BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan menggunakan tipe sampel yang berbasis pada kemungkinan teori matematis/non probability sampling (Neuman, 2000:195). 4.2. Variabel Penelitian Variabel-variabel penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari: Return Reksa Dana Saham, Return Benchmark, Risk Free, Metode Sharpe, Metode Treynor, Metode Jensen, metode M² dan Metode Information Ratio. Masing-masing variabel penelitian secara operasional dapat didefinisikan sebagai berikut: 1) Return Reksa Dana Return reksa dana saham adalah suatu ukuran kemampuan kerja atau prestasi yang dicapai oleh Manajer Investasi yang diperhitungkan dari NAB per unit yang merupakan data pengamatan. 2) Return Benchmark Return benchmark merupakan suatu kumpulan kemampuan kerja atau prestasi yang dicapai oleh pembandingnya (benchmark) yang diperlihatkan dari 33
34 return pasar (market performance) sesuai dengan jenis reksa dana yang diamati yakni Return IHSG. Return IHSG adalah benchmark reksadana saham yang merupakan nilai return pasar saham sub periode tertentu yang diperoleh dari nilai tukar Indeks Harga Saham Gabungan akhir bulan dikurangi dengan nilai akhir bulan sebelumnya Indeks Harga Saham Gabungan kemudian hasilnya dibagi dengan nilai akhir bulan sebelumnya Indeks Harga Saham Gabungan. 3) Risk Free Risk Free (investasi tanpa risiko) diasumsikan merupakan tingkat suku bunga rata-rata dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 4) Metode Sharpe (RVAR) RVAR yaitu Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance oleh Sharpe, diukur dengan rasio excess portfolio return terhadap standard deviasinya. Metode Sharpe mengukur risk premium yang dihasilkan setiap unit risiko yang diambil. Dalam hal portofolio reksadana, maka risk premium yang dimaksud adalah selisih antara rata-rata imbal hasil (average return) reksadana dengan ratarata tingkat pengembalian aset bebas risiko. Semakin tinggi nilai indeks Sharpe maka semakin baik kinerja reksadana. Pengukuran indeks Sharpe merupakan pengukuran portofolio sepanjang periode waktu yang telah ditentukan. Perhitungan indeks Sharpe menggunakan standar deviasi sebagai tingkat risiko suatu reksadana. Indeks ini merupakan metode pengukuran yang sesuai untuk penilaian kinerja portofolio secara keseluruhan, khususnya bila satu portofolio dibandingkan dengan portofolio lain
35 atas suatu nilai indeks pasar. Penggunaan indeks Sharpe lebih tepat digunakan dalam mengevaluasi well-diversified portfolio karena indeks ini menggunakan total risiko sebagai salah satu komponen perhitungan. Metode Sharpe tepat digunakan jika investor meletakkan sebagian besar atau seluruh asetnya dalam satu keranjang portofolio. Hal ini disebabkan karena Sharpe Ratio juga menghitung total pengembalian dari portofolio terhadap total risikonya, 5) Metode Treynor RVOL yaitu Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance oleh Treynor, diukur dengan rasio excess portfolio return terhadap beta atau risiko sistematiknya. Beta menunjukkan volatilitas atau kepekaan return portofolio terhadap return pasar. Asumsi yang digunakan dalam Treynor Index adalah bahwa portofolio telah terdiversifikasi dengan baik, sehingga non systematic risk diabaikan pada pengukuran kinerja. Indeks ini cocok digunakan jika portofolio hanya sebagian kecil dari total aset yang dimiliki investor. 6) Metode Jensen Alpha (α) yaitu Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance oleh Jensen, diukur dengan selisih return portfolio dengan risk-free dikurangi beta dikali selisih tingkat pengembalian benchmark dengan tingkat pengembalian riskfree. Metode ini digunakan sebagai pelengkap Rasio Sharpe dan Rasio Treynor, di mana alpha dari indeks diperiksa sebagai pembanding dari tolak ukur pasar. Pada dasarnya alpha mengukur kemampuan aktif manajemen dalam meningkatkan pengembalian yang sejalan dengan risiko pasar. Nilai alpha yang
