IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Pra Estimasi Uji Akar Unit (Unit Root Test) Pada penerapan analisis regresi linier, asumsi-asumsi dasar yang

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. stasioner dari setiap masing-masing variabel, baik itu variabel independent

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Uji Stasioneritas Data

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maupun variabel dependent. Persamaan regresi dengan variabel-variabel yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Laju Inflasi di Indonesia. masih menunjukkan fluktuasi seperti pada Gambar 4.1. Rata-rata inflasi tahun

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1%

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Exchange Rate Rp/US$ ER WDI Tax Revenue Milyar Rupiah TR WDI Net Export US Dollar NE WDI

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Unit Root Test Augmented Dickey Fuller (ADF-Test)

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

BAB IV. Hasil dan Pembahasan. 1. Analisis Deskriptif Saham Sektor Pertanian. dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS

BAB III METODE PENELITIAN. analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang

KAUSALITAS INFLASI DAN KURS DI INDONESIA Mirza Winanda 1, Chenny Seftarita 2* Abstract

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data-data tersebut berupa data bulanan dalam rentang waktu (time series) Januari

III. METODE PENELITIAN. penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Dinamika Perbankan Syariah di Jawa Tengah

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. penjelasan kedua variabel tersebut :

Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan

BAB III METODE PENELITIN. yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun dari empiris, teramati terukur,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. diperoleh dari data Bank Indonesia (BI) dan laporan perekonomian indononesia

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regressive (VAR) perlu melakukan uji stasioneritas. Uji

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah diproxykan melalui penyaluran pembiayaan, BI Rate, inflasi

III. METODELOGI PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah current account

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner,

Perkembangan M1 dan M2

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.data ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB, Ekspor, dan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. variabel- variabel sebagai berikut : tingkat gross domestic product(gdp), total

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. statistik. Penelitian ini mengukur pengaruh pembalikan modal, defisit neraca

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu

III. METODE PENELITIAN

INTEGRASI PASAR CPO DUNIA DAN DOMESTIK

BAB 4 PEMBAHASAN. H 1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)

METODE PENELITIAN. time series bulanan dari Januari 2007 sampai dengan Desember Data-data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1 analisis regresi dengan pendekatan VECM

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISA

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder berupa data

III. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

Transkripsi:

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Pra Estimasi 4.1.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) Pada penerapan analisis regresi linier, asumsi-asumsi dasar yang telah ditentukan harus dipenuhi. Salah satu asumsi dasar regresi linier klasik yang sering diabaikan adalah asumsi stasioneritas yang merupakan dasar berpijaknya ekonometrika (Insukindro,1991). Pengabaian terhadap adanya asumsi stasioneritas menyebabkan regresi lancung (spurious regression). Data variabel ekonomi banyak menggunakan data time series, oleh karena itu data ini sering menimbulkan permasalahan terkait dengan kestasioneritasan data. Dalam statistik dan ekonometrik, uji akar unit digunakan untuk menguji adanya anggapan bahwa sebuah data time series tidak stasioner. Uji yang biasa digunakan adalah Uji Augmented Dickey Fuller. Uji lain yang serupa yaitu Uji Phillips Perron. Keduanya mengindikasikan keberadaan akar unit sebagai hipotesis null. Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data yang bersifat flat, tidak mengandung komponen trend, dengan keragaman yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi periodik. Data stasioner adalah data yang menyebar pada rataan dan simpangan baku tertentu. Hampir 95 persen data-data ekonomi tidak stasioner. Olehkarena itu harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap kestasioneran data tersebut. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) melalui uji akar unit. Model yang mengandung akar unit akan menimbulkan ketidakvalidan serta menghasilkan spurious regression atau regresi palsu (Firdaus, 2011). Regresi palsu/lancung (spurious regression) merupakan data yang memiliki R 2 tinggi, t-statistik dan f-statistik yang signifikan tetapi memiliki d w yang relative kecil yaitu kurang dari 0,5 (< 0,5). Regresi tersebut terlihat bagus namun pada kenyataannya tidak, dan hasilnya tidak dapat diinterpretasikan secara ekonomi. Regresi lancung terjadi ketika hasil regresi menunjukkan hubungan yang signifikan antarvariabel padahal hal tersebut tidak lain adalah hubungan contemporaneous dan tidak memiliki makna kausal (Harris, 1995: 14). Dalam Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF), jika nilai ADF lebih kecil dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut

