IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI DAN PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Total Bakteri Probiotik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cincau hijau Premna oblongifolia disebut juga cincau hijau perdu atau cincau hijau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

III. METODOLOGI PENELITIAN

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi dapat memenuhi kriteria atau tidak. Pengujian tersebut meliputi komposisi kimia, sifat fungsional, dan mikrobiologi. Karakteristik menir segar tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik Air (%) Abu (% bk) Lemak (% bk) Protein (% bk) Karbohidrat (% bk) Serat (% bk) Kelarutan (%) Swelling Power (%) Pemeriksaan Mikrobiologi : - TPC (koloni/gram) - E.coli (APM/gram) Hasil pengujian 1,57,62,6 8,11 8,2,5 11,42 18,68 2,5 x 1 4 - SNI Tepung beras 1-3549-1994 1, (maks) 1, (maks) - - - 1, (maks) - - Maks 1 6 Maks 1 6 Kadar air menir segar yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 1,57 %. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan kadar air maksimal tepung beras berdasarkan SNI yang sebesar 1 %. Kadar air menir dipengaruhi oleh tingkat pengeringan gabah kering yang disosoh menjadi beras pecah. Ketika gabah kering yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi, maka kadar air menir juga akan tinggi. Dengan pengeringan diharapkan kadar air gabah yang mula-mula sekitar 3 % akan turun hingga mencapai kadar air 12-16 %. Pada kadar air 12-16 %, gabah telah cukup siap untuk pengolahan lebih lanjut (penggilingan) ataupun telah cukup aman dalam penyimpanan (Makfoeld, 1982). Kadar abu menir segar hasil pengujian adalah,62 % (bk). Nilai kadar abu tersebut masih dibawah nilai maksimum kadar abu SNI yang sebesar 1, %. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan anorganik atau mineral 12

penyusun menir terdapat dalam jumlah yang kecil. Pengujian terhadap kadar abu menunjukkan grade bahan alami yang digunakan. Semakin tinggi kadar abu pada suatu bahan, menunjukkan kandungan mineral-mineral atau bahan anorganik yang tinggi. Kadar lemak sebesar,6 % (bk) pada menir segar relatif tinggi. Menurut Bachtel dan Pomeranz (198), lemak terdistribusi secara tidak seragam dalam butir beras. Pada butir beras, kandungan lemak tertinggi terdapat pada bagian lembaga dan aleuron. Jumlah kedua komponen tersebut tergantung pada tingkat penyosohan beras. Semakin putih beras yang tersosoh, kandungan lemak pada hasil samping penyosohan juga semakin meningkat. Komponen lemak yang terbesar pada beras adalah trigliserida dan sebagian kecil dalam bentuk phospolipid, glikolipid dan lilin. Protein kasar pada menir segar sebesar 8,11 % (bk) diperoleh dari perhitungan metode mikro Kjeldahl, yaitu dengan memperhitungkan semua Nitrogen dari asam amino maupun dari komponen lain yang mengandung N seperti urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin (Sudarmadji et al., 1996). Kadar protein yang tinggi dapat berasal dari kontaminasi endosperm dan aleuron selama penyosohan. Menurut Bachtel dan Pomeranz (198), protein dalam beras berbentuk sebagai butiran protein dan sebagian besar (8 %) merupakan fraksi yang tidak larut dalam air dan disebut juga dengan protein glutelin. Kadar serat kasar pada menir segar sebesar,5 % (bk). Menurut Sudarmadji et al. (1996), serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Serat kasar digunakan sebagai penilaian kualitas suatu bahan dan mengevaluasi efisiensi suatu proses pengolahan. Pengukuran apparent viscosity pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Brookfield Viscometer dengan konsentrasi bahan sebesar 5 %. Berdasarkan data hasil pengukuran terlihat bahwa nilai viskositas menir segar mengalami penurunan dengan adanya peningkatan shear rate. Shear rate merupakan tumbukan mekanis pada larutan pasta pati menir yang berasal dari putaran spindle alat Brookfield Viscometer. Semakin tinggi nilai shear rate 13

Apparent Viscosity (cp) Apparent Viscosity (cp) maka akan semakin cepat pula putaran spindle alat Brookfield Viscometer dan tumbukan mekanis yang terjadi juga akan semakin banyak. Tumbukan mekanis yang semakin meningkat akan meningkatkan sifat mengalir larutan pasta pati dan selanjutnya akan menurunkan gaya geseknya. Hal inilah yang menyebabkan turunnya nilai viskositas. Adanya penurunan viskositas akibat peningkatan shear rate menunjukkan kondisi rheologi larutan menir bersifat pseudoplastic. 18 16 14 12 1 8 6 4 2,1,2,3,4,5,6,7,8,9 1 Shear Rate (1/s) Gambar 3. Apparent viscosity menir segar pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentasi 5 %. 1 95 9 85 8 75 5 1 15 2 25 3 Waktu (menit) Gambar 4. Stabilitas viskositas pasta menir segar selama 3 menit menggunakan spindle 2 dan kecepatan 12 rpm pada konsentrasi 5 %. 14

Water Retention Capacity (%) Selain mengukur viskositas menir segar, pengukuran terhadap kestabilannya juga perlu dilakukan. Pengujian dilakukan selama 3 menit dengan melakukan pengukuran pada menit-menit yang telah ditentukan. Pada Gambar 4 terlihat bahwa menir segar memiliki stabilitas viskositas pasta pati yang stabil. Nilai kelarutan menir segar sebesar 11,42 %, sedangkan nilai swelling power-nya sebesar 18,68 %. Pengujian kelarutan bertujuan untuk mengetahui kemampuan bahan untuk melarut dalam air. Semakin tinggi nilai kelarutan suatu bahan, maka semakin mudah bahan tersebut melarut dalam air. Sedangkan nilai swelling power menunjukkan kemampuan bahan untuk mengembang dalam air. Semakin tinggi nilai swelling power-nya, maka semakin tinggi pula kemampuan bahan untuk mengembang dalam air. Water retention capacity dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk menyimpan/menahan air. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan suhu 65, 7, 75, 8, 85, 9, dan 95 o C. Kemampuan menyerap suatu bahan tidak dapat dipisahkan dengan adanya komponen kimiawi seperti lemak dan protein. Semakin banyak kandungan lemak dan protein, maka kemampuan menyerap air akan semakin terbatas karena terhambat oleh adanya komponen tersebut. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa kemampuan menyimpan air menir segar semakin meningkat seiring dengan peningkatan suhu pemanasan. Hasil analisis water retention capacity disajikan pada Lampiran 3. 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu ( O C) Gambar 5. Water retention capacity menir segar pada beberapa suhu 15

