HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan makro antaralain

BAHAN METODE PENELITIAN

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS GALUR HARAPAN PADI (ORYZA SATIVA L.) HIBRIDA DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertanaman Musim Pertama

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman (cm) ciherang pada minggu ke-10 menunjukkan bahwa umur kelapa sawit memberikan

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

Verifikasi Komponen Budidaya Salibu: Acuan Pengembangan Teknologi

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA GENOTIPE PADI PADA LAHAN SAWAH YANG MENGALAMI CEKAMAN KEKERINGAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan air. Ulangan pertama adalah lahan dengan ketersediaan air sedikit karena letaknya paling jauh dari sumber, ulangan kedua dengan ketersediaan air sedang karena berada lebih dekat dengan sumber air, dan ulangan ketiga dengan ketersediaan air banyak karena kondisi lahan yang menurun. Penanaman bibit padi dilakukan dengan menggunakan satu hingga dua bibit per lubang. Galur BM5, BM6, dan BM7 dengan ketersediaan bibit yang terbatas ditanam dengan satu bibit per lubang, sedangkan yang lainnya ditanam dua bibit per lubang. Pada masa vegetatif, terdapat hama keong dan penggerek batang padi yang menyerang pertanaman. Hama keong dikendalikan secara kimiawi dengan penyemprotan pestisida, secara kultur teknis dengan pengeringan sawah, dan secara manual dengan membuang keong dan telurnya dari areal pertanaman. Penyulaman kembali beberapa genotipe tanaman yang terserang hama dan mati dilakukan menggunakan bibit yang berasal dari ulangan lain. Hal ini disebabkan karena kurangnya bibit tanaman yang dibutuhkan. Proses penyulaman tanaman dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST. Memasuki masa generatif, hama yang menyerang pertanaman padi adalah hama penggerek batang padi, walang sangit, dan burung. Pengendalian hama dilakukan dengan cara kimiawi dengan penyemprotan pestisida. Di atas dan di sekeliling tempat percobaan dipasang jaring berwarna putih untuk mengendalikan burung. Keragaan Karakter Agronomi Padi Pengujian sidik ragam dilakukan terhadap genotipe-genotipe tanaman padi yang diuji dan beberapa karakter tanaman padi yang diamati (Lampiran 2). Hasil uji F yang dilakukan terhadap beberapa karakter tanaman padi menunjukkan respon yang berbeda-beda (Tabel 2).

12 Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa genotipe galur-galur yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman generatif, jumlah anakan total, panjang malai, kerapatan malai, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah total per malai, persen gabah bernas, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah hampa, bobot 1000 butir gabah bernas, dan produktivitas tanaman, dan berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah bernas per malai dan hasil berdasarkan perhitungan, tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman vegetatif dan jumlah anakan produktif tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman antara genotipe galur-galur yang diuji terhadap beberapa karakteristik tanaman padi yang diamati. Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Komponen Keragaan Tanaman Karakteristik Tanaman F hitung KK Tinggi Tanaman Vegetatif 1.7 tn 7.1 Tinggi Tanaman Generatif 21.9 ** 3.9 Jumlah Anakan Total 3.9 ** 14.4 Jumlah Anakan Produktif 1.6 tn 12.9 Panjang Malai 4.3 ** 2.9 Kerapatan Malai 5.4 ** 8.3 Umur Berbunga 7.3 ** 3.0 Umur Panen 32.9 ** 1.9 Jumlah Gabah Total per Malai 4.6 ** 9.5 Jumlah Gabah Bernas per Malai 2.5 * 10.8 Persen Gabah Bernas 6.3 ** 6.2 Jumlah Gabah Hampa per Malai 6.9 ** 5.7 z) Persen Gabah Hampa 6.3 ** 16.5 Bobot 1000 Butir Gabah Bernas 28.5 ** 3.9 Hasil Berdasarkan Perhitungan 1.3 * 17.3 z) Produktivitas 5.2 ** 12.0 y) Keterangan: * = berpengaruh nyata pada taraf 5% ** = berpengaruh sangan nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata y) = hasil trasformasi z) = hasil trasformasi log x Koefisien keragaman (KK) yang diperoleh dari karakter jumlah gabah hampa per malai, hasil berdasarkan perhitungan, dan produktivitas galur tinggi yaitu masing-masing 19.8, 20.5, dan 23.6 sehingga ditrasformasikan untuk

