BAB II LANDASAN TEORI II.1 Analisis Saham Dalam melakukan perdagangan saham, diperlukan analisis untuk memprediksi pergerakan harga saham, sehingga dapat memaksimalkan keuntungan dan menghindari kerugian. Tanpa menggunakan analisis saham, maka bertransaksi dalam pasar modal hanya merupakan ajang spekulasi saja. Untuk dapat memprediksi pergerakan harga saham, terdapat dua analisis, yaitu analisis fundamental (fundamental analysis) dan analisis teknikal (technical analysis). Menurut Henda M. Fakhruddin (2008), analisis fundamental adalah metode analisis saham dengan melakukan analisis data-data atau informasi yang berhubungan dengan kinerja perusahaan. Sementara Steven B. Achelis (2000) mendefinisikan analisis fundamental sebagai berikut : Fundamental analysis is the study of economic, industry, and company conditions in an effort to determine the value of a company's stock. Fundamental analysis typically focuses on key statistics in a company's financial statements to determine if the stock price is correctly valued (p. 52). Umumnya laporan keuangan menjadi sumber utama dalam analis ini termasuk penggunaan rasio-rasio keuangan dan rasio-rasio saham seperti earning per share, price earning ratio, dan lainlain. II.2 Analisis Teknikal Menurut Fakhruddin (2008), analisis teknikal adalah metode analisis saham dengan berdasar kepada pergerakan harga di masa lalu. Metode ini menggunakan 7
beragam grafik (chart) dalam analisisnya. Sedangkan Martin J. pring (2001) menyatakan : the art of technical analysis is to try to identify trend changes at an early stage and maintain an investment and trading posture until the weight of the evidence shows or prove that the trend has reserved (p. 5). Analisis teknikal melihat pergerakan harga saham dalam grafik, mengidentifikasi trend, lalu membuat prediksi mengenai trend yang akan terjadi, apakah berlanjut atau berbalik. Dalam analisis teknikal tidak digunakan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham, seperti yang digunakan dalam analisis fundamental. Menurut Edianto Ong (2008) terdapat tiga pemikiran yang menjadi dasar analisis teknikal, yaitu : 1. market price discounts everything. Segala kejadian-kejadian yang dapat mempengaruhi pergerakan saham seperti faktor ekonomi, politik fundamental dan termasuk juga kejadian-kejadian yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti adanya peperangan, gempa bumi dan lain sebagainya akan tercermin pada harga pasar. 2. price moves in trend. Harga saham bergerak dalam satu trend tertentu. Trend ini akan berlanjut sampai pergerakan harga melambat dan memberikan peringatan sebelum berbalik dan bergerak ke arah yang berlawanan. 3. history repeats itself. Karena analisis teknikal juga menggambarkan faktor psikologis para pelaku pasar, maka pergerakan historis dapat dijadikan acuan untuk memprediksi pergerakan harga di masa yang akan datang. Pola historis ini dapat terlihat dari waktu ke waktu dalam grafik. Pola-pola ini mempunyai makna yang dapat diinterpretasikan untuk memprediksi pergerakan harga. 8
Dalam analisis teknikal, terdapat istilah-istilah yang penting untuk diketahui, yaitu: Chart Trend Support and resistance II.2.1 Chart Menurut Ong (2008) chart adalah sebuah gambar atau grafik yang fungsi utamanya menunjukkan riwayat pergerakan nilai saham pada suatu periode tertentu, sehingga dibutuhkan sebagai alat utama untuk melakukan analisis teknikal (p. 13). Dalam analisis teknikal, dikenal beberapa macam chart, diantaranya : Line chart, yang menggambarkan harga penutupan per hari. Bar chart. Menggambarkan harga open, high, low, dan closing price. Candlestick chart. Menggambarkan harga open, high, low, dan closing price. II.2.2 Trend Menurut Achelis (2000) A trendline is a sloping line that is drawn between two or more prominent points on a chart (p. 106). Sementara Menurut Hendra Syamsir (2004), tren adalah kecenderungan pergerakan dalam satu arah (p. 10). Trend adalah salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis teknikal, karena tujuan analisis teknikal itu sendiri salah satunya adalah untuk mendapatkan indikasi apakah trend harga itu muncul, berakhir, berlanjut atau berbalik arah. Garis tren dapat dibagi menjadi 3, yaitu : 9