Pengujian warna menggunakan Colortech Colormeter memberikan tingkat kecerahan yang dibaca sebagai nilai L. Nilai kecerahan menir segar menunjukkan nilai 87,66. Nilai kecerahan yang besar dan bernilai positif menunjukkan bahwa bahan menir segar mempunyai nilai kecerahan yang tinggi. Menir segar yang telah mengalami proses penggilingan menggunakan Disc Mill, jika diamati memiliki warna putih susu. Pengujian mikroorganisme yang dilakukan pada penelitian ini yaitu Total Plate Count (TPC) dan pengujian Escherichia coli. Berdasarkan pengujian TPC (Total Plate Count), diketahui bahwa pada bahan baku menir segar diperoleh 2,5 x 1 4 koloni/gram, namun nilai total mikroorganisme tersebut tidak melebihi batas maksimal SNI 1-3549-1994 yang sebesar 1x1 6 koloni/gram. Adanya mikroorganisme dapat berasal dari bahan baku secara alami maupun dari sanitasi proses yang tidak terjaga kebersihannya. Pengujian keberadaan E. coli bahan tidak menunjukkan adanya koloni, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan baku menir segar aman untuk dipergunakan sebagai bahan pangan. B. PENGERINGAN MENIR SEGAR DENGAN DRUM DRYER Secara umum tahapan proses pengolahan menir pragelatinisasi pada penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap utama, yaitu persiapan bahan, proses utama (pemanasan dan pengeringan), dan proses penggilingan. Masingmasing tahap memiliki pengaruh pada hasil akhir, oleh karena itu harus dilakukan dengan metode yang baik dan benar. Alat utama yang dipergunakan untuk menghasilkan produk (menir pragelatinisasi) yaitu alat pengering drum dryer tipe double drum dengan ukuran diameter dan panjang drum berturutturut sebesar 12 dan 8 inchi (Gambar 6). Permukaan drum yang terbuat dari logam stainless steel akan kontak langsung dengan menir segar sehingga akan dapat menguapkan air menir segar. 16

Gambar 6. Alat drum dryer Proses utama pengeringan menir segar terdiri atas pemanasan dan dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu di atas suhu gelatinisasi menir segar. Suspensi yang telah diformulasikan dituangkan secara perlahan ke dalam alat drum dryer. Kemudian suspensi tersebut akan dipanaskan dan dilanjutkan dengan proses pengeringan secara langsung pada permukaan drum dryer. Prinsip pengeringan dengan alat pengering drum dryer adalah bahan yang akan dikeringkan disebarkan pada permukaan drum yang telah dipanaskan dengan tekanan uap. Tekanan uap yang digunakan pada penelitian ini adalah 3-4 Bar. Proses pengeringan berlangsung pada saat drum berputar. Produk yang telah dikeringkan akan terlepas dari permukaan drum 15-2 detik sejak bahan pertama kali dimasukkan ke dalam drum dryer. Setelah melewati proses pengeringan, lembaran-lembaran menir pragelatinisasi akan dihasilkan pada permukaan drum dryer dan kemudian akan dipotong dengan slicer (pisau pemotong) yang terdapat pada alat. Hasil akhir yang akan didapatkan yaitu berupa menir pragelatinisasi kering, berwarna putih, tidak beraturan, dan mengkilat (Gambar 7). 17

Gambar 7. Menir segar dan menir pragelatinisasi Produk menir pragelatinisasi akhir memerlukan proses penghalusan dengan tujuan untuk mempermudah proses pengujian serta penyimpanannya. Alat penggilingan yang digunakan sebelum proses pemanasan dan pengeringan yaitu Disc Mill dengan ukuran penyaring (filter) sebesar 6 mesh, sedangkan alat penggilingan setelah proses pemanasan dan pengeringan yaitu dengan menggunakan blender tepung yang kemudian diayak kembali dengan menggunakan saringan 6 mesh. C. KARAKTERISTIK TEPUNG BERAS MENIR PRAGELATINISASI 1. Pengaruh Kecepatan Putaran Drum Dryer Pada penelitian ini dilakukan penentuan kondisi proses pengeringan dengan drum dryer yaitu penentuan kecepatan putaran drum dryer dan perbandingan air dan menir. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kondisi proses pengeringan dengan karakteristik sesuai dengan aplikasinya (mudah melarut dan mengembang dalam air dingin). Kecepatan putaran drum dryer yang digunakan yaitu 4, 6, dan 8 rpm, dengan perbandingan air dan menir yang tetap (1 : 1). Berdasarkan pengamatan selama proses pengeringan dengan drum dryer, dapat dilihat bahwa semakin cepat putaran drum dryer maka produk yang dihasilkan tampak putih dan terang. Hal tersebut dapat diamati dari produk yang dihasilkan dari proses pengolahan dengan kecepatan 8 rpm. Produk dengan kecepatan putar terlambat (4 rpm) menghasilkan produk yang berwarna gelap. Hal tersebut dikarenakan kontak antara bahan dan 18

permukaan drum dryer terlalu lama, sehingga menir pragelatinisasi yang diperoleh berwarna kecoklatan. Hasil analisis karakteristik yang dihasilkan pada kecepatan putaran yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik menir pragelatinisasi pada berbagai kecepatan putaran drum dryer Karakteristik Menir Kecepatan drum dryer segar 4 rpm 6 rpm 8 rpm Kadar Air (%) Kadar Abu (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar Lemak (% bk) Kadar Karbohidrat (% bk) Kadar Serat (% bk) Kelarutan (%) Swelling Power (%) Kecerahan Mikrobiologi (TPC) 1,57,62 8,11,6 8,2,5 11,42 18,68 87,66 2,5 x 1 4 7,12,49 6,97,45 84,97,42 12,3 19,92 86,66-7,36,53 7,3,42 84,66,45 12,21 19,44 86,53 6,5 x 1 4 6,79,51 7,13,59 84,98,46 13,7 22,1 87, - Menir pragelatinisasi yang dihasilkan dari kecepatan putaran drum dryer 8 rpm memiliki nilai kadar air terkecil yaitu sebesar 6,79 %. Nilai kadar air yang rendah dihasilkan pada perlakuan putaran 8 rpm. Pada putaran tersebut menir telah mengalami pragelatinisasi meskipun kontak antara silinder drum dengan bahannya paling singkat. Tingginya nilai kadar air pada kecepatan 4 rpm (7,12 %) dan 6 rpm (7,36 %) dikarenakan pada putaran tersebut tingkat kerusakan granula lebih besar sehingga bahan menjadi lebih higroskopis. Semakin lambat kecepatan putaran drum dryer, maka jumlah uap air yang dapat diuapkan semakin besar sehingga produk menjadi cenderung higroskopis hingga mencapai kadar air kesetimbangannya. Jika dibandingkan dengan kadar air menir segar (1,57 %), nilai kadar air dengan perlakuan kecepatan putaran 4, 6, dan 8 rpm memiliki nilai yang relatif lebih rendah. Kondisi tersebut disebabkan tepung beras menir pragelatinisasi telah mendapatkan perlakuan panas yang berasal dari drum dryer. Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik yang biasanya terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, besi, magnesium, mangan dan lain-lain. Abu umumnya merupakan partikel halus dan berwarna putih abu-abu (Sudarmadji et al., 1996). 19

