HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI BIBIT YANG BERASAL DARI KEBUN BIBIT DATAR DENGAN KEBUN TEBU GILING

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN AIR DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TEBU BUCHIP (Saccharum officinarum L.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Lampiran 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Persentase Stek Hidup. Umur (MST) Pr>F Uji F Pr>F Uji F

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. ton. Data produksi gula 2013 hanya mencapai ton dengan luas wilayah. penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu (BPS, 2013).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

JUPE, Volume 1 ISSN Desember PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian

Materi 05 Perbanyakan Tanaman: Bahan Tanam dan Pembibitan. Benyamin Lakitan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban, intensitas cahaya matahari cukup sesuai untuk kriteria pertumbuhan vegetatif tanaman tebu (Tabel 1). Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, 2010 Bulan Curah Hujan (mm) Kelembaban Udara (%) Intensitas Cahaya (Cal/cm 2 ) Agustus 33.1 75 317 September 156.8 75 355 Oktober 415.8 82 300 November 407 84 252 Desember 258.2 85 240 Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Darmaga, Bogor 2010. Kondisi curah hujan pada saat awal penanaman sangat rendah (bulan Agustus - September) untuk pertumbuhan vegetatif tanaman tebu, sehingga dilakukan pemberian air yang cukup intensif, namun pada bulan berikutnya curah hujan dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Kecepatan Tumbuh Mata Tunas Perlakuan asal kebun bibit menunjukkan pengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh mata tunas. Pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan bibit yang berasal dari Kebun Bibit Datar (KBD) menghasilkan persentase kecepatan tumbuh yang lebih besar dan hari tumbuh yang lebih cepat dibandingkan dengan bibit asal Kebun Tebu Giling (KTG). Perlakuan penggunaan posisi mata tunas memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter kecepatan tumbuh. Posisi mata tunas pada batang atas dan tengah memberikan pertumbuhan mata tunas yang lebih baik

dibandingkan pada mata bagian bawah. Mata tunas pada top stek dan batang tengah memiliki persentase tumbuh per hari rata-rata sebesar 8 % dengan waktu tumbuh mata tunas yang lebih cepat yaitu tunas tumbuh pada hari ke-4, dibandingkan dengan mata tunas pada batang bawah persentase mata tunas per hari rata-rata sebesar 7 % dengan waktu tumbuh mata tunas yang lebih lambat yaitu pada hari ke-5. Kombinasi dari kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya suatu interaksi. Tabel 2. Kecepatan Tumbuh Mata Tunas pada 1 7 HST Perlakuan Kecepatan Tumbuh Mata Tunas -%/etmal- --hari-- -%/7 hari- Asal Kebun KBD 8.5a 4.1b 59.5 KTG 7.37b 4.8a 51.59 Posisi Mata Tunas Batang Atas 8.57a 4.1b 59.99 Batang Tengah 8.2ab 4.3ab 57.4 Batang Bawah 7.04b 5a 49.28 Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom asal kebun dan posisi mata tunas tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman dipengaruhi sangat nyata oleh perlakuan asal kebun bibit. Perlakuan asal bibit tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST hingga 6 MST, namun pada pertumbuhan berikutnya, pada 8 MST hingga 16 MST penggunaan asal bibit menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman asal KBD pada 2 MST hingga 16 MST selalu memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan tanaman asal kebun tebu giling. Perlakuan penggunaan posisi mata tunas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman tebu. Mata tunas pada batang atas selalu menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan posisi mata tunas batang bawah pada 2 MST hingga 16 MST, namun mata tunas pada top stek tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan batang bawah (Tabel 3).

