tahun, sedangkan istri selama 8,84 tahun. Perbedaan yang signifikan terdapat antara lama pendidikan suami dan istri (p<0,05). Hampir separuh suami bekerja sebagai buruh (buruh bangunan, pabrik, dan penjaga warung) dan hampir seluruh istri tidak bekerja (ibu rumah tangga). Rata-rata pendapatan per kapita keluarga adalah Rp 482.000 dan masih terdapat 13,3 persen keluarga yang masih berada dibawah garis kemiskinan perkotaan di Provinsi Jawa Barat tahun 2010 menurut BPS. Kesiapan menikah diukur melalui tujuh dimensi, yaitu kesiapan intelektual, sosial, emosi, moral, individu, finansial, dan mental. Dari tujuh dimensi tersebut, istri memiliki nilai yang lebih tinggi daripada suami hanya dalam kesiapan emosinya saja. Hal ini dikarenakan kemampuan perempuan dalam menjaga hubungan interpersonal dan mengekspresikan emosi yang lebih baik daripada laki-laki. Secara keseluruhan, rata-rata kesiapan suami lebih tinggi daripada istri dan terdapat perbedaan kesiapan menikah diantara keduanya (p<0,05).

Tugas dasar merupakan hal paling utama yang harus dipenuhi oleh keluarga. BKKBN menyebutkan terdapat lima aspek yang menjadi kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Untuk pendidikan tidak dimasukkan ke dalam pernyataan karena anak-anak pada keluarga contoh belum memasuki pendidikan formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga dapat memenuhi 96,2 persen pernyataan mengenai pemenuhan tugas dasar. Tiga pernyataan yang belum dipenuhi secara sempurna oleh keluarga, yaitu memiliki atap dan dinding yang kokoh (95,6%), memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap kegiatan (91,1%), dan melakukan KB di klinik bagi istri (87,8%). Tugas krisis merupakan periode krusial bagi keluarga yang terjadi sepanjang tahap perkembangan keluarga. Krisis ini terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi tugas perkembangannya karena ketiadaan sumberdaya dalam keluarga. Terdapat dua krisis pada masa prasekolah, yaitu hilangnya privasi antara suami dan istri serta ketidakmampuan suami dan istri melakukan koping terhadap waktu, energi, dan perhatian terhadap kebutuhan kritis anak prasekolah. Keluarga dapat memenuhi rata-rata hampir separuh pernyataan mengenai tugas krisis (43,6%) dari 15 pernyataan mengenai tugas krisis. Sebanyak 80 persen keluarga mendapatkan dukungan pengasuhan dari keluarga. Hanya 20 persen ayah yang tidak memiliki waktu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan. Hasil uji korelasi Pearson tidak menunjukkan adanya hubungan antara kesiapan menikah dan tugas dasar. Hubungan yang positif ditunjukkan pada kesiapan menikah suami terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga (p<0,05). Apabila dilihat dari dimensi kesiapan menikah, terdapat hubungan antara kesiapan intelektual, emosi, dan sosial suami serta pemenuhan tugas krisis keluarga. Begitupula dengan kesiapan intelektual istri yang berhubungan dengan pemenuhan tugas krisis keluarga (p<0,05). Kesiapan intelektual yang tinggi akan memberikan akses lebih baik bagi keluarga untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih tinggi. Kesiapan sosial dan emosi diperlukan untuk mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, dan kerabat lainnya dalam memenuhi tugas krisis keluarga. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kesiapan intelekual dan sosial suami terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga (p<0,05). Setiap kenaikan satu poin kesiapan intelektual suami, maka akan menaikkan pula pemenuhan tugas krisis keluarga sebanyak 0,262 poin. Begitupula dengan kesiapan sosial suami, setiap kenaikan satu poin kesiapan sosial suami maka akan menaikkan pula 0,313 poin pemenuhan tugas krisis keluarga. Model dalam penelitian ini menjelaskan 13,9 persen pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian. Kesiapan sosial diperlukan bagi anggota keluarga untuk mendapatkan dukungan supaya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam keluarga.

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memeperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul Nama NIM : Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah : Restystika Dianeswari : I24070043 Disetujui, Dr. Ir. Euis Sunarti, MS Dosen Pembimbing Diketahui, Dr.Ir.Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal Lulus:

i PRAKATA Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, hidayah, serta nikmatnya kepada penulis sehingga penelitian yang berjudul Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Anak Prasekolah dapat diselesaikan. Sepanjang penulisan skripsi ini, penulis tentunya dikelilingi oleh orangorang yang sangat berjasa. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis. Terima kasih atas motivasi, nasehat, serta ilmu-ilmu yang diberikan selama bimbingan. 2. Dosen pembimbing akademik Dr. Ir. Hartoyo M.Sc atas kesediaannya memberikan masukan selama masa perkuliahan. Bapak Ir. M.D. Djamaludin M.Sc dan Ibu Alfiasari SP, M.Si sebagai dosen penguji atas saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik 3. Orangtua, Sri Nadiroh dan Soetodo Soetomo, dan adik, Restartika Dianastari, yang selalu memberikan doa, motivasi, arahan, cinta, kasih sayang, dan pengertian kepada penulis selama ini. 4. Pihak-pihak yang secara langsung telah membatu penulis dalam penyelesaian penelitian ini (Kader dan RW setempat). 5. Teman sebimbingan, Ine Rahmatin, Lia Nurjanah, Fitri Sari, dan Rini Hastuti atas dukungan yang besar yang diberikan dari awal hingga selesainya skripsi ini. Putri Nilam Kencana, Husfani A. Putri, Cefti Lia Permatasari, Nadia Nandana Lestari, Ruri Setianti, Anita Saufika, Dini Aprilia, Nadia Naomi, Restu Dwi Prihatina, Agus Surachman, dan teman-teman IKK angkatan 44 lainnya yang bersedia memberikan motivasi hingga penyusunan skripsi ini selesai. Bogor, November 2011 Restystika Dianeswari