Nilai kadar abu menir pragelatinisasi pada kecepatan putaran 4 rpm terendah sebesar,49 % (bk). Nilai kadar abu pada perlakuan putaran 6 dan 8 rpm antara lain,53 % (bk) dan,51 % (bk). Semakin rendah nilai kadar abu, kandungan nutrisi produk sedikit mengandung mineral-mineral anorganik. Nilai kadar abu menir segar sebesar,62 % (bk), dan relatif lebih besar dibandingkan dengan tepung beras menir pragelatinisasi dengan perlakuan kecepatan putaran 4, 6, dan 8 rpm. Hal tersebut dapat dikarenakan pada menir segar belum mendapatkan perlakuan pemanasan, sehingga kandungan mineral-mineral anorganiknya masih murni dan tinggi. Hasil kadar abu pada ketiga kecepatan putaran drum dryer menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada analisis ragam (Lampiran 6). Hal tersebut dikarenakan suhu pengeringan 8-1 o C tidak menghilangkan residu anorganik seperti kalsium, natrium, klor, fosfor, besi, magnesium, mangan dan lain-lain. Residu anorganik tersebut bahkan tidak hilang pada suhu pembakaran yang mencapai 55 o C. Kadar protein diperoleh dari hasil analisis kandungan Nitrogen yang terdapat pada bahan. Kadar protein tertinggi pada menir pragelatinisasi yang dihasilkan dengan kecepatan putaran 8 rpm sebesar 7,13 % (bk). Nilai kadar protein menir pragelatinisasi dengan kecepatan putaran 4 dan 6 rpm berturut-turut yaitu 6,97 % (bk) dan 7,3 % (bk). Tingginya nilai kadar protein pada putaran 8 rpm disebabkan karena kontak bahan dengan alat pengering lebih singkat dibandingkan dengan dua perlakuan yang lain sehingga panas yang diterima bahan juga sedikit dan akan mengurangi tingkat kerusakan protein (denaturasi protein). Jika dibandingkan dengan menir segar yang memiliki nilai kadar protein sebesar 8,11 % (bk), kadar protein menir pragelatinisasi relatif lebih rendah. Tingginya nilai kadar protein pada menir segar dikarenakan belum adanya perlakuan panas, sehingga tidak terjadi kerusakan protein (denaturasi protein). Kadar lemak tertinggi pada menir pragelatinisasi dengan kecepatan putaran drum dryer 8 rpm yaitu sebesar,59 % (bk), dan diikuti oleh 2

kecepatan putaran 4 dan 6 rpm yaitu sebesar,45 % (bk) dan,42 % (bk). Kadar lemak pada menir segar sebesar,6 % (bk) relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk menir pragelatinisasi. Hal ini disebabkan menir segar tidak mendapatkan perlakuan panas dari drum dryer, sehingga lemak yang terkandung pada bahan tidak mengalami kerusakan akibat pemanasan maupun oksidasi. Berdasarkan analisis ragam (α =,5), perlakuan kecepatan putaran drum dryer memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar lemak. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 7) dapat diketahui bahwa perlakuan 8 rpm berbeda nyata dengan perlakuan 4 dan 6 rpm. Pada perlakuan kecepatan putaran 8 rpm nilai kadar lemaknya tertinggi, yaitu sebesar,59 % (bk). Tingginya nilai kadar lemak dikarenakan pada perlakuan ini waktu kontak antara bahan dengan drum dryer menjadi lebih singkat, sehingga tingkat kerusakan akibat pemanasan suhu tinggi maupun oksidasi lemak menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan dua perlakuan lain yang waktu pemanasannya lebih lama. Kadar serat menir pragelatinisasi terendah dihasilkan dari kecepatan putaran drum dryer 4 rpm yaitu sebesar,42 % (bk). Kadar serat menir pragelatinisasi pada kecepatan putaran 6 dan 8 rpm yaitu,45 % (bk) dan,46 % (bk). Semakin lambat kecepatan putaran drum dryer menyebabkan kadar serat menir menjadi rendah. Hal tersebut dikarenakan semakin lama kontak antara drum dengan bahan akan mengakibatkan peluang pemutusan ikatan glikosidik polisakarida semakin besar, sehingga kadar serat menjadi rendah. Jika dibandingkan dengan kadar serat menir segar yang sebesar,5 % (bk), nilai kadar serat menir pragelatinisasi relatif lebih kecil. Hasil analisis ragam (α =,5) pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa kecepatan putaran drum dryer tidak memberikan pengaruh perbedaan yang nyata terhadap nilai kadar serat. Hal tersebut dikarenakan proses pemanasan bahan tidak berpengaruh besar pada pemutusan ikatan glikosidik ataupun perubahan kadar seratnya. Hasil pengujian kelarutan dan swelling power terbesar diperoleh dari kecepatan putaran 8 rpm. Nilainya berturut-turut sebesar 13,7 % 21