13 memperoleh nilai koefisien keragaman (KK) yang lebih kecil dan tingkat kehomogenan yang lebih tinggi. Komponen Pertumbuhan Tanaman Genotipe-genotipe tanaman padi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman vegetatif, namun berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada masa generatif setelah tanaman menghasilkan malai. Hal ini diduga disebabkan karena genotipe-genotipe tanaman mengalami pemanjangan batang yang berbeda secara signifikan setelah memasuki tahap reproduktif. Makarim et al. (2009) juga menyatakan bahwa fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman. Genotipe-genotipe yang diuji memiliki rata-rata tinggi vegetatif berkisar 68-80 cm dan generatif 82-96 cm (tergolong pendek). Tinggi tanaman antara 80-90 cm merupakan kriteria tinggi tanaman yang ideal untuk pembentukan varietas padi tipe baru (Makarim et al., 2009). Varietas pembanding Selegreng dan Aek Sibundong memiliki rata-rata tinggi tanaman berkisar 107-113 cm (tergolong sedang) (Tabel 3). Tabel 3. Hasil Rataan Tinggi Tanaman Vegetatif dan Generatif Genotipe Tanaman Tinggi Tanaman Vegetatif (cm) Tinggi Tanaman Generatif (cm) BM1 77.8 85.7 d BM2 72.2 86.0 d BM3 76.9 85.8 d BM4 80.4 88.8 cd BM5 73.4 84.3 d BM6 74.8 82.3 d BM7 69.8 87.4 cd BM9 79.8 95.7 b BM10 79.4 92.8 bc BM11 68.3 87.9 cd Aek Sibundong 72.9 107.3 a Selegreng 79.4 112.9 a Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

14 Pada masa generatif, varietas Selegreng memiliki rata-rata tinggi tanaman 112.9 cm yang tidak berbeda nyata dengan Aek Sibundong. Semua galur yang diuji memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan dua varietas pembanding yang digunakan pada saat generatif (Tabel 3). Sudut daun yang terbentuk serta tinggi rendahnya tanaman akan mempengaruhi daya hasil tanaman. Siregar (1981) menyatakan bahwa tinggi rendahnya tanaman berhubungan dengan proses fotosintesis yang berlangsung. Tanaman yang rendah akan lebih banyak menyerap sinar matahari dibandingkan dengan tanaman yang tinggi. Semakin tinggi tanaman, maka intensitas sinar matahari yang menembus tajuk pertanaman ke bagian bawah pertanaman di atas permukaan tanah akan jauh berkurang. Tinggi tanaman juga merupakan karakter yang sangat menentukan tingkat kerebahan tanaman. Batang tanaman berfungsi sebagai penopang tanaman serta penyalur senyawa-senyawa kimia dan air dalam tanaman, sehingga harus kokoh agar tidak terjadi kerebahan terutama di daerah dengan angin kencang. Kerebahan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis. Kush et al. (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi tanaman maka tanaman akan semakin mudah rebah seiring penyerapan N oleh tanaman. Tabel 4. Hasil Rataan Jumlah Anakan Total dan Produktif Genotipe Tanaman Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan Produktif BM1 14.3 cd 12.6 BM2 16.7 bc 13.2 BM3 19.2 ab 15.7 BM4 17.7 bc 14.7 BM5 16.4 bcd 14.1 BM6 12.1 d 11.0 BM7 13.8 cd 12.5 BM9 17.1 bc 13.4 BM10 16.8 bc 13.7 BM11 17.5 bc 12.8 Aek Sibundong 22.5 a 15.2 Selegreng 19.4 ab 13.9 Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