41 stasioner, sementara jika nilai ADF lebih besar dari Mc kinnon Critical Value berarti data tersebut tidak stasioner. Perlu diketahui bahwa dalam penelitian ini nilai kritis Mc Kinnon yang digunakan adalah pada taraf nyata 5 persen. Jika data berdasarkan uji ADF tidak stasioner maka solusinya adalah dengan proses diferensiasi. ini. Berikut hasil uji akar unit setiap variabel pada tingkat level dalam penelitian Tabel 4.1 Uji Akar Unit Pada Tingkat Level Variabel Nilai ADF Nilai Kritis Mc Kinnon Keterangan 1% 5% 10% G -5.692273-4.33933-3.587527-3.229230 Stasioner GW -3.484692-3.699871-2.976263-2.627420 Stasioner INV -2.463660-3.699871-2.976263-2.627420 Tidak Stasioner ER -1.390764-3.699871-2.976263-2.627420 Tidak Stasioner INF -5.446965-3.699871-2.976263-2.627420 Stasioner TR -1.655848-3.699871-2.976263-2.627420 Tidak stasioner NE -0.823032-3.699871-2.976263-2.627420 Tidak Stasioner Sumber: data diolah Berdasarkan hasil pengujian akar unit pada tingkat level dapat diketahui bahwa dengan menggunakan taraf nyata lima persen terdapa empat variable yang tidak stasioner, antara lain investasi (INV),nilai tukar (ER), penerimaan pajak (TR), ekspor bersih (NE) sementara variable lainnya (belanja pemerintah (G), pertumbuhan ekonomi/pdb (GW), inflasi (INF)) stasioner pada tingkat level. Data yang tidak stasioner dapat mengakibatkan regresi lancung (spurious regression) apabila diregresi. Untuk menjadikan data yang tidak stasioner menjadi data stasioner maka melakukan diferensiasi data. Pada tingkat diferensiasi pertama (first diffrerence) umumnya data sudah stasioner. Berikut hasil uji akar unit setiap variabel pada tingkat diferensiasi pertama.

42 Tabel 4.2 Uji Akar Unit Pada Tingkat Diferensiasi Pertama Variabel Nilai ADF Nilai Kritis Mc Kinnon Keterangan 1% 5% 10% G -6.616552-4.374307-3.603202-3.238054 Stasioner GW -6.494443-3.711457-2.981038-2.629906 Stasioner INV -4.703183-3.711457-2.981038-2.629906 Stasioner ER -5.314595-3.711457-2.981038-2.629906 Stasioner INF -6.284779-3.724070-2.986225-2.632604 Stasioner TR -6.284779-3.711457-2.981038-2.629906 Stasioner NE -5.922290-3.724070-2.986225-2.632604 Stasioner Sumber: data diolah Berdasarkan hasil uji akar-akar unit pada tabel 4.2, diketahui bahwa seluruh data telah stasioner. Dengan kata lain bahwa seluruh variabel stasioner pada tingkat diferensiasi pertama (first diffrence). Hal itu dapat diketahui karena nilai ADF lebih kecil dari nilai Mc Kinnon. 4.1.2. Uji Lag Optimal Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR adalah penentuan jumlah lag optimal yang digunakan dalam model. Penentuan lag optimal merupakan tahap penting karena variabel independen yang digunakan adalah lag dari variabel dependen dan juga variabel independennya. Selain hal tersebut penentuan lag optimal penting karena berkaitan dengan keakuratan informasi yang dihasilkan oleh estimasi model VAR. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC) dan Hanan-Quinn Criterion (HQ). Tabel 4.3 Hasil Uji Lag Optimal Lag LR FPE AIC SC HQ 0 NA 0.074544 17.26850 17.60722 17.36604 1 246.3622* 4.24e-06 7.350941 10.06069* 8.131250 2 61.93655 1.77e-06* 5.489577* 10.57035 6.952656* Sumber: data diolah Tabel 4.3 memperlihatkan hasil tingkat lag optimal berdasarkan berbagai kriteria. Dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai SC pada lag 1 merupakan yang terkecil atau minimum, sehingga lag optimal untuk variabel-variabel yang ingin diestimasi adalah satu.