i PENDAHULUAN DAFTAR ISI Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 3 Tujuan... 5 Kegunaan penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan Menikah... 7 Keberfungsian Keluarga... 9 Tugas Dasar... 10 Tugas Krisis... 11 Tugas Perkembangan... 14 KERANGKA PEMIKIRAN... 15 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu... 17 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh... 17 Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 18 Pengolahan dan Analisis Data... 20 Definisi Operasional... 22 HASIL PENELITIAN... 25 Gambaran umum lokasi penelitian... 25 Karakteristik Keluarga... 25 Kesiapan menikah... 29 Tugas Dasar... 40 Tugas Krisis... 31 Hubungan umur menikah, pendidikan, serta kesiapan menikah suami dan istri... 44 Hubungan karakteristik keluarga, pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis keluarga... 46 Hubungan kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga... 47 Pengaruh umur menikah dan pendidikan terhadap kesiapan menikah... 50 Pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga... 51 PEMBAHASAN... 52 Keterbatasan Penelitian... 57 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 59 Saran... 60 DAFTAR PUSTAKA... 61 RIWAYAT HIDUP... 65

i DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Variabel dan responden yang digunakan dalam kuesioner... 19 2 Variabel, skala data, dan kategori skor... 20 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga... 26 4 Sebaran contoh berdasarkan usia saat ini... 27 5 Sebaran contoh berdasarkan umur menikah... 27 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan... 28 7 Sebaran keluarga berdasarkan garis kemiskinan BPS... 29 8 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan intelektual... 27 9 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan intelektual contoh... 31 10 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan emosi... 31 11 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan emosi contoh... 32 12 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan sosial... 33 13 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan sosial contoh... 34 14 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan moral... 34 15 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan moral contoh... 35 16 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan individu... 36 17 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan individu contoh... 37 18 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan finansial... 38 19 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan finansial contoh... 38 20 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan mental... 39 21 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan mental contoh... 40 22 Sebaran keluarga berdasarkan pemenuhan tugas dasarnya... 41 23 Sebaran keluarga berdasarkan pemenuhan tugas krisisnya... 42 24 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, umur menikah, dan pendidikan suami... 45

ii 25 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, umur menikah, dan pendidikan istri... 46 26 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis... 47 27 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dan dimensi pemenuhan tugas krisis keluarga... 47 28 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, tugas dasar, dan tugas krisis keluarga... 48 29 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga... 48 30 Sebaran koefisien korelasi dimensi kesiapan menikah dan tugas krisis keluarga... 49 31 Sebaran koefisien regresi umur menikah dan pendidikan terhadap kesiapan menikah suami... 50 32 Sebaran koefisien regresi umur menikah dan pendidikan terhadap kesiapan menikah istri... 51 33 Sebaran koefisien regresi kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga... 51 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Faktor penyebab perceraian tahun 2001... 4 2 Kerangka pemikiran Analisis Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah... 16 3 Metode penarikan contoh penelitian... 18 4 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah... 26 5 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan... 28 6 Sebaran contoh berdasarkan kesiapan menikahnya... 40

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada kondisi, kesempatan, masalah, janji, dan tantangan baru bagi keluarga sehingga sumberdaya yang ada di keluarga bertambah. Diperlukan sebuah keluarga yang fleksibel dalam menghadapi kondisi ini agar terhindar dari krisis. Maka dari itu, individu yang akan menikah harus mempersiapkan diri untuk memasuki pernikahan agar tercipta keluarga yang tahan terhadap perkembangan yang semakin kompleks. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Individu yang telah menikah tentunya menginginkan sebuah keluarga yang sukses. Sukses maksudnya dapat menyelesaikan dengan baik masalah atau krisis yang terjadi selama tahap kehidupan keluarga sehingga menjadi lebih berdaya. Kesuksesan keluarga dapat dilakukan dengan melihat kesiapan menikah dari individu tersebut (Gunarsa dan Gunarsa 2002). Kesiapan menikah diartikan dalam Duvall (1971) sebagai laki-laki dan perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan secara fisik, emosi, tujuan, keuangan, dan pribadi telah siap untuk bertanggung jawab dalam komitmen pernikahan. Menurut Hill, Oesterle, dan Hawkins (2004), sebagai seorang dewasa muda yang akan menikah setidaknya harus mencapai kematangan fisik, psikologis dan emosi, keterampilan hidup, perilaku yang sesuai, hubungan sosial dan keluarga yang sehat, telah menyelesaikan pendidikan, memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lebih tidak mementingkan kepentingan pribadi. Hurlock (1980) menyebutkan persiapan pernikahan termasuk dalam keterampilan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, mengatur keuangan kelaurga, dan pendidikan seks. Syarat minimal bagi calon pasangan untuk menuju pernikahan mencakup tiga hal, yaitu mampu memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar dan perkembangan keluarga, memiliki kualitas sumberdaya manusia yang memadai untuk mengelola