Water Retention Capacity (%) kelarutan dan 22,1 % swelling power. Kelarutan terbesar diduga karena kecepatan putaran drum dryer 8 rpm menyebabkan granula-granula menir mendapatkan cukup waktu untuk mengalami proses gelatinisasi secara optimal. Sedangkan tingginya nilai swelling power dikarenakan dengan putaran 8 rpm (paling cepat), menir telah mendapatkan cukup waktu yang optimal untuk mengalami gelatinisasi. Water retention capacity (WRC) dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk menyimpan/menahan air. Pengujian water retention capacity ini dilakukan pada suhu 65, 7, 75, 8, 85, 9, dan 95 o C. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap WRC ditampilkan pada Gambar 8. 6 5 4 3 2 1 5 6 7 8 9 1 Suhu ( O C) 4 rpm 6 rpm 8 rpm Menir Segar Gambar 8. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap water retention capacity pada beberapa suhu. Berdasarkan Gambar 1 proses pemanasan menir segar dengan drum dryer memberikan pengaruh meningkatnya daya serap menir. Semakin tinggi kemampuan menir pragelatinisasi menyerap air, maka semakin baik ketahanan bahan untuk mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungannya. Nilai WRC mengalami kenaikan pada pemanasan suhu 65-9 o C, sedangkan pada suhu 95 o C mengalami penurunan. Energi kinetik air pada suhu 95 o C semakin besar sehingga amilosa menir yang telah mengalami pembengkakan tidak mampu lagi menyimpan air. 22

Apparent Viscosity (cp) Viskositas bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya struktur molekul, suhu, dan interaksi antar molekul dengan partikel. Pengukuran viskositas menggunakan alat Brookfield Viscometer dengan berbagai kecepatan putaran. Nilai viskositas menir segar dan menir pragelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 9. 12 1 8 6 4 2,1,2,3,4,5,6,7,8,9 1 Shear Rate (1/s) 4 rpm 6 rpm 8 rpm Menir Segar Gambar 9. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap apparent viscosity pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentrasi 5%. Berdasarkan Gambar 9 nilai kekentalan tepung beras menir pragelatinisasi mengalami penurunan berbanding lurus dengan peningkatan shear rate. Pada perlakuan kecepatan putaran 6 rpm memiliki nilai apparent viscosity yang mendekati menir segar bila dibandingkan dengan kecepatan putaran 4 dan 8 rpm. Pada pengujian viskositas, dilakukan pemanasan di atas suhu gelatinisasinya sehingga granula menir segar akan mengembang dan menyerap air. Kecepatan putaran drum dryer akan mempengaruhi nilai viskositas menir pragelatinisasi. Kecepatan putaran drum dryer yang terlalu cepat (8 rpm) akan menyebabkan nilai viskositas menjadi rendah karena granula menir belum mendapatkan cukup panas untuk mengalami gelatinisasi. Sedangkan kecepatan putaran yang lama (4 rpm) juga menyebabkan nilai viskositas yang rendah. Hal tersebut dikarenakan pemanasan yang terlalu lama mengakibatkan granula menjadi rusak. 23

Apparent Viscosity (cp) Kecepatan putaran 6 rpm nilai viskositasnya paling tinggi, hal tersebut dikarenakan granula menir telah mendapatkan panas yang optimal untuk mengalami proses gelatinisasi. Pengujian stabilitas viskositas pasta perlu dilakukan untuk mengetahui karakter kestabilan dari menir segar dan menir pragelatinisasi. Pada Gambar 1 berikut menunjukkan kestabilan pada berbagai kecepatan putaran drum dryer. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan kecepatan putaran 8 rpm pada tahap pertama menghasilkan kestabilan pasta terbaik setelah menir segar. Perlakuan 8 rpm mempunyai viskositas yang stabil meskipun terdapat sedikit kenaikan berbanding lurus dengan bertambahnya waktu. 7 6 5 4 3 2 1 5 1 15 2 25 3 Waktu (menit) 4 rpm 6 rpm 8 rpm Menir Segar Gambar 1. Pengaruh kecepatan putaran drum dryer terhadap stabilitas viskositas pasta pati pada konsentrasi 5% dengan kecepatan 12 rpm. Analisis mikroskopis dilakukan untuk mengetahui bentuk granula menir segar dan menir pragelatinisasi. Bentuk granula menir dapat dilihat pada Gambar 11. 24

Menir segar Menir pragelatinisasi Gambar 11. Bentuk granula menir segar dan menir pragelitinisasi (mikroskop perbesaran 4x) Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 4 x, dapat dilihat bahwa bentuk granula menir segar masih bulat utuh dan masih menunjukkan sifat birefringence-nya. Menurut Winarno (22), sifat birefringence yaitu sifat dari pati yang mampu merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal yang berwarna gelap dan terang. Sedangkan gambar granula menir pragelatinisasi tidak seperti bentuk granula menir segar yang masih bulat dan utuh. Bentuk granula menir pragelatinisasi sudah tidak beraturan lagi karena adanya proses gelatinisasi pada proses pengeringan dengan drum dryer. Pengeringan drum dryer menyebabkan granula menir segar pecah dan tidak dapat kembali lagi utuh seperti semula (irreversible). Pada pengujian mikroorganisme TPC (Total Plate Count) tahap pertama ditemukan adanya koloni pada produk dengan perlakuan 6 rpm yaitu 6,5 x 1 4 koloni/gram. Jumlah tersebut masih dapat ditoleransi karena di bawah jumlah maksimal SNI tepung beras yang sebesar 1 x 1 6 koloni/gram. Jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme pada menir segar yang berjumlah 2,5 x 1 4 koloni/gram, maka pada produk terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme. Hal tersebut dapat berasal dari kontaminasi pada saat proses maupun pengujian. Koloni E. coli tidak ditemukan pada produk karena menunjukkan hasil nol. Nilai kecerahan menir pragelatinisasi tertinggi yaitu pada kecepatan putaran 8 rpm (87,) dan diikuti oleh 4 rpm (86,66) dan 6 rpm (86,53). Kecepatan putaran drum dryer menunjukkan waktu kontak bahan dengan 25