43 4.1.3. Uji Stabilitas VAR Sebelum analisis berupa proses innovation accounting dilaksanakan, dilakukan terlebih dahulu pengujian stabilitas terhadap data. Sistem VAR pada lag optimal harus stabil. Hal ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh model dinamik seperti VAR. Sistem VAR yang tidak stabil akan membuat hasil Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) tidak valid. Uji stabilitas berdasarkan modulus atau unit lingkaran akan diterapkan untuk menentukan apakah sistem VAR tersebut stabil pada lag optimal. Stabilitas sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh akar unitnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak didalam unit lingkaran. Tabel 4.4 Hasil Uji Stabilitas VAR Root Modulus 0.949791 0.949791 0.674162 0.294734i 0.735774 0.674162 + 0.294734i 0.735774 0.679999 0.679999-0.251726 0.260855i 0.362507-0.251726 + 0.260855i 0.362507 0.143282 0.143282 Sumber: data diolah Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa model VAR yang digunakan dalam penelitian ini stabil pada lag optimalnya, yaitu pada lag satu karena nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai kurang dari satu. Dengan demikian peramalan menggunakan Impulse Response Function (IRF) dan Forever Error Variance Decomposition (FEVD) yang akan dihasilkan dianggap valid. 4.1.4. Uji Kausalitas Granger Analisis hubungan kausalitas dari setiap variabel dapat dilihat dari uji kausalitas granger. Dalam penelitian ini, uji kausalitas dilakukan dengan menggunakan Granger Causality Test dengan hipotesis awal (H 0 ) tidak ada hubungan kausalitas dan hipotesis alternatifnya (H 1 ) terdapat hubungan kausalitas. Kriteria penolakan H 0 adalah dengan melihat nilai probabilitas yang lebih kecil dari nilai kritis yang ditantukan. Hasil uji kausalitas granger dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.5

44 Tabel 4.5 Hasil Uji Kausalitas Granger Variabel Probabilytas does Not Granger Cause G GW INV INF NE ER TR G 0.8518 0.7565 0.8459 0.0597 0.8034 0.0023* GW 0.0126* 0.4144 0.7826 0.7936 0.7283 0.3744 INV 0.2098 0.4285 0.3270 0.0516 0.0716 0.1625 INF 0.00001* 0.7325 0.3092 0.5594 0.4215 0.7795 NE 0.0710 0.8714 0.8795 0.8889 0.6334 0.5623 ER 0.2831 1.0000 0.07738 0.8064 0.0013* 0.9997 TR 0.0062* 0.6903 0.2183 0.8412 0.0019* 0.1997 Sumber: data diolah Hasil Uji kausalitas pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat hubungan dua arah antara variabel TR dengan variabel G. Hipotesis nol yang menyatakan bahwa TR tidak mempengaruhi G, ditolak pada tingkat signifikansi lima persen ( tolak H 0, pada α = 5%), demikian juga dengan sebaliknya. Hipotesis nol yang menyatakan bahwa G tidak mempengaruhi TR ditolak pada tingkat signifikasi lima persen. Artinya penerimaan pajak mempengaruhi pengeluaran/belanja pemerintah, sebaliknya pengeluaran pemerintah mempengaruhi penerimaan pajak. Berdasarkan Tabel 4.5 juga diperoleh beberapa variabel yang memiliki hubungan satu arah dengan variabel lainnya pada tingkat signifikansi lima persen. Varibel yang memiliki hubungan satu arah tersebut antara lain variabel GW dengan variabel G, variabel INF dengan variabel G, variabel ER dengan variabel NE, dan variabel TR dengan Variabel NE. 4.1.5. Uji Kointegrasi Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam VAR atau VECM adalah semua variabel endogen dan variabel eksogen bersifat stasioner. Apabila variabel tidak stasioner, maka perlu dilakukan uji kointegrasi. Jika variabel yang tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antar variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh persamaan yang stabil (Enders, 1995). Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat satu I (1). Salah satu cara untuk menguji kointegrasi yaitu dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen.