2 keluarga sebagai ekosistem, dan memiliki kematangan pribadi untuk menjalankan fungsi, peran, dan tugas keluarga (Burgess dan Locke 1960). Untuk itu, dapat dirangkum bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi sebuah pernikahan yaitu, usia, pendidikan, dan perencanaan karir (Knox 1985). Penelitian yang dilakukan Rutledge (1968) diacu dalam Olson dan Fowers (1986) menyebutkan bahwa menyiapkan pernikahan merupakan upaya untuk mencegah perceraian. Sebagai upaya pencegahan, seseorang dapat melakukan hal-hal seperti mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat kesuksesan menikah, masingmasing individu mengukur hubungan dengan pasangan lainnya, dan melakukan intervensi terhadap pasangan yang bermasalah (Olson & Fowers 1986). Kesuksesan keluarga juga dapat dilihat dari kemampuan keluarga menjalankan fungsi, peran, dan tugas keluarga. Fungsi keluarga dapat dijalankan melalui tiga tugas, yaitu tugas dasar, krisis, dan perkembangan (Epstein dalam COPMI 2003). Tugas tugas ini merupakan langkah awal untuk mencapai keberfungsian keluarga yang juga menjadi syarat kesuksesan keluarga. Tugas dasar, tugas yang pertama kali dipenuhi oleh sebuah keluarga. Menurut BKKBN, sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan merupakan hal dasar yang harus dicapai keluarga. Tugas perkembangan, merupakan serangakaian kewajiban yang harus dipenuhi oleh seseorang maupun keluarga selama kehidupannya yang akan mempengaruhi keberhasilan pada tugas perkembangan selanjutnya. Terakhir adalah tugas krisis, yaitu bagaimana keluarga dapat berhadapan dengan krisis atau masalah yang dialaminya. Kemampuan keluarga dalam menghadapi krisis menutut adanya peran yang jelas dalam keluarga. Dijelaskan oleh Peterson (2009) bahwa beberapa peneliti setuju peran yang jelas dalam keluarga berhubungan dengan kemampuan keluarga untuk berhadapan dengan kehidupan yang modern saat ini, krisis yang tidak dapat terprediksi, dan perubahan yang biasa terjadi dalam keluarga untuk mencapai keluarga yang sukses. Krisis ini akan terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi pemenuhan tugas perkembangan keluarganya. Pada level tertentu keluarga akan rentan terhadap masalah, namun ada kalanya keluarga juga akan tahan terhadap masalah. Keluarga yang hidup pada zaman dan perkembangan yang kompleks, akan memberikan tekanan yang lebih pada

3 keluarga sehingga krisis keluarga juga lebih kompleks. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa untuk memprediksi sebuah keluarga akan rentan atau tidak terlihat dari pemenuhan tugas dasarnya (Duvall 1971). Krisis terjadi sepanjang masa tahap perkembangan keluarga, termasuk masa anak prasekolah. Pada umumnya, pada tahap keluarga ini suami dan istri mulai merencanakan untuk menambah anak. Duvall (1971) menyebutkan bahwa bertambahnya anggota keluarga dapat menyebabkan krisis pada keluarga. Apabila dalam masa ini hadir anggota keluarga baru, maka perhatian untuk anak prasekolah akan berkurang. Gunarsa dan Gunarsa (2002) menyebutkan bahwa perkembangan anak usia prasekolah mulai berubah dari otonomi ke inisiatif sehingga anak mulai banyak bertanya dan terlibat dalam lingkungan sosial. Orangtua perlu memperhatikan anak pada usia ini karena masa ini merupakan awal terbentuknya pribadi anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar dan krisis dalam keluarga. Rumusan Masalah Pernikahan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap orang, khususnya ketika mereka telah memasuki usia dewasa muda. Dewasa muda yang akan menikah paling tidak harus mencapai kematangan-kematangan yang disesuaikan dengan kesiapan dirinya untuk menikah seperti kematangan fisik, psikologis dan emosi, keterampilan hidup, perilaku yang sesuai, hubungan sosial dan keluarga yang sehat, telah menyelesaikan pendidikan, memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lebih tidak mementingkan kepentingan pribadi (Hill, Oesterle, dan Hawkins 2004). Tidak semua orang memperhatikan kesiapan-kesiapan menjelang pernikahan yang mungkin akan berdampak pada perceraian. Indonesia termasuk negara yang memiliki angka perceraian cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jendral Peradilan Agama (2011) menyebutkan angka perceraian di Indonesia menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2009 tercatat terdapat 250.000 kasus perceraian. Dibandingkan tahun 2008, kasus perceraian pada tahun 2009

4 meningkat sebanyak 50.000 kasus. Penyebab perceraian dikelompokkan menjadi empat masalah pada tahun 2007, yaitu: 1. Salah satu pasangan meninggalkan kewajiban. Masalah ini terdiri dari salah satu pasangan tidak bertanggung jawab, masalah ekonomi keluarga, dan perkawinan yang dipaksa. 2. Perselisihan terus menerus yang disebabkan ketidakharmonisan pribadi, gangguan pihak ketiga, dan faktor politis. 3. Masalah moral yang terdiri atas masalah poligami yang tidak sesuai peraturan, cemburu yang berlebihan, dan krisis akhlak. 4. Kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan Gambar 1 perceraian yang paling tinggi terjadi karena ketidakharmonisan pasangan suami istri yang mencapai 55.093 kasus. Gambar 1 Faktor penyebab perceraian tahun 2007 Sumber : Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama 2008 Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2010), sumbangan paling besar terhadap perceraian adalah pernikahan dini. Pada tahun 2009, ketua KPAI menyatakan bahwa terdapat 34 persen pernikahan dini di Indonesia. Pernikahan dini menjadi pemicu perceraian dikarenakan kematangan usia seorang individu yang dibawah umur 18 tahun dirasa belum cukup. Kasus ini terjadi karena seseorang tidak mampu untuk mengembangkan kemampuannya sehingga tidak ada pilihan lain selain menikah. Pernikahan dini tidak hanya terjadi pada masayarakat bawah saja, namun sudah mulai merambah ke masyarakat kota yang

