BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis penilaian kinerja saham-saham BUMN dan portofolio BUMN dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio Sharpe dan rasio Treynor untuk mengukur tingkat return-nya dibandingkan dengan risiko masing-masing indeks, serta rasio Jensen Alpha untuk melihat tingkat abnormal return terhadap indeks pasar yaitu IHSG. 4.1 Pengukuran Kinerja Saham-Saham BUMN dengan Menggunakan Rasio Sharpe, Treynor, dan Jensen Pengukuran kinerja saham-saham dan portofolio BUMN ini dilakukan dengan menghitung return mingguan dan average return, standar deviasi (untuk rasio Sharpe), beta (untuk rasio Treynor dan Jensen), dan alpha (untuk rasio Jensen) dari masing-masing instrumen investasi terlebih dahulu. Tabel 4.1 menunjukkan detil perbandingan antara average return, risiko (standar deviasi dan beta), dan alpha dari masing-masing saham BUMN, indeks LQ45 dan IHSG. Secara umum terlihat bahwa setiap saham mempunyai average return yang berbeda-beda. Dari ketigabelas saham BUMN hanya terdapat 4 saham yang mempunyai average return yang lebih tinggi daripada average return IHSG yang menghasilkan 0,34%, yaitu BBRI (0,59%), BMRI (0,67%), PTBA (1,56%), dan TINS (0,89%). Adapun indeks LQ45 menghasilkan average return yang positif (0,32%) namun masih berada di bawah average return IHSG dan keempat saham tersebut. Sedangkan saham-saham yang menghasilkan average return negatif 52

2 adalah ADHI (-0,05%) dan ISAT (-0,01%). Nilai average return tertinggi dimiliki oleh PTBA sebesar 1,56%. Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Average Return, Risiko, dan Alpha Saham-Saham BUMN Instrumen Average Return Standar Deviasi Beta Alpha Jensen Alpha P-Value/2 Untuk Alpha* IHSG 0,0034 0,0494 1,0000 0,0000 0,0000 Not Defined LQ45 0,0032 0,0574 1,1555-0,0005-0,0005 0,1506 ADHI -0,0005 0,0889 1,3374-0,0045-0,0045 0,1771 ANTM 0,0015 0,1168 1,4198-0,0026-0,0026 0,3665 BBNI 0,0030 0,0770 1,3082-0,0010-0,0010 0,3864 BBRI 0,0059 0,0828 1,3818 0,0019 0,0019 0,3141 BMRI 0,0067 0,0862 0,4271 0,0021 0,0021 0,3091 INAF 0,0022 0,0930 0,6796-0,0006-0,0006 0,4678 ISAT -0,0001 0,0655 0,6828-0,0029-0,0029 0,2628 KAEF 0,0012 0,0777 0,6997-0,0016-0,0016 0,3873 PGAS 0,0017 0,1099 1,4004-0,0024-0,0024 0,3673 PTBA 0,0156 0,1004 1,5804 0,0112 0,0112 0,0160 SMGR 0,0018 0,1059 1,1109-0,0018-0,0018 0,4020 TINS 0,0089 0,1228 1,4750 0,0047 0,0047 0,2815 TLKM 0,0007 0,0505 0,6972-0,0022-0,0022 0,2361 *Not Significant untuk Tingkat Kepercayaan=95% Sumber : Data Olahan Penelitian Keadaan ini sedikit berbeda jika ditelaah dari kinerjanya menurut rasiorasio kinerja Sharpe dan Treynor, yang dapat dilihat hasilnya pada Tabel 4.2, karena nilai beberapa saham memiliki nilai average return lebih rendah dari return aset bebas risiko SBI (0,16%), sehingga beberapa saham memiliki nilai rasio negatif. Hasil ini kemudian direpresentasikan dalam bentuk grafik. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa dari ketigabelas saham BUMN, terdapat 6 saham yang memiliki beta lebih rendah dari beta pasar IHSG (1) dan indeks LQ45 ( 1,1555), yaitu ANTM, BMRI, INAF, ISAT, KAEF, dan 53

3 TLKM. Hal ini menandakan bahwa pergerakan keenam saham tersebut lebih stabil dibandingkan pergerakan IHSG dan indeks LQ45 dan risiko sistematis keenam saham tesebut lebih rendah daripada risiko pasar. Di sisi lain nilai beta tertinggi dipegang oleh PTBA (1,5804). Hal ini menunjukan bahwa pergerakan saham PTBA lebih volatile dibandingkan pergerakan IHSG dan risiko sistematis saham tesebut lebih tinggi daripada risiko pasar. Instrumen Investasi Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Kinerja Saham-saham BUMN Rasio Sharpe Rasio Treynor Rasio Jensen* ADHI -0,0238-0,0016-0,0045 ANTM -0,0006-0, ,0026 BBNI 0,0175 0,0010-0,0010 BBRI 0,0522 0,0031 0,0019 BMRI 0,0591 0,0119 0,0021 INAF 0,0069 0,0009-0,0006 ISAT -0,0259-0,0025-0,0029 KAEF -0,0049-0,0005-0,0016 PGAS 0,0012 0,0001-0,0024 PTBA 0,1392 0,0088 0,0112 SMGR 0,0014 0,0001-0,0018 TINS 0,0596 0,0050 0,0047 TLKM -0,0183-0,0013-0,0022 LQ45 0,0270 0,0013-0,0005 IHSG 0,0362 0,0018 0,0000 *Not Significant untuk α=5% Sumber : Data Olahan Penelitian Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada satu pun saham yang memiliki nilai standar deviasi yang lebih rendah dibandingkan IHSG. 54

4 4.1.1 Pengukuran Kinerja Saham-Saham BUMN dengan Menggunakan Rasio Sharpe Rasio Sharpe menggambarkan rasio excess return terhadap total risiko. Berbeda dengan average return yang terjadi, dari Gambar 4.1 dapat terlihat bahwa dari ketigabelas saham yang diukur, saham PTBA memiliki nilai rasio Sharpe tertinggi yaitu 0,1392, diikuti oleh TINS (0,0596) dan BMRI (0,0591). Di sisi lain saham ISAT memiliki tingkat rasio Sharpe paling rendah yaitu sebesar - 0, ,1600 SHARPE 0,1400 0,1200 0,1000 Rasio 0,0800 0,0600 0,0400 0,0200 0,0000-0,0200-0,0400 ADHI ANTM BBNI BBRI BMRI INAF ISAT KAEF PGAS PTBA SMGR TINS TLKM LQ45 IHSG Saham & Indeks Gambar 4.1: Kinerja Saham-Saham BUMN Diukur dengan Rasio Sharpe (Periode 10 Januari 2007 s/d 30 Desember 2009) Sumber Data : Data Olahan Penelitian Beberapa saham seperti ADHI, ANTM, ISAT, KAEF dan TLKM memiliki rasio Sharpe negatif disebabkan karena nilai average return dari saham- 55