45 Dalam penelitian ini uji kointegrasinya menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara trace statistic dengan critical value yang digunakan, yaitu lima persen. Jika trace statistic lebih besar dari critical value lima persen maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji kointegrasi berdasarkan trace test dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Hasil Uji Kointegrasi Hyputhesized No.of CE (s) Eigenvalue Trace statistic 0.05 Critical Value Prob.** None* 0.935471 213.9335 125.6154 0.0000 At most 1* 0.914792 142.6769 95.75336 0.0000 At most 2* 0.717396 78.64778 69.81889 0.0083 At most 3 0.513988 45.79138 47.85613 0.0772 At most 4 0.470493 27.03182 29.79707 0.1008 At most 5 0.248177 10.50081 15.49471 0.2442 Sumber: data diolah Jika trace statistic lebih besar dari critical value lima persen,maka persamaan tersebut terkointegrasi. Dengan demikian H 0 = non kointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H 1 = kointegrasi. Jika trace statistic lebih besar dari critical value lima persen, maka tolak H 0 atau terima H 1 yang artinya terjadi kointegrasi. Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa terdapat tiga persamaan yang terkointegrasi dalam penelitian ini. Karena terdapat persamaan yang terkointegrasi maka model yang akan digunakan adalah model Vector Error Correction Model (VECM),

46 4.2 Hasil Estimasi VECM Dalam penelitian ini diketahui bahwa data tidak stasioner pada tingkat level dan memiliki hubungan kointegrasi, maka metode yang digunakan adalah VECM. Estimasi VECM menghasilkan informasi kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) atas ketidakstabilan jangka panjang. Berikut adalah hasil estimasi VECM: Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM Variabel Koefisien T-Statistik Jangka Pendek D(G(-1)) -0.024003-0.11960 D(TR(-1)) 0.615376 1.78643 D(INV(-1)) -0.134906-1.15844 D(ER(-1)) 0.232028 0.36084 D(NE(-1)) 0.499099 2.45276* D(INF(-1)) 0.016210 1.56646 D(GW(-1)) 0.131465 3.79761* CointEq1 0.021919 0.30064 CointEq2 0.106968 1.60282 CointEq3 0.196814 3.10773* Jangka Panjang ER(-1) -1.763985-4.42568* NE(-1) -0.951694-2.05715* INF(-1) 0.103044 5.24666* GW(-1) -0.350687-5.89491* Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan signifikan berdasarkan tabel T-statistik pada taraf nyata 5 persen. Sumber: data diolah Tabel diatas merupakan rangkuman hasil VECM untuk melihat pengaruh dan signifikansi variabel dalam jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek, penerimaan pajak, nilai tukar, ekspor bersih, inflasi dan pertumbuhan PDB berpengaruh positif namun tidak semuanya variabel tersebut sigifikan. Penerimaan pajak, nilai tukar, inflasi memiliki pengaruh positif, namun tidak signifikan. Sedangkan variabel ekspor bersih dan pertumbuhan PDB memiliki pengaruh positif dan signifikan. Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel ekspor bersih berpengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah dan signifikan pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,499099. Artinya apabila terjadi kenaikan pada ekspor bersih sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,499099 persen. Beberapa teori ekonomi