5 sebenarnya memilliki kapasitas untuk mengembangkan kemampuannya. Namun tidak hanya pernikahan dini saja yang menyebabkan masalah perceraian. Komisi Penyiaran Indonesia (2011) menyebutkan bahwa tayangan Infotainment yang menampilkan serentetan kasus perceraian yang dilakukan oleh artis-artis juga mempengaruhi perkawinan masyarakat Indonesia. Perceraian ini akan terjadi ketika keluaga tidak mampu menyelesaikan krisis yang ada di keluarga. Krisis pada masa prasekolah yaitu ketidakmampuan keluarga dalam melakukan koping terhadap perhatian, waktu, dan energi terhadap kebutuhan anak usia prasekolah (Duvall 1971). Bertambahnya anggota keluarga akan menimbulkan krisis bagi anak prasekolahnya berupa kurangnya perhatian orangtua akan kebutuhan anak. Gunarsa dan Gunarsa (2002) menyebutkan bahwa orangtua perlu perhatian ekstra terhadap anak prasekolah karena pada masa inilah pribadi anak terbentuk. Krisis lain yang pada umunya terjadi pada masa ini adalah hilangnya privasi antara suami dan istri dapat merenggangkan hubungan diantaranya. Hubungan yang renggang ini akan mengakibatkan perceraian apabila suami dan istri tetap tidak kompak dalam urusan rumah tangganya. Perceraian akan memberikan dampak tersendiri bagi perkembangan anak seperti kehilangan salah satu orangtua, kehilangan sumber ekonomi, minimnya stimulasi pengasuhan dari orangtua, dan banyaknya konflik antara orangtua akibat perceraian (Hughes 2009). Bedasarkan rumusan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar tingkat kesiapan menikah contoh? 2. Seberapa besar tingkat pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga? 3. Adakah perbedaan pada tingkat kesiapan menikah suami dan istri? 4. Adakah hubungan dan pengaruh antara kesiapan menikah dengan pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis keluarga?

6 Tujuan Tujuan umum Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk menganalisis kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: 1. Mengidentifikasi tingkat kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah 2. Menganalisis perbedaan tingkat kesiapan menikah antara suami dan istri 3. Menganalisis hubungan antara kesiapan menikah dengan pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah 4. Menganalisis pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini menyediakan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama keluarga, mengenai pemenuhan tugas dasar dan krisis serta keterkaitannya dengan kesiapan menikah. Bagi pemerintah atau institusi terkait, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk membuat program yang sesuai bagi keluarga untuk membawa keluarga kepada kesuksesan keluarga. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengatahuan baru dalam bidang keluarga, khususnya kesiapan menikah dan pemenuhan tugas dasar dan krisis pada tahap keluarga prasekolah.

7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan, keuangan, dan kepribadian untuk bertanggung jawab dalam pernikahannya. Komitmen bagi mereka yang ingin menikah timbul dari keterkaitan emosi, salah satunya rasa cinta. Namun tidak semua orang yang sangat ingin menikah memiliki kesiapan-kesiapan sebelum menikah (Blood 1962). Knox (1985) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi kesiapan menikah, yaitu umur, pendidikan, dan rencana karir. Lain halnya dengan Rice (1983) yang menyebutkan bahwa dari beberapa penelitian didapatkan bahwa faktor yang menentukan seseorang siap atau tidak menikah antara lain usia, lamanya pasangan saling mengenal, kematangan sosial, motivasi untuk menikah, pengertian cinta menurut pasangan, kesiapan pasangan dan kemauan untuk tanggung jawab dalam pernikahan, kesiapan untuk setia terhadap satu pasangan, kesiapan emosi untuk menjadi orangtua, telah menyelesaikan pendidikan, serta kesiapan dan kemauan orangtua untuk menikahkan anaknya. Usia merupakan faktor yang paling penting dalam mengukur kesiapan menikah menurut Rice (1983). Maka dari itu, seseorang yang menikah pada usia muda memiliki masalah dan ketidakpuasaan dibandingkan seseorang yang menikah pada usia lebih tua (Lee 1977 diacu dalam Rice 1983). Berkebalikan dengan penelitian yang dilakukan Oktaviani (2010) yang menyebutkan bahwa umur berhubungan negatif dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai pernikahan. Semakin tua usia seseorang saat menikah, semakin sedikit pula pengetahuan yang dimilikinya yang diduga karena keterpaparan informasi yang masih sedikit dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Selain usia, faktor lain yang diperlukan dalam mengenali pasangan yakni menyadari perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh pasangan karena perbedaan inilah yang mengganggu ketenangan dan suasana aman dalam berkeluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2002). Sebelum memasuki gerbang pernikahan, individu harus menyiapakan beberapa kesiapan. Apabila tidak menyiapakan keterampilan-leterampilan tersebut maka akan berdampak pada gagalnya fungsi keluarga. Dijelaskan dalam Burgess