15 Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak beranak) dan akan mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau 5 daun (Makarim et al., 2009). Berdasarkan jumlah anakan yang dimiliki, tanaman padi dibedakan menjadi tanaman dengan anakan sedikit (<10 anakan), anakan sedang (10-18 anakan), dan anakan banyak (>18 anakan). Galur-galur yang diuji memiliki jumlah anakan rata-rata berkisar 12-19 anakan per rumpun (anakan sedang) dengan rata-rata jumlah anakan produktif berkisar 11-16 anakan per rumpun. Varietas pembanding yang digunakan memiliki jumlah anakan rata-rata 19-23 anakan per rumpun (anakan banyak) dengan rata-rata jumlah anakan produktif 14-15 anakan per rumpun. Aek Sibundong memiliki rata-rata jumlah anakan total 22.5 anakan dan tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng dan galur BM3. Semua galur yang diuji memiliki jumlah anakan total yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong kecuali BM3, namun BM2, BM4, BM5, BM9, BM10, dan BM11 memiliki jumlah anakan yang tidak berbeda dengan varietas Selegreng (Tabel 4). Abdullah (2009) menyatakan bahwa jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan tidak semua anakan menghasilkan malai dan atau masa masak yang tidak serempak, sehingga akan menurunkan produktivitas dan atau mutu beras. Namun, jumlah anakan yang sedikit juga merupakan kendala dalam meningkatkan produksi terutama di daerah tropis, karena serangan hama dan penyakit akan mengakibatkan kehilangan hasil. Banyaknya anakan yang terbentuk pada satu rumpun tanaman ditentukan oleh genetik tanaman serta pengaruh lingkungan seperti jarak tanam, radiasi, hara mineral, dan teknik budidaya (Makarim et al., 2009). Persentase anakan yang menghasilkan malai dari galur-galur yang diuji lebih tinggi dibandingkan dengan dua varietas pembanding yang digunakan. Genotipe tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif yang dihasilkan tanaman. Umur berbunga tanaman ditentukan dengan mengamati jumlah bunga yang telah keluar. Apabila 50% bunga telah keluar, maka pertanaman tersebut dianggap sudah dalam fase pembungaan (Yoshida, 1981). Genotipe setiap galur dan varietas yang diuji memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap umur berbunga. Galur-galur BM1, BM2, BM3, BM4, BM5, BM6, dan BM7

16 memiliki umur berbunga yang tidak berbeda dengan varietas Selegreng, tetapi lebih cepat bila dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong (Tabel 5). Galur BM9, BM10, dan BM11 memiliki umur berbunga yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong. Saat yang tepat untuk pemanenan hasil ditetapkan dengan memperhatikan kadar air yang dikandung oleh butir-butir gabah. Untuk mempermudah pekerjaan di lapangan, dapat dilakukan dengan memperhatikan bahwa butir gabah telah menguning dari pangkal malai hingga ujungnya. Pemanenan yang kurang tepat akan menurunkan mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Berdasarkan umur panennya tanaman padi dibedakan menjadi berumur ultra genjah (<90 hari), sangat genjah (90-104 hari), dan genjah (105-124 hari) (BB Padi, 2010). Tabel 5. Hasil Rataan Umur Berbunga dan Panen Genotipe Tanaman Umur Berbunga (HSS) Umur Panen (HSS) BM1 81.3 b 109.7 ef BM2 81.7 b 107.3 ef BM3 82.3 b 105.7 f BM4 80.3 b 106.7 f BM5 85.0 b 117.7 d BM6 82.0 b 117.3 d BM7 84.7 b 118.7 cd BM9 90.3 a 126.3 a BM10 89.7 a 123.7 ab BM11 90.7 a 124.3 ab Aek Sibundong 90.3 a 122.0 bc Selegreng 83.3 b 111.3 e Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan HSS = Hari Setelah Semai Umur panen genotipe-genotipe tanaman padi yang diuji berada pada selang 105-126 hari yang berarti genotipe-genotipe padi yang diuji berada pada jenis padi yang berumur genjah kecuali BM9 (Tabel 5). Galur BM3 dan BM4 (Gambar 1) yang memiliki umur panen masing-masing 105.7 Hari Setelah Semai (HSS) dan 106.7 HSS merupakan galur dengan umur panen tersingkat dibandingkan dengan galur-galur dan varietas pembanding lainnya kecuali galurgalur BM1 dan BM2, sedangkan galur BM9 dengan umur rata-rata panen 126.3