drum. Pada kecepatan tinggi waktu kontak bahan dengan drum semakin singkat sehingga nilai kecerahannya semakin besar. Sebaliknya, jika kecepatan putaran semakin lambat maka waktu kontak bahan dengan drum semakin lama sehingga nilai kecerahannya semakin rendah (warna bahan semakin gelap). Pemilihan perlakuan kecepatan putaran yang terbaik berdasarkan sifat fungsional yaitu kelarutan, swelling power dan water retention capacity. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka kecepatan putaran 8 rpm menjadi perlakuan terbaik. 2. Pengaruh Perbandingan Air dan Menir Pada tahap kedua memadukan perlakuan tiga perbandingan air dan menir dengan satu putaran drum dryer terpilih pada tahap pertama. Perbandingan air dan menir yang digunakan adalah 1 : 1 ; 5 : 4 ; dan 5 : 3. Hasil analisis karakteristik menir pragelatinisasi tahap kedua ditampilkan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Karakteristik menir pragelatinisasi pada berbagai perbandingan air dan menir Menir pragelatinisasi Menir Karakteristik (perbandingan air dan menir) segar 1 : 1 5 : 4 5 : 3 Kadar Air (%) Kadar Abu (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar Lemak (% bk) Kadar Karbohidrat (% bk) Kadar Serat (% bk) Kelarutan (%) Swelling Power (%) Kecerahan Mikrobiologi (TPC) 1,57,62 8,11,6 8,2,5 11,42 18,68 87,66 2,5 x 1 4 6,79,51 7,13,59 84,48,46 13,7 22,1 87,,5 x1 4 4,76,57 7,2,54 86,87,46 16,43 23,12 86,6 3,5 x1 4 6,53,56 6,98,56 84,91,44 16,55 24,12 85,55 4,5 x 1 4 Pada tahap kedua dapat dilihat bahwa kadar air terendah terdapat pada perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 4 sebesar 4,76 %. Pada perbandingan air dan menir = 1: 1 ; air dan menir = 5 : 3, kadar airnya cukup tinggi yaitu sebesar 6,79 % dan 6,53 %. Jika dibandingkan dengan 26

menir segar yang memiliki kadar air sebesar 1,57 %, nilai kadar air ketiga produk pada tahap kedua ini relatif lebih rendah. Proses pemanasan dengan drum dryer mengakibatkan penguapan air sehingga kadar air menir pragelatinisasi lebih rendah dibandingkan dengan menir segar. Hasil analisis ragam (α =,5) pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perbandingan air dan menir memberikan pengaruh terhadap kadar air menir pragelatinisasi yang dihasilkan. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 9) dapat dinyatakan bahwa perbandingan air dan menir = 5 : 4 menghasilkan kadar air terendah dan berbeda nyata dengan dua perlakuan lainnya (perbandingan 1 : 1 dan 5 : 3). Pada perbandingan air dan menir = 1 : 1 menghasilkan kadar air yang tinggi. Hal tersebut disebabkan adanya peningkatan konsentrasi menir dalam pasta menir. Sedangkan pada perbandingan air dan menir = 5 : 3, nilai kadar airnya tinggi dikarenakan dengan adanya penambahan air terbanyak mengakibatkan produk yang dihasilkan sangat kering dan menjadi higroskopis. Selain itu, proses pengeringan menir pragelatinisasi pada udara terbuka memungkinkan terjadinya peningkatan kadar air. Kadar abu terendah terdapat pada perlakuan perbandingan air dan menir = 1 : 1 yaitu senilai,51 % (bk). Kadar abu perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 4 ; air dan menir = 5 : 3, berturut-turut adalah,57 % (bk) dan,56 % (bk). Kadar abu menir segar (,62 % bk) lebih tinggi dibandingkan dengan menir pragelatinisasi tahap kedua. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya perlakuan pemanasan pada menir segar sehingga kandungan anorganiknya masih murni. Nilai kadar abu pada ketiga menir pragelatinisasi relatif sama. Suhu pengeringan drum dryer yang digunakan sebesar 8-1 o C. Suhu pengeringan tersebut diduga tidak dapat menghilangkan residu anorganik. Residu anorganik tersebut bahkan tidak hilang pada suhu pembakaran mencapai 55 o C. Urutan nilai kadar protein dari yang tertinggi yaitu perbandingan air dan menir = 1 : 1 ; 5 : 4 ; dan 5 : 3. Nilai kadar protein menir pragelatinisasi berturut-turut yaitu 7,13 % (bk); 7,2 % (bk); dan 6,98 % 27

(bk). Kadar protein menir segar sebesar 8,11 % (bk) lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketiga menir pragelatinisasi. Penurunan kadar protein setelah proses pengeringan drum dryer disebabkan sebagian komponen protein terlarut di dalam pasta menir yang digunakan sebagai umpan dalam drum dryer. Penambahan air pada pasta menir dapat meningkatkan protein yang melarut dalam air sehingga kadar protein yang diperoleh menjadi rendah. Nilai kadar lemak tertinggi tahap kedua dihasilkan oleh perlakuan perbandingan air dan menir = 1: 1 sebesar,59 % (bk), diikuti oleh perlakuan air dan menir = 5 : 4 (,54 % bk) serta 5 : 3 (,56 % bk). Tingginya nilai kadar lemak pada perlakuan perbandingan air dan menir 1 : 1 dikarenakan konsentrasinya lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 4 dan 5 : 3. Hal tersebut mengakibatkan pemanasan yang diterima feed, yang berasal dari drum juga semakin sedikit. Akibatnya kerusakan lemak berupa oksidasi dan hidrolisis pun semakin sedikit. Kadar lemak menir segar (,6 % bk) nilainya lebih tinggi dibandingkan ketiga menir pragelatinisasi tahap kedua. Tidak adanya proses pemanasan pada menir segar menyebabkan tingginya kadar lemak tersebut. Kadar serat terendah (,44 % bk) dihasilkan oleh menir pragelatinisasi dengan penambahan air terbanyak (air dan menir = 5 : 3). Peningkatan penambahan air menyebabkan menir mengalami gelatinisasi dan ikatan glikosidik polisakarida yang terputus semakin banyak. Nilai kadar serat menir pragelatinisasi dengan perbandingan air dan menir = 1: 1 dan 5 : 4 menghasilkan nilai yang sama yaitu,46 % (bk). Nilai kadar serat menir segar (,5 % bk) lebih tinggi dari ketiga menir pragelatinisasi. Hal tersebut dapat diakibatkan pada menir pragelatinisasi telah terjadi pemutusan ikatan glikosidik polisakarida akibat pemanasan dengan menggunakan drum dryer. Nilai kelarutan menir pragelatinisasi tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 3 yaitu 16,55 % sedangkan nilai kelarutan menir pragelatinisasi dengan perbandingan air dan 28