8 dan Locke (1960) bahwa seseorang yang akan menikah harus memenuhi sumberdaya ekonomi, sumberdaya manusia, dan kematangan pribadinya. Menurut Rapaport dalam Duvall (1971), terdapat sepuluh kriteria kesiapan menikah, antara lain: 1. Siap untuk menjadi pasangan setia 2. Siap untuk berubah dari kehidupan yang bebas menjadi hubungan yang mendalam dengan pasangannya 3. Memiliki kelembutan dan kasih sayang untuk pasangannya 4. Peka terhadap emosi dan kehidupan orang lain 5. Berbagi keintiman dengan orang lain 6. Menyatukan rencana yang dimilikinya dengan pasangannya 7. Memiliki penilaian yang realistis mengenai pasangannya 8. Berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan keluarganya kelak 9. Memiliki rancangan atau rencana mengenai masalah keuangan 10. Siap untuk menjadi istri atau suami Blood (1962) menyebutkan bahwa kedewasaan emosi adalah konsep yang paling penting dalam kesiapan seseorang untuk menikah. Artinya, ketika seseorang sudah mencapai kematangan emosinya maka ia telah mencapai masa kedewasaannya. Namun, tidak semua orang yang telah dewasa adalah orang yang matang secara emosi. Perbedaan kematangan emosional inilah yang menyebabkan wanita lebih siap menjalankan peran dan tugasnya dirumah, sedangkan pria lebih mencari sukses di luar rumah (Gunarsa dan Gunarsa 2002). Seseorang dikatakan matang secara emosi ketika telah mengembangkan kemampuan untuk membangun dan menjaga hubungan personal (Blood 1962). Kedewasaan akan datang sendirinya sebagai hasil dari keberhasilan dalam bersosialisasi di rumah maupun diluar rumah (peer group, sekolah, tempat kerja, dan pasangan). Seseorang yang sudah matang akan memungkinkan dirinya untuk menghasilkan pernikahan dan pengasuhan yang sukses pula. Blood (1962) mengukur kematangan emosi dari empati, stabilitas, dan tanggung jawab. Namun adapula seseorang yang sudah matang secara emosi namun tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam kehidupan remajanya tapi sudah siap untuk menikah. Tidak hanya kematangan emosi, kematangan sosial pun menjadi aspek kesiapan

9 menikah. Blood (1962) mengartikan kematangan sosial sebagai salah satu aspek kesiapan menikah yang berasal dari terpenuhinya aspek-aspek kehidupan seorang remaja. Kematangan sosial dapat terlihat dari seberapa lama mengenal orang lain dan memiliki kehidupan yang mandiri. Mengenal orang lain merupakan salah satu cara untuk mematangkan sosial seorang remaja. Bagi remaja yang hanya mengenal sedikit orang, akan lebih lama merasa cocoknya karena masih mencari kepribadian baru dari temannya. Mengenal tidak hanya dari banyaknya orang yang dikenal, tapi juga kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Saat seseorang sudah matang secara emosi dan sosial, maka ia dapat melanjutkan hubungannya dengan pasangan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa ketika seseorang siap untuk menikah maka ia harus sudah menyelesaikan semua tugas perkembangannya yang sesuai dengan umur pada saat ia akan menikah. Pernikahan memiliki tiga fungsi penting menurut Landis dan Landis (1970), yaitu menyediakan keadaan fisik untuk anak dan keluarga, mengembangkan kepribadian secara alami seperti menyediakan fasilitas untuk anak agar dapat sukses dalam kehidupan sosialnya, dan mempertemukan emosi antara orangtua dan anak dalam keluarga. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui alasan seseorang menikah. Bagi perempuan didapatkan alasan seperti untuk mendapatkan rasa aman dalam keuangan, dukungan emosi, dan prestis. Alasan menikah bagi laki-laki antara lain menciptakan kehidupan normal, kehidupan rumah, dan kepemimpinan. Keberfungsian Keluarga Konsep keberfungsian keluarga pertama kali muncul untuk melakukan terapi pada keluarga dan salah satu model keberfungsian keluarga yang digunakan hingga saat ini adalah McMaster Model of Family Functioning. Model ini menggunakan teori struktural fungsional yang mellihat keluarga sebagai suatu sistem sosial namun lebih menekankan pada fungsi keluarga seperti menyediakan kebutuhan fisik dan psikologi keluarga (Toly 2009). Megawangi (2005) mengatakan bahwa teori struktural fungsional merupakan sebuah pendekatan yang dikembangkan oleh sosiolog yang diterapkan dalam keluarga. Teori ini dikembangkan pada abad ke-20 oleh William F. Ogburn dan Talcot Parson, dua