17 HSS merupakan galur yang lebih lama waktu panennya dibandingkan dengan semua genotipe yang diuji kecuali BM10 dan BM11. Galur BM1, BM2 memiliki waktu panen yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng, namun BM1, BM2, BM5, dan BM6 memiliki waktu panen yang lebih cepat dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong (Tabel 5). Umur panen yang singkat memungkinkan penggunaan lahan yang lebih efisien. Gambar 1. Tanaman Padi (BM4) Siap Panen Serangan hama penyakit yang menyerang tanaman pada masa reproduktif tanaman mempersulit pengamatan waktu panen terutama pada galur-galur BM9, BM10, dan BM11. Tingginya curah hujan selama masa pemasakan menyebabkan jumlah air melimpah sehingga kondisi beberapa petak tanaman masih tergenang air pada masa pematangan juga menyebabkan semakin lamanya masa panen tanaman padi. Perendaman menyebabkan terlambatnya pemasakan gabah atau mundurnya masa panen (Pratiwi et al., 2009). Komponen Hasil Tanaman Padi Potensi hasil dari tanaman padi ditentukan oleh komponen-komponen hasil, yaitu jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot gabah bernas. Malai tanaman padi menopang gabah yang merupakan sink yang perlu dipenuhi dengan materi/fotosintat dari berbagai sumber dalam tanaman. Makarim et al. (2009) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah malai per m 2 dengan peningkatan populasi tanaman, maka akan

18 semakin pendek malai yang dihasilkan. Pratiwi et al. (2009) juga melaporkan bahwa terdapat hubungan negatif antara panjang malai dan jumlah malai (anakan aktif). Semakin banyak jumlah malai per rumpun, maka malainya semakin pendek. Tabel 6. Hasil Rataan Panjang Malai dan Kerapatan Malai Galur Panjang Malai Kerapatan Malai (cm) (gabah/cm) BM1 23.3 abc 6.8 bc BM2 22.2 cde 6.5 c BM3 21.4 e 6.6 bc BM4 22.7 bcd 7.0 abc BM5 22.6 bcde 6.3 cd BM6 23.1 abc 6.4 c BM7 23.4 abc 6.5 c BM9 23.7 ab 7.6 ab BM10 22.9 bcd 7.8 a BM11 23.1 abc 6.5 c Aek Sibundong 24.3 a 5.3 d Selegreng 21.8 de 5.4 d Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan Karakter panjang malai pada genotipe-genotipe tanaman yang diuji berkisar antara 21-24 cm yang termasuk golongan sedang. Varietas Aek Sibundong memiliki panjang malai yaitu 24.3 cm. Panjang malai galur-galur BM1, BM6, BM7, BM9, dan BM11 tidak berbeda nyata dengan varietas Aek Sibundong, namun lebih panjang bila dibandingkan dengan varietas Selegreng (Tabel 6). Galur BM2, BM3, BM4, BM5, dan BM10 memiliki panjang malai yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng. Jumlah gabah total per malai menentukan kerapatan gabah. Galur BM4, BM9, dan BM10 memiliki kerapatan gabah yang tinggi yaitu 7.0, 7.8, dan 7.6 gabah/cm. Kerapatan gabah galur-galur yang diuji lebih tinggi dibandingkan dengan dua varietas pembanding kecuali BM5 (Tabel 6). Jumlah gabah total per malai genotipe-genotipe yang diuji berkisar antara 118-180 gabah per malai (Tabel 7). Abdullah (2009) menyatakan bahwa karakteristik jumlah gabah total yang disarankan dalam pembentukan padi tipe