menir = 5 : 4 lebih rendah yaitu 16,43 %. Tingginya nilai kelarutan pada perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 3 dikarenakan pada perlakuan tersebut penambahan airnya terbanyak sehingga suspensi lebih cepat mengalami gelatinisasi. Kelarutan menir segar lebih rendah dibandingkan menir pragelatinisasi. Nilai kelarutan menir segar dapat ditingkatkan dengan cara pemanasan sampai suhu gelatinisasi. Pemanasan dapat menyebabkan komponen amilosa pecah dan keluar sehingga kelarutan pasta menir menjadi kental dan lengket. Hasil analisis ragam (α =,5) (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan air dan menir memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kelarutan. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 9) dapat diketahui bahwa perbandingan air dan menir = 1 : 1 memiliki nilai kelarutan sebesar 13,7 % dan berpengaruh nyata pada parameter uji kelarutan. Penambahan air terendah (air dan menir = 1 : 1) menyebabkan proses gelatinisasi tidak optimal sehingga nilai kelarutannya terkecil. Nilai swelling power tertinggi terdapat pada menir pragelatinisasi dengan perbandingan air dan menir = 5 : 3 yaitu 24,12 %. Nilai swelling power perbandingan air dan menir = 1 : 1 dan 5 : 4 sebesar 22,1 % dan 23,12 %. Tingginya nilai swelling power pada perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 3 dikarenakan penambahan airnya yang terbanyak. Nilai kelarutan sangat berhubungan dengan nilai swelling power. Kedua nilai ini berbanding lurus satu sama lain. Semakin tinggi nilai kelarutan, maka akan semakin tinggi pula nilai swelling power-nya. Menurut Leach (1965), plot kurva hubungan antara swelling power terhadap persen kelarutan pada berbagai macam pati hampir dapat ditarik sebuah garis lurus yang menunjukkan betapa eratnya keterkaitan di antara kedua sifat tersebut. Water retention capacity (WRC) menunjukkan kemampuan bahan menyerap dan menahan air. Nilai WRC menir segar dan menir pragelatinisasi tahap kedua disajikan pada Gambar 12 berikut. 29

Water Retention Capacity (%) 6 5 4 3 2 1 65 7 75 8 85 9 95 Suhu ( O C) 1:1 5:4 5:3 Menir Segar Gambar 12. Pengaruh perbandingan air dan menir terhadap water retention capacity pada beberapa suhu Hasil pengujian menunjukkan adanya kenaikan nilai WRC pada pengujian suhu tinggi. Semakin tinggi suhu pada saat pengujian, maka semakin tinggi pula nilai WRC menir pragelatinisasi. Hal tersebut dikarenakan suhu pemanasan yang tinggi mengakibatkan granula menir membengkak sehingga kemampuan menyerap air juga semakin besar. Penurunan nilai WRC pada suhu 95 o C diduga akibat ketidakmampuan amilosa menir untuk menyimpan air karena energi kinetik molekul air yang semakin besar. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 3 memiliki nilai WRC tertinggi serta tidak menunjukkan kenaikan ataupun penurunan yang terlalu tajam. Hal tersebut dikarenakan jumlah penambahan airnya terbanyak sehingga granula pati lebih cepat tergelatinisasi sehingga kemampuan penyimpanan air menjadi lebih optimal. Ketika suspensi pati dan air dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya, granula-granula pati akan tergelatinisasi dan mengembang secara cepat sampai semua air terkonsumsi. Nilai apparent viscosity tidak hanya disebabkan oleh pengembangan granula pati, tapi juga oleh adanya bagian pati terlarut yang menahan pengembangan granula-granula dengan daya 3

Apparent Viscosity (cp) adhesi, dan juga oleh interaksi diantara granula-granula yang mengembang (Leach, 1965). Nilai apparent viscosity menir pragelatinisasi dengan perbandingan air dan menir, mengalami penurunan dengan peningkatan shear rate (laju putar). Perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 3 memiliki nilai apparent viscosity tertinggi. Penambahan air terbanyak (5 :3) menyebabkan granula menir mudah tergelatinisasi. Sedangkan perlakuan perbandingan air dan menir = 1 : 1 memiliki nilai apparent viscosity terendah. Suspensi pada perbandingan 1 : 1 lebih pekat, sehingga granula menir belum tergelatinisasi secara optimal. Nilai apparent viscosity akibat pengaruh perbandingan air dan menir ditampilkan pada Gambar 13 berikut. 16 14 12 1 8 6 4 2,1,2,3,4,5,6,7,8,9 1 Shear Rate (1/s) 1:1 5:4 5:3 Menir Segar Gambar 13. Pengaruh perbandingan air dan menir terhadap apparent viscosity pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 dan 2 pada konsentrasi 5% Pengujian apparent viscosity juga dilakukan pada kecepatan 12 rpm untuk mengetahui stabilitas kekentalan bahan yang diuji. Pada pengukuran kestabilan pasta (Gambar 14) dapat dilihat bahwa perbandingan air dan menir = 5 : 3 memiliki nilai kestabilan pasta pati yang terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. 31

Apparent Viscosity (cp) 8 7 6 5 4 3 2 1 5 1 15 2 25 3 Waktu (menit) 1:1 5:4 5:3 Menir Segar Gambar 14. Pengaruh perbandingan perbandingan air dan menir terhadap stabilitas viskositas pasta pati pada konsentrasi 5% menggunakan spindle 1 dan 2 dengan kecepatan 12 rpm Jumlah mikroorganisme terbanyak pada menir pragelatinisasi tahap kedua adalah perlakuan perbandingan air dan menir = 5 : 3 yaitu sebesar 4,5 x 1 4 koloni/gram. Jumlah tersebut masih dapat ditoleransi karena di bawah jumlah maksimal SNI tepung beras yang sebesar 1 x 1 6 koloni/gram. Jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme pada menir segar yang berjumlah 2,5 x 1 4 koloni/gram, maka pada produk terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme. Hal tersebut dapat berasal dari kontaminasi pada saat proses maupun pengujian. Koloni E. coli tidak ditemukan pada produk karena menunjukkan hasil nol, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan baku menir segar aman untuk dipergunakan sebagai bahan pangan. Kecerahan produk perbandingan air dan menir 1 : 1 ; 5 : 4 ; dan 5 : 3 bernilai 87, ; 86,6 ; dan 85,55. Kecerahan menir pragelatinisasi dipengaruhi oleh kadar air yang terdapat didalamnya. Semakin tinggi kadar air menir pragelatinisasi menyebabkan peningkatan tingkat kecerahan. Adanya air dalam menir pragelatinisasi menyebabkan warnanya lebih mengkilat sehingga tingkat kecerahan meningkat. Nilai kecerahan tertinggi menir pragelatinisasi terdapat pada perbandingan air dan menir 1 : 1 Pada proses pengeringan drum dryer, 32