36 bertanda positif mengisyaratkan bahwa indeks terdiri atas saham-saham yang outperforming. Sedangkan nilai alpha yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa indeks terdiri dari saham yang underperforming. 7) Metode M² Metode ini dikenal juga dengan nama M-squared atau M². Metode ini tepat digunakan jika investor meletakkan seluruh dananya dalam 1 portfolio. M- squared mengidentifikasi portofolio yang dikombinasikan dengan R yang memiliki risk adjusted return tertinggi pada tingkat risiko apapun. Output indeks ini tersaji dalam bentuk persentase yang lebih mudah dipahami. 8) Metode Information Ratio Metode Information Ratio yaitu Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance yang merupakan rasio antara alpha dan risiko unik portofolio atau risiko non-sistematik portofolio yang disebut tracking error dari industri. Berikut ini dalam tabel 4.1 akan disajikan variabel penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel secara ringkas. Tabel 4.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel No Variabel Definisi Operasional Pengukuran 1) Return Reksa Dana Saham Selisih return reksadana akhir bulan (NAB ) dan return reksadana akhir bulan sebelumnya (NAB ) dibagi dengan return reksadana akhir bulan sebelumnya (NAB ) K = NAB NAB NAB
37 2) Return Benchmark / Return IHSG Perbedaan (selisih) antara return IHSG akhir bulan (IHSG ) dan return IHSG akhir bulan sebelumnya(ihsg ) dibagi dengan return IHSG akhir bulan sebelumnya (IHSG ) K = IHSG IHSG IHSG 3) Risk Free Investasi tanpa risiko diasumsikan merupakan tingkat suku bunga rata-rata dari Sertifikat Bank Indonesia 4) Metode Sharpe (RVAR) 5) Metode Treynor (RVOL) 6) Metode Jensen Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance oleh Sharpe, diukur dengan rasio excess portfolio return (R R ) terhadap standard deviasinya(σ ) RVOL yaitu Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance oleh Treynor, diukur dengan rasio excess portfolio (R R )return terhadap beta atau risiko sistematiknya (β ). Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance oleh Jensen, diukur dengan selisih return portfolio dengan risk-free (R R )dikurangi beta dikali selisih tingkat pengembalian benchmark dengan tingkat pengembalian risk-free (β(r R )) 7) Metode M Risk Adjusted Measures of Portfolio Performance oleh Franco Modigliani, diukur dengan risk free ditambah hasil kali dari RVAR R = R + R + R n RVAR = R R σ RVOL = R R β α = (R R ) (β (R R )) M = R + R R σ σ
38 dengan standart deviasi benchmark. 8) Metode Information Ratio Rasio antara alpha dan risiko unik portofolio atau risiko non-sistematik portofolio yang disebut tracking error dari industri. IR diperoleh dari menghitung return reksadana dikurang dengan return benchmark. Kemudian dibagi dengan perbedaan standar deviasi dari return Sumber: data diolah (2015) IR = R R σ 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah semua reksadana yang telah memiliki ijin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan terdaftar di BEI pada Januari 2011 sampai Desember 2014, yakni sejumlah 1162 reksadana. Penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan purposive sampling-judgement sampling. Non probability sampling adalah pengambilan sampel dimana menetapkan ukuran sampel dari populasi yang tidak diketahui jumlahnya dengan pasti (Neuman, 2000). Cooper (2011:384-388) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode pengambilan sampel menggunakan non-probability sampling, antara lain; sampel mudah (convenience samples), sampel bertujuan (purposive sampling), dan bola salju (snowball sampling). Kemudian sampel bertujuan (purposive sampling) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pengambilan sampel keputusan (judgement sampling) dan sampel kuota (quota sampling). Sehingga, pengambilan sampel keputusan (judgement sampling) yaitu pengambilan sampel
39 yang dilakukan dengan mengambil sampel melalui kriteria pertimbangan tertentu. Maka sampel penelitian ini adalah seluruh produk reksadana yang aktif dijual pada tahun 2011-2014 dengan kriteria: 1) Reksadana bersifat terbuka dan berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) 2) Reksadana merupakan jenis reksadana konvensional. 3) Jenis reksadana: reksadana saham dengan mata uang Rupiah. 4) Reksadana yang aktif dan telah memiliki ijin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari awal tahun 2011 hingga Desember 2014. 5) Reksadana yang dikelola oleh manajer investasi dengan dana kelolaan diatas 20 triliun rupiah (RDS berkapitalisasi besar) pada akhir 2014. Dana kelolaan yang besar menjadi salah satu indikator dalam menunjukan soliditas suatu reksadana dalam menghadapi penarikan dalam jumlah besar serta menunjukkan kepercayaan investor terhadap produk reksadana tersebut. (Hendrayana, 2013) Berikut akan dijelaskan tahapan diperolehnya sampel penelitian: 1) Pada kriteria pertama, terdapat 996 reksadana yang bersifat terbuka dan berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) 2) Pada kriteria kedua, ada 527 reksadana yang merupakan jenis reksadana konvensional. 3) Pada kriteria ketiga terdapat 154 reksadana saham.