Mata tunas pada batang tengah menunjukkan adanya suatu perbedaan yang nyata dengan batang bawah pada 2, 12, 14 dan 16 MST. Kombinasi perlakuan asal kebun dan posisi mata tunas menunjukkan adanya suatu interaksi pada umur 12 MST hingga 16 MST. Penggunaan bibit dari KBD pada setiap posisi mata tunasnya, cenderung memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang relatif lebih cepat dibanding dari bibit asal KTG. Tinggi tanaman terbaik dimiliki oleh tanaman asal KBD dengan mata tunas bagian atas dan tengah. Tabel 3. Tinggi Tanaman pada 2 16 MST 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST -------cm------- Asal Kebun KBD 14.38a 32.81a 56.89a 84.15a 115.54a 151.19a 186.63a 230.12a KTG 13.77a 31.76a 54.03a 78.73b 106.52b 134.08b 162.63b 193.97b Posisi Mata Tunas B. Atas 15.21a 35.66a 59.34a 86.19a 117.32a 148.79a 179.88a 221.74a B. Tengah 14.97a 33.21ab 55.96ab 81.97ab 111.42ab 144a 178.51a 217.03a B. Bawah 12.04b 27.98b 51.08b 76.14b 104.33b 135.1b 165.52b 197.37b Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom asal kebun dan posisi mata tunas tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%. Jumlah Daun Per Tanaman Perlakuan asal kebun bibit tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun per tanaman. Perlakuan tunggal dari penggunaan posisi mata tunas memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun per tanaman tebu. Posisi mata tunas pada batang atas atau top stek menghasilkan jumlah daun terbanyak pada 2 MST 16 MST pengamatan dan berbeda nyata dengan perlakuan posisi mata tunas batang bawah pada 2, 6, 14 dan 16 MST, namun mata tunas pada top stek tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan mata tunas pada batang tengah. Kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya suatu interaksi.

Jumlah Daun pada 16 MST (cm) Tabel 4. Jumlah Daun pada 2 16 MST Perlakuan Jumlah Daun 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Asal Kebun KBD 0.70 2.18 3.93 5.63 7.44 9.07 10.7 12.74 KTG 0.67 2.15 3.96 5.56 7.19 8.74 10.48 12.26 Posisi Mata Tunas B. Atas 0.83a 2.39a 4.22a 5.89a 7.72a 9.44a 11.28a 13a B. Tengah 0.78ab 2.22a 3.94ab 5.67a 7.22a 8.83a 10.5b 12.44ab B. Bawah 0.44b 1.89a 3.67b 5.22a 7a 8.44a 10b 12.06b Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom asal kebun dan posisi mata tunas tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%. 13,5 13,0 12,5 12,0 11,5 Y = 9.744 + 0.01300 X r = 0.539 R = 29 % 11,0 180 190 200 210 220 230 240 Tinggi Tanaman pada 16 MST (cm) 250 260 Gambar 4. Hubungan Tinggi Tanaman dengan Jumlah Daun pada 16 MST Berdasarkan pada Gambar 2, terlihat bahwa hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan hubungan tinggi tanaman dengan jumlah daun pada 16 MST berbeda secara nyata, dengan nilai koefisien korelasi (r) positif sebesar 0.539, koefisien determinan 29 % dan persamaan regresinya yaitu Y = 9.74 + 0.013 X. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara jumlah daun per tanaman dengan tinggi tanaman tebu sangat erat kaitannya karena nilai koefisien korelasinya lebih dari 0.50. Nilai koefisien korelasi (r) yang bernilai positif artinya semakin tinggi peubah tinggi tanaman tebu maka semakin banyak pula jumlah

daun per tanaman tebu yang dihasilkan dan setiap perubahan dari 10 cm tinggi tanaman tebu maka jumlah daun tebu bertambah sebanyak 0.13 dengan persentase 29 % yang dapat dijelaskan dengan model. Hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan dari peubah jumlah daun per tanaman tebu mengikuti pola pertumbuhan dari peubah tinggi tanamannya. Terlihat pada Tabel 3 dan 4, bahwa jumlah daun pada tanaman asal kebun bibit datar secara kuantitatif memiliki jumlah daun lebih banyak pada 2 MST hingga 16 MST dibandingkan dengan tanaman asal kebun tebu giling walaupun tidak terdapat perbedaan yang nyata. Begitu pula dengan mata tunas pada top stek dan batang tengah memiliki jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan mata tunas pada batang bawah. Ini sejalan dengan pola pertumbuhan dari tinggi tanaman tebu, pada tanaman asal KBD dan mata tunas pada top stek dan batang tengah memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Jumlah Anakan Jumlah anakan yang dihitung pada akhir percobaan (4 BST) menunjukkan bahwa perlakuan asal kebun bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan tebu. Perlakuan bibit asal KBD menghasilkan jumlah anakan lebih banyak dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan bibit asal KTG, dengan jumlah rata-rata 12 batang, sementara perlakuan tunggal dari penggunaan posisi mata tunas tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan yang nyata, begitu pula dengan kombinasi dari kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya suatu interaksi. Tabel 5. Jumlah Anakan pada 16 MST Perlakuan Jumlah Anakan (Batang) Asal Kebun KBD 11.56a KTG 9.89b Posisi Mata Tunas Batang Atas 11.17 Batang Tengah 11.17 Batang Bawah 9.83 Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ Taraf 5%.