pasta menir pragelatinisasi dengan perbandingan air dan menir 1 : 1 sangat pekat sehingga proses penguapan air dalam bahan tidak optimal. Penguapan yang tidak optimal menyebabkan kadar air menir masih tinggi. Kadar air menir pragelatinisasi pada perbandingan tersebut sebesar 6,79 % sebagai kadar air tertinggi. Pemilihan menir pragelatinisasi tahap kedua berdasarkan pengujian sifat fungsional yang meliputi kelarutan, swelling power, dan WRC. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka perbandingan air dan menir = 5 : 3 menjadi perlakuan terbaik. Menir pragelatinisasi pada perlakuan tersebut digunakan sebagai bahan baku dalam penyimpanan. D. PERUBAHAN KARAKTERISTIK MENIR PRAGELATINISASI SELAMA PENYIMPANAN Produk pangan dapat mengalami kerusakan selama penyimpanan. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan penurunan mutu dan umur simpan produk. Beberapa reaksi yang berbeda dapat muncul dan menyebabkan penurunan mutu serta kehilangan kandungan nutrien. Kerusakan secara fisik juga dapat menurunkan umur simpan produk pangan. Parameter uji yang digunakan dalam penelitian ini sebagai faktor perubahan mutu adalah kadar air, kelarutan, swelling power, kecerahan, WRC, organoleptik, dan mikrobiologi bahan. 1. Kadar Air Kadar air merupakan karakteristik penting pada produk kering. Kadar air suatu produk pangan yang disimpan akan terus bertambah dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Pada saat kadar airnya bertambah, maka produk akan mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya penggumpalan. 33

Kadar Air (%) 8,6 8,4 8,2 8, 7,8 7,6 7,4 7,2 7, 2 4 6 8 1 Lama Penyimpanan (minggu) 35 45 5 Gambar 15. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air produk Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa kadar air produk selama penyimpanan mengalami penurunan. Pada suhu penyimpanan 5 o C, nilai kadar airnya terendah. Penurunan nilai kadar air terbesar terjadi pada suhu penyimpanan 5 o C yaitu terjadi penurunan nilai kadar air 7,64 % - 6,46 %. Penyimpanan produk pangan dalam suhu tinggi dapat mingkatkan nilai kadar airnya. Namun dari data yang diperoleh, kadar air produk secara keseluruhan mengalami penurunan sampai pada akhir penyimpanan. Hal tersebut dikarenakan suhu inkubator yang tinggi dan RH inkubator yang rendah mengakibatkan terjadi penyerapan uap air dari produk ke luar kemasan. Menir pragelatinisasi merupakan produk kering dan bersifat higroskopis sehingga mudah untuk menyerap uap air dari lingkungan sekitar. 2. Kelarutan Kelarutan menunjukkan banyaknya komponen bahan yang melarut selama pengujian. Kelarutan bahan selama penyimpanan dapat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan penyimpanan. Nilai kelarutan menir pragelatinisasi pada beberapa suhu penyimpanan disajikan pada Gambar 16 berikut. 34

Kelarutan (%) 3 25 2 15 1 5 2 4 6 8 1 Lama Penyimpanan (minggu) 35 45 5 Gambar 16. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kelarutan produk Nilai kelarutan produk secara umum mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan terbesar terjadi pada suhu penyimpanan 5 o C (Gambar 16). Nilai kelarutan pada suhu penyimpanan 5 o C mengalami penurunan yaitu dari 24,49 % menjadi 8,1 %, sedangkan pada suhu 35 dan 45 o C penurunan nilai kelarutan yang terjadi sampai pada akhir penyimpanan yaitu 24,49 % - 8,8 % dan 24,49 % - 8,44 %. Berdasarkan Gambar 16, semakin lama penyimpanan produk menyebabkan penurunan nilai kelarutannya. Pada minggu ke dua terjadi sedikit kenaikan nilai kelarutan. Hal ini dikarenakan adanya degradasi bahan-bahan lain selain amilosa yang terdapat pada produk ketika proses pemanasan dan pengadukan. Bahan-bahan tersebut ikut larut dalam air sehingga menyebabkan peningkatan nilai kelarutan. Suhu penyimpanan ikut mempengaruhi nilai kelarutan produk. Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa nilai kelarutan menir pragelatinisasi pada suhu penyimpanan 5 o C lebih rendah dibandingkan suhu penyimpanan 35 dan 45 o C. Hal tersebut dikarenakan tingginya suhu penyimpanan menyebabkan produk semakin cepat rusak. Kerusakan produk dapat berupa pecahnya amilosa ketika pengujian kelarutan pada suhu 7 o C. Hal inilah yang mengakibatkan nilai kelarutan sampai dengan akhir penyimpanan menjadi semakin rendah. 35

Swelling Power (%) 3. Swelling Power Swelling power merupakan kemamuan bahan mengembang dalam air (Balagopalan et al., 1988). Proses gelatinisasi dapat mengakibatkan pecahnya amilosa sehingga meningkatkan kemampuan granula mengembang dalam air. Air yang berasal dari proses pemanasan akan mengisi rongga-rongga amilosa dan menyebabkan granula mengembang. 29 27 25 23 21 19 17 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lama Penyimpanan (minggu) 35 45 5 Gambar 17. Pengaruh lama penyimpanan terhadap swelling power Berdasarkan Gambar 17, nilai swelling power menir pragelatinisasi selama penyimpanan mengalami penurunan. Nilai swelling power terendah terdapat pada penyimpanan suhu 5 o C. Hal tersebut dikarenakan penyimpanan suhu tinggi mempercepat pecahnya struktur amilosa produk. Peristiwa gelatinisasi yang telah terjadi selama pengeringan menir dengan drum dryer mengakibatkan amilosanya membengkak. Dengan adanya perlakuan penyimpanan pada suhu tinggi, pembengkakan amilosa menjadi tidak terkendali sehingga kemampuan mengembang dalam airpun menjadi berkurang. 4. Kecerahan Perubahan warna produk pangan merupakan salah satu indikator terjadinya penurunan mutu. Perubahan warna dapat menunjukkan adanya perubahan nilai gizi pada produk. Pengujian warna dilakukan untuk 36

Kecerahan melihat pengaruh waktu penyimpanan terhadap warna produk menir pragelatinisasi. Pengujian dilakukan dengan Colortech Colormeter. Nilai kecerahan menir pragelatinisasi selama penyimpanan disajikan pada gambar berikut. 87, 86,5 86, 85,5 85, 84,5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lama Penyimpanan (minggu) 35 45 5 Gambar 18. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kecerahan produk Berdasarkan Gambar 18, dapat dilihat bahwa selama penyimpanan menunjukkan penurunan tingkat kecerahan. Pada penyimpanan 5 o C, tingkat kecerahannya terendah. Lamanya penyimpanan disertai suhu penyimpanan yang tinggi menyebabkan menir pragelatinisasi yang disimpan berwarna kecoklatan. Tingkat kecerahan yang rendah disebabkan rendahnya nilai kadar air menir pragelatinisasi selama penyimpanan. Air yang sedikit dalam bahan menyebabkan warna bahan kurang mengkilat sehingga tingkat kecerahannya pun rendah. 5. WRC Pengujian WRC dilakukan setiap minggu selama penyimpanan. Nilai WRC pada setiap minggunya ditampilkan pada Gambar 19, 2, 21 dan 22 sebagai berikut. 37