1. Tren naik (up trend). Up trend adalah garis yang memiliki kemiringan (slope) positif. Tren meningkat mencerminkan terjadinya ekses demand. Gambar II.1. Contoh Up Trend Line 2. Tren menurun (down trend). Down trend adalah kebalikan dari up trend, yaitu garis yang memiliki kemiringan negatif. Tren menurun mencerminkan terjadinya ekses supply. Gambar II.2. Contoh Down Trend Line 10
3. Tren menyamping (horizontal trend). Horizontal trend, atau disebut juga sideways trend, adalah garis yang menggambarkan trend yang bergerak secara mendatar. Gambar II.3. Contoh Horizontal Trend II.2.3 Support dan Resistance Menurut Syamsir (2008) support - resistance adalah titik batas atas (resistance) dan batas bawah (support) dari pergerakan harga. Secara rinci, titik support atau support level adalah sebuah level harga (titik/tingkat/range) di mana pada level tersebut akan timbul minat beli yang lebih kuat daripada minat jual, yang akan mengakibatkan terjadinya ekses demand yang akan meningkatkan harga di pasar, sehingga menghentikan trend penurunan harga. Sebaliknya, titik resistance merupakan batas atas/titik/range di mana pada level ini akan timbul penguatan minat jual yang lebih besar dibandingkan minat beli yang secara otomatis akan mengakibatkan timbulnya ekses supply, yang akan mengakibatkan turunnya harga saham. 11
Gambar II.4. Contoh Support - Resistance II.3 Jenis-jenis Analisis Teknikal Terdapat banyak sekali metode dalam analisis teknikal yang memiliki keunggulannya masing masing. Dalam skripsi ini, metode yang digunakan adalah : Simple moving average Candlestick Alat konfirmasi RSI II.3.1 Simple Moving Average (SMA) Menurut Fakhruddin (2008) moving average adalah suatu indikator yang memperlihatkan nilai rata-rata harga suatu saham selama periode tertentu. Moving average (rata-rata bergerak) digunakan untuk menekankan kecenderungan arah dan untuk memperhalus (smooth out) fluktuasi harga. Banyak aplikasi metode rata-rata bergerak yang digunakan dalam analisis teknikal saham, antara lain simple moving 12
average, weighted moving average, dan exponential moving average. Namun dalam skripsi ini hanya dibahas mengenai metode simple moving average. Menurut Dedhy Sulistiawan dan Liliana (2007), simple moving average adalah indikator analisis teknikal modern yang paling sederhana cara perhitungannya dan mudah dipelajari. Simple moving average dihitung dari penjumlahan harga saham X hari sebelumnya dibagi dengan X hari. Harga saham yang biasa dipakai adalah harga penutupan, namun harga rata-rata maupun pembukaan juga dapat digunakan. Rumusnya adalah : SMA (4) = (P4+P3+P2+P1) / 4 Keterangan : SMA (4) P4 P3 P2 P1 : rata-rata bergerak sederhana 4 periode : harga saham 4 hari sebelumnya : harga saham 3 hari sebelumnya : harga saham 2 hari sebelumnya : harga saham 1 hari sebelumnya Contoh analisis Simple moving average dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar II.5. Contoh Moving Average 13
II.3.1.1 Simple Moving Average Modified Trend (SMAMT) Dalam SMA, suatu tren dikatakan naik apabila posisi harga pada hari tersebut lebih besar dari nilai moving average-nya, demikian sebaliknya apabila harga lebih kecil dari nilai moving average-nya, maka terjadi tren turun. Namun dalam skripsi ini penentuan tren dalam SMA menggunakan teori dari Hendra Syamsir (2008), yaitu simple moving average modified trend (SMAMT). Dalam metode ini, penentuan tren naik atau turun pada suatu periode tidak hanya ditentukan dari nilai MA periode tersebut saja, namun juga periode-periode sebelumnya dengan dilakukan pembobotan. Pembobotan dilakukan terhadap posisi nilai data terhadap nilai SMA, maka variabel-variabel yang akan diberi bobot adalah posisi selisih nilai data terhadap nilai SMA. Selisih SMA dan data dikonversikan kedalam poin-poin sebagai berikut : Jika data t > SMA t maka nilai poin t = 1 Jika data t < SMA t maka nilai poin t = -1 Jika data t = SMA t maka nilai poin t = 0 Selanjutnya poin-poin tersebut diberi bobot dengan menggunakan matrik kepentingan, sesuai dengan periode yang dipakai. Dengan menggunakan 5 periode, maka pembobotannya sebagai berikut : Gambar II.6. Perhitungan Derajat Kepentingan Poin SMA 5 Periode poin 1 poin 2 poin 3 poin 4 poin 5 jumlah bobot poin 1 1 0 0 0 0 1 4% poin 2 2 1 0 0 0 3 12% poin 3 2 2 1 0 0 5 20% poin 4 2 2 2 1 0 7 28% poin 5 2 2 2 2 1 9 36% total 25 100% Sumber : Hendra Syamsir (2008) 14