40 4) Pada kriteria keempat, Reksadana yang dikelola oleh manajer investasi dengan dana kelolaan diatas 20 triliun rupiah pada akhir 2014 yakni reksadana yang dikelola oleh PT BNP Paribas Investment Partners, PT Schroder Investment Management Indonesia, dan PT Mandiri Manajemen Investasi yang terdiri dari 25 Reksadana Saham. 5) Pada Kriteria kelima, reksadana yang aktif dan telah memiliki ijin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari awal tahun 2011 hingga Desember 2014 terdiri dari 12 reksadana saham. 4.4. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang dikumpulkan sesuai dengan periode penelitian, yaitu sejak Januari 2011 hingga Desember 2014. Data yang dikumpulkan mencakup: 1) Nilai Aktiva Bersih (NAB) NAB yang digunakan adalah NAB per unit penyertaan reksadana saham yang menjadi objek penelitian. Data NAB diperoleh melalui akses situs www.bapepam.go.id dan pusat data Kontan Online. 2) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Data SBI diperoleh melalu akses situs Bank Indonesia (http://ww.bi.go.id). SBI digunakan sebagai benchmark tingkat pengembalian bebas resiko karena tingkat pengembaliannya sudah dipastikan di awal investasi dengan tidak ada
41 kemungkinan gagal bayar karena diselenggarakan dan dijamin oleh bank sentral Indonesia yakni BI. Apabila reksadana memiliki rata-rata return yang lebih tinggi dibandingkan dengan risk free rate dan bernilai positif, maka reksa dana tersebut memiliki kinerja lebih baik (Topowijono, 2012). 3) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks Harga Saham Gabungan merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). IHSG digunakan untuk melihat perubahan harga saham secara keseluruhan di pasar. 4.5. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan jenis data yang diperlukan yaitu data sekunder dan teknik sampling yang digunakan, maka metode pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi. Data diperoleh dengan cara mencatat data yang tercantum pada OJK yaitu www.ojk.go.id dan pusat Data Kontan Online. Selain itu, data juga diperoleh melalui media internet. Untuk data Nilai Aktiva Bersih (NAB) bulanan periode pengamatan 2011-2014, mencatat data Indeks Harga Saham Gabungan Bulanan dari sumber www.idx.co.id periode pengamatan 2011-2014, data IGBX berasal dari situs yahoo finance. Data yang diperoleh kemudian diolah kembali dan dihitung secara tahunan, untuk melihat kinerja reksadana yang secara konsisten outperform setiap tahunnya (Merdekawati, 2015).