Water Retention Capacity (%) Water Retention Capacity (%) Water Retention Capacity (%) 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 19. Nilai water retention capacity pada minggu ke-1 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 2. Nilai water retention capacity pada minggu ke-2 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 21. Nilai water retention capacity pada minggu ke-3 38

Water Retention Capacity (%) 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 22. Nilai water retention capacity pada minggu ke-4 Berdasarkan Gambar 21, 22, 23, dan 24 dapat dilihat bahwa kenaikan nilai WRC hampir sama pada minggu ke-1 hingga minggu ke-4. Semakin tinggi suhu pemanasan maka kemampuan menir pragelatinisasi menyimpan air akan menurun. Titik maksimum kemampuan menyimpan air sampai dengan minggu ke-4 yaitu pada suhu pengamatan 9 o C. Kenaikan nilai WRC mulai terjadi pada suhu 7 o C, dan berhenti sampai dengan suhu 9 o C. Pada suhu 95 o C kemampuan menyimpan air mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya suhu yang diberikan mengakibatkan kemampuan granula menir untuk menyimpan air menjadi semakin melemah. Pada penyimpanan minggu ke-5 sampai dengan minggu ke-8, kenaikan nilai WRC hanya sampai pada pemanasan suhu 85 o C. Pemanasan pada suhu selanjutnya mengakibatkan kemampuan menir pragelatinisasi untuk menyimpan air semakin menurun. Perlakuan penyimpanan pada suhu 35, 45 dan 5 o C mengakibatkan menurunnya kemampuan menyimpan air pada menir pragelatinisasi. Selama penyimpanan terjadi peningkatan nilai WRC. Peningkatan tersebut diduga akibat adanya penyimpanan pada suhu tinggi mengakibatkan kandungan kimiawi produk seperti protein dan lemak terdegradasi. Hal tersebut menyebabkan kemampuan produk menyerap dan menyimpan air menjadi semakin besar. 39

Water Retention Capacity (%) Water Retention Capacity (%) Water Retention Capacity (%) 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 23. Nilai water retention capacity pada minggu ke-5 7 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 24. Nilai water retention capacity pada minggu ke-6 7 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 25. Nilai water retention capacity pada minggu ke-7 4

Water Retention Capacity (%) 8 7 6 5 4 3 2 1 6 7 8 9 1 Suhu Pengamatan ( O C) Suhu 35 Suhu 45 Suhu 5 Gambar 26. Nilai water retention capacity pada minggu ke-8 6. Organoleptik Pengujian organoleptik mengindikasikan kecenderungan panelis menyukai suatu produk. Pengujian hedonik yang dilakukan meliputi parameter warna, aroma, tekstur, dan penampakan umum produk. Pada parameter warna, nilai modus (nilai terbanyak) suhu 35, 45 dan 5 o C berada dalam skala 3 (netral). Hal tersebut menunjukkan bahwa warna produk pada suhu penyimpanan 35, 45, dan 5 o C dianggap netral oleh panelis sampai minggu terakhir penyimpanan. Nilai median (nilai tengah) pada minggu pertama hingga ke-8 penyimpanan juga berada dalam skala 3 (netral). Pada minggu ke-8 beberapa panelis mulai menyatakan tidak suka (skala 2) terhadap warna produk, terutama pada penyimpanan suhu 5 o C. Penyimpanan menyebabkan warna produk semakin kecoklatan. Perubahan aroma merupakan masalah penting dalam produk pangan. Terbentuknya beberapa molekul off-flavour pada produk dapat merusak flavour secara keseluruhan (Arpah, 21). Nilai modus (nilai terbanyak) aroma menyatakan bahwa penyimpanan produk pada suhu 35, 45, dan 5 o C sampai minggu ke-8 berada pada skala 3 (netral), begitu pula pada nilai median (nilai tengah). Hal tersebut mengindikasikan bahwa mayoritas panelis sulit membedakan perubahan yang terjadi selama penyimpanan. Pada minggu ke-8, sebagian kecil panelis mampu mengenali perubahan 41

aroma pada produk dengan memberikan skala 2 (tidak suka). Ketidaksukaan panelis dikarenakan aroma produk mulai apek. Selama penyimpanan tekstur produk tidak terdeteksi perubahannya. Nilai modus yang diberikan panelis pada minggu ke- yaitu skala 4 (suka). Namun mulai minggu ke-1 sampai pada penyimpanan minggu ke-8, mayoritas menyatakan netral (skala 3). Nilai tengah pada masing-masing suhu penyimpanan dan lama penyimpanan juga berada dalam skala 3 (netral). Nilai modus pada pengujian penampakan umum produk berada dalam skala 3 (netral). Nilai median (nilai tengah) produk juga terdapat pada skala 3 (netral). Hal tersebut menyatakan bahwa pada perlakuan suhu penyimpanan, mayoritas panelis tidak mampu mendeteksi perubahan penampakan umum produk, sehingga panelis hanya memberikan nilai netral. Data hasil pengamatan selama penyimpanan disajikan pada Lampiran 1. 7. Pengujian Mikrobiologi Pengujian mikrobiologi dilakukan pada awal penyimpanan dan akhir penyimpanan. Pada awal penyimpanan (minggu ke-), dengan pengujian TPC (Total Plate Count) didapatkan adanya koloni sebanyak,5 x 1 4 koloni/gram. Sedangkan selama penyimpanan, koloni ditemukan pada suhu penyimpanan 35 dan 5 o C, yaitu sebanyak 1,5 x 1 4 koloni/gram. Adanya kenaikan jumlah mikroorganisme disebabkan terjadinya kontaminasi pada saat pengujian. Pada pengujian keberadaan E.coli, baik pada awal penyimpanan maupun akhir penyimpanan didapatkan hasil nol. Hal ini mengindikasikan bahwa produk aman jika digunakan sebagai bahan pangan. Data hasil analisis mikrobiologi selama penyimpanan tertera pada Lampiran 1. 42