Diameter Batang Hasil pengukuran diameter batang pada 4 BST menunjukkan bahwa perlakuan asal kebun bibit dan penggunaan posisi mata tunas tidak terdapat suatu interaksi yang nyata. Pengaruh tunggal dari masing-masing perlakuan pun tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan yang nyata. Diameter batang rata-rata berkisar antara 1,39 1,48 cm (Tabel 6). Tabel 6. Diameter Batang pada 16 MST Perlakuan Diameter Batang (cm) Asal Kebun KBD 1.42 KTG 1.44 Posisi Mata Tunas Batang Atas 1.42 Batang Tengah 1.48 Batang Bawah 1.39 Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Jumlah Anakan dan Diameter Batang Tebu Hasil analisis regresi dan korelasi pada Tabel 7, menunjukkan adanya hubungan antara kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan tebu, tetapi tidak terdapat hubungan dengan diameter batang tebu. Hubungan kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman tebu menunjukkan hubungan yang nyata dengan koefisien korelasi yang bernilai positif yaitu 0.812 dan nilai koefisien determinan sebesar 65.9 % dengan persamaan garis Y = 34.79 + 22.34 X. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman tebu sangat erat karena nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0.50. Artinya semakin tinggi persentase tumbuh dan semakin cepat tumbuh mata tunas tebu, maka semakin tinggi pula tinggi tanamannya, sehingga setiap penambahan 1 % kecepatan tumbuh per hari maka dapat meningkatkan tinggi tanaman sepanjang 22.3 cm. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa peubah jumlah daun dan jumlah anakan tebu dipengaruhi secara nyata oleh kecepatan tumbuh

mata tunas, dengan nilai koefisien korelasi dan determinan yang sama yaitu 0.896 dan 80,3 % dan persamaan garis linier dari masing-masing peubah tersebut yaitu Y = 8.656 + 0.4845 X dan Y = 1.899 + 1.112 X. Peubah jumlah daun per tanaman dengan jumlah anakan tebu mempunyai hubungan yang erat terhadap peubah kecepatan tumbuh mata tunas tebu dengan respon yang sama, karena nilai dari koefisien korelasinya yang lebih besar dari 0.50 dan bernilai positif. Artinya semakin besar persentase tumbuh dan semakin cepat mata tunas tebu tumbuh, maka semakin banyak pula jumlah daun dan jumlah anakan yang dimiliki tanaman tebu tersebut, dengan persentase ketepatan sebesar 80.3 %, jadi setiap perubahan 1 % dari kecepatan tumbuh per hari dapat meningkatkan jumlah daun per tanaman sebesar 0.5 dan meningkatkan jumlah anakan sebesar 1.1. Korelasi antara kecepatan tumbuh dengan diameter batang tebu tidak menunjukkan adanya suatu pengaruh yang nyata, dengan nilai koefisien korelasinya yaitu 0.316, artinya setiap penambahan persentase dari kecepatan tumbuh per harinya tidak diikuti dengan adanya penambahan diameter batang tebu secara signifikan. Hubungan antara kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan dan diameter batang tebu disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Jumlah Anakan dan Diameter Batang Tebu Tolok Ukur Persamaan Garis Koefisien R² Korelasi (r) Tinggi Tanaman Y = 34.79 + 22.34 X r = 0,812* 65.9 % Jumlah Daun Y = 8.656 + 0.4845 X r = 0.896* 80.3 % Jumlah Anakan Y = 1.899 + 1.112 X r = 0.896* 80.3% Diameter Batang Y = 1.250 + 0.02264 X r = 0.316tn 10 % Keterangan : R² = koefisien determinasi (%), ** = sangat nyata pada taraf 1 %, * = nyata pada taraf 5 %, tn = tidak berbeda nyata.