19 baru yaitu 150-250 butir per rumpun. Jumlah gabah per malai yang banyak juga menyebabkan tingginya kehampaan karena masa pemasakan dan pengisian akan lebih lama dan hubungannya dengan keseimbangan source dan sink. Galur BM4 (159.9), BM9 (179.6), dan BM10 (179.5) memiliki jumlah gabah total yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua pembanding (Tabel 7). Galur BM1, BM6, BM7, dan BM11 memiliki jumlah gabah total yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Selegreng. Genotipe yang memiliki panjang malai terpanjang tidak memiliki jumlah gabah total yang besar pula. Hal ini berlawanan dengan penjelasan Makarim et al. (2009) yang menyatakan bahwa semakin panjang malai rata-rata pertanaman padi, semakin banyak jumlah gabah yang dihasilkan. Tabel 7. Hasil Rataan Jumlah Gabah Total, Jumlah Gabah Bernas, dan Jumlah Gabah Hampa Galur Jumlah Gabah Jumlah Gabah Jumlah Gabah Total Bernas Hampa z) BM1 157.5 abc 112.0 abc 45.5 abc BM2 143.6 bcd 110.1 abc 33.5 cd BM3 141.6 bcd 112.7 abc 28.9 d BM4 159.9 ab 125.3 a 34.6 cd BM5 143.1 bcd 101.1 bc 41.9 bcd BM6 148.1 bc 96.4 bc 51.7 ab BM7 152.7 bc 102.9 abc 49.7 ab BM9 179.6 a 125.3 a 54.3 ab BM10 179.5 a 117.7 ab 61.8 a BM11 149.7 bc 101.6 bc 48.1 abc Aek Sibundong 130.8 cd 92.2 c 38.6 bcd Selegreng 118.2 d 102.9 abc 15.3 e Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan z) = Hasil transformasi log x Angka merupakan hasil awal sebelum ditransformasi Galur-galur yang diuji memiliki jumlah gabah bernas berkisar antara 96-125 gabah per malai, sedangkan varietas Aek Sibundong dan Selegreng memiliki masing-masing 92.2 dan 102.9 gabah bernas per malai (Tabel 7). Jumlah gabah bernas yang dihasilkan semua galur-galur yang diuji tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng. Namun, BM4, BM9, dan BM10 memiliki jumlah gabah bernas yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong. Persentase gabah

20 bernas biasanya memiliki hubungan yang berkorelasi negatif dengan jumlah gabah total. Hal ini berhubungan dengan keseimbangan antara source dan sink tanaman (Abdullah, 2009). Varietas Selegreng memiliki jumlah gabah hampa yang paling sedikit dibandingkan dengan genotipe lainnya. Galur- galur yang diuji memiliki jumlah gabah hampa yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong kecuali BM10 (Tabel 7). Tingginya jumlah gabah total beberapa galur seperti galur BM9 dan BM10 menyebabkan galur tersebut membutuhkan fotosintat yang banyak untuk pengisian malai. Galur BM9 dan BM10 yang memiliki jumlah gabah hampa yang tinggi (Tabel 7) juga memiliki jumlah gabah total yang tinggi pula bila dibandingkan dengan genotipe yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Abdullah (2009) yang menyatakan bahwa jumlah gabah per malai yang banyak juga menyebabkan tingginya kehampaan. Jumlah gabah per malai yang banyak menyebabkan masa pengisian dan pemasakan akan lebih lama, sehingga terjadi kehampaan akibat ketidakmampuan sumber (source) mengisi sink, dan gabah tidak akan terisi penuh serta hampa. Suhu yang tinggi pada masa pemasakan menyebabkan tingginya respirasi tanaman sehingga energi yang disimpan menjadi berkurang. Tabel 8. Hasil Rataan Persen Gabah Bernas, Persen Gabah Hampa, dan Bobot 1000 Butir Gabah Bernas Galur Persen Gabah Persen Gabah Bobot 1000 Butir Bernas Hampa Gabah Bernas (g) BM1 71.1 bcde 28.9 abcd 23.6 cd BM2 76.7 bcd 23.3 bcd 24.2 c BM3 79.6 ab 20.4 de 24.0 c BM4 78.4 bc 21.7 cd 24.5 c BM5 70.7 bcde 29.3 abcd 21.6 ef BM6 65.1 e 34.9 a 22.2 de BM7 67.4 e 32.6 a 22.1 de BM9 69.8 de 30.2 ab 21.2 ef BM10 65.6 e 34.4 a 20.0 f BM11 67.9 de 32.1 ab 21.6 ef Aek Sibundong 70.5 cde 29.5 abc 29.8 a Selegreng 87.1 a 12.9 e 27.5 b Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