10 orang sosiolog ternama. Pendekatan ini mengakui adanya keberagaman dalam masyarakat yang menjadi sumber dalam struktur masyarakat. Model fungsi keluarga McMaster merupakan model yang menggunakan pendekatan struktur dan organisasi. Toly (2009) menyebutkan fokus pada model ini ada tiga, yaitu tugas dasar seperti makan dan rumah, tugas perkembangan yang terjadi selama tahap perkembangan hidup keluarga, dan tugas krisis seperti cara keluarga dalam menangani masalah. Sejalan dengan model fungsi keluarga McMaster, the procces of family functioning, dikembangkan dari teori sistem yang menjelaskan bahwa fungsi keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan tugas dasar, krisis, dan perkembangan karena fokus dalam model ini adalah penyelesaian ketiga tugas tersebut baik secara fisik, biologi, maupun sosial. Model ini mengidentifikasi tujuh objek yang dapat menunjukkan berhasilnya keluarga dalam menyelesaikan tugas dasar, krisis, dan perkembangan. Tujuh objek tersebut adalah penyelesaian tugas, peran yang jelas, komunikasi, interkasi langsung dalam keluarga, keterlibatan, pengawasan, serta nilai dan norma (Trangkasombat 2006). Perbedaan dalam model ini dengan model McMaster adalah model ini digunakan untuk memahami tentang keluarga sedangkan McMaster untuk terapi keluarga. Tugas Dasar merupakan hal-hal dasar yang perlu dipenuhi oleh keluarga. kebutuhan ini termasuk dalam istirahat, tidur, makan, minum, sex, dan oksigen. Menurut Maslow (1970), manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang paling rendah, yaitu kebutuhan dasar, sebelum memenuhi kebutuhan yang paling tinggi, yaitu aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini umumnya muncul ketika ada sebuah motivasi dari luar (lapar, haus, panas, atau dingin) sehingga muncul kebutuhan. Misalnya saat seseorang lapar, maka ia akan mencari cara apapun yang dapat memenuhi memenuhi rasa laparnya. Selama belum terpenuhi kebutuhannya, maka ia akan selalu memikirkan keinginannya. Setelah terpenuhinya salah satu kebutuhan, maka kebutuhan lainnya akan mucul dan begitu seterusnya (Maslow 1970). Setiap orang dapat dan berkeinginan untuk mencapai tingkat aktualisasi diri, namun sering terhambat dengan kejadiankejadian ditingkat paling rendah. Kejadian seperti perceraian atau kehilangan

11 pekerjaan menjadi penyebab hambatan individu untuk menuju ke tingkat selanjutnya. BKKBN membagi kategori kesejahteraan keluarga ke dalam tiga tingkatan, yaitu pra KS, KS I, KS II, KS III, dan KS III plus. Keluarga pra KS adalah keluarga yang hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga saja yang termasuk dalam sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Keluarga KS I adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis. Keluarga KS II adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pengenbangannya, sedangkan KS III adalah keluarga yang belum dapat memberikan suambangan maksimal kepada masyarakat. Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan semua kebutuhan merupakan keluarga dengan golongan KS III plus. Tugas Krisis merupakan periode krusial pada setiap tahapan perkembangan keluarga. Sunarti (2007) menjelaskan bahwa krisis keluarga datang saat masalah yang diterima keluarga lebih banyak dari sumberdaya dan perilaku koping keluarga. Sumberdaya yang digunakan untuk koping berupa fisik dan materi (pendapatan, peralatan, ruang, tabungan, kesehatan, pendidikan, pengalaman, ide, dan intelektual), integrasi keluarga (komunikasi, tujuan, nilai, loyalitas, dan kerjasama), dan kemampuan adaptasi keluarga dalam menghadapi masalah atau krisis. Sumberdaya didapatkan keluarga dari keluarga besar dan teman yang berupa dukungan, bantuan, serta kemampuan pemecah masalah (Smart dan Smart 1980). Masalah atau stressor yang menghadang keluarga diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan sumberdaya yang dimiliki keluarga. Keberhasilan keluarga dalam menghadapi krisis dipengaruhi kemampuan keluarga dalam menghadapi masalah/krisis sebelumnya. Stressor merupakan kejadian atau transisi yang mempengaruhi kehidupan keluarga, seperti perceraian, kematian, atau kesulitan lainnya yang membuat keluarga semakin dalam keadaan yang sulit. Namun tidak semua stressor akan berdampak buruk pada kehidupan keluarga, tergantung dari tipologi keluarga, sumberdaya, kemampuan koping strategi dan penyelesaian masalah, harapan, serta kerentanan keluarga.

12 McCubbin dan Thompson (1987) menjelaskan bahwa keluarga yang tertimpa krisis dapat terlihat dari kadaan keluarga yang mulai tidak stabil. Untuk mengembalikan kestabilan itu, keluarga akan melakukan trial and error untuk mengurangi ketegangan yang ada dalam keluarga sehingga dapat dikatakan bahwa krisis keluarga merupakan masa transisi keluarga dari situasi yang tidak stabil menjadi situasi stabil dan di dalamnya terdapat usaha keluarga untuk memperbaiki dan beradaptasi dengan perubahan. Ketidakmampuan keluarga dalam menyesuaikan perilaku terhadap perubahan dalam masyarakat akan menimbulkan ketegangan emosi yang akan berakibat pada perpisahan atau perceraian. Keluarga modern lebih berpengalaman menghadapi krisis daripada keluarga terdahulu karena memiliki karakteristik yang kompleks walaupun tekanan yang dihadapinya lebih besar (Locke dan Burgess 1960). Krisis terjadi disepanjang siklus hidup keluarga dan terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi tugas perkembangan individu maupun keluarganya (Duvall 1971). Begitupula dengan keluarga anak prasekolah, masing-masing memiliki tugas perkembangan dirinya maupun keluarganya. Krisis pada masa prasekolah umumnya tidak mampu melakukan koping terhadap hilangnya energi, perhatian, dan waktu terhadap kebutuhan anak prasekolah dan hilangnya privacy antara pasangan (Duvall 1971). Penelitian yang dilakukan Lee et al. (2010) menyebutkan bahwa konflik yang terjadi antarpasangan antara lain masalah hubungan dengan pasangan, anak, keuangan, tanggung jawab dalam rumah tangga, kesehatan, keluarga besar, rahasia, dan perpindahan rumah. McCubin (1987) menyebutkan masa parsekolah merupakan masa yang membutuhkan kedisiplinan sehingga anak dapat melakukan kegiatannya secara disiplin. Hurlock (1980) membedakan ke dalam dua kelompok bahaya atau krisis bagi anak usia prasekolah, yaitu dampak psikologis dan fisik. Adapaun yang termasuk dalam bahaya psikologis antara lain bahaya dalam berbicara, emosi, sosial, bermain, perkembangan konsep, moral, penggolongan jenis kelamin, kepribadian, dan hubungan keluarga. Bahaya fisik di antaranya adalah kematian, penyakit, kecelakaan, penampilan fisik yang kurang menarik, dan kegemukan. Tugas Perkembangan merupakan tugas-tugas yang selalu muncul disetiap tahapan perkembangan hidup seseorang atau selama seseorang hidup