5 saham tersebut lebih rendah dari return aset bebas risiko (SBI) pada periode krisis Pengukuran Kinerja Saham-Saham BUMN dengan Menggunakan Rasio Treynor Rasio Treynor juga menggambarkan rasio excess return terhadap risiko, tetapi risiko yang diperhitungkan di sini adalah risiko sistematis saja, yaitu beta (β). Kinerja tiap saham dan indeks LQ45 dan IHSG menurut rasio ini diperlihatkan pada Gambar ,0140 TREYNOR 0,0120 0,0100 0,0080 Rasio 0,0060 0,0040 0,0020 0,0000-0,0020-0,0040 ADHI ANTM BBNI BBRI BMRI INAF ISAT KAEF PGAS PTBA SMGR TINS TLKM LQ45 IHSG Saham & Indeks Gambar 4.2: Kinerja Saham-Saham BUMN Diukur dengan Rasio Treynor (Periode 10 Januari 2007 s/d 30 Desember 2009) Sumber Data : Data Olahan Penelitian Dari Gambar 4.2. diketahui bahwa saham BMRI (0,0119) memiliki tingkat rasio Treynor lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham BUMN 56

6 lainnya, kemudian disusul dengan saham PTBA (0,0088) dan TINS (0,0050). Di sisi lain saham ISAT tetap memiliki tingkat rasio yang paling rendah dibandingkan saham-saham BUMN lainnya yaitu -0,0025. Berdasarkan hasil perhitungan rasio Treynor, diketahui bahwa, sama seperti rasio Sharpe, beberapa saham seperti ADHI, ANTM, ISAT, KAEF dan TLKM memiliki nilai rasio negatif Pengukuran Kinerja Saham-Saham BUMN dengan Menggunakan Rasio Jensen 0,0120 JENSEN 0,0100 0,0080 0,0060 Rasio 0,0040 0,0020 0,0000-0,0020 ADHI ANTM BBNI BBRI BMRI INAF ISAT KAEF PGAS PTBA SMGR TINS TLKM LQ45 IHSG -0,0040-0,0060 Saham & Indeks Gambar 4.3: Kinerja Saham-Saham BUMN Diukur dengan Rasio Jensen (Periode 10 Januari 2007 s/d 30 Desember 2009) Sumber Data : Data Olahan Penelitian Alat ukur dalam rasio Jensen adalah alpha. Berdasarkan hasil regresi pada Gambar 4.3 di atas, nilai alpha terbesar dimiliki oleh PTBA (0,0112) dan nilai 57

7 alpha terendah dimiliki oleh ADHI (-0,0045). Namun, secara statistik untuk tingkat kepercayaan 95% hanya nilai alpha PTBA yang significant. Dengan kata lain, selain PTBA semua nilai alpha pada saham-saham BUMN diasumsikan mendekati nol dan tidak berpengaruh untuk menghasilkan abnormal return Kondisi Perusahaan BUMN Periode Harga saham emiten BUMN selama semester I-2008 anjlok 24,6%. Bersamaan dengan itu, total kapitalisasi saham emiten BUMN juga merosot 23,3%. IHSG sedang tidak baik akibat gejolak harga minyak, perlambatan ekonomi dunia, dan resesi ekonomi Amerika Serikat. Bursa di Indonesia terimbas bursa saham regional. Jadi, penurunan kinerja saham BUMN tidak ada kaitannya dengan kinerja BUMN secara keseluruhan. Dari 13 saham emiten BUMN yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya PT Timah Tbk (TINS) dan PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) yang kapitalisasinya tumbuh selama semester I Sedangkan kapitalisasi saham 11 emiten BUMN lainnya turun. TINS dan PTBA memiliki kinerja lebih baik karena diuntungkan kenaikan harga komoditas. Jika kondisi fundamental suatu perusahaan baik maka maka tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi global. Sebaliknya, saham BUMN lainnya sangat tidak diuntungkan, terutama disebabkan oleh kenaikan suku bunga akibat tingginya laju inflasi. Kondisi ini juga berdampak pada kinerja perusahaan karena semakin sulit mengerjaakan proyek-proyek dengan harga murah. 58

8 Di sektor perbankan pada tahun 2008 BMRI mengalami peningkatan laba karena ditopang oleh perbaikan kinerja operasional dan restrukturisasi kredit bermasalah Kesimpulan Pengukuran Kinerja Saham-saham BUMN Berdasarkan hasil pengukuran kinerja saham-saham BUMN terlihat bahwa masing-masing rasio memiliki ranking yang berbeda untuk masing-masing saham BUMN. Pada rasio Sharpe, nilai tertinggi dipegang oleh PTBA, diikuti oleh TINS dan BMRI. Pada rasio Sharpe nilai PTBA dan TINS memiliki nilai tertinggi dikarenakan pengukuran tidak hanya didasarkan pada risiko sistematis saja melainkan didasarkan juga dengan risiko non sistematis (kondisi fundamental perusahaan itu sendiri), yang mana kondisi PTBA dan TINS pada saat itu baik. Pada rasio Treynor, nilai tertinggi dipegang oleh BMRI, PTBA, dan TINS. Sedangkan pada rasio Jensen, hanya PTBA yang memiliki kemampuan menghasilkan abnormal return yang signifikan secara statistik. Berdasarkan ketiga rasio di atas, dapat disimpulkan bahwa pada periode penelitian dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 PTBA memiliki kinerja terbaik diantara saham-saham BUMN lainnya. Bahkan jika dibandingkan dengan indeks LQ45 dan IHSG, nilai rasio PTBA jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rasio kedua indeks tersebut. 4.2 Pengukuran Kinerja Portofolio Saham-Saham BUMN dengan Menggunakan Rasio Sharpe, Treynor, dan Jensen Pengukuran kinerja portofolio BUMN ini juga dilakukan dengan menghitung return mingguan dan average return, standar deviasi (untuk rasio 59