47 menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi tingkat output nasional. Pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi akan meningkatkan output agregat. Peningkatan output agregat ini mengakibatkan penurunan impor dan mendorong peningkatan ekspor, sehingga pendapatan negara meningkat karena penerimaan negara dari ekspor mengalami peningkatan. Variabel pertumbuhan PDB pada lag pertama signifikan dan berpengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah dalam jangka pendek sebesar 0,131465. Artinya apabila terjadi kenaikan pertumbuhan PDB sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,131465 persen. Hal ini sesuai dengan teori Wagner yang menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama apabila terjadi kegagalan pasar. Kegagalan bisa saja terjadi menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja berpengaruh ke industri lain yang saling terkait. Disini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll. Hasil dari penelitian ini juga sesuai dengan teori Peacock dan Wiseman. Dimana, inti dari teori ini adalah pertumbuhan PDB menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintah semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat empat variabel yang signifikan secara statistik pada taraf nyata lima persen terhadap variabel pengeluaran pemerintah. Variabel nilai tukar (ER), ekspor bersih (NE) dan pertumbuhan PDB (GW) berpengaruh negatif terhadap pengeluaran pemerintah. Sementara variabel inflasi memiliki pengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah. Variabel nilai tukar (ER) berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang. Variabel nilai tukar pada jangka panjang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 1,763985. Artinya apabila terjadi kenaikan nilai tukar

48 sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan pengeluaran pemerintah sebesar 1,763985 persen. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa apabila terjadi apresiasi nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS akan berdampak pada penurunan jumlah Rupiah, karena terjadi penurunan pembiayaan barang dan jasa yang menggunakan valuta asing. Kondisi tersebut menyebabkan pengeluaran pemerintah mengalami penurunan. Variabel inflasi (INF) berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka panjang dengan koefisien 0,103044. Artinya apabila terjadi kenaikan inflasi sebesar 1 persen maka akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,103044 persen. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap inflasi. Kenaikan tingkat inflasi akan meyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah. Tingkat inflasi yang meningkat ditandai dengan kenaikan harga barang dan jasa serta faktor produksi. Oleh karena itu peningkatan tingkat inflasi akan mengakibatkan kenaikan pada pengeluaran total. Pengeluaran total dapat berasal dari pengeluaran konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah dan pengeluaran investasi sektor swasta. Variabel pertumbuhan PDB (GW) berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0,350687. Artinya dalam jangka panjang apabila terjadi kenaikan pertumbuhan PDB sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan pengeluaran pemerintah sebesar 0,350687 persen. Hasil ini adalah sesuai dengan penelitian Ramayadi (2003) yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dan mempunyai hubungan dalam jangka panjang. Hipotesis ini juga sesuai dengan teori Keynesian yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang pendapatan nasional memberikan pengaruh positif terhadap investasi. Peningkatan pendapatan nasional ataupun PDB menyebabkan kenaikan permintaan masyarakat. Untuk memenuhi peningkatan permintaan masyarakat tersebut maka jumlah produksi akan ditingkatkan, sehingga diperlukan investasi-investasi baru dan terjadi perluasan kesempatan kerja. Berdasarkan teori Musgrave dan Rostow, perkembangan pengeluaran pemerintah sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran yang besar untuk

49 investasi pemerintah utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi namun diharapkan investasi swasta sudah mulai berkembang, sehingga pengeluaran pemerintah terhadap investasi pemerintah berkurang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial dsb. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam jangka panjang peran investasi swasta akan semakin meningkat namun sebaliknya untuk investasi pemerintah akan semakin menurun sehingga mengakibatkan pengeluaran pemerintah mengalami penurunan, sementara PDB mengalami kenaikan atau dengan kata lain terjadi pertumbuhan ekonomi.