42 4.6. Teknik Analisis Data Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, maka metode analisis dilakukan melalui beberapa tahap yakni menyeleksi reksadana saham berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Menganalisis perbedaan return reksadana saham dengan return Benchmark-nya (IHSG) dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mencari return masing-masing reksadana perbulan. Return reksadana dihitung dengan rumus: K = Return Reksa Dana NAB = NAB per unit akhir bulan K = NAB NAB NAB NAB = NAB per unit akhir bulan sebelumnya (2) Mencari rata-rata return reksadana perbulan dari masing-masing reksadana. Rata-rata return reksadana perbulan dihitung dengan menggunakan Microsoft Excel melalui fungsi average dari masing-masing reksadana. (3) Mencari return benchmark dari masing-masing reksadana per bulan. Return IHSG yang merupakan benchmark reksadana saham dihitung dengan rumus: K = IHSG IHSG IHSG K = Return IHSG
43 IHSG = Return IHSG akhir bulan IHSG = Return IHSG akhir bulan sebelumnya (4) Mencari rata-rata return benchmark dari masing-masing reksadana per bulan. Rata-rata return benchmark per bulan dihitung dengan menggunakan Microsoft Excel melalui fungsi average dari masing-masing reksadana. (5) Mencari return risk free SBI menggunakan rumus: R = Return investasi bebas risiko R = R + R + R n R, R, R = Suku bunga SBI periode t n= jumlah periode pengamatan (6) Mencari kinerja masing-masing reksadana dan benchmark dengan metode Treynor menggunakan rumus: RVOL = R R β RVOL= nilai rasio Treynor R = rata-rata tingkat pengembalian portfolio R = rata-rata risk free rate R R = excess return portfolio terhadap risk free rate β =beta atau risiko sistematik suatu portfolio
44 Treynor (1965) merupakan yang pertama kali mengembangkan pengukuran kinerja portofolio yang melibatkan resiko. Treynor membagi komponen resiko menjadi dua bagian yaitu: (1) risiko yang berasal dari fluktuasi pasar secara umum (systematic risk) dan (2) risiko yang berasal dari fluktuasi yang berada pada portofolio tersebut (unsystematic risk). untuk melihat risiko yang terkait dengan pasar diukur dengan beta atau portofolio relatif volatility of market yaitu slope antara kenaikan return portofolio dengan kenaikan return pasar. Makin besar nilai beta portofolio, return portofolio makin sensitif terhadap perubahan return pasar sehingga memiliki resiko yang relatif lebih tinggi. Pengukuran Treynor hanya melihat resiko yang ada di pasar saja (systematic risk). (7) Mencari kinerja masing-masing reksadana dan benchmark dengan metode Sharpe. Sharpe s measure (1966) hampir serupa dengan Treynor namun Sharpe mengukur resiko portofolio secara total (systematic dan unsystematic risk) yaitu standar deviasi return portofolio daripada hanya risiko pasar (beta). Investor yang rasional dan risk averse akan menyukai nilai RVAR yang relatif tinggi. Karena numerator (pembilang dalam persamaan ini adalah nilai risk premium dan denumerator-nya (penyebut) adalah tingkat risiko total portofolio (standar deviasi) maka persamaan tersebut merupakan risk premium return per unit total risiko. Jika nilai ini lebih besar dari nilai pasar dengan perhitungan yang sama, maka portofolio tersebut memiliki kinerja yang lebih baik dari pasar.