9 Sharpe), beta (untuk rasio Treynor dan Jensen), dan alpha (untuk rasio Jensen) dari masing-masing instrumen investasi terlebih dahulu. Namun sebelum dilakukan pengukuran kinerja, portofolio dibentuk terlebih dahulu dengan menggunakan tools Solver pada Ms. Excel. Pembentukan portofolio dilakukan dengan membuat 4 jenis pembobotan yaitu Minimum Variance, Optimal Portfolio, Equal Weighted dan Value Weighted. Tabel 4.3. Perbandingan Bobot dan Variabel Pendukung Portofolio Saham BUMN Saham Portofolio 1 Minimum Variance Bobot Portofolio 2 Optimal Portfolio Portofolio 3 Equal Wighted Portofolio 4 Value Weighted ADHI 0 0 0, ANTM 0 0 0,0769 0,0312 BBNI 0 0 0,0769 0,0600 BBRI 0 0 0,0769 0,1204 BMRI 0 0 0,0769 0,1359 INAF 0, ,0769 0,0456 ISAT 0, , KAEF 0, ,0769 0,0249 PGAS 0 0 0,0769 0,0354 PTBA 0 1,0000 0,0769 0,3164 SMGR 0, ,0769 0,0355 TINS 0 0 0,0769 0,1810 TLKM 0, ,0769 0,0138 Sum Weight 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 Expected Return 0,0007 0,0156 0,0037 0,0087 Std Dev 0,0437 0,1001 0,0613 0,0746 Return Risk Free 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 Sharpe Ratio -0,0207 0,1397 0,0349 0,0946 Alpha -0,0021 0,0112 0,0001 0,0046 P-Value/2 0,1692 0,0160 0,4883 0,0280 *Significant? Non Significant Significant Non Significant Significant *Tingkat Kepercayaan = 95% Sumber Data : Data Olahan Penelitian 60

10 Tabel 4.3 menunjukkan detil perbandingan pembobotan average return, risiko (standar deviasi dan beta), dan alpha dari masing-masing saham BUMN, indeks LQ45 dan IHSG. Secara umum terlihat bahwa tingkat return keempat portofolio BUMN bervariasi. Dari keempat portofolio BUMN, Optimal Portfolio mempunyai average return yang tertinggi yaitu 1,56%, namun memiliki nilai standar deviasi tertinggi juga yaitu 1,001. Sedangkan portofolio Minimum Variance memiliki nilai average return dan standar deviasi terendah yaitu 0,07% dan 0,0437. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa dari keempat portofolio BUMN, hanya portofolio Minimum Variance yang memiliki beta lebih rendah dari beta pasar IHSG (1) yaitu 0,6944. Hal ini menandakan bahwa pergerakan portofolio Minimum Variance tersebut lebih stabil dibandingkan pergerakan portofolio lain dan IHSG dan risiko sistematis portofolio ini lebih rendah daripada risiko pasar. Di sisi lain nilai beta tertinggi dipegang oleh Optimal Portfolio (1,5815). Hal ini menunjukan bahwa pergerakan Optimal Portfolio lebih volatile dibandingkan pergerakan portofolio lainnya dan IHSG, dan risiko sistematis portofolio tesebut lebih tinggi daripada risiko pasar Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Kinerja Portofolio BUMN Portofolio Rasio Sharpe Rasio Treynor Rasio Jensen Minimum Variance -0,0207-0,0013-0,0021 Optimal Portfolio 0,1397 0,0088 0,0112 Equal Weighted 0,0349 0,0018 0,0001 Value Weighted 0,0946 0,0051 0,0046 LQ45 0,0270 0,0013-0,

11 IHSG 0,0362 0, *Not Significant Pada Tingkat Kepercayaan = 95% Sumber Data : Data Olahan Penelitian. Setelah variabel pendukung diketahui, kinerja masing-masing portofolio diukur sesuai dengan masing-masing rasio. Tabel 4.4 di atas merupakan hasil pengukuran kinerja masing-masing portofolio dan kinerja indeks LQ45 dan IHSG. Hasil pada tabel ini kemudian akan direpresentasikan dalam bentuk grafik Pengukuran Kinerja Portofolio BUMN dengan Menggunakan Rasio Sharpe 0,1600 Sharpe 0,1400 0,1200 0,1000 Rasio 0,0800 0,0600 0,0400 0,0200 0,0000-0,0200 Minimum Variance Optimal Portfolio Equal Weighted Value Weighted LQ45 IHSG -0,0400 Portofolio & Indeks Gambar 4.4: Kinerja Portofolio BUMN Diukur dengan Rasio Sharpe (Periode 10 Januari 2007 s/d 30 Desember 2009) Sumber Data : Data Olahan Penelitian Dari Gambar 4.4 dapat terlihat bahwa dari keempat portofolio yang diukur, Optimal Portfolio memiliki nilai rasio Sharpe tertinggi yaitu 0,

12 diikuti oleh portofolio Value Weighted (0,0946) dan portofolio Equal Weighted (0,0349). Di sisi lain portofolio Minimum Variance tingkat rasio Sharpe paling rendah yaitu sebesar -0,0207. Portofolio Minimum Variance memiliki rasio Sharpe negatif disebabkan karena nilai average return dari portofolio tersebut lebih rendah dari return aset bebas risiko (SBI) pada periode krisis Pengukuran Kinerja Portofolio BUMN dengan Menggunakan Rasio Treynor 0,0100 Treynor 0,0080 0,0060 Rasio 0,0040 0,0020 0,0000-0,0020 Minimum Variance Optimal Portfolio Equal Weighted Value Weighted LQ45 IHSG Portofolio & Indeks Gambar 4.5: Kinerja Portofolio BUMN Diukur dengan Rasio Treynor (Periode 10 Januari 2007 s/d 30 Desember 2009) Sumber Data : Data Olahan Penelitian Kinerja tiap portofolio dan indeks LQ45 dan IHSG menurut rasio ini diperlihatkan pada Gambar 4.5. Dari gambar tersebut. diketahui bahwa Optimal Portfolio (0,0088) memiliki tingkat rasio Treynor lebih tinggi dibandingkan 63