13 (Duvall 1971). Pemenuhan tugas-tugas perkembangan ini akan membawa kebahagiaan dan kesiapan seseorang untuk memenuhi tugas perkembangan selanjutnya. Apabila seseorang gagal untuk memenuhi kebutuhannya, maka akan mempengaruhi pemenuhan tugas perkembangan selanjutnya, ketidakbahagiaan, dan ditolak oleh masyarakat (Duvall 1971). Sama seperti tugas krisis, tugas perkembangan membutuhkan dukungan dari pihak lain. Dukungan tersebut umunya datang dari dalam diri individu tersebut, namun dipengaruhi dari apa yang diharapkan oleh orang lain atas perilaku seorang individu tersebut. Permasalahan umumnya terjadi pada pemenuhan tugas perkembangan adalah belum matanganya seseorang, tekanan dari lingkungan, ambisi, dan orientasi nilai (Duvall 1971). Tugas perkembangan sejatinya akan terus dihadapi oleh seseorang selama ia hidup. Maka dari itu, terdapat tugas perkembangan sesuai dengan umur yang diselaraskan dengan pencapaian kematangan/kedewasaan. Duvall (1971) menyebutkan bahwa terdapat empat asumsi mengenai tugas perkembangan. Adapun asumsi tersebut ialah inidvidu menerima perilaku baru yang dihasilkan dari apa yang diharapkan orang lain maupun ketika melihat orang lain lebih dewasa, membentuk konsep diri yang baru, melakukan koping secara efektif terhap permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi, dan berkeinginan keras untuk mencapai tugas perkembangan selanjutnya. Tidak hanya individu, namun juga keluarga memilliki tugas perkembangan. Sejalan dengan tugas perkembangan individu, tugas perkembanagn keluarga akan selalu dihadapi selama rentang hidup keluarga tersebut. Keluarga memiliki tanggung jawab, tujuan, dan tugas perkembangan yang sejalan dengan perkembangan anggota keluarganya. Duvall (1971) mengatakan bahwa tugas perkembangan keluarga muncul ketika anggota keluarga dapat memenuhi semua kebutuhannya dan merasa puas sehingga akan melanjutkan ke tugas perkembangan yang selanjutnya.

15 KERANGKA PEMIKIRAN Menikah merupakan sesuatu yang diinginkan oleh setiap orang, khususnya dewasa muda. Untuk menuju ke pernikahan, persiapan sebelum menikah harus dilakukan. Siap secara fisik, emosi, tujuan, finansial, dan pribadi adalah beberapa hal yang perlu disiapkan bagi seseorang yang akan menikah. Kesiapan-kesiapan tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi yang tahan terhadap perkembangan yang kompleks. Kesuksesan keluarga menjadi tujuan dalam setiap pernikahan. Kesuksesan keluarga dapat dilihat dari kesiapan menikah dan kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi, peran, dan tugas keluarga. Tiga tugas dalam fungsi keluarga yang menjadi langkah awal menuju kesuksesan keluarga adalah tugas dasar, perkembangan, dan krisis. Faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan keluarga adalah umur, pendidikan, dan pekerjaan. Umur menjadi prediksi seseorang telah matang dan dewasa sehingga dianggap mampu untuk bertanggung jawab dalam membangun rumah tangga. Pendidikan dan pekerjaan menjadi akses bagi keluarga untuk mendapatkan sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan krisis keluarga. Semakin tinggi pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin baik sehingga keluarga memiliki pendapatan yang tinggi pula yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kesiapan menikah yang semakin baik diasumsikan memiliki pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis yang baik pula. Pemenuhan tugas dasar menjadi langkah awal bagi keluarga untuk memenuhi tugas perkembangan dan krisisnya. Kemampuan keluarga dalam memenuhi tugas perkembangan dan krisisnya terlihat dari pemenuhan tugas dasarnya. Tugas perkembangan dan krisis akan terus ada sepanjang tahap perkembangan kehidupan dan kemampuan keluarga maupun individu dalam memenuhi tugas perkembangan dan krisisnya akan mempengaruhi kesuksesan pemenuhan tugas perkembangan dan krisis selanjutnya. Krisis keluarga terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi tugas perkembangannya dan apabila ini terus terjadi, maka akan menyebabkan perceraian. Pemenuhan tugas dasar diasumsikan lebih diketahui oleh istri karena pengelolaan rumah tangga dilakukan oleh istri. Waktu yang lebih banyak dihabiskan oleh istri dan anak juga menjadi asumsi bahwa pemenuhan tugas krisis keluarga dan anak lebih diketahui oleh istri.