Selanjutnya, bobot diatas dikalikan dengan poin dari data untuk menghitung Significance Level of Trend (SLT). Setelah mendapatkan nilai signifikansi tren, selanjutnya dilakukan interpretasi atas nilai tersebut, yaitu sebagai berikut : Apabila batasan SLT nya adalah 0.6, maka Jika nilai signifikansi tren <= -0.6, maka tren dinyatakan sebagai down trend Jika nilai signifikansi tren >= 0.6, maka tren dinyatakan sebagai up trend Jika nilai signifikansi tren > -0.6 dan < 0.6, maka tren dinyatakan sebagai unclear trend Batasan SLT ini dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan dan keinginan pemakai. Semakin besar batasan SLT yang digunakan, semakin kuat pula keberadaan tren yang teridentifikasi. Penentuan tren ini sangat berpengaruh pada kemunculan pola candlestick. Berikut contoh identifikasi tren SMAMT 5 periode Gambar II.7. Identifikasi Tren SMAMT 5 Periode Date Close SMA (5) Close- SMA Poin signifikansi tren indikasi 12/1 10000 12/2 9200 12/3 9050 12/4 9100 12/5 8800 9230-430 -1 12/9 9450 9120 330 1 12/10 9700 9220 480 1 12/11 10400 9490 910 1 12/12 10500 9770 730 1 0.92 Up Trend 12/15 10100 10030 70 1 1 Up Trend 12/16 10600 10260 340 1 1 Up Trend 12/17 10700 10460 240 1 1 Up Trend 12/18 10950 10570 380 1 1 Up Trend 12/19 11100 10690 410 1 1 Up Trend 12/22 10900 10850 50 1 1 Up Trend 12/23 11100 10950 150 1 1 Up Trend 12/24 10400 10890-490 -1 0.28 Unclear 12/26 10600 10820-220 -1-0.28 Unclear 12/30 10750 10750 0 0-0.32 Unclear Sumber : Hendra Syamsir (2008) 15
II.3.2 Candlestick Menurut Syamsir (2008), analisis candlestick dapat dikatakan sebagai salah satu metode analisis teknikal tertua dalam menilai pergerakan saham. Pertama kali digunakan di Jepang pada abad ke-17 sebagai alat analisis teknikal dalam perdagangan beras. Alat analisis candlestick mulai masuk ke berbagai belahan dunia termasuk dunia barat tahun 1900an. Candlestick ditujukan untuk analisis jangka pendek. Secara umum, sebuah rekomendasi yang dihasilkan dari sebuah analisis candlestick hanya berlaku untuk 10 periode ke depan. Untuk membuat grafik candlestick, diperlukan harga open (harga dari transaksi pertama dari periode pengamatan), high (harga tertinggi dalam periode pengamatan), low (harga terendah dalam periode pengamatan), dan close (harga dari transaksi terakhir dari periode pengamatan) dari saham. Bagian-bagian dalam suatu candlestick yaitu: Body, yaitu jarak antara harga open dan close Upper shadow, yaitu garis yang menunjukkan posisi high Lower shadow, yaitu garis yang menunjukkan posisi low Contoh candlestick dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar II.8. Bagian Bagian Candlestick Sumber : Hendra Syamsir (2008) 16
Dalam menganalisa suatu candlestick, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: Warna dari body. Terdapat dua jenis warna candlestick yaitu black candlestick dan white candlestick. o White candlestick: apabila close lebih besar daripada open. Hal ini menunjukkan terjadinya kondisi ekses demand. o Black candlestick: apabila close lebih kecil daripada open. Hal ini menunjukkan terjadinya kondisi ekses supply. Panjang dari body. Digunakan untuk menggambarkan seberapa kuatnya ekses supply/demand yang terjadi. Semakin panjang sebuah candletick, maka akan semakin kuat pula ekses supply/demand yang terjadi. Sebaliknya, semakin pendek badan sebuah candlestick, maka akan semakin lemah pula ekses supply/demand yang terjadi. Panjang dari shadow. Jika body dari candlestick mencerminkan posisi kesetimbangan, maka upper dan lower shadow memberikan informasi tentang aksi tarik menarik antara penjual dan pembeli yang terjadi sepanjang sesi perdagangan. II.3.3.1 Macam-macam pola candlestick Karena begitu banyaknya pola-pola candlestick, maka penulis hanya akan memberi contoh beberapa bentuk saja, sebagai berikut : 17
Gambar II.9. Pola Candlestick Sumber : Santo Vibby (2006) II.3.3.2 Identifikasi Pola Candlestick Dalam melakukan analisis candlestick, sebagian besar orang masih menggunakan intuisi dalam mengidentifikasi kemunculan pola candlestick. Namun dalam skripsi ini, identifikasi terhadap formasi candlestick dilakukan dengan menggunakan formula yang dimuat dalam buku Hendra Syamsir (2008). Untuk mengidentifikasi long, medium, short, dan very short (doji) dari body sebuah candlestick, juga mengidentifikasi shadow (upper dan lower) dari candlestick, digunakan formula sebagai berikut : 18