13 dengan portofolio BUMN lainnya, kemudian disusul dengan portofolio Value Weighted (0,0051) dan portofolio Equal Weighted (0,0018). Di sisi lain portofolio Minimum Variance tetap memiliki tingkat rasio yang paling rendah dibandingkan portofolio BUMN lainnya yaitu -0, Pengukuran Kinerja Portofolio BUMN dengan Menggunakan Rasio Jensen Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4.4 di atas, nilai alpha terbesar dimiliki oleh Optimal Portfolio (0,0112), diikuti oleh portofolio Value Weighted (0,0046). Namun, secara statistik untuk tingkat kepercayaan 95% hanya nilai alpha kedua portofolio ini yang significant. Dengan kata lain, selain kedua portofolio tersebut semua nilai alpha pada portofolio BUMN diasumsikan mendekati nol dan tidak berpengaruh untuk menghasilkan abnormal return selama periode penelitian Kesimpulan Perhitungan Portofolio Saham BUMN Berdasarkan hasil pengukuran kinerja portofolio BUMN terlihat bahwa masing-masing rasio juga memiliki ranking yang berbeda untuk masing-masing portofolio saham BUMN. Pada rasio Sharpe dan rasio Treynor, nilai tertinggi dipegang oleh Optimal Portfolio, diikuti oleh portofolio Value Weighted, portofolio Equal Weighted, dan portofolio Minimum Variance. Sedangkan pada rasio Jensen, hanya Optimal Portfolio dan portofolio Value Weighted saja yang memiliki kemampuan menghasilkan abnormal return yang signifikan secara statistik. Nilai rasio Jensen tertinggi dipegang oleh Optimal Portfolio. 64

14 Berdasarkan ketiga rasio di atas, dapat disimpulkan bahwa pada periode penelitian dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 Optimal Portfolio memiliki kinerja terbaik diantara portofolio BUMN lainnya, diikuti oleh portofolio Value Weighted. 4.3 Perbandingan Kinerja Saham-Saham BUMN dengan Indeks LQ45 dan IHSG Berdasarkan pengukuran rasio Sharpe (Gambar 4.1), jika dibandingkan dengan indeks LQ45 (0,0362) dan IHSG (0,0270) terdapat empat saham BUMN yang memiliki tingkat rasio Sharpe yang lebih tinggi dari rasio Sharpe kedua indeks tersebut. Keempat saham BUMN tersebut adalah PTBA, TINS, BMRI, dan BBRI. Sedangkan sembilan saham BUMN lainnya memiliki tingkat rasio Sharpe yang lebih rendah dibandingkan rasio Sharpe indeks LQ45 dan IHSG. Sama halnya dengan rasio Sharpe, berdasarkan pengukuran rasio Treynor (Gambar 4.2), jika dibandingkan dengan indeks LQ45 dan IHSG terdapat empat saham yang memiliki tingkat rasio Treynor yang lebih tinggi dari rasio Treynor kedua indeks tersebut, yaitu BMRI, PTBA, TINS, dan BBRI. Sedangkan sembilan saham BUMN lainnya memiliki tingkat rasio Treynor yang lebih rendah dibandingkan rasio Treynor indeks LQ45 dan IHSG. Berdasarkan pengukuran Jensen (Tabel 4.1), hanya PTBA yang memiliki nilai alpha positif dan signifikan secara statistik, sedangkan indeks LQ45 memiliki nilai alpha 0 karena secara statistik nilai alpha indeks LQ45 tidak signifikan secara statistik. 65

15 4.4 Perbandingan Kinerja Portofolio BUMN dengan Indeks LQ45 dan IHSG Berdasarkan pengukuran rasio Sharpe (Gambar 4.4), jika dibandingkan dengan indeks LQ45 (0,0270) dan IHSG (0,0362), Optimal Portfolio dan portofolio Value Weighted memiliki tingkat rasio yang lebih tinggi dibandingkan kedua indeks tersebut. Sedangkan rasio Sharpe portofolio Equal Weighted berada diantara tingkat rasio Sharpe indeks LQ45 dan IHSG. Menurut pengukuran rasio Treynor (Gambar 4.5), jika dibandingkan dengan indeks LQ45 dan IHSG, Optimal Portfolio dan portofolio Value Weighted memiliki tingkat rasio Treynor yang lebih tinggi dibandingkan kedua indeks tersebut. Sedangkan rasio Treynor portofolio Equal Weighted memiliki nilai rasio Treynor yang sama dengan IHSG. Berdasarkan pengukuran Jensen (Tabel 4.4), Optimal Portfolio dan portofolio Value Weighted yang memiliki nilai alpha positif dan signifikan secara statistik, sedangkan indeks LQ45 memiliki nilai alpha 0 karena secara statistik nilai alpha indeks LQ45 tidak signifikan secara statistik Pemetaan Tingkat Return dan Risiko Portofolio BUMN ke Dalam Efficient Frontier Pemetaan tingkat return dan risiko portofolio BUMN dalam Efficient Frontier dapat dilihat pada Gambar

16 Gambar 4.6: Pemetaan Tingkat Return dan Risiko Portofolio BUMN ke Dalam Efficient Frontier (Periode 10 Januari 2007 s/d 30 Desember 2009) Sumber Data : Data Olahan Penelitian Dari Gambar 4.6 dapat diketahui bahwa Optimal Portfolio memiliki return dan risiko yang paling tinggi, diikuti oleh Value Weighted, Equal Variance, dan yang terendah adalah Minimum Variance. Dari pemetaan kinerja masingmasing portofolio tersebut, Optimal Portofolio memiliki tingkat perbandingan return dan risiko yang paling efisien dibandingkan dengan portofolio BUMN lainnnya. 67

17 Garis CAL pada Gambar 4.6 berada di antara titik SBI (aset bebas risiko) dan Optimal Portfolio, dan menyinggung grafik Efficient Frontier. Garis ini menunjukkan bahwa investor yang rasional akan mencoba berinvestasi pada portofolio di sepanjang garis tersebut. Jika dibandingkan dengan indeks LQ45 dan IHSG, Optimal Portfolio memiliki return dan risiko jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat return dari Optimal Portfolio (1,56%) jauh lebih tinggi dari return IHSG (0,34%) dan return indeks LQ45 (0,32%) selama periode penelitian. 4.5 Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil pengukuran kinerja saham-saham BUMN dan portofolio BUMN pada periode penelitian dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, dimana terjadi krisis subprime mortgage, kinerja saham-saham BUMN dan portofolio BUMN secara umum dapat dikatakan baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa saham BUMN yang memiliki kinerja positif baik dilihat dari rasio Sharpe, rasio Treynor, maupun rasio Jensen. Begitu juga dengan kinerja portofolio BUMN. Namun, dari beberapa pilihan saham dan portofolio BUMN, dilihat dari aspek ketiga rasio pengukuran, kinerja saham PTBA dan Optimal Portofolio BUMN merupakan yang terbaik diantara kinerja saham dan portofolio BUMN lainnya, diikuti oleh portofolio Value Weighted BUMN. Bahkan jika dibandingkan dengan indeks LQ45 dan IHSG, nilai rasio-rasio PTBA, Optimal Portfolio dan portofolio Value Weighted jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rasio kedua indeks tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketiganya 68