16 Krisis pada masa prasekolah umumnya ada dua, yaitu hilangnya privasi antara suami dan istri serta ketidakmampuan keluarga dalam melakukan koping waktu, energi, dan perhatian terhadap kebutuhan anak prasekolah. Masa prasekolah merupakan masa terbentuknya pribadi anak. Anak prasekolah memiliki ciri-ciri keras kepala karena sifatnya yang masih egosentris dan insiatif karena rasa ingin tahunya. Untuk itu dibutuhkan bimbingan orangtua agar anak dapat berkembangan dengan optimal. Karakteristik contoh: 1. Usia menikah 2. Usia sekarang 3. Pendidikan 4. Pendapatan 5. Pekerjaan 6. Besar keluarga Kesiapan menikah 1. Kesiapan emosi 2. Kesiapan sosial 3. Kesiapan intelektual 4. Kesiapan moral 5. Kesiapan individu 6. Kesiapan finansial 7. Kesiapan mental Tugas Dasar Tugas Krisis Tugas Perkembangan Variabel yang diteliti Variabel yang tidak ditelliti Gambar 2 Kerangka pemikiran Analisis Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah

17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu Desa Bubulak. Bubulak dipilih karena dari seluruh Kelurahan di Bogor Barat, Kelurahan Bubulak menjadi satu-satunya kelurahan yang belum berkembang dan memiliki keluarga dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah paling banyak. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak prasekolah di tempat tersebut untuk menganalisis kesiapan menikah suami istri, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis. Waktu pengambilan data dari penentuan contoh hingga wawancara dilaksanakan dari bulan Juni hingga Juli 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak prasekolah di Desa Bubulak. Menurut Hurlock (1980) masa awal anak-anak berada pada rentang umur dua hingga enam tahun Tempat yang dipilih untuk menjadi lokasi penelitian adalah RW 01, 02, 03, 06, 07, 08, 09, dan 11 di Desa Bubulak. Lokasi penelitian memiliki 13 RW, namun hanya dipilih delapan Rw saja karena kebanyakan keluarga yang ada lima RW lainnya merupakan rumah orangtua contoh sehingga contoh hanya datang pada saat ada posyandu diadakan. Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 90 keluarga yang diambil dari delapan RW di Desa Bubulak dengan metode simple random sampling. Jumlah populasi ditentukan dari delapan RW yang sudah dipilih. Kriteria untuk contoh penelitian ini adalah keluarga utuh dengan anak pertama usia prasekolah.

18 Kota Bogor Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Bubulak Purpossive Purpossive Purpossive N= 118 Total n= 90 Simple random Sampling Gambar 3 Metode Penarikan Contoh Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner kepada contoh untuk mengunpulkan karakteristik keluarga, membantu melakukan recall kesiapan menikahnya, pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis keluarga. Karakteristik keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga, usia saat menikah, usia saat ini, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Kesiapan menikah diukur melalui tujuh dimensi, yaitu intekektual, emosi, sosial, moral, individu, finansial, dan mental. Pengembangan kuesioner diawali dari definisi kesiapan menikah menurut Duvall (1971) yang harus siap secara fisik, emosi, tujuan, finansial, dan pribadi. Definisi dari Duvall kemudian dilanjutkan dengan melihat perkembangan yang harus dicapai sebagai dewasa muda. Menurut Papalia dan Olds (1986) seorang dewasa muda harus dapat mengembangakan kemampuan intelektual, sosial, emosi, dan moralnya. Selain itu, ada kesiapan khusus yang harus dipersiapkan oleh seorang dewasa muda untuk menikah. Untuk kesiapan intelektual dan moral, kuesioner yang digunakan dikembangkan dari Personal Value Scale (Schott1985). Kesiapan emosi dan sosial dikembangakan dari konsep kecerdasan emosi dan keterampilan sosial dalam Goleman (1994). Kesiapan individu, finansial, dan mental dikembangkan dari konsep yang dikemukakan oleh Rapoport dalam Duvall (1971). Kuesioner pemenuhan tugas dasar dikembangkan dari indikator

19 keluarga pra-sejahtera menurut BKKBN, sedangkan pemenuhan tugas krisis dikembangkan dari krisis menurut Duvall (1971) dan Hurlock (1980). Pernyataan mengenai pemenuhan tugas krisis keluarga diturunkan dari tugas perkembangan keluarga, orangtua, dan anak usia prasekolah menurut Duvall (1971). Namun karena ada beberapa kesamaan tugas krisis yang dikembangkan dari Duvall maupun Hurlock, maka beberapa pernyataan digabung agar tidak mengakibatkan overlaping. Instrumen kesiapan menikah dan tugas dasar memiliki nilai cronbach alpha sebesar 0,6. Untuk tugas krisis nilai reliabilitasnya sebesar 0,9. Data sekunder didapatkan dari data monografi desa. Berikut adalah tabel variabel dan responden yang digunakan sebagai alat ukur Tabel 1 Variabel dan responden yang digunakan dalam kuesioner No Variabel Responden 1 Karakteristik keluarga: a. Jenis Kelamin b. Besar keluarga c. Usia d. Pendidikan e. Pekerjaan f. Pendapatan Suami Istri 2 Kesiapan menikah pasangan a. Kesiapan Emosi b. Kesiapan Sosial c. Kesiapan Intelektual d. Kesiapan Moral e. Kesiapan individu f. Kesiapan finansial g. Kesiapan mental 3 Tugas dasar keluarga a. Sandang b. Pangan c. Papan d. Kesehatan Tugas Krisis a. Tugas krisis terkait anak 4 b. Tugas krisis terkait hubungan suami dan istri c. Tugas krisis terkait kesiapan sekolah anak Suami Istri Istri Istri Menurut BKKBN, kebutuhan dasar keluarga antara lain sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Namun indikator menyelesaikan pendidikan hingga sembilan tahun tidak dimasukkan ke dalam item pernyataan karena kriteria keluarga yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang anaknya belum menempuh wajib belajar. Contoh yang akan dijadikan penelitian