50 4.3 Analisis Impulse Response Function (IRF) 4.3.1 Analisis Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Pengeluaran Pemerintah Sebelumnya Guncangan pengeluaran pemerintah periode sebelumnya adalah sangat berpengaruh terhadap perubahan pengeluaran pemerintah periode selanjutnya. Banyak hal yang meyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan tingkat inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah yang melemah terhadap valuta asing, meningkatnya pengeluaran pemerintah terhadap pengeluaran investasi dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian ini. Dalam grafik respon pengeluaran pemerintah terhadap guncangan yang diberikan terhadap variabel itu sendiri dapat dilihat bahwa guncangan yang diberikan terhadap pengeluaran pemerintah direspon positif oleh variabel itu sendiri pada periode selanjutnya. Dimana guncangan pengeluaran pemerintah sebesar satu standar deviasi akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,13 persen pada periode tahun pertama..14 Response of G to Cholesky One S.D. G Innovation.12.10.08.06.04.02.00 1 2 3 4 5 Gambar 4.1 Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Pengeluaran Pemerintah 4.3.2. Analisis Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Pertumbuhan PDB Guncangan pertumbuhan PDB pada tahun pertama belum direspon oleh pengeluaran pemerintah. Namun pada periode selanjutnya guncangan pertumbuhan PDB telah mendapat respon dari variabel pengeluaran pemerintah. Guncangan pada pertumbuhan PDB direspon positif oleh pengeluaran pemerintah.

51 Berdasarkan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa peran pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan PDB adalah sangat kecil, sehingga belum cukup menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini adalah dipengaruhi oleh tingginya konsumsi dari penduduk Indonesia. Mengingat bahwa jumlah penduduk Indonesia tergolong cukup besar..07 Response of G to Cholesky One S.D. GW Innovation.06.05.04.03.02.01.00 1 2 3 4 5 Gambar 4.2 Respon Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Pertumbuhan PDB 4.3.3. Analisis Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Investasi Guncangan satu standar deviasi pada investasi belum direspon oleh pengeluaran pemerintah pada periode awal. Namun pada periode selanjutnya guncangan pada investasi telah direspon oleh pengeluaran pemerintah. Hal ini menunjukkan guncangan yang terjadi pada investasi tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan pengeluaran pemerintah. Dapat dilihat pada gambar 4.3, dimana pada periode kedua guncangan investasi sebesar satu standar deviasi akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,025 persen.

52 Response of G to Cholesky One S.D. INV Innovation.04.02.00 -.02 -.04 -.06 1 2 3 4 5 Gambar 4.3 Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Investasi 4.3.4. Analisis Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Nilai Tukar Guncangan yang terjadi pada nilai tukar pada periode pertama direspon positif oleh pengeluaran pemerintah. Guncangan nilai tukar sebesar satu standar deviasi pada periode pertama menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,18 persen. Pada periode kedua guncangan nilai tukar direspon negatif oleh pengeluaran pemerintah sebesar 0,18 persen. Periode ketiga hingga periode selanjutnya guncangan nilai tukar direspon positif oleh pengeluaran pemerintah, artinya depresiasi nilai tukar Rupiah mengakibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa apabila terjadi depresiasi rupiah akan berdampak pada peningkatan jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk pembiayaan ekonomi internasional. Pembiayaan ekonomi internasional antara lain transaksi perdagangan internasional yang pembayarannya menggunakan valuta asing. Depresiasi mata uang rupiah menyebabkan peningkatan pembayaran valuta asing sehingga berdampak pada peningkatan pengeluaran pemerintah. Depresiasi mata uang Rupiah juga akan menyebabkan jumlah utang luar negeri Indonesia semakin meningkat. Hasil IRF ini menunjukkan bahwa nilai tukar memiliki pengaruh besar terhadap perubahan pengeluaran pemerintah.

53 Response of G to Cholesky One S.D. ER Innovation.20.15.10.05.00 -.05 -.10 -.15 -.20 1 2 3 4 5 Gambar 4.4 Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Nilai Tukar 4.3.5. Analisis Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Inflasi Guncangan pada inflasi tidak direspon cepat oleh pengeluaran pemerintah. dibuktikan dengan guncangan inflasi pada periode pertama belum direspon oleh pengeluaran pemerintah..04.02.00 -.02 -.04 -.06 -.08 -.10 Response of G to Cholesky One S.D. INF Innovation -.12 1 2 3 4 5 Gambar 4.5 Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Inflasi Guncangan inflasi sangat berpengaruh terhadap perubahan pengeluaran pemerintah, terutama pada jangka yang pendek, namun semakin lama pengaruh