18 memiliki kemampuan untuk menghasilkan abnormal return pada masa krisis subprime mortgage pada tahun 2007 sampai dengan tahun Hal ini mengindikasikan bahwa saham-saham dan portofolio BUMN, khususnya saham PTBA, Optimal Portofolio BUMN, dan portofolio Value Weighted BUMN, dapat dipertimbangkan untuk dijadikan referensi investasi bagi investor pada saat terjadinya suatu krisis. 69

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi obyek penelitian, desain penelitian, variabel dan skala pengukuran, metode pengumpulan data, jenis data, dan metode

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengukuran dan Evaluasi Terhadap Kinerja Reksa Dana Saham Keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data historis, sehingga tidak ada suatu kepastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Imbas the U.S. subprime mortgage crisis ke perekonomian negara-negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Imbas the U.S. subprime mortgage crisis ke perekonomian negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Imbas the U.S. subprime mortgage crisis ke perekonomian negara-negara di luar Amerika Serikat benar-benar terasa, setelah kejadian Lehman Brothers menyatakan bangkrut

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan membandingkan portofolio-portofolio yang dibentuk berdasarkan data akuntansi perusahaan, terutama perusahaan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat historis.

METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat historis. III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat historis. Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh

Lebih terperinci

ABSTRAKSI. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAKSI. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAKSI Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang Dalam melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana tertentu yang ditanamkan pada periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran di kemudian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIA N

BAB 3 METODE PENELITIA N BAB 3 METODE PENELITIA N 3.1 Desain Penelitian Berikut ini merupakan desain penelitian yang digunakan penulis: Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode Penelitian Unit Analisis Time

Lebih terperinci

: Fanzi Nalar Prasetia NPM : Jurusan : Manajemen : Dr. Bambang Gunawan Hardianto

: Fanzi Nalar Prasetia NPM : Jurusan : Manajemen : Dr. Bambang Gunawan Hardianto Analisis Pembentukan Portofolio Efisien Pada Sektor Industri Pertambangan Yang Tercatat Dalam Indeks LQ45 Dengan Menggunakan Model Markowitz Di Bursa Efek Indonesia Nama : Fanzi Nalar Prasetia NPM : 15209431

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia sejak tahun 1987 tidak bergantung lagi pada pendanaan dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia sejak tahun 1987 tidak bergantung lagi pada pendanaan dari sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era ekonomi modern seperti saat ini perusahaan sangat memerlukan tambahan modal agar kinerja perusahaan terus maju dan berkembang. Perusahaan di Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisikan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan dalam pembuatan laporan tugas akhir. 1.1 Latar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... IV DAFTAR GAMBAR... VI DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR LAMPIRAN... X

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... IV DAFTAR GAMBAR... VI DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR LAMPIRAN... X DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... IV DAFTAR GAMBAR... VI DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR LAMPIRAN... X I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja saham perusahaan BUMN dalam beberapa waktu terakhir mulai menurun. Ini sebagai dampak gejolak ekonomi global yang masih penuh dengan ketidakpastian. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perseroan terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perseroan terbatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perseroan terbatas yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara. Jika Perusahaan BUMN tersebut seluruh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHAS AN. Padahal reksa dana syariah memiliki perkembangan yang cukup pesat, tercatat

BAB IV PEMBAHAS AN. Padahal reksa dana syariah memiliki perkembangan yang cukup pesat, tercatat BAB IV PEMBAHAS AN IV.1 Analisis Kinerja Portofolio Melihat kinerja portofolio perlu dilakukan sebelum melakukan keputusan investasi. Dengan membandingkan kinerja antar reksa dana, maka investor mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Dalam pengukuran kinerja reksa dana saham dengan menggunakan ukuran Sharpe,

BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Dalam pengukuran kinerja reksa dana saham dengan menggunakan ukuran Sharpe, BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Perhitungan Return Pengembalian Bebas Risiko Dalam pengukuran kinerja reksa dana saham dengan menggunakan ukuran Sharpe, Treynor, dan Jensen, digunakan suatu tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya I. PENDAHULUAN I.1 latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 hingga 2007 mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya surplus neraca pembayaran serta membaiknya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN masukan kedalam kriteria daftar indeks kompas 100. Analisis teknikal ini menggunakan pendekatan Simple Moving Average dan Moving Average Envelopes, karena dengan memakai dua indikator ini akan memberikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Abstrak... i. Kata Pengantar... ii. Daftar Isi... v. Daftar Tabel... ix. Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian...

DAFTAR ISI. Abstrak... i. Kata Pengantar... ii. Daftar Isi... v. Daftar Tabel... ix. Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian... ABSTRAK Krisis Asia yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan keterpurukan secara fundamental dibeberapa negara Asia termasuk Indonesia. Namun seiring dengan berjalannya waktu, perekonomian

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Pengembalian Dan Risiko Pembentukan. Perusahaan Sektor Perbankan

Analisis Tingkat Pengembalian Dan Risiko Pembentukan. Perusahaan Sektor Perbankan Analisis Tingkat Pengembalian Dan Risiko Pembentukan Portofolio Optimal Terhadap Perusahaan Sektor Perbankan Nama : Bayu Mayura Pridatama NPM : 10208239 Fak/Jur : Ekonomi - Manajemen / S1 Pembimbing :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam waktu dua tahun atau lebih secara bertahap. Secara umum investasi dikenal

I. PENDAHULUAN. dalam waktu dua tahun atau lebih secara bertahap. Secara umum investasi dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi merupakan pengeluaran modal saat ini, untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu dua tahun atau lebih secara bertahap. Secara umum investasi dikenal sebagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. judul Evaluasi Kinerja Saham Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek

BAB 1 PENDAHULUAN. judul Evaluasi Kinerja Saham Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Kinerja Saham Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Berdasarkan Metode ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar keuangan indeks harga saham gabungan di perbankan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pasar keuangan indeks harga saham gabungan di perbankan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan penting yang dimiliki oleh pasar uang dalam resiko investasi terhadap pasar keuangan indeks harga saham gabungan di perbankan di Indonesia memberikan manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini pasar modal sebagai salah satu pilihan dalam melakukan invetasi telah banyak

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini pasar modal sebagai salah satu pilihan dalam melakukan invetasi telah banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pasar modal sebagai salah satu pilihan dalam melakukan invetasi telah banyak dikenal luas oleh masyarakat. Investasi dalam saham melalui pasar modal merupakan