Pembahasan Sebagai titik awal pertumbuhan tanaman, kecepatan tumbuh bibit yang sedang mengalami proses perkecambahan sangat mempengaruhi keragaan pertumbuhan tebu pada tahap selanjutnya. Fase perkecambahan merupakan titik awal dari kehidupan tanaman tebu yang dapat melanjutkan pertumbuhan ke stadium selanjutnya (Kuntohartono, 1999). Effendi (1984) menyatakan bahwa perkecambahan pada tanaman tebu merupakan fase yang sangat penting peranannya dalam menentukan keberhasilan suatu tanaman, karena perkecambahan yang jelek dapat dipastikan akan menghasilkan pertumbuhan yang jelek pula. Semakin besar persentase kecepatan tumbuh dan semakin cepat mata tunas tumbuh berarti waktu untuk pemecahan dormansi yang dibutuhkan bibit semakin singkat. Bibit asal kebun bibit datar memiliki persentase kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dan waktu mata tunas tebu tumbuh yang lebih cepat dibandingkan dengan bibit asal kebun tebu giling. Hal ini menunjukkan bahwa bibit asal kebun bibit datar memberikan kontribusi atau respon yang baik terhadap kecepatan tumbuh dari mata tunas tebu, karena bibit yang digunakan dari kebun bibit datar cenderung masih dalam kondisi tanaman yang optimal dan muda (6 8 bulan) untuk melakukan proses dormansi yang lebih baik dibandingkan bibit yang berasal dari kebun tebu giling yang cenderung kondisi bibitnya telah melalui proses kematangan secara fisiologis. Menurut Sastrowijono (1997), bibit yang bermutu harus memiliki persyaratan umur bibit yang dipilih antara 6 8 bulan, karena pada kondisi ini bibit memiliki nilai penangkaran yang baik, dan bibit tebu yang masih muda banyak mengandung air, sebaliknya bibit tebu yang sudah terlampau tua memiliki pertumbuhan mata tunas yang lambat bahkan kemungkinan mata tunas tidak tumbuh. Posisi mata tunas pada batang tebu bagian atas dan batang tengah memiliki persentase kecepatan tumbuh lebih tinggi dan waktu mata tunas tumbuh yang lebih cepat dibandingkan dengan mata tunas pada batang bagian bawah (Tabel 2). Mata tunas pada batang atas dilindungi oleh seludang daun yang relatif muda, sedangkan mata tunas pada batang bawah dilindungi daun-daun roset yang tersusun dari sel-sel yang sudah tua dalam jaringan yang keras. Lapisan pelindung

mata tunas yang sangat keras pada stek menyebabkan dormansi, plumula sulit atau bahkan gagal menembusnya. Kondisi ini juga disebabkan karena pada mata tunas bagian atas kandungan auksin dan nitrogen yang berada pada stek tersebut masih relatif tinggi, sehingga mampu merangsang pemecahan dormansi yang lebih cepat, sebaliknya pada mata tunas bagian bawah kandungan auksin dan nitrogen dari stek bibit sangat rendah sehingga dapat menyebabkan mata tunas bibit sulit untuk tumbuh. Menurut King dalam Utoyo (2001) menyatakan bahwa bahan tanaman yang berasal dari batang atas memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi daripada bahan dari bagian bawah batang disebabkan oleh kandungan nitrogen pada batang atas lebih tinggi. Barnes dalam Utoyo (2001), menambahkan bahwa mata tunas yang berada pada posisi lebih atas bagian batang (tengah - atas) tebu lebih mudah tumbuh dibandingkan dengan mata tunas yang berada di bawah, selain disebabkan sifat dormansi pucuk, juga disebabkan adanya seludang daun yang melindunginya sehingga mampu melestarikan daya tumbuhnya. Karakter tinggi tanaman pada tebu merupakan salah satu indikator dari hasil produksi tebu, karena berkaitan dengan bobot batang tebu. Batang tebu merupakan bagian terpenting dalam produksi gula karena mengandung nira, pada batang tebu mengandung jaringan parenkim berdinding tebal yang banyak mengandung cairan (Disbunjabar, 2008). Perlakuan asal bibit dan penggunaan posisi mata tunas memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman tebu. Kedua perlakuan tersebut menunjukkan adanya suatu interaksi nyata terhadap tinggi tanaman tebu. Tinggi tanaman tebu terbaik dimiliki oleh tanaman asal kebun bibit datar dengan posisi mata bagian atas dan tengah. Pada Tabel 3, terlihat bahwa tinggi tanaman tebu dari tanaman asal kebun bibit datar dan posisi mata pada batang atas menghasilkan tinggi tanaman paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, namun mata tunas pada top stek tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap mata tunas pada batang tengah. Menurut Umarjono dan Samoedi (1993), bahwa penggunaan bibit yang berasal dari kebun bibit datar (KBD) memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan tanaman tebu dan tingkat produktivitas tanaman terutama pada rendemen tebu. Menurut Utoyo (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tinggi tanaman sejak 3 MST hingga 15 MST dipengaruhi secara nyata oleh jenis stek, nilai yang dicapai