54 guncangan inflasi terhadap pengeluaran pemerintah akan semakin kecil. Guncangan inflasi secara umum direspon negatif oleh pengeluaran pemerintah. Pada periode kedua guncangan inflasi sebesar satu standar deviasi mengakibatkan perubahan pengeluaran pemerintah sebesar 0,12 persen. Pada keadaan Inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor makin mahal. Masih dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil. 4.3.6. Analisis Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Penerimaan Pajak Guncangan penerimaan pajak pada tahun pertama belum mendapat respon dari pengeluaran pemerintah. Variabel pengeluaran pemerintah mulai merespon guncangan penerimaan pajak pada tahun selanjutnya. Secara umum respon pengeluaran pemerintah terhadap guncangan penerimaan pajak adalah positif..05 Response of G to Cholesky One S.D. TR Innovation.04.03.02.01.00 1 2 3 4 5 Gambar 4.6 Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Penerimaan Pajak Dari gambar 4.6 pada periode ketiga (periode dengan respon tertinggi) dapat dilihat guncangan penerimaan pajak sebesar satu standar deviasi menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah hanya sebesar 0,04 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guncangan yang terjadi pada penerimaan pajak tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan pengeluaran pemerintah.

55 4.3.7. Analisis Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Ekspor Bersih Guncangan ekspor bersih pada tahun pertama belum mendapat respon dari pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah baru merespon guncangan ekspor bersih pada tahun selanjutnya. Dari hasil IRF variabel ekspor bersih terhadap variabel pengeluaran pemerintah dapat dilihat bahwa variabel ekspor bersih sangat memengaruhi variabel pengeluaran pemerintah terutama dalam jangka pendek. Guncangan ekspor bersih pada lima periode awal direspon positif oleh pengeluaran pemerintah..035 Response of G to Cholesky One S.D. NE Innovation.030.025.020.015.010.005.000 1 2 3 4 5 Gambar 4.7 Respon Pengeluaran Pemerintah terhadap Guncangan Ekspor Bersih 4.4 Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) FEVD bermanfaat untuk menjelaskan kontribusi dari masing masing variabel terhadap guncangan yang ditimbulkannya terhadap variabel endogen utama yang diamati. Dengan kata lain, FEVD menjelaskan proporsi variabel lain dalam menjelaskan variabilitas variabel endogen utama penelitian. Dalam kaitannya dengan FEVD maka penelitian ini akan membahas bagaimana kontribusi berbagai macam variabel yang terdapat dalam ruang lingkup penelitian terhadap pengeluaran pemerintah. Berdasarkan hasil dekomposisi varian (gambar 4.8), dapat disimpulkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dominan dijelaskan oleh guncangan pada variabel itu sendiri dari awal periode hingga akhir periode. Pada periode pertama

56 variabel pengeluaran pemerintah memiliki kontribusi yang besar terhadap variabel itu sendiri yaitu sekitar 33 persen. Pada periode pertama yang paling banyak memberi kontribusi terhadap pengeluaran pemerintah adalah variabel nilai tukar yaitu sebesar 77 persen. Pada periode kedua tampak variabel-variabel lain mulai mempengaruhi variabilitas dari variabel pengeluaran pemerintah. Gambar 4.8 Variance Decomposition of G 110 100 90 80 70 60 50 40 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 ER G GW INF INV NE TR Hasil FEVD diatas juga menunjukkan bahwa variabel yang memberikan kontribusi besar terhadap guncangan pada pengeluaran pemerintah adalah nilai tukar, inflasi dan pertumbuhan PDB negara Indonesia. Selain dari variabel tersebut hanya memberikan kontribusi yang sedikit terhadap guncangan pengeluaran pemerintah.