Lebih terperinci

2015 PENGUJIAN TRADE OFF THEORY & PECKING ORDER THEORY DALAM PENENTUAN STRUKTUR MODAL

2015 PENGUJIAN TRADE OFF THEORY & PECKING ORDER THEORY DALAM PENENTUAN STRUKTUR MODAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama setiap perusahaan adalah memakmurkan kekayaan pemegang saham dengan cara meningkatkan nilai perusahaan setinggi-tingginya, sedangkan nilai perusahaan tersebut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data dan Praproses Data yang digunakan berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia dari bulan Januari 2004 sampai dengan Desember 2009. Sampai dengan

Lebih terperinci

: Amelia Pujaastuti Npm : Jurusan : Manajemen Pembimbing : Dr. Ati Harmoni, SSi., MM

: Amelia Pujaastuti Npm : Jurusan : Manajemen Pembimbing : Dr. Ati Harmoni, SSi., MM ANALISIS PENENTUAN PORTOFOLIO OPTIMAL SAHAM DENGAN MODEL INDEKS TUNGGAL (Studi Pada Saham Indeks LQ-45 di BEI Tahun 2011-2015) Nama : Amelia Pujaastuti Npm : 10212705 Jurusan : Manajemen Pembimbing : Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar dari pengembangan perumusan Capital Assets Pricing Model (CAPM)

BAB I PENDAHULUAN. Dasar dari pengembangan perumusan Capital Assets Pricing Model (CAPM) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dasar dari pengembangan perumusan Capital Assets Pricing Model (CAPM) mula-mula adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Markowitz (1952). Secara sederhana,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berlandaskan dari teori yang ada pada bab II sebelumnya. Pengelolahan data

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berlandaskan dari teori yang ada pada bab II sebelumnya. Pengelolahan data BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis membahas mengenai pengolahan data-data yang berlandaskan dari teori yang ada pada bab II sebelumnya. Pengelolahan data tersebut akan menghasilkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pasar modal (capital market), investor sebagai pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pasar modal (capital market), investor sebagai pihak yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal Indonesia memiliki peran besar bagi perekonomian negara. Melalui pasar modal (capital market), investor sebagai pihak yang memiliki kelebihan dana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1. Pengertian Portofolio Dalam fenomena yang terjadi pada dunia keuangan, "portofolio" digunakan untuk menyebutkan kumpulan investasi yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Portofolio Optimal Menggunakan Model Indeks Tunggal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Portofolio Optimal Menggunakan Model Indeks Tunggal BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Portofolio Optimal Menggunakan Model Indeks Tunggal Dalam portofolio yang dibentuk, kita membentuk kombinasi yang optimal dari beberapa asset (sekuritas) sehingga

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan

IV. PEMBAHASAN. pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan IV. PEMBAHASAN 4. 1. Gambaran Umum Indeks LQ 45 terdiri dari 45 saham yang telah terpilih melalui berbagai kriteria pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan kapitalisasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan menggunakan tipe sampel yang berbasis pada kemungkinan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaanperusahaan go publik yang terdaftar dalam Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan krisis Subprime Mortgage telah merontokkan Amerika, juga sebagian

BAB I PENDAHULUAN. dengan krisis Subprime Mortgage telah merontokkan Amerika, juga sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di pertengahan tahun 2007 hingga 2009 lalu perekonomian dunia, khususnya Amerika Serikat mengalami gejolak keuangan yang cukup serius. Banyak analis yang memperkirakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Seiring dengan perkembangan dan kondisi ekonomi sekarang ini, masyarakat Indonesia mulai mencari informasi mengenai berbagai pilihan investasi. Untuk memilih investasi ada beberapa alat analisis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Analisa penilaian kinerja saham Jakarta Islamic Index dalam penelitian ini,

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Analisa penilaian kinerja saham Jakarta Islamic Index dalam penelitian ini, BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisa penilaian kinerja saham Jakarta Islamic Index dalam penelitian ini, diukur dengan menggunakan rasio Sharpe yaitu diukur dengan cara membandingkan antara premi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas investasi yang mereka lakukan. Hal ini sekarang bukan menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. atas investasi yang mereka lakukan. Hal ini sekarang bukan menjadi masalah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia memerlukan dana investasi yang sangat besar agar mampu menciptakan kesempatan kerja baru dan meningkatkan tingkat pertumbuhan Produk Nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan bagaimana mencapai tujuan tersebut dan bagaimana mencapai tujuan tersebut Pratomo (2004) Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang yang. membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang yang. membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah BAB I PENDAHULUAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Selanjutnya, bab ini menguraikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang didasarkan atas survei

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang didasarkan atas survei III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang didasarkan atas survei terhadap objek penelitian. Cooper dan Schindler dalam Salamah (2011) menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. krisis kredit properti (subprime mortgage crisis) di Amerika Serikat (AS) telah

I. PENDAHULUAN. krisis kredit properti (subprime mortgage crisis) di Amerika Serikat (AS) telah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis keuangan global yang terjadi sejak awal tahun 2007, bermula dari krisis kredit properti (subprime mortgage crisis) di Amerika Serikat (AS) telah memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Pasar Modal Syariah Pasar modal syariah adalah pasar modal yang menerapkan prinsip prinsip syariah, yaitu larangan terhadap setiap transaksi

Lebih terperinci

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks 94 BAB V Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi perekonomian global, ditandai dengan meningkatnya harga minyak dunia sampai menyentuh harga tertinggi $170

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dengan yang digunakan untuk menghitung IHSG yaitu berdasarkan indeks yang

BAB IV PEMBAHASAN. dengan yang digunakan untuk menghitung IHSG yaitu berdasarkan indeks yang BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian JII (Jakarta Islamic Indeks) pertama kali diluncurkan oleh BEI (pada saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT Danareksa Investment

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Perkembangan pasar modal di Indonesia saat ini semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya investor yang menjadikan pasar modal sebagai alternatif berinvestasi. Meskipun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada emiten akan semakin kuat. Semakin banyak permintaan saham pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. pada emiten akan semakin kuat. Semakin banyak permintaan saham pada suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan/ kinerja perusahaan. Jika harga saham selalu mengalami kenaikan, maka investor atau calon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang seperti saham, obligasi, reksadana, instrumen derivatif dan instrumen