21 BM3 memiliki persentase gabah bernas yang tertinggi di antara galurgalur yang diuji. Galur BM3 (79.6 %) memiliki persen gabah bernas yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong (Tabel 8). Semua galur yang diuji memiliki persen gabah bernas yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong. Jumlah daun yang aktif berfotosintesis per batang/anakan pada fase pengisian sangat menentukan persentase gabah bernas. Galur BM3 memiliki persen gabah hampa terendah (20.4%). Semua galur yang diuji memiliki persentase gabah hampa yang tidak berbeda nyata dengan varietas Aek Sibundong kecuali BM3 (Tabel 8). Galur BM3 memiliki persen gabah hampa yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong. Tingginya kehampaan disebabkan oleh tingginya serangan hama penyakit di pertanaman. Kehampaan disebabkan faktor genetik dan lingkungan, seperti radiasi matahari yang kurang selama masa reproduktif dan terjadinya kekurangan air pada awal pengisian gabah. Rendahnya radiasi sinar matahari pada penelitian (< 350 cal/ cm 2 ) (Lampiran 4) kemungkinan menyebabkan peningkatan jumlah gabah hampa. Galur-galur yang diuji memiliki bobot 1000 butir gabah bernas yang lebih rendah dibandingkan dengan dua varietas pembanding. Galur BM1, BM2, BM3, dan BM4 memiliki bobot 1000 butir tertinggi dibandingkan dengan galur lainnya (Tabel 8). Bentuk dan ukuran gabah mempengaruhi bobot gabah yang dihasilkan. Aek Sibundong dan Selegreng memiliki bentuk gabah yang besar, sedangkan galur-galur yang diuji umumnya memiliki bentuk gabah yang memanjang dan ramping. Ukuran gabah juga berlawanan dengan jumlah gabah total per malai. BM9 dan BM10 yang memiliki rata-rata jumlah gabah total per malai yang tinggi, memiliki bobot gabah yang rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara source dan sink pada padi. Bobot gabah juga sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan malai, kondisi lingkungan harus optimal karena akan berpengaruh terhadap serapan hara (Makarim et al. 2009).

22 Hasil Pertanaman Padi Galur-galur yang diuji memiliki produktivitas rata-rata berkisar 1.60-3.34 ton/ha (Tabel 9). Produktivitas suatu penanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas tanaman dengan lingkungan dan pengelolaan melalui suatu proses fisiologik dalam bentuk pertumbuhan tanaman. Galur BM2 (2.85 ton/ha), BM3 (3.29 ton/ha), dan BM4 (3.34 ton/ha) memiliki produktivitas yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng (3.02 ton/ha) dan Aek Sibundong (3.68 ton/ha) (Tabel 9). Tabel 9. Hasil Rataan Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan pada Pertanaman Padi Galur Produktivitas Hasil Berdasarkan (ton/ha) y) Perhitungan (ton/ha) z) BM1 2.32 bcd 3.3 abcd BM2 2.85 abc 3.6 abc BM3 3.29 ab 4.3 ab BM4 3.34 ab 4.5 a BM5 1.64 d 3.1 abcd BM6 1.73 d 2.4 d BM7 1.60 d 2.9 bcd BM9 1.64 d 3.6 abc BM10 2.30 bcd 3.2 abcd BM11 1.91 cd 2.8 cd Aek Sibundong 3.68 a 4.2 abc Selegreng 3.02 ab 3.9 abc Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan y) = hasil trasformasi z) = hasil trasformasi log x Angka merupakan hasil awal sebelum ditransformasi Hasil berdasarkan perhitungan diperoleh dari perhitungan berdasarkan komponen hasil tanaman padi yaitu jumlah rumpun per hektar, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah total, persen gabah isi, dan bobot 1000 butir gabah bernas. Hasil yang diperoleh riil di lapangan lebih sedikit dibandingkan hasil berdasarkan perhitungan (Gambar 2). Tingginya kehilangan hasil disebabkan oleh kondisi lingkungan dan serangan hama penyakit cukup tinggi pada pertanaman.

23 Galur-galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan berkisar antara 2.8-4.5 ton/ha (Tabel 9). Varietas Aek Sibundong dan Selegreng memiliki hasil berdasarkan perhitungan masing-masing 4.2 dan 3.9 ton/ha. Semua galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan yang tidak berbeda dengan dua pembanding yang digunakan kecuali BM6 dan BM11 (Tabel 9). Hasil berdasarkan perhitungan yang diperoleh galur BM4 (4.5 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan galur-galur BM6, BM7, dan BM11. Ton/Ha 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Produktivitas (ton/ha) Hasil Berdasarkan Perhitungan (ton/ha) Genotipe Tanaman Gambar 2. Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan Padi