57 4.5 Implikasi Kebijakan Pengeluaran pemerintah Indonesia setiap tahunnya mengalami perubahan. Masing-masing negara memiliki target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai setiap periode, demikian juga dengan negara Indonesia. Hal inilah yang menjadi tujuan dari peningkatan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yakni mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditentukan pada awalnya. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut pemerintah dapat melakukan kebijakan manajemen pengelolaan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran pemerintah tersebut terstruktur dan jelas. Seperti halnya dalam Penyusunan RAPBN haruslah optimal, dan pelaksanaan APBN harus sesuai dengan RAPBN tersebut. Pengelolaan pengeluaran pemerintah yang baik juga akan berdampak pada kondisi lingkungan ekonomi yang kodusif. Lingkungan yang kondusif ini secara langsung akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut sumber terjadinya inflasi, inflasi dipengaruhi dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dimana inflasi dari sisi permintaan dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan kebijakan fiskal contohnya kebijakan defisit atau surplus anggaran. Sedangkan, inflasi dari sisi penawaran terjadi diluar otoritas moneter seperti Tarif Dasar Listrik, harga BBM, dan harga pangan. Implikasi kebijakan untuk meminimalisir dampak dari guncangan inflasi ini yaitu perlu adanya koordinasi yang baik antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan harga dalam mengendalikan inflasi. Hal ini, dikarenakan bank indonesia hanya dapat mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar dari sektor moneter saja. Oleh karena itu perlu ada kerja sama yang baik dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dari sektor lainnya. Kebijakan menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijakan yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total. Sehingga, inflasi dapat ditekan. Ketika terjadi depresiasi nilai tukar maka harga barang impor meningkat. Peningkatan harga barang impor ini dapat menyebabkan peningkatan struktur

58 biaya ataupun peningkatan pengeluaran pemerintah sehingga mendorong terjadinya kenaikan harga barang domestik. Implikasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yaitu melalui kebijakan suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Ketika suku bunga SBI dinaikkan maka masyarakat akan cenderung menukarkan uangnya dengan surat berharga atau obligasi, karena suku bunga adalah harga uang dimasa depan. Sehingga jumlah uang beredar di masyarakat berkurang. Apabila uang rupiah relatif berkurang dibandingkan mata uang asing, maka nilai rupiah akan cenderung menguat terhadap mata uang asing. Ekpor bersih yang semakin meningkat akan membawa pengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi Indonesia melalui pertumbuhan produk domestik bruto. Untuk itu pemerintah harus menggalakkan kebijakan ekspor berjumlah lebih besar daripada impor, dan kebijakan mencintai produk Indonesia. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah perolehan surplus perdagangan luar negeri yang berpengaruh terhadap cadangan devisa Indonesia yang melimpah. Devisa yang dihasilkan dari ekspor merupakan penebus dari impor. Peningkatan cadangan devisa akan meningkatkan pendapatan pemerintah dan memperkecil perluang terjadinya defisit anggaran. Peningkatan cadangan devisa ini juga dapat membantu Indonesia mengatasi masalah utang luar negeri. Akan lebih baik lagi apabila Industri nasional memiliki orientasi ekspor sehingga terjadi perluasan kesempatan kerja atau tingkat penyerapan angkatan kerja mengalami peningkatan. Kondisi tersebut akan menyebabkan neraca pembayaran yang favorable/sehat. Artinya total ekspor lebih besar dibandingkan dengan total impor dan peningkatan cadangan devisa yang diperoleh dari surplus ekspor bukan dari bertambahnya utang luar negeri. Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian pembangunan ekonomi yang bersifat konkret dan nyata. Dalam pandangan permintaan agregat Keynesian, pendapatan nasional dihasilkan lewat konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ditambah keseimbangan ekspor impor (ekspor bersih). Jadi produk domestik bruto meningkat, jika pelaku ekonomi dalam arus kegiatan ekonomi melakukan aktivitas belanja yang meningkat. Dengan kata lain, terjadi peningkatan belanja

59 konsumsi oleh konsumen, produsen memperbesar investasinya, belanja negara meningkat dan terjadi peningkatan ekspor bersih. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi pemerintah yang diberlakukan adalah kebijakan berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh perluasan kesempatan kerja, perkembangan harga dan nilai tukar yang stabil, serta utang luar negeri yang terkendali sehingga tidak terjadi gali lubang, tutup lubang dalam APBN.