I. PENDAHULUAN. panjang seperti saham, obligasi, reksadana, instrumen derivatif dan instrumen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar Modal merupakan wadah yang memberikan peluang pada investor untuk melakukan investasi dengan memperjualbelikan instrumen keuangan jangka panjang seperti saham, obligasi,

Lebih terperinci

Keywords : optimal portfolio, single index method, Kompas 100, IHSG. viii

Keywords : optimal portfolio, single index method, Kompas 100, IHSG. viii ABSTRACT In investing, forming an optimal portfolio is one step that need to be done in order to make the investment can produce an optimal return with risk that investors can bear. One way on forming

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL BERDASARKAN MODEL INDEKS TUNGGAL PADA SAHAM-SAHAM KELOMPOK INDEKS LQ-45

ANALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL BERDASARKAN MODEL INDEKS TUNGGAL PADA SAHAM-SAHAM KELOMPOK INDEKS LQ-45 ANALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL BERDASARKAN MODEL INDEKS TUNGGAL PADA SAHAM-SAHAM KELOMPOK INDEKS LQ-45 Esi Fitriani Komara, SE Manajemen, UNJANI Jl. Terusan Jenderal Sudirman, Cimahi esifitriani91@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pengaruh Likuiditas Saham dan Pertumbuhan Penjualan Produk Terhadap Harga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pengaruh Likuiditas Saham dan Pertumbuhan Penjualan Produk Terhadap Harga 97 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pengaruh Likuiditas Saham dan Pertumbuhan Penjualan Produk Terhadap Harga Saham pada Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Himawan Hariyoga, dalam. 283,5 trilliun. Berikut data realisasi investasi hingga September 2012:

BAB I PENDAHULUAN. Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Himawan Hariyoga, dalam. 283,5 trilliun. Berikut data realisasi investasi hingga September 2012: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemulihan ekonomi yang lambat di negara-negara maju pasca krisis global 2008 silam, menyebabkan para investor lebih memilih mendiversifikasikan investasinya ke luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi, turunnya nilai kurs dan indeks harga saham gabungan dari bursa luar

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi, turunnya nilai kurs dan indeks harga saham gabungan dari bursa luar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pasar uang dan pasar modal bergejolak drastis pada tahun 2008-2009 pasca kasus subprime mortgage yang melanda Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh dampak krisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan perekonomian Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan perekonomian Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir 66 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan perekonomian Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir yang tidak stabil disebabkan oleh beberapa hal yaitu krisis ekonomi, naik turunnya harga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memperoleh laba dan meningkatkan nilai perusahaan (Weston dan

I. PENDAHULUAN. untuk memperoleh laba dan meningkatkan nilai perusahaan (Weston dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan apapun jenis usahanya secara umum mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh laba dan meningkatkan nilai perusahaan (Weston dan Copeland,1992:8). Namun

Lebih terperinci

meneliti catatan laporan keuangan yang berkaitan dengan perpajakan. Demikian juga dengan bad debt reserve, goodwill amortization, interest expense

meneliti catatan laporan keuangan yang berkaitan dengan perpajakan. Demikian juga dengan bad debt reserve, goodwill amortization, interest expense KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas karunia berkat dan rahmatnya, yang memberikan kesehatan, kelapangan, kegigihan kepada penulis untuk meneruskan penelitian dan menyelesaikan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAKSI. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAKSI Dalam berinvestasi, investor memiliki berbagai pilihan, baik investasi di sektor riil, pasar uang ataupun pasar modal. Salah satu bentuk investasi di pasar modal adalah dengan membeli saham,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif 4.1.1 Jakarta Islamic Index (JII) Jakarta Islamic Index (JII) diluncurkan oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: Single Index Model, Sharpe Measure, Treynor Measure, Jensen Measure,

Abstract. Keywords: Single Index Model, Sharpe Measure, Treynor Measure, Jensen Measure, Abstract Indonesian capital market is one of promising investment destination in the economic deceleration and global market weaking. The stock price in the capital market always fluctuate and only the

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... iv Daftar Lampiran... v

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... iv Daftar Lampiran... v i DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... iv Daftar Lampiran... v I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 8 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Investasi. cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Investasi. cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2005:4). Untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini membuktikan semakin berkembangnya dunia investasi yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini membuktikan semakin berkembangnya dunia investasi yang kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia investasi di Indonesia saat ini semakin pesat. Semakin banyak masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi. Hal ini membuktikan

Lebih terperinci

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4.

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4 KONSEP DASAR 2/40 Ada tiga konsep dasar yang perlu diketahui untuk memahami pembentukan portofolio optimal, yaitu: portofolio efisien dan portofolio optimal fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ginting, 2012)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ginting, 2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan pasar modal di Indonesia saat ini menuju kearah yang efisien, semua informasi yang relevan bisa digunakan sebagai masukan bagi investor untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PORTOFOLIO OPTIMAL DAN KINERJA PORTOFOLIO SAHAM

BAB IV ANALISIS PORTOFOLIO OPTIMAL DAN KINERJA PORTOFOLIO SAHAM 58 BAB IV ANALISIS PORTOFOLIO OPTIMAL DAN KINERJA PORTOFOLIO SAHAM A. Saham-saham yang membentuk portofolio optimal Portofolio optimal merupakan portofolio yang terdiri atas saham-saham yang memiliki kombinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal di Indonesia, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan ekonomi, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal di Indonesia, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan ekonomi, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal di Indonesia, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan ekonomi, terutama dalam proses alokasi dana masyarakat. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal di era globalisasi ini memiliki pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal di era globalisasi ini memiliki pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar modal di era globalisasi ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif komparatif dan verifikatif. Penelitian deskriptif menurut Sugiyono (2012: 29) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan demi kemakmuran para pemegang saham. Di era globalisasi sekarang ini, perkembangan dunia bisnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pasar modal dan sektor industri dari suatu negara. Seperti halnya

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pasar modal dan sektor industri dari suatu negara. Seperti halnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan perekonomian secara keseluruhan dapat dilihat melalui perkembangan pasar modal dan sektor industri dari suatu negara. Seperti halnya pasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk secara langsung menjelaskan hubungan sebab akibat (non causality

III. METODE PENELITIAN. untuk secara langsung menjelaskan hubungan sebab akibat (non causality 32 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis serta menganalisis dan tidak untuk secara langsung menjelaskan hubungan sebab akibat (non causality relationship),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. pengolahan data. Dalam pengolahan data menggunakan program Microsoft Excel