45 Untuk menghitung kinerja reksadana dan benchmark dengan metode Sharpe menggunakan rumus: RVAR = R R σ RVAR= nilai rasio Sharpe R = rata-rata tingkat pengembalian portfolio R = rata-rata risk free rate R R = excess return portfolio terhadap risk free rate σ = total risiko atau standart deviasi portfolio (8) Mencari kinerja masing-masing reksadana dan benchmark dengan metode Jensen. Jensen (1968) melihat kinerja suatu portofolio dilihat dari nilai α (alpha) atau intercept hasil regresi expected return portofolio dengan expected return yang dihasilkan dari persamaan CAPM. Nilai alpha menjelaskan berapa besar expected return portofolio terkait dengan kemampuan investor dalam menghasilkan risk adjusted return diatas rata-rata. Makin besar nilai positif alpha mengindikasikan kemampuan investor dalam memperkirakan return (predicting return). Nilai alpha diperoleh dengan melakukan regresi antara return yang dihasilkan portofolio dengan return yang dihasilkan dari persamaan CAPM. Persamaan CAPM adalah sebagai berikut: E(r) = r + β (r r )
46 Untuk menghitung kinerja reksadana dan benchmark dengan metode Jensen menggunakan rumus: α = (R R ) (β (R R )) α= nilai rasio Jensen R = rata-rata tingkat pengembalian portfolio R = rata-rata risk free rate R R = excess return portfolio terhadap risk free rate β =beta atau risiko sistematik suatu portofolio Beta merupakan pengukur volatilitas atau risiko sistematik dari sebuah sekuritas atau portofolio dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan. Secara definisi, pasar mempunyai beta 1,0. Sekuritas individual dan nilai portofolio diukur sesuai dengan bagaimana mereka terdeviasi dari pasar. Beta 1,0 mengidentifikasikan bahwa harga investasi akan bergerak mengikuti pasar. Beta <1,0 mengindikasikan bahwa volatilitas investasi akan lebih rendah dari pasar. Berkaitan dengan itu, beta >1,0 mengindikasikan bahwa volatilitas harga investasi akan lebih besar dibanding pasar. (9) Mencari kinerja masing-masing reksadana dan benchmark dengan metode M Untuk menghitung kinerja reksadana dan benchmark dengan metode M menggunakan rumus: M = R + R R σ σ
47 M = nilai rasio M R = rata-rata tingkat pengembalian portfolio R = rata-rata risk free rate σ = standart deviasi pasar σ = standart deviasi portfolio (10) Mencari kinerja masing-masing reksadana dan benchmark dengan metode Information Ratio atau dikenal sebagai Appraisal Ratio. Metode ini digunakan untuk melihat kemampuan investor dalam memanfaatkan kemampuan dan informasi yang dimiliki untuk menciptakan return portofolio yang berbeda dari benchmark-nya. Untuk menghitung kinerja reksadana dan benchmark dengan metode IR menggunakan rumus: IR= nilai information ratio IR = R R σ R = rata-rata tingkat pengembalian portfolio R = return benchmark = α α σ = perbedaan standar deviasi dari return α = alpha portofolio α = risiko unik portofolio
48 Nilai alpha dan risiko unik portofolio (standard error of regression) didapat dari hasil regresi yang dilakukan pada perhitungan ukuran kinerja Jensen. Persamaan IR diatas dapat disetahunkan dengan persamaan sebagai berikut: Annualize IR = T IR Annualize IR = nilai Information Ratio yang disetahunkan T= jumlah periode dalam satu tahun (bulanan=12) Grinold dan Kahn (2000) menyatakan bahwa portofolio yang baik adalah portofolio yang memiliki IR diatas 0,5. (11) Mengurutkan peringkat pertama hingga terkahir dari nilai indeks Treynor, Sharpe, Jensen, M, dan Information ratio untuk mendapatkan reksadana yang optimal dari reksadana saham yang menjadi objek penelitian. Pemeringkatan dilakukan untuk melihat reksadana yang mampu secara konsisten outperform terhadap benchmarknya (Merdekawati, 2015). (12) Perbedaan return reksa dana dengan return Benchmark dapat diperoleh dengan cara: Perhitungan return reksadana diperoleh dari nilai akhir NAB per unit dikurangi dengan nilai akhir bulan sebelumnya NAB per unit, kemudian hasilnya dibagi dengan nilai akhir bulan sebelumnya NAB per unit dari masing-masing reksadana. Sedangkan perhitungan return benchmark (pasar) dapat diperoleh dari nilai akhir return pasar dikurangi nilai akhir bulan sebelumnya return pasar, kemudian hasilnya dibagi dengan nilai
49 akhir bulan sebelumnya return pasar. Kemudian membandingkan keduanya. Apabila return reksadana lebih kecil dari return benchmark, maka dapat dikatakan reksadana mempunyai keuntungan lebih kecil dari pasar, demikian pula sebaliknya apabila return reksadana lebih besar dibandingkan dengan return pasar, maka reksadana lebih menguntungkan daripada pasar.