oleh top stek selalu lebih tinggi dibandingkan dengan batang bawah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit dari kebun bibit datar dengan mata tunas bagian atas batang dan tengah dapat meningkatkan tinggi tanaman tebu. Peubah tinggi tanaman memiliki nilai koefisien korelasi dan determinasi yang bernilai positif yaitu 0.812 dan 65.9 %, artinya peubah tinggi tanaman mempunyai hubungan yang erat dan respon yang baik terhadap pertumbuhan dari kecepatan tumbuh mata tunasnya, sehingga semakin tinggi persentase kecepatan tumbuh dan semakin cepat mata tunas tebu tumbuh maka semakin tinggi pula tinggi tanaman tersebut. Penggunaan bibit dari batang atas memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun per tanaman tebu. Mata tunas pada batang atas selalu memiliki jumlah daun lebih banyak daripada tanaman asal batang bawah pada umur 2, 6, 14 dan 16 MST, namun mata tunas pada batang atas tidak berbeda nyata dengan batang tengah. Kecepatan pertumbuhan daun pada bibit tebu yang lebih muda, lebih cepat bertambah dibandingkan dengan bibit tebu yang telah masak (Disbunjatim, 2008). Berdasarkan analisis regresi dan korelasi pada Gambar 1 menunjukkan bahwa tolok ukur jumlah daun mengikuti pola dari tinggi tanaman karena memiliki nilai koefisien korelasi yang bernilai positif dan mempunyai hubungan yang erat karena nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0.50 yaitu 0.539, artinya semakin tinggi tanaman tebu semakin banyak pula jumlah daun tanaman tebu tersebut. Penggunaan bibit dari kebun bibit datar secara nyata berpengaruh terhadap jumlah anakan tebu yang dihasilkan. Tanaman asal kebun bibit datar memiliki jumlah anakan lebih banyak dan berbeda nyata dari tanaman asal kebun tebu giling dengan jumlah rata-rata 12 batang. Secara kuantitatif jumlah anakan pada tanaman tebu dari bibit asal batang atas dan batang tengah lebih banyak dari pada bibit asal batang bawah dengan jumlah anakan rata-rata 11 batang. Menurut Utoyo (2001), menjelaskan bahwa jumlah anakan dipengaruhi secara nyata oleh jenis stek dan pada 14 MST tanaman asal batang atas memiliki rata-rata jumlah anakan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman asal batang bawah. Hasil analisis regresi dan korelasi dari jumlah anakan tebu dipengaruhi secara nyata oleh peubah kecepatan tumbuh dengan nilai koefisien korelasi yang positif,

artinya setiap perubahan persentase kecepatan tumbuh per harinya dan semakin cepat mata tunas tebu tumbuh dapat meningkatkan jumlah anakan tebu yang dihasilkannya. Perlakuan asal bibit dan penggunaan posisi mata tunas tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang. Kombinasi kedua perlakuan tersebut juga tidak menunjukkan adanya suatu interaksi. Hal ini disebabkan karena untuk peubah diameter batang fase pertumbuhannya masih relatif lebih panjang hingga umur tanaman mencapai fase kemasakan yaitu pada umur 9 BST, sedangkan umur tanaman yang diamati ini hanya sampai pada umur 4 BST sehingga diameter batang tebu yang terbentuk belum bisa menunjukkan perbedaan pertumbuhan secara signifikan dari setiap perlakuan. Menurut Disbunjatim (2008), Fase pertumbuhan pemanjangan dan pembesaran batang terjadi pada umur tebu antara 3-9 bulan, hal ini terkait dengan perubahan fisik tanaman yang terjadi begitu cepat dan dapat menghasilkan biomasa setiap periode waktu yang sangat cepat.