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. pengolahan data. Dalam pengolahan data menggunakan program Microsoft Excel 57 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data Dengan data historis yang telah tersedia pada instrumen investasi saham LQ 45 dan deposito dalam periode tahun 2013 sampai dengan 2015 kemudian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data dan Sampel Penelitian ini difokuskan pada kinerja portofolio-portofolio ang aset-asetna berupa saham-saham ang tergabung dalam KOMPAS 100 periode Februari Agustus

Lebih terperinci

Rikas Dwi Cahyo¹. ¹Manajemen (Manajemen Bisnis Telekomunikasi & Informatika), Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Telkom

Rikas Dwi Cahyo¹. ¹Manajemen (Manajemen Bisnis Telekomunikasi & Informatika), Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Telkom Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Tugas Akhir - 2010 ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA PORTOFOLIO OPTIMAL YANG DIBENTUK OLEH SINGLE INDEX MODEL DAN ROYS CRITERION (STUDI KASUS SAHAM- SAHAM LQ45 PERIODE FEBRUARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia ( BEI ) merupakan gabungan dari Bursa Efek atau pasar

I. PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia ( BEI ) merupakan gabungan dari Bursa Efek atau pasar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bursa Efek Indonesia ( BEI ) merupakan gabungan dari Bursa Efek atau pasar modal yaitu Bursa Efek Jakarta ( Jakarta Stock Exchange ) dan Bursa Efek Surabaya (Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Reksa dana tersebut merupakan produk reksa dana saham. terbesar pada akhir Desember 2012, 2013 dan 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Reksa dana tersebut merupakan produk reksa dana saham. terbesar pada akhir Desember 2012, 2013 dan 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sample Adapun kriteria yang digunakan dalam memilih sample adalah sebagai berikut: 1. Reksa dana tersebut merupakan produk reksa dana saham 2. Reksa dana tersebut

Lebih terperinci

Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Menggunakan Metode Single Indeks Saham. Presented By : Slamet Hidayatulloh

Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Menggunakan Metode Single Indeks Saham. Presented By : Slamet Hidayatulloh Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Menggunakan Metode Single Indeks Saham Pada Jakarta Islamic Index (JII) Presented By : Slamet Hidayatulloh BAB I ( LATAR BELAKANG, RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang. (Tandelilin, 2010:2). Investasi merupakan Penundaan konsumsi sekarang

BAB I PENDAHULUAN. datang. (Tandelilin, 2010:2). Investasi merupakan Penundaan konsumsi sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

Pengaruh Struktur Modal dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan. (Studi kasus BUMN yang terdaftar di BEI) Disusun oleh

Pengaruh Struktur Modal dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan. (Studi kasus BUMN yang terdaftar di BEI) Disusun oleh Pengaruh Struktur Modal dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan serta dampaknya pada Harga Saham (Studi kasus BUMN yang terdaftar di BEI) Disusun oleh Pembimbing: Dr. LIES HANDRIJANINGSIH Nama : FIFI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu lembaga yang berpengaruh besar terhadap

I. PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu lembaga yang berpengaruh besar terhadap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu lembaga yang berpengaruh besar terhadap kondisi keuangan dan perekonomian suatu negara. Di dalam pasar modal, kita dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal yang semakin berkembang dan meningkatnya keinginan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal yang semakin berkembang dan meningkatnya keinginan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi perhatian banyak pihak, khususnya masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pasar modal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keyakinan bahwa ekonomi global akan pulih dan industri manufaktur akan membaik membuat investor berspekulasi akan naiknya kebutuhan komoditas yang otomatis mendorong

Lebih terperinci

(Sanusi, 2004). Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

(Sanusi, 2004). Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, yaitu desain penelitian yang disusun dalam rangka memberikan gambaran secara sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil. Secara umum pendapatan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil. Secara umum pendapatan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan laporan Organisasi Dana Moneter Internasional (IMF), Indonesia merupakan salah satu negara Asia Pasifik yang memiliki posisi penting dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA PORTOFOLIO DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SHARPE (Studi Pada Perusahaan yang Listing Pada Indeks Lq 45 di BEI Periode 2012)

EVALUASI KINERJA PORTOFOLIO DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SHARPE (Studi Pada Perusahaan yang Listing Pada Indeks Lq 45 di BEI Periode 2012) EVALUASI KINERJA PORTOFOLIO DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SHARPE (Studi Pada Perusahaan yang Listing Pada Indeks Lq 4 di BEI Periode 2012) Sulistya Rini Siti Ragil Handayani Rustam Hidayat Fakultas Ilmu Administrasi

Lebih terperinci

MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si.

MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. OVERVIEW 1/40 Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal. Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga semakin kuat.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga semakin kuat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk sarana mendapatkan dana dalam jumlah besar dari masyarakat pemodal (investor), baik dari dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, sektor perbankan sangat berperan penting dalam memobilisasikan dana masyarakat untuk berbagai tujuan. Dahulu sektor perbankan tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat pemodal (investor). Kedua, pasar modal menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat pemodal (investor). Kedua, pasar modal menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional yang selama ini kita kenal, dimana ada pedagang, pembeli, dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

RISK AND RETURN PT. BARITO PACIFIC, Tbk

RISK AND RETURN PT. BARITO PACIFIC, Tbk RISK AND RETURN PT. BARITO PACIFIC, Tbk DISUSUN OLEH : kelompok 8 1. Stefanus Deni K.O (16257) 2. Sandy Sanjaya (16258) 3. Lai Manga (16280) 4. Fany Kurniawan (16488) Data Harga Saham dan IHSG serta Return

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 214,48%, begitu pula dengan Nilai Kapitalisasi BEI sebesar 274,16% (Kementrian Keuangan RI Bapepam-LK,2012).

BAB I PENDAHULUAN. 214,48%, begitu pula dengan Nilai Kapitalisasi BEI sebesar 274,16% (Kementrian Keuangan RI Bapepam-LK,2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dunia investasi khususnya investasi pada aset finansial mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dibuktikan oleh semakin variatifnya instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Dalam era

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Dalam era BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan suatu negara, diperlukan dana investasi dalam jumlah yang besar. Pasar modal menjadi salah satu sarana bagi kegiatan berinvestasi, yang efektif untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perhitungan Tingkat Pengembalian Investasi Reksa Dana Saham Dan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perhitungan Tingkat Pengembalian Investasi Reksa Dana Saham Dan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Tingkat Pengembalian Investasi Reksa Dana Saham Dan Pendapatan Tetap Untuk menghitung tingkat pengembalian investasi Reksa dana. Dibutuhkan data berupa nilai

Lebih terperinci