Gambar II.10. Formula Identifikasi Body dan Shadow Identifikasi body Long candle body >= MLT*average candle body 1/(MLT)*average candle body <= medium candle body < MLT*average candle body 1/(MLT)*1/MLT*average candle body <= short candle body < 1/(MLT)*average candle body Doji candle body < 1/(MLT)*1/(MLT)*average candle body Identifikasi upper shadow Long upper shadow >= MLT*average candle body 1/(MLT)*average candle body <= medium upper shadow < MLT*average candle body 1/(MLT)*1/MLT*average candle body <= short upper shadow < 1/(MLT)*average candle body Very short upper shadow < 1/(MLT)*1/(MLT)*average candle body Identifikasi lower shadow Long lower shadow >= MLT*average candle body 1/(MLT)*average candle body <= medium lower shadow < MLT*average candle body 1/(MLT)*1/MLT*average candle body <= short lower shadow < 1/(MLT)*average candle body Very short lower shadow < 1/(MLT)*1/(MLT)*average candle body Keterangan : MLT = Multiplier, besaran angka multiplier bisa disesuaikan dengan keinginan anda, namun secara ideal besaran multiplier harus > 1 Average candle body = panjang rata-rata dari n body (sesuai dengan periode pengamatan) sebelum candle yang anda analisis Sumber : Hendra Syamsir (2008) Selanjutnya, pola candlestick akan diidentifikasi secara otomatis sesuai dengan kriteria masing-masing pola. Misalnya, untuk pola hammer (berindikasi bullish), kriterianya adalah didahului dengan tren menurun (identifikasi tren dilakukan dengan metode SMAMT yang telah dijelaskan sebelumnya), lalu candle yang terbentuk adalah short candle dengan medium atau long lower shadow dan very short atau no upper shadow. Pola hanging man (berindikasi bearish) memiliki bentuk candle yang sama dengan hammer yaitu short candle dengan medium atau long lower shadow dan very short atau no upper shadow, namun tren yang mendahuluinya adalah tren naik. Selain kedua pola ini terdapat banyak sekali pola candlestick yang memiliki bentuk candle sama namun tren yang mendahuluinya berbeda dan memberikan informasi yang berbeda juga. Maka dalam metode ini, penentuan tren menjadi penting karena interpretasi atas sebuah pola candlestick bergantung pada tren yang mendahuluinya. 19
II.3.3.2 Support resistance dalam Pola Candlestick Dalam setiap pola candlestick nilai support resistance diukur berdasarkan rumus yang berbeda. Untuk menentukan support resistance tersebut skripsi ini masih mengacu pada teori Syamsir (2008). Untuk pola candlestick yang mengandung indikasi bullish, maka harga akan lebih banyak bergerak di support level, sebaliknya pola candletick yang berindikasi bearish maka harga akan lebih bergerak di resistance level. Maka untuk pola candlestick yang mengandung indikasi bullish hanya memberi nilai support dan juga sebaliknya. Karena rumus untuk setiap pola candlestick berbeda-beda, dan terdapat banyak sekali pola candlestick, maka akan dijelaskan beberapa saja sebagai berikut : Support bullish engulfing (bullish) = titik tengah dari body candle kedua Support doji (bullish) = harga open atau close, mana yang lebih tinggi Resistance bearish harami = titik tengah dari body candle kedua Resistance three inside down = titik tengah dari body candle kedua Gambar II.11. Formula Identifikasi Body dan Shadow Sumber : Hendra Syamsir (2008) 20
II.3.4 Level Konfirmasi Untuk menentukan batas support - resistance dalam pola candlestick, skripsi ini menggunakan alat konfirmasi berdasarkan teori dalam buku Syamsir (2008). Pada dasarnya, setiap pola candlestick memiliki empat kemungkinan rekomendasi / output, yaitu: 1. bullish reversal /bullish 2. bearish reversal / bearish 3. bullish continuation / bullish 4. bearish continuation / bearish Meskipun kita sudah mengetahui kemungkinan yang akan dihasilkan dari polapola candlestick, namun kita membutuhkan konfirmasi, yaitu batasan dan kondisi yang harus dipenuhi agar peluang kebenaran dari rekomendasi tersebut menjadi lebih besar. Menurut Syamsir terdapat dua jenis konfirmasi untuk memperkuat informasi yang diberikan pola candlestick, yaitu confirmation dan stop loss (false signal). confirmation adalah situasi yang menguatkan rekomendasi yang dihasilkan oleh sebuah pola candlestick, sementara stop loss atau false signal adalah kondisi yang membatalkan rekomendasi yang dihasilkan oleh sebuah pola candlestick. Dalam menentukan level konfirmasi, teori ini menjelaskan istilah upper body dan lower body. Upper body adalah bagian atas dari body sementara lower body adalah bagian bawah dari body. Karena itu pada white candlestick, upper body adalah harga close dan lower body adalah harga open, sebaliknya pada black candlestick, upper body adalah harga open sementara lower body adalah harga close. Ilustrasinya sebagai berikut: 21
Gambar II.12. Upper Shadow dan Lower Shadow Sumber : Hendra Syamsir (2008) Batasan upper dan lower body ini digunakan sebagai level konfirmasi, yaitu sebagai berikut : untuk pola candlestick yang memiliki informasi bullish (baik bullish reversal maupun bullish continuation), baik pola satu candle atau lebih, maka level konfirmasi / confirmation level adalah nilai terbesar dari upper body yang digunakan dalam pola tersebut. Kondisi konfirmasi terjadi ketika muncul sebuah white candlestick yang memiliki harga close di atas level konfirmasi. Sementara kondisi false signal adalah nilai terkecil dari lower body yang digunakan dalam pola tersebut dan kondisi false signal level terjadi ketika muncul sebuah candlestick dengan warna apapun yang memiliki harga close di bawah stop loss level. Ilustrasinya sebagai berikut : 22
Gambar II.13. Konfirmasi Bullish Confirmation level False Signal Sumber : Hendra Syamsir (2008) untuk pola candlestick yang mengandung informasi bearish (baik bearish reversal maupun bearish continuation), baik pola satu candlestick atau lebih, level konfirmasi adalah nilai terkecil dari lower body yang digunakan dalam pola tersebut. Kondisi konfirmasi terjadi ketika muncul sebuah black candlestick yang memiliki harga close di bawah level konfirmasi. Sementara kondisi false signal adalah nilai terbesar dari upper body yang digunakan dalam pola tersebut dan kondisi false signal level terjadi ketika muncul sebuah candlestick dengan warna apapun yang memiliki harga close di atas false signal level. Gambar II.14. Konfirmasi Bearish Sumber : Hendra Syamsir (2008) 23
Maka kesimpulannya adalah: 1. Untuk pola candlestick yang memberikan indikasi trend bullish, tunggu kemunculan sebuah white candlestick yang memiliki harga close di atas level konfirmasi untuk meyakinkan kebenaran rekomendasi bullish yang dihasilkan. 2. Apabila dalam pola candlestick yang memberikan indikasi trend bullish muncul candlestick dengan warna apapun yang memiliki lower body di bawah level false signal, maka itu adalah sinyal dari kegagalan rekomendasi bullish yang diberikan pola candlestick tersebut. 3. Pada pola candlestick yang memberikan indikasi trend bearish, tunggu kemunculan sebuah black candlestick yang memiliki harga close di bawah level konfirmasi untuk meyakinkan kebenaran rekomendasi bullish yang dihasilkan. 4. Apabila dalam pola candlestick yang memberikan indikasi trend bearish muncul candlestick dengan warna apapun yang memiliki upper body di atas level false signal, maka itu adalah sinyal dari kegagalan rekomendasi bearish yang diberikan pola candlestick tersebut. II.3.5 Relative strength index (RSI) Menurut Syamsir (2008), RSI adalah suatu indikator yang menghitung perbandingan antara daya tarik kenaikan dan penurunan harga, yang diterjemahkan ke dalam indikator yang memiliki selang penilaian antara 0-100. Karena nilainya yang tetap (antara 0-100), maka RSI dikelompokkan ke dalam jenis oscillator indicator (RSI hanya bisa bergerak di antara nilai tersebut). Syamsir (2008) menjelaskan formula untuk menghitung RSI, yaitu sebagai berikut : 24
RS = (total gain/n) / (total losses/n) RSI = 100 - (100/1+RS) Keterangan : RSI RS Total gain Total losses N = relative strength index = relative strength = total kenaikan harga dalam periode = total penurunan harga dalam periode = panjang periode pengamatan Ilustrasi RSI dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Gambar II.15. Contoh Grafik RSI 25